Beranda / CEO / Gadis Penari Sang Presdir / 1. Club Underground Khusus Dewasa

Share

Gadis Penari Sang Presdir
Gadis Penari Sang Presdir
Penulis: juskelapa

1. Club Underground Khusus Dewasa

Penulis: juskelapa
last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-14 11:56:08

Ingatan Roy sedang meluncur ke tujuh tahun silam. Saat dia mendatangi rumah berdinding papan di pemukiman padat penduduk, dan melihat bocah perempuan duduk menampi beras di depan pintu. Rambutnya yang berwarna cokelat gelap terlihat kusut dan diikat asal.

Tak ada orang di sekitar sana yang melihat Roy memegang dagu gadis itu dan memandang wajahnya lekat-lekat. Bola mata berwarna hazel gadis itu menatapnya dengan tanpa rasa takut. Guratan wajah keturunan campuran, terlihat jelas dari rautnya.

“Om, siapa?” tanya gadis kecil itu, menyingkirkan tangan Roy dari dagunya, lalu kembali melanjutkan pekerjaan.

“Om?” tanya Roy. Dia tertawa kecil. Ternyata usianya yang menginjak 33 tahun sudah tampak seperti om-om di depan gadis itu. “Kamu sekolah kelas berapa?” tanya Roy, berjongkok di depan alat penampi beras. Tangan mungil di depannya bergerak dengan cekatan mencampakkan butir batu kecil ke tanah.

“Aku kelas enam SD. Sebentar lagi SMP. Dua belas tahun. Aku sudah remaja. Kenapa?” Gadis itu mengangkat pandangan dan menatap Roy. Bola mata hazelnya bertemu dengan bola mata abu-abu milik Roy.

Tak mengindahkan pertanyaan barusan, Roy mengusap kepala gadis itu. “Siapa namamu?” tanya Roy.

“Sahara,” jawab sang gadis.

Roy berdiri dari posisi berjongkoknya. Sahara? Nama gurun tandus? Roy melirik kulit wajah Sahara. Kulit yang bagus, tidak tandus seperti gurun. Nama yang kurang cocok, pikir Roy.

“Rara ...!” Seruan seorang wanita terdengar dari dalam rumah.

“Sebentar, Bu ...!” sahut Sahara. Jemarinya dengan cekatan menyeret beras yang sudah ditepikan kembali ke tengah penampi, lalu bangkit.

Tanpa mengindahkan Roy, Sahara memutar tubuhnya. Cepat-cepat Roy menangkap lengan gadis itu.

“Sahara, saya nggak mau jadi Om kamu. Saya bersedia menunggu lama, untuk melihat reaksi ayahmu nanti. Semoga si tua itu tak cepat-cepat menemukan satu anaknya yang tercecer,” ucap Roy, menatap Sahara dengan netra yang tersirat amarah.

Sahara tak mengatakan apa-apa. Gadis kecil itu berbalik menuju ke dalam rumah membawa berasnya. Sudut bibir Roy menarik senyum samar.

Tok Tok Tok

Suara ketukan di pintu membuyarkan lamunan Roy. Dia langsung memutar kursinya kembali menghadap meja. Pintu mengayun terbuka dan Novan muncul dengan raut khasnya. Ramah dan datar.

“Sudah dipastikan, Pak. Kali ini, Bapak tidak perlu keluar-masuk club.” Novan meletakkan amplop putih di atas meja. Tangannya menyatu di depan tubuh seperti seorang prajurit siaga.

Roy memungut amplop, lalu mengeluarkan selembar foto. “Club underground khusus dewasa?” Roy mengernyit, kemudian membalik foto itu. Sebaris tulisan di balik foto itu membuat sorot matanya menajam.

“Sahara Talita, 19 tahun. Penari sensual sebuah club dewasa? Pasti bayarannya menjanjikan,” gumam Roy, meletakkan kembali foto yang dipegangnya.

“Penari cuma bisa dipesan oleh member khusus, Pak. Sangat terbatas. Dan Sahara salah satu gadis penari yang ....” Novan menghentikan ucapannya, berusaha menemukan kata-kata yang lebih sopan.

Roy menaikkan sebelah alisnya, menatap staf pribadi yang masih selalu sungkan mengucapkan hal tabu, meski sudah lama bekerja dengannya.

“Tidak bisa diajak bermalam,” sambung Novan dengan suara pelan.

Roy melirik jam di pergelangan tangannya. “Kita berangkat sekarang,” tukas Roy, berdiri dan menyambar jasnya dari sandaran kursi.

Pintu masuk The Executive Club, terletak di sebuah basement gedung perkantoran. Roy tak ada rencana untuk datang ke sana sendiri, tapi otaknya secara otomatis menghafal ke mana Novan membaca mobil.

Novan menunjukkan sebuah lift tunggal yang terlihat lusuh. Roy masuk tanpa protes, meski hidungnya mengernyit jijik.

“Clubnya benar-benar tersamar, Pak.” Novan mengatakan hal itu setelah melihat Roy mengeluarkan sapu tangan sutra dan menutup hidungnya. Lift itu tidak bau. Roy hanya tak suka mencium aroma apek.

Dengan satu tangannya berada di saku dan sapu tangan menutup hidungnya, Roy melangkah keluar lift dan langsung berhadapan dengan lorong remang-remang. Suara hentakan musik yang teredam, menjalar ke tiap lapisan dinding.

Novan mendahului langkah atasannya menyusuri lorong. Sampai akhirnya dia tiba di depan sebuah pintu yang letaknya paling pojok. Ketika pintu itu terbuka, suasana ruang utama club terhampar di hadapan mereka.

Club yang di Amerika bisa dengan mudah ditemui Roy di tepi jalan atau di gang-gang sempit, di negaranya sendiri ternyata hanya diperuntukkan bagi kaum elit yang menginginkan sensasi.

Suara musik memekakkan telinga, aroma bir, whisky, dan cocktail mahal bercampur menjadi satu. Roy melangkah hati-hati seraya memandang karpet yang diinjaknya. Pria horny dan mabuk berat biasa suka meninggalkan sisa ceceran muntahnya di sana.

Novan menunggu di salah satu meja dengan posisi terbaik. Laki-laki itu harus membayar meja itu sedikit lebih mahal untuk menyingkirkan tamu yang telah memesan tempat jauh-jauh hari.

Roy menarik kursi tinggi, lalu duduk menyilangkan tangan di dada memandang lorong kosong di depan panggung. Lorong yang di luar negeri biasa disebut pervert row—lorong mesum, sebentar lagi akan dipenuhi wanita-wanita muda yang menari seraya melepaskan pakaiannya satu persatu hingga telanjang sepenuhnya.

Lagu Kept Me In The Dark–Rollipso, Eliine, memenuhi ruangan diiringi kedip lampu di langit-langit yang menyorot dengan cahaya berganti-ganti.

Barisan gadis dengan tubuh nyaris sempurna keluar satu persatu. Pakaian mereka hanya potongan-potongan kecil yang menutupi daerah intim.

Roy melirik Novan dengan ekor matanya. Belum apa-apa asistennya sudah menelan ludah.

“Sahara, keluarlah ...,” bisik Roy dalam hati.

To Be Continued

Komen (98)
goodnovel comment avatar
Siti Hany
ngikutin njus nyampe sini🫣
goodnovel comment avatar
Riska Wulandari
hii mbak Njus.. akhirnya aku tiba di sini.....
goodnovel comment avatar
ramadhaniyulia
dan aku kangen banget sama kisahnya om Roy dan Sahara...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Gadis Penari Sang Presdir   2. Para Penari

    Peraturan dasar club penari telanjang di mana-mana nyaris sama. Peraturan untuk para tamu, dilarang menyentuh para penari. Seberapa pun besar keinginan mereka. Sedangkan untuk para penari, mereka boleh mendekati tamu, menyentuh dengan belaian tipis, bergelayut, atau duduk di pangkuan tamu dengan manja. "Baru kali ini?" tanya Roy, menoleh pada Novan yang terlihat sangat tekun. Novan membetulkan letak duduknya. "Ehem. Baru kali ini, Pak," sahut Novan. "Sepertinya, saya harus sering-sering ajak kamu ke tempat begini." Roy kembali menatap panggung. Novan menoleh atasannya dan mengangguk samar. "Terima kasih, Pak." Apa lagi jawabannya selain terima kasih? Pertanyaan Roy membuat Novan menoleh dan pria itu kehilangan seorang penari yang jadi favoritnya. Para wanita muda bertubuh sintal dan berwajah jelita itu bukan pelacur. Mereka hanya para penari biasa. Bedanya, mereka

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-15
  • Gadis Penari Sang Presdir   3. Layanan Tambahan

    “Bagaimana?” tanya Nancy, menatap Roy. “Kita langsung ke ruangan VIP?”Roy menoleh ke arah Novan. Asistennya itu pasti mengerti apa yang harus dilakukan.“Saya tunggu di mobil, Pak.” Novan mengangguk kecil dan berlalu dari tempat itu.Nancy mengibaskan tangan, mempersilahkan tamunya agar mengikuti.“Saya kira awalnya Pak Roy cuma ingin melihat Rara—Sahara maksud saya. Rupanya Pak Roy juga jeli kalau Inke juga luar biasa,” ucap Nancy diiringi tawa kecil.Roy tak menanggapi. Dia memasukkan satu tangan ke saku dan satu lainnya kembali menutup hidung dengan sapu tangan. Dia butuh satu gadis seperti Inke sebagai media peraganya. Kepribadian Sahara dari hasil penyelidikannya selama ini, sedikit membuatnya tertantang.Nancy melirik hal yang dilakukan Roy dan seketika menghentikan tawanya. Tamu yang amat men

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-16
  • Gadis Penari Sang Presdir   4. Masih Ingat Aku?

    Sahara masuk ruangan dengan pakaian utuh di tubuhnya. Walau tetap sangat minim, setidaknya wanita muda itu tak lagi telanjang bulat seperti di panggung tadi. Rok pendek berkilap dengan butiran manik yang ukurannya hanya sejengkal menutupi bagian bawah tubuhnya. Sedangkan bagian atas, dadanya juga tertutup semacam bra bercorak senada. Gemerlap dan memiliki asesoris mengkilap di bawah minimnya cahaya ruangan. Dan sepertinya, itu adalah seragam yang diberikan club. Karena Inke masuk dengan pakaian yang nyaris serupa. Hanya berbeda model sedikit. Inke masuk ke ruangan dengan tatapan antusias dan tak bisa menyembunyikan rasa senangnya. Tapi, ketika melihat Roy memandang Sahara terus menerus, Inke mengurangi senyum di wajahnya. “Seperti biasa, Miss?” tanya Sahara pada Nancy. “Tunggu instruksi, Ra.” Nancy merapatkan giginya. Kesal kenapa dari sekian banyak gadis penari, tamu d

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-17
  • Gadis Penari Sang Presdir   5. Pertunjukan VIP

    Lagu itu baru mengalun semenit. Harusnya mereka masih bisa menari sebentar lagi dengan pakaian lengkap. Tapi Inke membuat pertunjukan itu amburadul. Sahara baru bekerja di sana lebih dari enam bulan. Dan dia tak pernah diundang ke sebuah ruangan VIP bersama rekan seniornya yang satu itu. Bisa dibilang, Inke adalah penari senior yang mahal. Para pria kaya harus merogoh kocek mereka sedikit lebih banyak untuk menikmati tubuh bugil perempuan itu. “Kalau nggak mau nge-dance, tinggalkan aku berdua dengan laki-laki ini.” Bisikan Inke terdengar sangat samar di dekat Sahara. “Aku akan profesional,” sahut Sahara dengan mulut nyaris tak terbuka. Inke beringsut dari tiang dan memandang sengit pada Sahara. Tiga puluh detik kemudian, Sahara telah melepaskan atasan dan membelitkan kakinya di tiang. “Ya, begitu. Kamu harus cerdas,” gumam Roy, lalu menatap tajam pada tubuh Sah

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-19
  • Gadis Penari Sang Presdir   6. Katanya, Dia Bukan Pelacur

    Sahara terlihat gelisah saat Roy memintanya duduk di sebelah laki-laki itu. Dia melihat Roy seperti menginginkan sesuatu darinya. Mengingat apa yang selalu dikatakan oleh pengunjung pria club itu padanya, Sahara menebak bahwa keinginan Roy pasti sama saja. Sahara duduk melengkungkan punggungnya elegan mungkin. Dengan dagu yang sedikit terangkat, ia membalas tatapan Roy. Dia tak ingin kalah oleh laki-laki itu. Roy Anindra Smith? Nama yang aneh, pikirnya. Nama pria asing dengan sentuhan lokal. Sahara tak pernah mendengar desas-desus tentang pria ini sebelumnya. Orang kaya baru? Atau bukan penduduk negara ini? Warna cokelat rambut Roy lebih muda dari rambutnya. Dengan minyak rambut yang berkilap, rambut pria itu ditata rapi ke belakang. Lembaran rambut keperakan terlihat berkilau . Cukup tua. Dengan beberapa guratan di sudut matanya, pria di sebelahnya mirip seorang bintang pesebakbola Inggris yang tenar dan sudah pensiun. “Sudah selesai mengagumi saya?”

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-22
  • Gadis Penari Sang Presdir   7. Aku Melihatmu Menelan Ludah

    Roy ingin menggoda gadis perawan di sebelahnya yang mungkin sering menelanjangi diri, namun tak pernah melihat pria telanjang di depannya. Tangan kiri Roy merentang ke sandaran sofa. Tangan kanannya merenggut rambut Inke dan membawa mulut wanita itu agar masuk dan menelan kejantanannya lebih dalam. Dia mendengar suara Inke yang tercekik dan terbatuk kecil. Tangan Inke bergantian memberi pijatan mengelilingi kejantanannya. Roy menggeram. Layanan ini pasti akan membuatnya lama mencapai puncak. “Kamu, nggak mau bergabung?” tanya Roy, melirik Sahara dengan mata sendunya. Tak mungkin dia salah menafsirkan tatapan Sahara. Gadis penari itu baru saja menelan ludah dan menggigit bibir bawahnya. “S-saya? Apa boleh menunggu di luar?” tanya Sahara. Nada suaranya sudah tak terlalu percaya diri seperti saat menolak lembaran cek. “No ...,” bisik Roy. “Kamu harus melihat saya mencapai kepuasan. Karena itu kepuasan untuk saya.” Perkataan Roy seperti gumaman tak jelas.

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-22
  • Gadis Penari Sang Presdir   8. Kau Harus Membutuhkanku

    Roy melirik cengkeraman tangan Sahara di lengannya. Memandang wajah cantik gadis penari itu berlama-lama, membuat perutnya mual. “Kenapa? Mulai penasaran?” tanya Roy. “Waktu bermain-main saya hari ini, sudah habis. Lain waktu, saya datang lagi.”—Roy mengusap pipi Sahara—“Kamu juga pasti sibuk mengurusi wanita di rumah sakit itu,” sambung Roy. “Om—” “Jangan panggil aku, Om!” teriak Roy, menarik napas dalam-dalam dan menggigit bibir bawahnya. Lalu, matanya beralih pada pintu toilet. Inke keluar dengan raut wajah sangat lelah. Wanita itu baru saja memuaskan dirinya sendiri di dalam sana, pikir Roy. Roy membuka pintu ruang karaoke dan bergegas keluar. Sahara menjajari langkahnya di lorong. “Maaf, saya panggil apa? Tuan Roy? Dari mana Anda tau soal Bu Mis? Kenapa bisa tau? Ada apa?” Sahara mencengkeram lengan Roy. “Kamu keliatannya sudah terbiasa berpe

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-22
  • Gadis Penari Sang Presdir   9. Mimpi Yang Sama

    Roy berdiri di padang rumput yang sangat luas. Dia bisa merasakan tiupan angin sejuk menerpa pipinya. Dari kejauhan, seorang wanita berlari sambil tertawa-tawa. Melambaikan sebuah selendang panjang berwarna putih ke arahnya. “Roy! Ayo, ikut aku. Kamu sudah janji akan selalu ada di dekatku. Ayo, Roy, aku sendirian di sini. Aku kangen kamu,” teriak wanita itu sambil berlari mengitari Roy. “Shel! Shelly! Ayo, pulang denganku. Aku sudah membelikan cincin yang cantik untuk kamu. Kamu bahkan belum melihatnya. Shelly ...! Tunggu!” Roy melihat Shelly terus berlari menjauhinya. Dia ingin mengejar wanita itu. Tapi kakinya terasa kaku, berat, tidak bisa melangkah. Setiap kali memimpikan wanita itu, Shelly, Roy tetap tidak bisa mengejarnya. Mimpi yang sama selalu diakhiri oleh hal yang sama. Roy membuka matanya dengan dahi berkeringat. Dia meraba-raba nakas mencari lampu untuk menerangkan kamarnya. Suhu

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-26

Bab terbaru

  • Gadis Penari Sang Presdir   298. Hunian Baru (TAMAT)

    Suatu tempat di Pulau Bali. Roy baru saja menginjak usia empat puluh tujuh tahun saat itu. Matahari baru saja melorot dari puncak kepala saat Roy baru saja tiba dari Jakarta setelah hari terakhir rapat evaluasi tahunan. Pagi tadi dia mengunjungi kantor hanya untuk menutup agenda tahunan itu dengan sebuah pidato singkat, lalu kembali terburu-buru menuju airport untuk pulang ke rumah. Siang itu Novan melepasnya di airport dengan senyum simpul berkata, “Senang bisa melihat Anda dalam balutan jas setelah sekian lama. Saya benar-benar merindukan pemandangan ini.” Roy ikut memandang tubuhnya dari atas ke bawah. Memang benar. Dia sendiri terkadang merindukan saat-saat menyimpul dasinya dengan simetris dan meletakkan penjepit emas di bagian tengah. “Aku juga merindukan saat-saat harus berdandan rapi dan mentereng hanya untuk ke rapat harian. Tapi setelah lima hari di kota ini, aku lebih merindukan anak istriku,” sahut Roy tersenyum tipis. “Anda lebih santai dan terlihat lebih bahagia,” u

  • Gadis Penari Sang Presdir   297. Puncak Rasa Lengkap

    Roy mendorong paha Sahara agar membuka untuk dirinya. Lalu jemarinya tiba lebih dulu di bawah sana.Sahara memejamkan mata. Jemari Roy menuntunnya untuk terus membuka diri. Dia menikmati bagaimana jari Roy mengusapnya, menekannya dan membuatnya seakan terbang sejenak. Sahara menggeliat. Lalu tubuhnya menegang sejenak saat merasakan puncak kemaskulinan Roy mengusapnya. Mulut Sahara setengah ternganga menantikan dan tak lama lenguhan halus meluncur keluar dari bibirnya. Roy masuk perlahan, mendorong dan mengisi tubuhnya perlahan-lahan. “Mmmm,” lirih Sahara, menarik napas dan semakin melengkungkan tubuh untuk menerima Roy sepenuhnya.Telinga Sahara bisa mendengar napas Roy yang keras dan kasar. Seakan Roy merasakan kenikmatan yang sangat kuat hingga pria itu terlihat seperti kesakitan.Sahara memekik tertahan ketika jemari Roy kembali terjulur dan memijat di mana tempat mereka bersatu. Dia memang ingin disentuh di bagian itu. Sahara merintih. Tak lama serbuan kenikmatan itu berkumpul da

  • Gadis Penari Sang Presdir   296. Aku Mencintaimu, Sahara

    Dari ruang kerjanya di lantai satu, Roy tak lagi mendengar suara-suara dari luar. Ia baru saja membongkar lemari besinya dan mengambil beberapa lembar foto yang disukainya.“Akhirnya aku bisa meletakkan ini dalam pigura. Sungguh, aku baru sadar kalau aku sudah jatuh cinta padamu saat itu.” Roy memandang pigura foto berukuran jumbo yang baru saja disisipkannya foto Sahara. Foto ketika Sahara berulang tahun ketujuh belas sedang memeluk sebuket baby breath mengenakan blouse berwarna kuning. Dua hal yang paling disukai Roy sampai sekarang. Sahara mengenakan pakaian berwarna kuning dan tersenyum memeluk buket bunganya.Roy kembali memasukkan semua isi lemari besinya, lalu keluar ruangan itu dengan empat buah foto di tangannya. Tujuannya selanjutnya adalah kamar tidur. Sahara mungkin sudah terlelap kembali dan akan bangun tengah malam nanti. Dia akan memeluk istrinya seraya menunggu kantuk.“Lagi banyak pekerjaan, ya?” Sahara langsung menoleh saat pintu kamar terbuka.“Aku sengaja meningga

  • Gadis Penari Sang Presdir   295. Menyambut Pendatang Baru

    “Aku kira sudah tidur,” ucap Roy, membungkuk di atas pipi Sahara dan menenggelamkan hidungnya. “Jangan basa-basi. Kamu pasti tahu kalau aku sedang menunggu. Aku ngantuk, tapi mau tidur nanggung,” ucap Sahara, meletakkan telapak tangan kirinya ke pipi Roy. “Baiklah, aku mandi sekarang. Minggu depan aku sudah bersiap menyambut tangis bayi yang ingin menyusu di tengah malam.” Roy meninggalkan Sahara di ranjang dan pergi ke ruang ganti. Saat melintasi kamar dengan balutan bath robe, dia sengaja mengerling Sahara yang mengerjapkan matanya terkantuk-kantuk. Saat keran air menyala, Sahara mengeratkan pelukannya pada guling. Pandangannya cermat memperhatikan siluet tubuh Roy di balik dinding kaca yang beruap. Bahu yang lebar, lengan yang berisi dan pinggul yang kecil. Roy memang sangat seksi, pikirnya. Di tambah dengan lembaran rambut keperakan yang muncul di antara sisiran rambut Roy yang rapi. Rambut perak itu seakan disusun untuk memberi warna kedewasaan baru pada diri Roy. “Sudah tidu

  • Gadis Penari Sang Presdir   294. Menungguku Pulang

    “Kenapa dia jadi berubah begitu? Biasanya dia ramah denganku. Ramah dan santai. Sering cerita macam-macam soal pengalamannya kuliah di luar negeri. Tapi … tapi tadi terlalu kaku,” Sahara menoleh ke belakang tempat di mana seorang pria muda yang baru menyapanya dengan sebutan ‘Nyonya Smith’ menghilang. “Karena dia sudah memahami di mana posisinya sekarang. Bisa jadi ayahnya sudah menceritakan padanya bahwa mereka butuh untuk tetap bekerja sama dengan perusahaanku. Ini kelasmu, kan?” Roy menghentikan langkahnya di depan kelas yang bahkan Sahara juga lupa.Sahara menghentikan langkahnya di depan ruangan yang memang kelasnya. Di ruangan itu tak ada dua gadis yang dicarinya. Hanya ada teman yang tak bisa dikatakan benar-benar teman.“Mencari teman-temanmu? Mereka ada di kafetaria,” seru seorang gadis dari kursinya. Sahara tidak terlalu sering bicara dengan gadis itu. Dan gadis itu pun jarang bicara dengan siapa pun. “Hamil anak pertama? Kamu makin cantik, Ra.” Sahara sedikit terkesima. B

  • Gadis Penari Sang Presdir   293. Menjelang Kelahiran

    “Apa aku harus mengantarmu?" Roy meraih jas di tiang besi dan memakainya. “Kamu tidak boleh berangkat sendirian,” sambungnya.Sahara tak langsung menjawab pertanyaan suaminya karena masih sibuk mematut tubuh pada cermin besar di sudut kamar. Tangannya mengusap perut berkali-kali. Hal yang membuat bentuk kehamilannya terlihat jelas.“Perutku besar banget. Ya, Tuhan … kapan lagi aku bisa langsing,” gumam Sahara. Kali ini tangannya berada di bawah perut seakan menopang kehamilannya yang dalam waktu dua minggu lagi akan segera berakhir.“Oke, kalau begitu aku akan mengantarmu. Ayo, kita turun sekarang. Jangan bicarakan lagi soal kapan akan kembali langsing.” Sahara memandang Roy dari pantulan cermin dengan mulut mencebik. Sahara sudah cukup lama tidak datang ke kampusnya. Rini mengurus soal pembelajaran jarak jauhnya dengan baik sekali. Namun, untuk pengambilan nilai di akhir semester Sahara mengatakan ingin datang ke kampus menemui dua temannya. Dan dengan usia kehamilan yang bisa membu

  • Gadis Penari Sang Presdir   292. Percakapan Berdansa

    Resepsi pernikahan Herbert dan Letta dilaksanakan di taman sebuah resor pinggiran kota. Roy mendanai lebih dari setengah biaya yang dikeluarkan untuk resepsi itu. Walau dia dengan tegas mengatakan akan menanggung semua, tampaknya Herbert dan Letta berusaha keras untuk meyakinkannya bahwa mereka juga punya tabungan. Malam itu Roy meminta staf khususnya untuk menjadi supir dan ajudan pribadi sebagai pengganti Novan dan Herbert. Dua orang babysitter turut menyertai langkah mereka saat memasuki venue. Sabina dan Elara melangkah ceria dengan gaun berwarna sama dengan Sahara, dalam genggaman tangan masing-masing pengasuhnya.“Cantik sekali dekorasinya,” ucap Sahara.“Kamu sedang memuji wanita yang membuatmu cemburu,” kata Roy mengingatkan.“Aku tidak terlalu buta melihat kelebihan orang lain meskipun aku tak menyukainya. Aku hanya mencoba realistis,” bisik Sahara.“Realistis,” ulang Roy.“Kalau aku tidak realistis, mungkin aku akan berpindah kamar saat mengetahui kalau wanita itu pernah ti

  • Gadis Penari Sang Presdir   291. Mengenalku Luar Dalam

    Novan melambatkan laju mobil saat tiba di jalan yang kanan-kirinya dipenuhi pohon jati. Mereka hampir tiba di gerbang besi tinggi. Setidaknya dia harus memberi waktu kepada atasannya untuk berpakaian dengan benar sebelum turun dari mobil nanti.Tiba di depan teras samping, Novan bahkan tak perlu turun untuk membukakan pintu mobil. Roy langsung keluar dan berjalan tergesa sambil memeluk Sahara yang terkikik-kikik dengan buket bunga dalam dekapannya. Keduanya langsung menuju anak tangga terbawah.“Seperti sepasang remaja jatuh cinta,” gumam Novan, lanjut melajukan mobil ke bagian belakang rumah.Langkah kaki Roy dan Sahara melambat di anak tangga paling atas. Keduanya kembali berciuman cukup lama. Sahara yang sedang mendekap bunga, membuka satu-persatu sepatunya tanpa melepaskan bibir dari pagutan Roy. Tubuh Sahara membelakangi pintu kamar dengan langkah kakinya yang mundur merangsek mendekati kamar yang dituju Roy.Malam itu, Sahara bahkan lupa dengan mualnya. Lupa bahwa biasanya pukul

  • Gadis Penari Sang Presdir   290. Penyatuan Kebahagiaan

    Tak salah lagi kalau malam itu menjadi perjalanan pulang dari suatu tempat ke rumah yang terasa paling singkat dirasa Roy dan Sahara. Novan ternyata tak sampai menjemput atasannya ke dalam. Roy dan Sahara berada di depan lift lantai mezanin. “Tidak menunggu sampai selesai, Sir?” tanya Novan saat beradu pandang dari pintu lift yang terbuka. “Acara selanjutnya kuserahkan pada Herbert. Aku menjamin kalau Letta tak akan berani menolak lamaran itu. Letta pasti cukup sadar bahwa Herbert dipinjamkan nyaris seisi gedung hanya untuk melamarnya,” Roy memeluk pinggang Sahara dan membawa wanita itu masuk ke dalam lift. Novan mengangkat bahu. Benar juga. Saat atasan calon pengantin meminjamkan gedung untuk prosesi kebahagiaan mereka, apa salah satunya akan bertingkah? Mustahil, pikir Novan. Dia yang tadi keluar sejenak untuk menahan tombol lift, masuk kembali untuk membawa Roy dan Sahara kembali ke basement. Mobil yang ditumpangi mereka baru meninggalkan basement gedung. Roy mengatakan pada Nov

DMCA.com Protection Status