Setelah makan malam, Kamea langsung membersihkan meja dan mencuci piring kotor. Asisten rumah tangga yang biasa mengurus rumah Alif masih belum kembali bekerja. Menurut informasi yang ia dengar, wanita paruh baya itu akan kembali bekerja besok pagi.
Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Kamea langsung merebus air untuk membuatkan Alif secangkir kopi. Lelaki itu memang tidak meminta untuk dibuatkan kopi, ini murni inisiatif Kamea sendiri.
Saat dulu ibunya masih ada, beliau juga sering membuatkan kopi untuk ayahnya, walau tanpa diminta. Dan ayahnya akan menyukai kopi yang dibuat oleh ibunya itu. Ia jadi terpikir akan melakukan hal yang sama seperti yang pernah dilakukan ibunya.
"Aku gak minta dibuatkan kopi," ucap Alif saat Kamea meletakkan cangkir kopi di atas meja.
Alif menatap heran pada gadis yang aru saja menyajikan kopi untuknya. Terbersit rasa curiga di benaknya. Mungkinkah belia itu memasukkan se
Benar kata pepatah, bila kita ingin melihat wajah asli seseorang, kita harus melihatnya saat orang itu sedang tertidur. Wajah itu terlihat tenang dan teduh. Alisnya tebal, bulu mata lentik, hidung mancung, sungguh sempurna Tuhan menciptakan mahluk yang satu ini.Kamea menyentuh perlahan bagian-bagian wajah Alif yang masih terlelap tidur. Ia tidak ingat mengapa saat ini Alif bisa tidur bersamanya. Ah, itu tidaklah penting sekarang. Yang terpenting saat ini Kamea bisa menatap Alif dari jarak yang sangat dekat."Padahal saat seperti ini wajahnya tidak terlihat datar seperti kanebo kering. Nggak terlihat dinginn seperti kulkas pintu sepuluh. Tapi kenapa saat bangun yang diperlihatkan wajah dingin dan datarnya, ya?" gumam Kamea pelan.Bellia itu tidak menyadari sebenarnya Alif sedari tadi sudah bangun saat merasakan sentuhan lembut di wajahnya. Ia hanya enggan membuka matanya dan melihat wajah menyebalkan Kamea. Alif akan men
"Kyaaak!"Brukkk!Kamea kaget melihat Alif berada di depan pintu kamar mandi saat ia hendak ke luar. Gadis itu refleks menutup pintu kamar mandinya kembali karena malu sekaligus kaget."Ih dasar, Om mesum! Ngapain berdiri di situ? Jangan bilang kalau Om mau mengintipku?"Niatnya ingin menggedor pintu kamar mandi karena belia itu sudah terlalu lama berada di dalam. Alif khawatir terjadi sesuatu kepadanya.Ketika ia baru saja mengangkat tangan hendak mengetuk pintu berbarengan dengan Kamea yang lebih dulu membukanya. Alif terpaku menatap Kamea yang berdiri di hadapannya hanya mengenakan handuk putih."Aish ... Jaga bicaramu! Saya hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja di dalam," gerutu Alif.Ia menggelengkan pelan kepalanya saat terbayang tubuh Kamea yang menggoda. Tenggorokannya mendadak terasa kering hingga sulit menelan saliva.
Alif dan Kamea sudah siap berangkat ke tujuan masing-masing. Tentu saja sebelum Alif ke kantor, sekarang ia memiliki kewajiban mengantarkan Kamea ke kampus. Karena kalau tidak, hidup Alif tidak akan tenang karena gadis belia itu akan terus memaksa bahkan terkadang ia merasa seperti diteror.Setelah memastikan tidak ada yang tertinggal, Kamea bergegas menuruni anak tangga hendak menemui Alif yang sudah menunggunya di luar. Hari ini belia itu mengenakan blouse tanpa lengan di padukan dengan rok di atas lutut. Rambut hitam panjangnya sengaja ia gerai begitu saja."Maaf, menunggu lama," ucap Kamea kepada Alif yang sudah berdiri di samping mobilnya.Lelaki itu berbalik untuk melihat ke arah Kamea. Ia bersiap mengutuki gadis kecil itu karena sudah membuatnya menunggu lama. Iris berwarna cokelat itu menyipit memerhatikan penampilan Kamea dari atas ke bawah."Mau pergi ke mana?" tanyanya ketus.
Alif termangu sendiri di dalam ruangan kerjanya. Laptopnya menyala tetapi ia tidak sedang mengerjakan pekerjaannya. Lelaki beralis tebal itu sedang memikirkan kejadian pagi tadi. Ia bahkan masih bisa merasakan lembutnya sentuhan bibir Kamea di dahi dan pipinya.Padahal ciuman itu bukanlah ciuman pertamanya. Ia bahkan sering melakukannya dengan Fely saat wanita itu masih menjadi kekasihnya. Tapi entah mengapa, rasanya sangat berbeda?Tangan kekar itu tanpa sadar mengusap pipinya. Ia tersenyum geli kemudian menggelengkan pelan kepalanya. Sadar akan keputusannya yang tidak akan pernah memikirkan gadis itu apa lagi sampai jatuh cinta padanya."Ehm,"Alif tersadar dari lamunannya saat mendengar suara mendehem dan gebrakan di meja akibat seseorang menyimpan beberapa file yang harus ia periksa sebelum ditandatangani."Kalau masuk itu ketuk pintu dulu," tegurnya geram akan kehadiran Doni
"Kamea,"Gadis belia yang baru saja dipanggil namanya itu menoleh ke belakang. Abimanyu berjalan dengan langkah cepat menuju ke arah Kamea."Ada apa?" tanya gadis itu. Ia tersenyum ramah."Kamu pulang sama siapa?"Belia itu terdiam beberapa detik, mengedarkan pandangannya ke arah jalanan. Bibir mungilnya tertarik ke atas membentuk sebuah senyum manis. Mobil berwarna hitam milik Alif sudah terparkir di sana menunggunya."Oh, aku di jemput. Ada apa memangnya?" ucapnya kemudian.Abimanyu tersenyum tipis, kemudian menggelengkan pelan kepalanya."Oh, iya. Makasih ya udah bantuin aku ngerjain tugas," ucap Kamea tulus.Ia bersungguh-sungguh mengucapkan terima kasih kepada Abimanyu karena sudah mengajari dan membantunya mengerjakan tugas kuliah.Benar yang dikatakan tem
"Apa?!"Kamea dan Alif saling berpandangan saat mereka memekikkan kata yang sama secara bersamaan.Mama Anita sempat tertegun beberapa detik, tapi kemudian wanita paruh baya itu terkekeh pelan. "Kalian kompak sekali," ucapnya gemas pada Alif dan Kamea.Alif memutar bola matanya, malas. Iris berwarna cokelatnya menatap tajam pada Kamea berharap gadis itu mengatakan penolakan kepada mamanya.Namun, alih-alih berbicara, belia itu malah bungkam dan mengedikkan kedua bahunya tak acuh. Rasanya Alif ingin memakan gadis itu saking geramnya."Ma, kenapa mama gak bicara dulu sama Alif kalau mau membeli tiket? Alif sedang banyak pekerjaan yang harus segera diselesaikan bulan ini. Alif gak bisa pergi ke mana-mana dulu, apa lagi untuk berbulan madu." Alif berusaha mengelak, berharap mamanya itu akan mengerti dan mau membatalkan tiket keberangkatannya.Mama Anita menghela
"Om, aku pergi dulu." Kamea berpamitan dan mencium punggung tangan Alif lembut.Bibir tipis yang dipoles lipgloss itu tertarik membentuk senyum manis. Gadis itu bisa dengan cepat melupakan kekesalan yang ia rasakan kepada Alif. Ia sudah kembali ceria seolah tidak pernah terjadi apapun yang melukai hatinya.Dan kini, tanpa sadar Alif sudah mulai terbiasa dengan tingkah menjengkelkan dan kecerewetan belia itu. Hanya saja lelaki beralis tebal itu tidak mau menunjukannya. Gengsi.Seperti kemarin, Kamea mendaratkan sebuah kecupan singkat di pipi Alif. Kali ini ia melakukannya tanpa rasa canggung dan malu. "Om, kalau nanti udah mulai jatuh cinta sama aku, bilang saja, ya. Jangan dipendam sendirian," bisiknya.Tanpa menunggu Alif menyahutinya, gadis itu bergegas turun dengan tergesa. Setelah berjalan agak jauh dari mobil Alif, gadis itu kembali membalikan badan ke arah lelaki itu dan memperlihatkan dua jari
Tempat yang direkomendasikan Abimanyu adalah sebuah kafe yang sebagian banyak pengunjung yang datang merupakan anak remaja yang ingin mencari referensi entah untuk mengerjakan tugas kuliah ataupun sekedar untuk membaca saja.Ya, kafe itu di desain mirip seperti perpustakaan, hanya saja di sana para pengunjung bisa membaca buku sambil menikmati minuman kopi ataupun memakan cake. Pemiliknya pastilah seorang yang kreatif dan penyuka membaca buku. Makanya dia menciptakan ide membuat kafe seperti ini."Gimana dengan tempat ini? Kalian suka?" tanya Abimanyu kepada Kamea dan Olivia.Kedua gadis itu mengangguk semangat. "Ya, aku menyukai tempat ini," sahut Kamea.Iris matanya masih terkagum dengan pemandangan interior yang membuat para pengunjung tidak akan bosan berlama-lama di sana.Abimanyu membawa mereka ke meja yang ada di paling pojok bersebelahan dengan jendela. Agar mereka bisa m
"Mi, selamat, ya. Aku turut bahagia atas pernikahan kamu, semoga kalian bahagia." Abimanyu bersalaman dengan Kamea. Pemuda itu menatap lamat wajah gadis yang pernah dicintainya. Senyumnya masih sama, terlihat manis seperti senyum yang nampak saat pertama kali mereka bertemu. "Makasih, Bi. Semoga kamu juga cepat menyusul, ya." Abimanyu tersenyum kecut mendengar kalimat yang diucapkan oleh Kamea. Lantas kemudian pemuda itu menghela napas panjang. "Doakan saja, semoga bisa secepatnya," sahutnya lirih. "Hei, dilarang berlama-lama menatap istriku seperti itu!" Abimanyu langsung menoleh ke arah laki-laki yang ada di samping Kamea. Seperti biasanya suami dari sahabatnya itu akan selalu memasang wajah waspada setiap kali ia dekat dengan istrinya. "Ya, ya, ya! Aku tahu dan aku tidak akan merebutnya," sahut Abimanyu sambil tersenyum miring. Kemudian dia mel
Malam ini suasana di kediaman Pradana terlihat sangat ramai. Rumah megah dan mewah itu didekor dengan sedemikian rupa sehingga terlihat gemerlap indah. Tamu-tamu penting mulai berdatangan satu persatu untuk menemui tuan rumah.Di dalam sebuah ruangan berukuran cukup luas seorang gadis sudah siap dengan gaun cantik berwarna putih tulang. Paras cantik itu semakin terlihat anggun dengan mengenakan sedikit polesan make up dari perias handal yang disewa oleh keluarga Pradama secara khusus.Gadis itu berbalik melihat ke arah pintu ketika tiba-iba seseorang membukanya dari luar. Kedua sudut bibir tipis itu tertarik ke atas membentuk senyum yang sangat manis menyapa sosok laki-laki yang sangat dicintainya sejak lama."Sayang, kenapa masih di sini? Ayok kita ke bawah. Para tamu sudah menunggu," ujar Alif kepada sang istri tercinta.Dia berjalan mendekati gadisnya dengan pandangan yang terpusat pada wajah sang
"Alif, kenapa kamu ada di sini? Kamea sama siapa?" Mama Anita yang baru saja tiba di rumah sakit tak sengaja berpapasan dengan putranya yang juga baru saja kembali dari luar sehabis membelikan makanan untuk Kamea. "Ma, aku habis membelikan makanan untuk Sanee. Tadi dia bersama Fely," sahut Alif sambil mengangkat kantung kresek di tangannya. Kedua bola mata Mama Anita membulat. Tak percaya dengan yang baru saja ia dengar. Putranya dengan mudah meninggalkan menantu kesayangannya berdua dengan Felysia, wanita yang sudah menyebabkan Kamea seperti sekarang ini. "Apa?! Kenapa kamu membiarkan wanita itu bersama menantuku? Gimana kalau dia menyakiti Kamea?" Mama Anita menggerutu geram atas kecerobohan putranya. Biar bagaimanapun Felysia adalah wanita yang sedang terobsesi cinta putra semata wayangnya yang saat ini sudah menikah dengan Kamea. Bila ia bisa nekad memaksa Alif untu
Alif pergi ke luar untuk membelikan makanan untuk Kamea. Sebenarnya dia enggan pergi meninggalkan istrinya itu sendirian ditemani oleh Felysia. Tetapi belia itu memaksa, Alif terpaksa tetap pergi. Namun sebelum itu, ia terlebih dulu memperingatkan kepada Felysia untuk tidak berbuat macam-macam kepada istrinya.Suasana di dalam ruangan menjadi hening untuk beberapa saat setelah Alif pergi. Dua wanita berbeda usia itu terdiam mengumpulkan kata-kata yang hendak mereka bicarakan. Felysia berjalan mendekat dan duduk di kursi yang ada di samping ranjang Kamea."Gimana kedaaan kamu sekarang?" Setelah beberapa saat terdiam, Felysia membuka percakapan dengan menanyakan kabar Kamea."Sudah lebih baik," sahut Kamea singkat.Setelah itu suasana kembali menjadi hening untuk beberapa detik hingga Felysia kembali membuka percakapan untuk mengurai rasa canggung yang sedang melingkupi ruangan."U
"Kamu gak ada yang mau ditanyakan sama, Mas?"Belia itu tak langsung menjawab. Dia memikirkan pertanyaan apa yang harus ia tanyakan kepada suaminya itu. Beberapa detik kemudian, Kamea menggelengkan pelan kepalanya sehingga menimbulkan gesekan di dada bidang Alif.Kedua sudut bibir tebal itu tertarik ke atas mengulas sebuah senyum. Lalu laki-laki berkulit putih itu mendesahkan napas di udara. Lembut tangan kekarnya mengusap kepala sang istri. Bersyukur dia tidak jadi kehilangan gadisnya.Entah, mungkin saja ia akan menjadi gila andai gadisnya itu pergi meninggalkannya. Memikirkan semua itu, Alif mengeratkan dekapannya. Dia benar-benar takut kehilangan Kamea. Beberapa saat kemudian, Alif merenggangkan tubuhnya dari tubuh Kamea."Kalau begitu, Mas yang ingin bertanya sama kamu. Boleh?"Kamea menatap dalam manik mata suaminya. Kedua alisnya saling bertautan hingga membentuk garis hal
Seorang laki-laki berparas tampan mengintip dari kaca pintu. Melihat sang istri tertawa lepas barsama sahabatnya. Manis, cantik dan ... menggemaskan.Dia menghela napas panjang. Kemudian, tawa itu seolah menular padanya. Kedua sudut bibir laki-laki itu tertarik ke atas membentuk senyum."Kau, mau sampai kapan berdiri di sini?"Alif terlonjak kaget mendapati Doni sudah ada di hadapannya. Entah sejak kapan sahabatnya itu sudah ada di sana. Seingatnya, baru saja laki-laki berkaca mata itu masih tertawa ria di dalam bersama Kamea."Temui istrimu dan selesaikan semuanya sekarang. Kamu benar-benar tidak ingin kehilangannya, bukan?" ujar Doni lagi.Kedua bola mata berlensa cokelat itu membulat. Tentu saja dia tidak ingin kehilangan gadisnya.Alif menghela napas panjang dan menghembusiannya secara perlahan. Iris matanya menoleh ke arah gadis yang saat ini sedang bersandar di tempat tidur sambil memainkan ponselnya.Kemudi
Alif menatap sendu dari kejauhan melihat Kamea sedang berada di taman rumah sakit di temani Abimanyu. Gadis itu terlihat tersenyum mendengarkan Abimanyu bercerita.Entah apa yang sedang mereka bicarakan. Yang jelas sesuatu di sini sedang meremas-remas hati Alif. Kedua tangannya mengepal erat dan rahangnya mengeras setiap kali melihat gadis itu tertawa riang."Bagaimana rasanya, melihat orang yang kita cintai tersenyum bersama orang lain?" tanya Doni.Dia baru saja datang, sengaja ingin menjenguk istri dari sahabatnya itu. Dia terpaku selama beberapa detik melihat Alif yang sedari tadi tidak mengalihkan pandangannya. Doni penasaran.Ia pun mengikuti arah pandangan Alif. Laki-laki berkacamata itu menyunggingkan senyum miring. Kemudian menepuk sebelah pundak Alif."Yang kamu rasakan saat ini, begitulah yang dia rasakan saat melihatmu bersama Felysia," ucap Doni lagi.Alif menghela napas panjang. Dia menoleh ke arah Doni yang s
"Abi ...."Abimanyu langsung menunduk melihat gadis yang baru saja memanggil namanya."Aku ada di mana?" gumamnya pelan. Seingatnya terakhir kali ia bangun masih ada di rumah Abimanyu."Ami, kamu sudah bangun? Syukurlah. Aku sangat senang akhirnya kamu bangun juga, Mi," ucap Abimanyu. "Sekarang kamu sedang dirawat di rumah sakit," sambungnya lagi.Dia tersenyum bahagia karena akhirnya Kamea mau membuka matanya. Terlebih, gadis itu langsung memanggil namanya."Sayang, kamu sudah bangun? Apa yang kamu rasakan sekarang? Apa kamu ingin minum?"Mengetahui Kamea sadar, Alif langsung menghampiri belia itu. Ia menggenggam erat telapak tangan Kamea dan menciuminya beberapa kali.Dia menatap lamat wajah Kamea dengan iris berkaca-kaca. Sementara belia itu hanya diam dengan pandangan kosong."Sayang, syukurlah akhirnya kamu bangun." Mama Anita langsung menghampiri Kamea.Abimanyu menggeser tubuhny
Abimanyu berjalan melangkahkan kakinya mendekat. Dia ingin menjenguk Kamea yang sudah seminggu ini masih belum juga sadarkan diri. Dia mendekat ke arah Alif yang sedang duduk di samping tepi tempat tidur Kamea."Sabar saja, dia pasti akan segera bangun," ucapnya kepada Alif.Laki-laki beralis tebal itu tersenyum tipis kemudian mengangguk pelan.Abimanyu berjalan ke sisi lain ranjang Kamea. Dia menatap wajah tenang gadis yang sedang menutup matanya cukup lama.'Bangun Mi, aku kangen sama kamu. Jangan seperti ini, Mi. Aku yakin kamu gadis yang kuat. Kamu pasti bisa melewati masa tersulit dalam hidupmu. Sudah cukup tidurnya, Mi. Coba bukalah mata kamu, lihatlah banyak orang yang menyayangimu, termasuk aku.'"Jangan berlama-lama menatapnya seperti itu. Apa kau mau aku mencolongkel matamu?!" tegur Alif ketus.Abimanyu menghela napas panjang. Dia mendelikkan matany