Beberapa hari berlalu sejak kapal itu merapat di pelabuhan New York. Luca dan Tom dengan beberapa anak buah masing-masing, bersiap-siap untuk memulai pencarian mereka.
Suasana di kota besar ini begitu sibuk dan riuh, mencerminkan kehidupan yang terus bergerak. Tom memiliki rencana yang telah terbentuk dalam pikirannya.
"Bagaimana bila kita berpisah dan membentuk 2 kelompok dalam mencari mereka?" usul Tom kepada Luca, mencari alasan untuk dapat berpisah dengan Luca.
Luca terdiam dan masih melayangkan pandangan ke luar kaca jendela mobil.
Tom memandang peta New York dengan serius melalui ponselnya. Mereka memang tinggal di kota New York, tetapi menemukan seseorang yang tidak diketahui dengan jelas akan sulit.
"Kita harus membagi wilayah ini dengan cermat, Luca. Aku akan mencari sisi barat kota ini, sementara kamu mencari di sebelah timur. Semua informasi yang kita dapatkan harus segera kita bagi. Kita harus bersatu dalam misi ini."
Luca
Timothy berusaha melarikan diri. Beberapa anak buah langsung melawan, mereka berhasil menghindari beberapa pukulan dengan kecepatan dan ketangkasan. Namun, tidak semua serangan bisa dia hindari. Pipi Timothy dipukul dengan telak, membuatnya terhuyung sejenak sebelum berusaha membalas. Pertarungan itu berlangsung sengit. Beberapa anak buah Tom mempertahankan dirinya dengan keahlian masing-masing, tetapi Timothy juga terampil dalam pertarungan. Mereka tidak menggunakan senjata api karena mereka sedang berada di tengah kota. Tiba-tiba, dalam kehebatannya, Timothy kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke tanah. Seorang anak buah Tom melihat kesempatan ini dan mencoba untuk menangkap Timothy lalu memukul kepalanya. Timothy akhirnya pingsan. Mereka segera menggotong tubuh Timothy dan memasukkannya ke dalam mobil. Satu jam kemudian, Timothy sadar. Dia mengetahui bahwa dirinya dalam kondisi terikat di kursi. Hal itu membuatnya panik. "Di mana Sar
Timothy masih berusaha menarik kaki mereka, tetapi Tom segera menendang kepalanya bertubi-tubi dengan kejam."Lepaskan, bodoh!" teriak Tom merasa kesal karena langkahnya tertahan.Timothy menyerang dengan apa yang ada, sehingga kaki Tom terluka."Sial! Urus kambing ini!" teriak Tom dengan marah. Beberapa anak buah Tom segera memukul Timothy.Serangan itu membuat Timothy semakin terluka, membuatnya tidak dapat melindungi Sarah dan Deon sepenuhnya. Mereka berdua merasa terperangkap, terjebak dalam situasi yang begitu sulit.Tom, yang memandang mereka dengan dingin, merasa semakin mendekati tujuannya. Dia tahu bahwa dia harus bertindak cepat, sebelum ada pertolongan yang datang. Dengan kaki yang berdarah, dia melangkah mendekati Sarah dan Deon, senyuman kejam terukir di wajahnya."Kali ini kau tidak bisa melarikan diri, Sarah," ucap Tom dengan nada tajam, mendekati mereka dengan langkah-langkah perlahan. "Kau akan tahu apa yang terjadi ketika k
Kesedihan dan rasa bersalah menyelimuti hati Sarah, namun, dalam keputusasaan, dia tahu bahwa dia harus melanjutkan perjuangan ini untuk anaknya dan untuk Timothy, Kakaknya yang telah berkorban untuk melindungi mereka. Dalam kegelapan malam yang mencekam, Sarah dan Deon bersama-sama merencanakan jalur pelarian mereka. Mereka merasa adrenalin memompa dalam darah mereka, menyalakan tekad untuk melarikan diri dan mencari perlindungan. Sarah memeluk Deon erat-erat, mencoba memberikan keberanian kepada anaknya yang berada di bawah perlindungannya. "Ma .. ma, pa .. man Tim? Mo..ty?" tanya Deon dengan suara yang penuh kebingungan dan ketakutan. Sarah memandang mata anaknya dengan kelembutan. "Paman Timothy sedang melindungi kita, sayang. Dia adalah pahlawan yang berani dan baik hati. Sekarang kita harus bergerak cepat, seperti yang diinginkannya. Kita akan mencari bantuan dan melindungi diri kita sendiri, untuknya dan untuk kita sendiri." Deon mengangg
"Apa yang sudah kamu kerjakan? Mengapa sampai hari ini, perempuan itu masih belum kau temukan! Tidak becus!" teriak Gonzales di ponselnya dalam panggilan jarak jauh. Tom menelan salivanya dengan kasar lalu menjawab, "Bos, dia sangat licik. Dia kembali melarikan diri, tetapi aku sudah hampir mendapatkannya. Bos sabar dan menunggu saja kabar baik dariku." Klik! Panggilan diputuskan begitu saja. Tom meneguk minumannya dengan amarah yang tertahan. Wanita ini sudah membuat hidupku kacau. "Hei, kalian!" panggil Tom ke bawahannya. Beberapa anak buah segera menghadap. "Ya, Bos." "Ambil anak Sarah saja. Kurasa itu lebih gampang dari menginginkan Sarah!" "Baik, Bos!" Para anak buahnya segera berpencar setelah beristirahat sejenak, untuk mencari keberadaan Sarah dan anaknya Deon. Sementara itu Bram, kepala pelayan tua yang tidak perlu diragukan roayalitasnya kepada Luca tersenyum lebar. Pria tua itu berhasil menyel
"Selalu terburu-buru! Nyawa orang bisa jadi taruhannya!" geram Sarah.Dengan membawa bungkusan plastik berisi kaleng susu dan botol susu yang baru, Sarah bergegas menuju ke kamarnya. Alangkah paniknya saat dia menemukan pintu kamar sudah terbuka."Deon!" teriak Sarah dengan panik.Sarah teringat mobil van yang hampir menabraknya tadi. "Sial! Pria dalam mobil van itu mengambil anakku!"Sementara Luca dan para anak buahnya berhasil sampai di Motel yang sama. Luca keluar dari mobil dengan panik karena berdasarkan informasi dari beberapa anak buah Tom yang dia hajar, mereka sudah sampai di Motel ini dan tugas mereka adalah memantau keberadaan Sarah untuk mengambil anaknya.Dengan langkah tergesa-gesa, Luca bergegas menuju ke dalam motel. Di saat yang sama, Sarah turun dari tangga dengan panik berteriak. "Anakku! Mereka mengambil anakku!" teriak Sarah dalam tangisannya.Tiba-tiba kedua orang itu mematung dan saling bertatapan.Suasan
Sarah memukul tubuh Luca yang memeluknya dengan pukulan asal dan bertubi-tubi. Kedua matanya memerah."Kembalikan Emma dan Timothy!" teriaknya dengan panik.Luca menahan pukulan dari Sarah karena wanita itu butuh pelampiasan atas amarah dan kebenciannya."Sarah, bukan ... dengar dulu!"Karena gerakan Sarah yang tidak juga berhenti memukulnya, Luca mengambil inisiatif mencium wanita itu.Hmmpt hmmmpt!Ciuman yang lembut membuat Sarah pelan-pelan terbuai, ingatannya mulai kembali ke masa lalu, ciuman yang membuat dirinya merasa terbang.Gelora yang sama, rasa yang sama, gairah yang sama. Samar-samar, Sarah merasakan bahwa pria ini adalah seseorang yang pernah menyentuhnya dan mereka pernah melakukan hubungan yang intim. Desiran halus dalam hati Sarah membuatnya terbuai dalam ciuman yang dalam.Karena wanita dalam pangutannya sudah tenang, Luca melepaskan bibirnya dan menatap Sarah dengan perasaan tulus."Aku sudah mencarimu
"Bos, kami menemukan anak Anda!" seru salah seorang dari mereka dengan suara terengah-engah, meskipun tampak gembira karena berhasil menemukan anak bos mereka.Luca bangkit dari ranjang dan bergerak menuju pintu kamar.Hati Sarah berdebar kencang dalam dadanya. Dia berusaha menjaga ketenangan meskipun rasa cemasnya begitu mendalam."Kalian berhasil! Di mana dia?" tanyanya sekali lagi dengan mata berbinar-binar penuh harap.Anak buah Luca itu mengangguk cepat, senyuman kemenangan terukir di wajah mereka. "Iya, kami mengikuti petunjuk dan akhirnya menemukannya di salah satu rumah milik Tom dekat pergunungan Evelyn. Dia dalam kondisi baik, Bos.""Perumahan Evelyn? Jauh sekali dia membawa anakku?""Bukankah kamu mengatakan bahwa Deon baru saja menghilang?"Luca menoleh ke arah Sarah yang mengangguk dengan tegas.Sarah merasa seolah dunianya berputar. Rasa lega dan sukacita menyatu dalam gelombang emosional yang melanda hatinya. Tan
Luca membalas tatapan Belinda dengan wajah dingin. "Mengapa kamu masih berada di sini? Bukankah kamu sudah memutuskan untuk pergi? Kamu tahu pernikahan kita ini hanya palsu!"Belinda malah memilih tertawa daripada menjawab pertanyaan Luca. "Pernikahan kita memang palsu, namun tidak ada yang membuat kita bercerai kecuali kamu memenuhi syarat dari Ayahku," sahut Belinda sambil memainkan kukunya yang diwarnai dengan rapi.Sarah mencoba tetap tenang meskipun merasakan kehadiran Belinda begitu mengancam. Dia memilih diam dan menyimak pembicaraan Luca dengan wanita yang meng-klaim dirinya sebagai istri Luca tersebut."Ahh, anak itu sudah tertidur. Lihat betapa lucu dia. Aku akan memiliki anak dari Luca yang lebih ganteng dari itu ... " Belinda menghentikan kalimatnya sambil menlirik Luca." ... bila Luca memberikan kesempatan kepadaku," lanjutnya.Luca langsung menjawab dengan ketus, "Jangan bermimpi!"Belinda hanya tertawa dengan nada meren
Taman yang indah, hijau dan luas tempat pernikahan Luca dan Sarah akan dilaksanakan.“Bunga ini seharusnya diletakkan disana,” ucap Bunga menunjuk ke arah panggung. Pemain musik dan penyanyi sudah disiapkan dan sedang mengalunkan beberapa lagu mellow .Acara akan dilakukan dengan mewah tanpa kehadiran pemuka agama. Karena Castello pasti tidak bersedia hadir untuk merestui pernikahan mereka. Castello masih menentang dengan keras pernikahan Luca. Castello masih merasa terganggu dengan masa lalunya terhadap Kanya. Cinta pertama yang tidak dapat dimilikinya.“Meja untuk menandatangani Akte pernikahan sudah dihias dengan indah,” ucap Bunga kepada Bob.“Baik, terimakasih, Sayang,” jawab Bob sambil memberikan kecupan kecil di kening Bunga kemudian ia beralih sibuk mengurus hal yang lain.Segala jenis makanan yang menggugah selera sudah disusun rapi disepanjang taman.“Bikin lapar,” gumam Bunga sambil
Tidak ada yang tahu bahwa Luca pulang untuk menyelesaikan semuanya. Dia berada di rumah saat ini dan Sarah berada dalam pelukannya“Luca,” sapa Sarah dengan suara kecil.“Hmm…” Terlihat Luca sudah mulai mengantuk. Sarah terdiam tidak ingin melanjutkan pertanyaan yang ingin diutarakannya. Melihat Luca yang sudah pasti lelah bekerja sepanjang harinya.Tapi Sarah tidak dapat terlelap sama sekali walau sudah membalikkan tubuhnya beberapa kali untuk mendapatkan posisi nyaman.Akhirnya Sarah bergerak menuju ke dapur untuk mencari makanan yang bisa menahan rasa laparnya.Luca yang memang sudah tertidur tapi merasa pergerakkan tidak nyaman sang istri akhirnya dengan malas berdiri untuk menyusul istrinya karena khawatir. Memikirkan istrinya sedang hamil tua.Luca menatap Sarah dari jauh. “Malam – malam cari makanan, jangan bilang itu bawaan Rahim,” celutuk Luca ringan.“Mas…&r
“Akan kuhabiskan istrinya kalau dia tidak menepati janjinya untuk melamar dan menikah denganku,” gumam Aninda dalam hati.Wisnu tidak mengerti sedang berhadapan dengan adik mafia yang kejam. Alfredo terkenal dengan kekejamannya dan Aninda terkenal dengan sifat egoisnya. Tidak ada yang tidak bisa dia miliki.Kesabarannnya menunggu Luca sudah cukup lama. Ini adalah saat yang tepat untuk memiliki Luca seutuhnya, Aninda membathin hingga terlelap.Mereka tertidur dengan posisi saling memalingkan tubuhnya secara berlawanan seperti sepasang suami istri yang sedang bertengkar.Drttt. Drt… pagi sekali ponsel Wisnu sudah berbunyi panggilan dari Luca yang membangunkannya. Wisnu meraih ponselnya dengan malas sambil diliriknya Aninda yang masih terlelap disampingnya.“Ya,…” sapa Wisnu sambil menguap.“Apakah dia sudah menandatangani kontrak?” tanya Luca.“Belum,” jawab Wisnu singkat.
“Lapor Tuan, Sir Louis meminta izin bertemu,” sapa seorang asisten Castello dengan sopan.Sir Louise adalah seorang pebisnis di bagian fashion yang sudah memiliki nama di dunia.“Iya, persilahkan masuk saja.”Tak lama kemudian Sir Louis masuk ke dalam ruangan kerja Castello.“Apa kabar, Sir Louis?” sapa Castello kemudian mereka saling berpelukan dengan ramah.“Mohon maaf sebelumnya atas kelancangan saya. Kedatangan saya ke Indonesia adalah karena saya ingin mengadakan event di Bali. Saya ingin menghadirkan produk dari Luca Coorperation. Tapi sudah seminggu ini Luca tidak menjawab email saya. Saya ragu apakah ada hal yang terjadi dengan sahabat saya itu,” tanya Sir Louis.“Tidak…, tidak ada yang terjadi. Luca kuutus ke San Fransisco untuk menyelesaikan sesuatu proyek. Itu saja, nothing special. Mungkin dia sedang sibuk sehingga tidak sengaja mengabaikan Anda. Tapi tidak usah k
Aninda sudah sampai di lobby bawah hotel.“Mas Luca, Aninda sudah dibawah. Mas sudah siap atau Aninda ke atas menunggu?” sapa Aninda melalui ponselnya.“Mas turun aja, tunggu disana,” ucap Leo sambil mengikat dasinya.Melya membantu membetulkan dasi Wisnu yang masih tidak rapi karena terburu – buru.“Mas pergi kencan dulu ya,” ucap Wisnu kemudian memberikan ciuman ke bibir Melya dan perut Melya.“Mas balik malam ini?” tanya Melya penuh harap.“Entahlah, tidak usah menunggu. Mas tidak tahu apa yang akan Mas alami hari ini. Kamu tidur saja, besok kita sarapan bersama ,ok?” ucap Wisnu kemudian menghilang di balik pintu.Wisnu keluar dari lift dan langsung dipeluk oleh Aninda dengan erat.Wisnu masih kebingungan tapi kemudian terpana dengan kecantikan Aninda yang berdiri di depannya saat ini dengan pakaian seksi yang menonjolkan semua lekuk tubuhnya dan belahan terbu
“Dia? Dia siapa?” tanya Wisnu dengan polos.“Sarah dan Aninda…”“Uhh, Mas memilih tidak menjawab. Untuk saat ini masih kamu istriku. Itu saja. Yang lain nanti kuurus, diamlah, biarkan Mas tidur sebentar,” jawab Wisnu sambil memejamkan matanya yang memang sangat mengantuk.Sementara di tempat lain, Luca sedang mengadakan rapat dengan beberapa bawahannya untuk menganalisa semua langkah yang harus dilakukan dalam mendapatkan proyek di San Fransisco. Tidak akan mudah untuk menantang Alfredo Augusta yang sudah menguasai hampir 90% bisnis di San Fransisco.Alfredo tidak akan segan – segan menggunakan jasa kotor untuk menghabisi lawannya. Dengan menguasai adiknya Aninda Augusta, maka setidaknya 50 % saham perusahaan akan menjadi milik bersama, sehingga Luca dapat memperoleh peluang kerjasama bukan menjatuhkan Alfredo.Keinginan Luca adalah menjatuhkan Castello, sang ayah. Maka kerjasama dengan Alfredo adala
Kalau hanya seorang Sarah, Melya tidak takut untuk menghadapinya, tapi dia masih punya kepala untuk memikirkan hal yang membuat ia tidak berani menyentuh cucu Mafia Castello.Akhirnya Melya menyimpan kembali ponselnya dan membatalkan niatnya untuk mengancam Luca. Padahal tadi ia berniat mengancam supaya Luca menuruti dan tidur bersamanya malam ini. Ternyata ambisinya gagal. Melya hanya bisa menelan ludah.Sesampainya di dalam kamar, Luca membaringkan tubuhnya yang lelah. Kemudian ia mencoba untuk menghubungi Sarah kembali. Berharap panggilan sudah diterima dan bisa melakukan video call sejenak untuk melepas kerinduan.….“Halo,” terdengar suara Sarah yang merdu menyapanya. Betapa hati Luca menjadi sangat lega dan terhibur.“Hallo Sarah, bagaimana kabarmu? Saya mencoba menghubungi dari semenjak tiba di sini,” sapa Luca dengan semua perasaan rindunya.“Saya pergi berbelanja kebutuhan rumah dan lupa me
“Hmm,” jawab Melya dengan singkat tanda mengerti.Mobil dibawa sampai ke restaurant mewah di pertengahan San Fransisco yang indah. Luca keluar duluan disusul dengan Aninda.Luca mengandeng tangan Aninda sampai ke restaurant yang sudah dibooking sehingga hanya tinggal mereka sebagai pengujung eksklusif.Makan malam disajikan. Mereka sungguh menikmati makan malam yang lezat dengan mengabaikan keberadaan Melya yang berjarak dua meter dari posisi mereka.Selesai makan malam, Luca dan Aninda berdansa ringan sejenak. Mereka saling berpelukan dan bercengkrama. Sesekali Aninda tertawa ringan dan membisikkan sesuatu di telinga Luca.“Aninda menginginkanmu Luca,” bisiknya halus di telinga Luca saat Luca mengengamnya erat dalam dansanya.Musik yang halus seolah sudah diatur demikian oleh Luca sehingga menciptakan suasana penuh keromantisan.“Saya sudah mempunyai istri,” jawab Luca dengan sopan sambil tersenyum
"Semua perhiasan yang diberikan oleh Nyonya mendiang hilang, astaga ... bagaimana ini bisa terjadi?"“Dia menolak kalung pemberianku tadi, bukan dia… siapa yang mengikuti kita tadi ya?” tanya Pelayan tua kepada dirinya sendiri dengan bingung.s“Pelayan kecil, ada seorang pelayan kecil yang mengikuti kami tadi…” teriak Pelayan tua setelah mengingat – ingat.“Panggil dia sekarang juga !!!” teriak Castello kepada bawahannya yang dari tadi tidak berani masuk ke dalam kamar mereka.“Periksa CCTV,” lanjut Castello.Tak lama kemudian, pelayan bernama Heidi diseret pengawal Castello untuk berlutut di hadapan Pelayan tua dan Castello dengan lutut gemetaran.“Katakan apa yang sudah kamu lihat?” teriak Castello.“Saya tidak melihat apa – apa Tuan.”“Bukan saya yang mengambil Tuan, Tuan boleh memeriksa kamar saya,” jawab Heidi deng