Share

3. Terpuruk

Author: Miumi601
last update Last Updated: 2023-07-03 22:14:50

Pertanyaan Tirtha berhasil membuat Bryan dan Haikal mengerutkan keningnya bingung. Karena ini merupakan kali pertama dalam sejarah pertemanan mereka, seorang Tirtha Abista bertanya perihal seorang perempuan.

"Ini yang nanya beneran Tirtha temen kita 'kan, Yan?" tanya Haikal pada Bryan masih dengan tatapan ketidak percayaannya.

Bryan serta Haikal kemudian kembali membawa tatapan matanya ke arah luar, ke arah sekeliling yang tadi sempat ditunjuk oleh Tirtha.

"Sekelilingnya cewek semua, coy! Wah, momen langka ini. Akhirnya, seorang Tirtha penasaran juga sama cewek. Gue kira lu belok, Bro, hahahaha!" Bryan terbahak dan langsung disambut toyoran oleh Tirtha.

Haikal yang tak mau kalah pun ikut terbahak menertawakan kekonyolan sahabatnya itu.

Bagaimana tidak? Usia Tirtha yang sudah menginjak angka kepala tiga terlihat masih adem ayem saja menyendiri. Padahal, para wanita di sekelilingnya banyak yang terpesona dengan ketampanan seorang Tirtha Abista.

Di antara mereka bertiga, Tirtha lah yang memiliki tampang paling rupawan layaknya seorang pangeran dari negeri dongeng. Kekayaan yang dimiliki keluarga Tirtha pun sungguh tidak terhitung jumlahnya. Bahkan, keluarga Abista masuk dalam kategori 10 orang terkaya di Indonesia. Itulah yang membuat para wanita mengantri ingin menjadi pasangan hidup seorang Tirtha Abista.

Namun, Tirtha tidak pernah merespon para wanita yang mencari perhatian terhadapnya. Ia terkesan cuek meski terkadang rasa percaya dirinya melesat begitu pesat.

"Sembarangan aja lu ngatain gue belok. Gue 100 persen normal!" Tirtha melotot ke arah kedua temannya.

Bukannya berhenti, Haikal dan Bryan makin dibuat terbahak. "Ya gimana kita nggak berprasangka seperti itu. Bayangin aja, Bro, lu tampan, kaya, tapi sampe di umur segini masih betah aja betah menjomblo," ujar Bryan.

"Nah!" timpal Haikal menyetujui ucapan Bryan. "Gue udah sold out. Si gondrong juga bentar lagi naik pelaminan. Lah elu masih stay aja sendiri. Padahal di antara kita bertiga elu yang paling banyak dilirik sama cewek-cewek. Ya wajar nggak sih kalo gue bilang lu ... nggak normal?"

"Sialan lu!" Tirtha melempar bantalan sofa ke arah Haikal.

"Hahahaha!" Semakin pecah suasana di dalam ruangan diisi oleh tawa Haikal dan Bryan yang semakin keras. Beruntung, ruangan itu adalah ruangan kedap suara sehingga orang luar tidak akan mendengar apapun yang terjadi di dalam ruangan.

"Gue begini karena selektif. Banyak dari mereka yang ngantri karena ngincer apa yang yang gue punya. Bukan murni karena benar-benar tulus dan sayang sama gue," ucap Tirtha membela diri yang sebenarnya memang itulah alasan dia tidak terlalu merespon para betina yang berusaha merebut perhatiannya.

"Jadi sebenarnya kalian kenal nggak sama dia?" tanya Tirtha lagi berusaha menghentikan aksi tawa dari kedua sahabatnya.

"Ya jelas kenal lah, Tirtha. Dia Agni. Anak didik gue. Kenapa emangnya?" ucap Bryan kemudian meneguk minuman Tirtha yang berada di atas meja.

"Anak didik? Jurusan bisnis dong dia?"

"Hu'um. Dia juga salah satu mahasiswa berprestasi di kampus ini," ucap Haikal ikut bergabung dalam obrolan.

"Dia ... jalur beasiswa?" tanya Tirtha penasaran.

"Enggak lah, Ta. Dia memang berprestasi. Tapi dia masuk sini dengan dana pribadi," sahut Haikal.

Tirtha hanya manggut-manggut.

"Kenapa sih? Jangan bilang lu naksir sama dia," tebak Bryan.

"Idih .... Ogah banget gue," ucap Tirtha bergidik.

"Helleh .... Jangan begitu. Jatuh cintrong baru tau rasa lu!" ujar Haikal.

"Eh, tapi kayaknya nggak bakalan mungkin. Di antara banyaknya cewek-cewek cantik di kampus ini, cuma dia yang paling sulit buat ditaklukin. Gue aja hampir nyerah waktu deketin dia dulu," ujar Bryan.

"Jadi lu pernah deketin mahasiswa lu sendiri? Gila lu!" ucap Tirtha menatap Bryan tidak percaya.

"Pernah! Pas awal-awal tu cewek masuk universitas ini udah langsung jadi sasaran empuk si buaya Bryan. Beuh ... lu nggak tau aja, Tha, perjuangan dia deketin si Agni udah kayak apaan tau," ucap Haikal yang paling tahu perjuangan Bryan kala mendekati Agni beberapa tahun yang lalu.

"Dapet?" tanya Tirtha penasaran.

"Kagak! Hahahaha." Haikal malah terbahak.

"Itu cewek susah banget dideketinnya. Di antara banyaknya cewek, cuma dia yang berani nolak gue." Bryan menggeleng tidak habis pikir.

"Denger-denger nih, ya, dia itu anti dengan yang namanya hubungan. Katanya sih dia nggak percaya dengan sebuah hubungan," ucap Haikal mengedikkan bahu. Sebab, kabar itu masih simpang siur meski Haikal jarang sekali melihat Agni berinteraksi dengan laki-laki. Namun, berita tersebut masih belum jelas, bukan?

"Kenapa? Apa dia pernah dikecewain?" tanya Tirtha.

"Entahlah .... Dia itu susah ditebak. Orangnyai tertutup." Bryan ikut mengedikkan bahunya. "Kenapa sih? Lu beneran naksir dia? Nggak bakalan mampu lu, Tha. Gue aja nyerah."

"Tapi kalo Tirtha kayaknya gue yakin dia bisa deh," ucap Haikal. "Secara tampang dia lebih ganteng dari lu!" lanjutnya lagi.

"Gimana kalo kita taruhan?" ajak Bryan pada Haikal. "Kalo Tirtha bisa naklukin tu perempuan, gue kasih lu 10 juta. Tapi kalo dia nggak berhasil, lu yang kasih gue 10 juta. Gimana? Deal?"

"Deal!" Haikal menjabat uluran tangan Bryan.

"Kampret lu ye pada. Apa-apaan lu jadiin gue bahan taruhan." Tirtha menatap kedua temannya sewot.

"Lu nggak mau? Nggak penasaran sama tu cewek?" tanya Haikal.

"Cobain deh lu deketin dia. Tunjukkan pesona lu, Bro! Kali aja lu berhasil naklukin dia," timpal Bryan.

"Dapet apa nih kalo gue berhasil?" tanya Tirtha yang sepertinya mulai tertarik untuk mengikuti tantangan dari kedua sahabatnya.

"Dapet Agni. Hahahaha," kelakar Haikal

"Nggak dapet apa-apa juga lu mah udah punya segalanya kali, Tha," imbuh Bryan.

"Huh, nggak seru!"

"Tapi serius deh, Tha. Kalo lu bisa naklukin itu cewek, berarti lu hebat. Pesona lu udah nggak bisa diragukan lagi. Come on, Bro! Pecahkan rekor, hahaha!" bujuk Bryan.

"Oke, oke. Kita coba. Gue juga mo ngasih pelajaran sama tu cewek tengil. Biar orang yang dia sebut gedebog pisang ini ternyata bisa membuat dia takluk dan bertekuk lutut," ucap Tirtha dengan senyuman penuh makna yang berhasil membuat Haikal dan Bryan mengerutkan keningnya bingung.

***

Melepas helm full face-nya, Agni kembali menghela napas panjang.

"Lagi, lagi dan lagi .... Huft .... Kapan ini berakhir, Tuhan?" keluh Agni menengadahkan kepalanya ke atas kala telinganya kembali mendengar pertengkaran yang terjadi di dalam rumah.

Tubuhnya lelah, memberontak minta diistirahatkan sebab banyaknya aktivitas hari ini. Kuliah serta kerja seharian di perusahaan sang kakek cukup menguras tenaganya.

Namun sial, saat sampai di rumah, tempat yang menurut sebagian orang adalah tempat istirahat paling nyaman, nyatanya malah menjadi tempat yang paling tidak ingin ia kunjungi. Sebab, kenyataan seperti inilah yang ia dapatkan.

Hangatnya rumah tidak pernah ia rasakan. Nyamannya beristirahat hampir tidak pernah ia dapatkan. Entahlah ... sampai detik ini, Agni belum mendapatkan definisi rumah tempat pulang ternyaman menurut versinya.

Kembali mengenakan helm full face miliknya, ia memutar motornya untuk keluar dari halaman rumah menuju ke suatu tempat yang selama ini selalu menjadi tempat pelariannya.

****

David, satu-satunya teman lelaki yang Agni punya terlihat datang dari arah belakang menepuk pundak Agni yang kini tengah menelungkupkan kepalanya di atas meja dengan kedua tangan sebagai tumpuan.

Agni yang ditepuk pundaknya pun mengangkat kepala menoleh ke arah pria yang kini duduk di sampingnya.

Agni kini berada di dalam salah satu bar di kota Bandung. Ia selalu pergi ke tempat itu, menghabiskan malamnya dengan minum, merenung, menertawakan hal-hal menyedihkan di dalam hidup dalam keadaan setengah sadar.

Ada kepuasan tersendiri kala ia terbangun di pagi hari dengan keadaan kepala yang pusing tujuh keliling lalu kemudian ia mual dan muntahkan segala isi perutnya akibat dari banyaknya alkohol yang ia teguk. Baginya, setiap muntahan yang ia keluarkan, mampu membuat beban hidupnya berkurang.

Sedikit konyol, tapi itulah kenyataannya.

"Kenapa lagi sih, Ni?" tanya David menatap iba pada Agni yang terlihat sayu. Pandangan matanya kosong pertanda wanita itu sudah mulai mabuk. Terbukti dengan adanya dua botol alkohol di hadapannya yang isinya sudah habis.

"Capek ...," keluh Agni meremat rambutnya kasar.

"Sama," ucap sang pria. "Gue juga capek lihat lu begini mulu, Ni. Capek lihat lu sedih, capek lihat lu hancur dan terpuruk kayak gini."

"Lu aja yang ngeliat capek 'kan? Apalagi gue yang ngejalanin, hahaha!" ucap Agni tertawa. Namun, lama-kelamaan tawa itu berubah menjadi sebuah tangisan.

"Mau sampai kapan lu begini, Ni?"

"Sampai gue mati, mungkin. Tapi, gue nggak tau kapan matinya. Bantu gue mati dong, Vid!" ucap Agni masih dengan tawanya meski air mata terus saja meluncur bebas membasahi pipi.

Sang pria hanya menghela napas pelan. Ia menundukan wajahnya ke bawah, tak mampu menatap wanita yang amat dicintainya itu terlihat hancur tak berbentuk.

Hasrat ingin memeluk untuk menguatkan. Namun, ia kembali menahannya. Sadar karena Agni sangat tidak suka tubuhnya disentuh sembarangan.

"Hidup terlalu keras untuk gue yang lemah ini. Pengen banget rasanya membunuh diri, Vid! Gue capek, huhuhu," raung Agni kembali menelungkupkan kepalanya.

"Jangan pernah punya pikiran sekonyol itu! Pikirin gimana nasib ibu lu."

"Ibu aja nggak mikirin gimana nasib gue, Vid. Dia egois. Bertahan entah karena apa tanpa pernah lihat gimana tersiksanya mental gue harus tinggal satu atap sama orang tua yang hubungannya sama sekali nggak sehat. Ibu egois ngebiarin gue terjebak dalam lingkaran neraka. Ibu jahat sama gue, Vid! Dia biarin mental gue hancur berantakan sebab terus-terusan mendapat hinaan serta perlakuan buruk bahkan dari ayah gue sendiri. Mereka sama-sama jahat sama gue!" ucap Agni memukul-mukul dadanya sendiri. Berusaha mengeluarkan rasa sesak di dalam dadanya.

Namun, usahanya mengeluarkan rasa sesak ternyata gagal. Maka, ia ambil botol alkohol ketiga. Akan tetapi, saat tangannya hendak menuang isinya dalam gelas, tangan David mencegahnya.

"Stop!" ucapnya merebut botol alkohol dari tangan Agni.

"Balikin minuman gue, David!" ucap Agni berang. "Biarin gue nyalurin segala rasa sesak ini!"

"Cukup, Agni! Jangan terus menerus lu siksa tubuh lu begini!"

"Gue nggak peduli! Gue cuma pengen sesak itu segera hilang saat ini juga! Persetan dengan segala kerusakan. Mati pun gue siap!" ucap Agni kembali merebut minumannya dari tangan David dengan kasar. Kali ini, ia meminumnya langsung dari botol tersebut.

David hanya mampu menghela napasnya berat. Sudah tidak mengerti lagi bagaimana caranya menghentikan Agni.

Jam dinding sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Empat botol alkohol sudah tandas diminum oleh wanita dengan luka batin yang koyak itu. Sedangkan David, ia masih stay di samping Agni. Menjalankan tugasnya sebagaimana mestinya kala Agni sedang terpuruk. Mendengarkan segala ocehannya serta mengawasi agar jangan sampai ada pria hidung belang yang bertindak kurang ajar pada wanita di sampingnya yang mulai hilang kesadarannya.

"Sudah ya, sekarang kita pulang!" ajak David menyentuh bahu Agni dengan hati-hati.

Agni yang kesadarannya mulai hilang hanya bergumam lirih.

Setelah membayar minuman yang diminum Agni, David menggendong Agni keluar dari bar menuju sebuah apartemen yang letaknya tak jauh dari bar tersebut. Apartemen yang sengaja ia beli untuk mengantisipasi terjadinya hal-hal seperti ini yang selalu saja terjadi kala Agni sedang terpuruk.

David merebahkan tubuh Agni di atas sebuah kasur empuk. Ia tatap lamat-lamat wajah jelita di hadapannya yang terlihat rapuh itu.

Senyuman kecil terukir di wajah tampan milik David, hasrat ingin memeluk dan memiliki wanita itu sungguh besar. 

"Agni, Agni ... Kapan sih lu sadar kalau gue sayang banget sama lu, Ni?" ucap David membelai rambut Agni lembut.

"Haruskah gue bersikap egois kali ini, Ni? Haruskah gue melakukan cara kotor agar lu terikat sama gue selamanya?"

——

Related chapters

  • Gadis Penantang Takdir    4. Gadis Bertanda Bintang

    Memasuki kamar, Tirtha merebahkan dirinya di atas sebuah kasur empuk. Matanya menatap ke arah langit-langit kamar dengan pikiran yang melayang jauh memikirkan kejadian tadi siang serta tanda bintang yang berada di lengan Agni."Tanda bintang ...," gumam Tirtha pelan. "Kok kayaknya aku nggak asing sama tanda itu, ya?" lanjutnya lagi dengan kening yang berkerut.Beberapa waktu berlalu, Tirtha akhirnya memutuskan untuk tidur kala dirasa kepalanya hampir pening sebab memikirkan perihal tanda bintang dan bekas jahitan di lengan kanan wanita yang baru saja ditemuinya siang tadi.Namun, ketika matanya baru saja terpejam, sekelebat bayangan kemudian bertandang dalam ingatannya.Ingatan tentang kecelakaan yang terjadi belasan tahun silam yang menyebabkan tiga orang meninggal. Satu di antaranya adalah Ryan, kakak kelas yang sudah dianggap seperti kakaknya sendiri.Kala itu, di tengah rasa berkabungnya akibat Ryan yang dinyatakan meninggal di tempat, ia dikagetkan oleh suara seseorang yang berte

    Last Updated : 2023-07-03
  • Gadis Penantang Takdir    5. Menikahlah Denganku!

    "Nih, kopinya." David menyodorkan secangkir kopi hitam pekat ke arah Agni yang tengah terduduk di sofa balkon dengan sebatang rokok di tangannya.Tersenyum singkat, Agni menerima uluran kopi tersebut. "Thanks ya, Vid!" ucapnya lalu menyeruput isi dalam cangkir tersebut secara perlahan.David mengangguk dan tersenyum hangat membalas ucapan Agni. Seketika, ingatannya terbang pada kejadian beberapa saat lalu kala mengingat betapa jahat niatnya tadi yang hendak menambahkan bubuk perangsang dalam minuman tersebut. David memang bukanlah seorang pria yang baik. Puluhan gadis telah berhasil ia tiduri. Namun, semuanya dalam kondisi sadar dan sama-sama mau.Perilakunya memang bejat. Akan tetapi, ia tak mau disebut sebagai pria pecundang yang menggauli wanita di bawah alam sadarnya. Dirinya akan berjuang lebih keras untuk membuat Agni mau menerimanya."Masih pusing ya, kepalanya?" tanya David mengusap pelan puncak kepala Agni."Sedikit. Bu

    Last Updated : 2023-07-21
  • Gadis Penantang Takdir    6. Amarah Murka

    "Bangun, Vid! Apaan sih lu begini? Nggak suka gue!" omel Agni setelah berusaha menahan dirinya agar tidak terbuai dengan apapun yang dijanjikan oleh seorang lelaki. Agni berusaha membangunkan David dari duduk bersimpuhnya."Nggak usah ngejanjiin gue hal apapun, Vid. Dua orang terdekat yang ngebuat gue ada di dunia ini pun nggak bisa ngasih gue kebahagiaan. Apalagi lu yang istilahnya orang luar?" lanjutnya lagi dengan tertawa miris. Ia bukan menertawakan David, melainkan menertawakan dirinya sendiri yang tak bisa merasakan apa itu makna bahagia."Tapi lu bisa percaya gue, Ni." David masih terus berusaha meyakinkan Agni."Nggak ada satu pun manusia di muka bumi ini yang bisa gue percaya.""Ada. Gue!" ucap David masih kekeh dengan rasa percaya dirinya yang tinggi.Agni makin tertawa mendengarnya."Lu mau janjiin gue kebahagiaan yang kayak gimana, Vid? Bahkan diri gue sendiri pun nggak bisa bikin gue bahagia. Gimana dengan orang lain

    Last Updated : 2023-07-21
  • Gadis Penantang Takdir    7. Amarah Murka 2

    Satu tinjuan mendarat dengan sempurna di pipi Bagas hingga ia tertoleh ke samping sebab kencangnya pukulan itu.Tari yang melihat adegan tersebut sontak saja membekap mulutnya. Ia terkejut kala anak semata wayangnya dengan berani membalaskan perlakuan Bagas yang mendarat di dirinya. Sebab sebelumnya, Agni hanya membalas segala perlakuan Bagas hanya dengan ucapan. Ini merupakan yang pertama bagi Agni berani melawan fisik dengan ayahnya.Tak hanya Tari yang terkejut. Satu sosok laki-laki pengintai di balik dinding tinggi di samping gerbang pun tak kalah terkejutnya melihat adegan tersebut. Dia adalah Tirtha.Pria memutuskan untuk tetap stand by di sekitar rumah Agni. Berharap, Agni segera pulang. Rasa penasaran yang menggebu menahannya untuk tetap bertahan.Benar saja, tak berselang lama, terlihat sebuah motor gede dengan tipe terbaru memasuki rumah yang tadi sempat ia kunjungi.Menyeruput kopi untuk yang terakhir kali, Tirtha kemudian bera

    Last Updated : 2023-07-21
  • Gadis Penantang Takdir    8. Bunuh Aku!

    Tari berteriak kala melihat Bagas mengepalkan tangannya dan bersiap memukul Agni. Wanita itu sontak bersiap untuk berlari mendekat ke arah Agni dengan maksud melindungi putrinya agar bogeman tersebut tak sampai mengenai pipi mulus anaknya.Dibanding Tari yang terlihat panik, Agni justru tetap bersikap tenang dengan tawa kecut yang menghiasi bibirnya. Gerakan Bagas sudah terbaca dengan jelas dan diwaspadai oleh Agni sehingga ia tahu harus bertindak apa selanjutnya.Dengan gerakan yang tak kalah cepat, gadis itu meraih tangan yang hampir mengenai wajahnya itu. Dipelintirnya tangan tersebut ke arah kiri dengan amat cepat, membuat sang pemilik tangan mengaduh kesakitan.Tari menghentikan langkahnya. Ia tercengang sembari menutup mulut dengan kedua telapak tangan sebagai suatu reflek tanda keterkejutan kala melihat suatu hal yang terjadi di hadapannya."Aarrggh! Lepas, Brengsek!""Katakan lebih keras!" ucap Agni dengan senyum culasnya.

    Last Updated : 2023-07-22
  • Gadis Penantang Takdir    9. Kenapa?!

    Sekian detik berlalu, tak ada respon apapun dari Bagas. Hanya dadanya saja yang terlihat kembang kempis dengan raut wajah yang berubah warna menjadi merah menyala pertanda emosi yang semakin memuncak naik."Kenapa diem aja? Ayo, buruan bunuh anak sialan ini! Bunuh aku, Bagas! Pakai apapun yang bisa mempercepat nyawa dalam tubuh ini hilang. Supaya nggak akan ada lagi sosok gadis kecil pembawa petaka dalam kehidupan yang super sempurnamu itu, Bagas Yudistira!" ucap Agni lantang dengan tangan yang memukul-mukul dadanya sendiri.Suasana panas di halaman rumah terasa sampai ke depan gerbang di mana Tirtha berada. Rasa iba mulai menjalar dalam hati pria itu melihat bagaimana pilunya nasib seorang wanita yang baru beberapa hari ditemuinya itu."Lagian, kenapa nggak dari dulu aja sih lu bunuh gue, hah?! Kenapa kalian harus pertahanin manusia pembawa petaka kayak gue ini untuk terus hidup tapi cuma buat disiksa? Kenapa pula gue dilahirin kalau endingnya kayak

    Last Updated : 2023-07-22
  • Gadis Penantang Takdir    10. Bertahanlah!

    "Agni, awas!" Tirtha reflek berteriak kala melihat Bagas yang tengah memegang sebilah pisau tajam dan hendak mengarahkannya ke arah Agni.Kakinya mengayun cepat, berlari sekencang yang ia bisa melewati gerbang yang belum tertutup sempurna setelah dilewati Agni tadi.Namun, nahas! Pisau itu sudah terlanjur menancap sempurna di tubuh seorang perempuan diiringi teriakan kesakitan sebelum Tirtha sampai di halaman rumah itu."Ibu!" Agni memekik kencang dengan mata yang membulat sempurna ketika melihat Tari ditusuk pisau oleh Bagas sebab ingin melindunginya.Tari mematung, tangannya memegangi perut yang kini mulai mengalirkan darah segar berwarna merah sebelum akhirnya jatuh tergeletak ke samping.Agni langsung maju ke depan, menghampiri Tari. Ia angkat kepala wanita yang telah melahirkan dan melindunginya itu ke atas pangkuannya. Air mata terus saja berderai melihat Tari yang meringis kesakitan.Tari mulai menyadari bahaya yang segera

    Last Updated : 2023-07-22
  • Gadis Penantang Takdir    11. Dalamnya Sebuah Luka

    "Minum dulu," ujar Tirtha menyodorkan sebotol air mineral ke arah Agni yang duduk terdiam di depan sebuah ruangan di mana Tari tengah mendapatkan penanganan.Agni menoleh, netranya memandang air mineral yang berada di hadapannya dan Tirtha secara bergantian. "Minumlah! Kondisimu juga butuh dipulihkan. Tenang, ini hanya air mineral yang masih tersegel rapi, belum aku campuri apapun di dalamnya," ucap Tirtha kembali berusaha mendekatkan minuman itu ke hadapan Agni. Agni menerima uluran air mineral tersebut. "Makasih, ya!" ucapnya kemudian menengguk beberapa tegukan air.Tirtha mengangguk dan duduk di sebelah gadis yang terus saja memandangi daun pintu tertutup di hadapannya itu."Beliau pasti baik-baik aja. Dokter sedang berjuang menanganinya, dan kamu ... kamu juga harusnya berjuang dalam mendoakan ibumu dari sini."Agni kembali menoleh ke arah Tirtha, hanya sekejap, sebelum akhirnya kembali memalingkan wajah saat dirasa setitik bening di matanya mulai berkumpul dengan titik-titik

    Last Updated : 2023-07-23

Latest chapter

  • Gadis Penantang Takdir    45. Tirtha pun Bisa Mengancam

    "Sial*n! Gila, ya, itu orang!" rutuk Agni setelah keluar dari sebuah ruangan yang berada tak jauh dari halte tempat ia tertidur semalam."Kamu yang gila," celetuk Tirtha menimpali.Setelah drama debat pagi tadi, mereka berdua akhirnya memutuskan untuk mendatangi tempat di mana Agni tertidur semalam. Menyelidiki di mana motor wanita itu berada. Tentunya semua terjadi atas paksaan dari seorang Agni Gantari.Beruntung, di area tersebut ada satu cctv. Meski tak sepenuhnya mengarah ke halte. Namun, itu cukup membantu mereka sebab ia bisa melihat siapa seseorang yang membawa motornya pergi meski area wajah sang pelaku tidak terlihat sempurna.Agni menghentikan langkahnya, memutar tubuh, menatap Tirtha dengan tatapan sengit."Kenapa? Mau protes?" tanya Tirtha balik menatap Agni. Pria itu kini mulai berani menentang setelah merasa bahwa dirinya berada satu langkah di depan sang wanita; sedikit merasa mampu mengendalikan, dan berharap ia mampu melunakkan kerasnya hati seorang Agni Gantari. "

  • Gadis Penantang Takdir    44. Tirtha Agni

    Hari mulai larut. Jarum jam di pergelangan tangan milik Tirtha sudah mulai menunjukkan waktu dini hari. Namun, pria tampan itu masih berada di jalanan sebab baru saja menyelesaikan pertemuan dalam menjamu para klien dari luar negeri.Pertemuan di bar dengan minuman dan para wanita cantik di malam hari sudah menjadi satu hal lumrah di kalangan para pebisnis. Pria di balik kursi kemudi itu memijat tengkuknya perlahan, mencoba menetralkan rasa kaku dan letih yang mulai terasa di seluruh tubuhnya. "Berendam enak kali, ya," gumam Tirtha pelan.Netranya terus fokus mengemudi, menancap gas lebih cepat sebab sudah tak sabar rasanya ingin sampai di rumah untuk berendam air hangat lalu merebahkan tubuhnya di atas kasur yang empuk.Namun, di tengah perjalanan menuju pulang, netranya menyipit, fokusnya sedikit terbagi pada satu sosok manusia yang terbaring di jejeran kursi halte bus.Menurunkan kecepatan laju mobilnya, sedikit menepi, dan ...."Astaga, Agni!" pekiknya terkejut dengan mata terbe

  • Gadis Penantang Takdir    43. Misi di Balik Keputusan

    Setelah menghembuskan napas berkali-kali, Agni kembali mencoba meyakinkan diri bahwa ini adalah keputusan terbaik yang memang harus ia pilih.Wanita itu lantas melangkah ke dalam, kembali ke mejanya dengan menggenggam satu keputusan final."Maaf membuat kalian lama menunggu," ucap Agni kembali duduk seraya tersenyum ramah ke arah semua orang. Ekspresinya berbanding terbalik dengan beberapa waktu sebelumnya di mana ia selalu menekuk wajah cantiknya itu dengan ketus."It's oke. Kami mengerti mungkin kamu terkejut dengan ini semua. Dan, ya ... Jika kamu membutuhkan waktu lebih untuk menjawabnya, kami bersedia memberikannya," ucap Lina—Mama Tirtha, mencoba untuk memahami."Tapi bukankah lebih cepat lebih baik, bukan begitu, Agni? Aku tak masalah jika kamu menolak perjodohan ini. Jangan membuang waktuku lebih lama dengan harus menunggu jawabanmu yang belum pasti itu," ucap Tirtha menimpali. Melipat kedua tangan di depan dada, bersandar santai di sandaran kursi yang didudukinya."Tirtha ..

  • Gadis Penantang Takdir    42. Tawaran

    Belum habis rasa dukanya, dunia seolah berniat kembali menguji seorang Agni Gantari.Hati yang selalu dipenuhi amarah semakin meluap-luap kala ia ditarik paksa oleh anak buah Yudistira. Didandani sedemikian rupa dan dipaksa menghadiri sebuah pertemuan di sebuah hotel dengan Yudistira beserta rekan bisnisnya untuk membahas sebuah perjodohan."Apa-apaan ini, Opa?!" protes Agni setelah berhasil membawa Yudistira menyingkir dari para keluarga di dalam. "Hanya kamu yang bisa membantu Opa, Nak.""Dengan cara seperti ini? Ya Tuhan, Opa!" keluh Agni tidak habis pikir dengan keluarganya sendiri yang seolah tiada henti memperalatnya. "Tidak! Agni tidak akan pernah mau dijodohkan. Agni tidak akan menikah sampai kapan pun, Opa!" tolak Agni pada Yudistira dengan kata-kata yang penuh penekanan.Keduanya tengah berada di balkon saat ini. Meninggalkan dua keluarga yang sedang asik berbincang di meja makan di restoran dalam hotel tersebut.Yudistira hanya mampu memijat keningnya, pening. Berbagai car

  • Gadis Penantang Takdir    41. Siapkan Lamaran

    Sejak hari itu, Agni kembali pada kepribadiannya yang dulu, bahkan terkesan lebih parah dari sebelumnya.Ia yang beberapa waktu terakhir berhenti minum dan balapan liar sebab harus segera pulang ke rumah setelah rutinitasnya kuliah dan bekerja—demi menjaga sang bunda di rumah, kini hampir tak pernah lagi pulang ke rumahnya.Harinya kini hanya dihabiskan di jalanan luar. Mabuk, balap liar kembali menjadi rutinitas kesehariannya lagi.Pulang ke rumah hanya untuk tidur—meski tak jarang, ia lebih memilih tidur di jalanan. Hidupnya kembali berantakan, kuliahnya tak lagi dilanjutkan pun dengan pekerjaannya di kantor serta beberapa misi yang ia tinggalkan.Hanya satu misi yang gadis itu tanam dan lakukan dengan gencar, yaitu membalaskan dendamnya pada Bagas. Segala bukti sudah ia lampirkan untuk laporan ke pihak kepolisian. Namun, sayang ... Otak kasus pembunuhan sang bunda itu tengah melarikan diri saat ini. Berbagai prasangka buruk berlarian di otak Agni, mengira bahwa Yudistira yang mel

  • Gadis Penantang Takdir    40. Duka

    Selepas menjalani serangkaian proses serta berbagai prosedur untuk bukti pelaporan ke pihak kepolisian atas kasus pembunuhan sesuai permintaan langsung dari Agni, kini Tari akhirnya bisa dibawa pulang ke rumah duka untuk segera dimakamkan.Yudistira berada di samping Agni, terus berusaha mendampingi meski tak dihiraukan keberadaannya.Pun dengan Tirtha. Pria yang belum pulih betul dari luka tembak itu pun datang mengucap bela sungkawanya.Saat semua proses pemakaman telah berjalan lancar, David yang beberapa hari belakangan tidak terlihat batang hidungnya pun kembali muncul. Dengan setelan kemeja hitam serasi dengan celana bahannya yang juga berwarna hitam, ia memasuki pekarangan rumah Agni. Netranya langsung tertuju pada gadis cantik yang tengah terduduk dengan tatap mata yang memandang kosong. Garis sendu terlihat jelas di raut wajahnya yang pucat."Hai," sapa seorang pria yang langsung duduk berjongkok di hadapan Agni.Gadis itu terbelalak, cukup terkejut ketika melihat David yang

  • Gadis Penantang Takdir    39. Maafkan Aku

    Hari mulai pagi. Matahari menampakkan sinarnya terang.Akan tetapi, terangnya mentari pagi sepertinya kurang mampu menerangi kekalutan serta kegelapan hati seorang Agni Gantari.Gelisah tiada tepi terus menyerang sanubarinya. Jemari saling beradu di atas pangkuan seiring dengan degup jantung yang berdetak tak karuan.Netranya sulit sekali untuk terpejam. Sedari semalam, silih berganti perawat yang datang mengecek cairan infus terus saja menegurnya untuk lekas beristirahat. Namun, bagaimana mungkin ia bisa beristirahat di tengah-tengah kondisi pikiran yang seperti ini? Ibunya tengah berada di luaran sana dengan kondisi yang entah seperti apa keadaannya. Namun, tiada apa pun yang bisa ia lakukan untuk bisa menyelamatkan sang bunda selain berdoa semoga tiada hal buruk apa pun yang terjadi.Gundah tidak lantas pergi. Sedari tadi masih saja terus menghantui, berkali-kali jemarinya terus berusaha menghubungi hampir semua tim yang terjun ke lapangan dalam mencari ibunya. Namun, tak satu pun

  • Gadis Penantang Takdir    38. Hutan Rambanu II

    "Beberapa orang, siapa pun, yang paling dekat dengan arah Utara di mana tadi saya dan Aryawan pergi, segera ke sini!" titah Tirtha kepada anak buahnya melalui sambungan earphone."Saya dan Jun serta beberapa yang lain segera meluncur ke sana, Tuan," sahut seseorang di seberang sana.Jun menoleh ke arah Aryawan yang juga tengah menatap ke arahnya. Keduanya lantas mengangguk berbarengan lalu membalikkan badan, berlari cepat mengejar para sekelompok pria dengan salah seorang wanita di antaranya.Berlari dan terus bersembunyi dari balik pohon yang satu ke pohon yang lainnya agar langkahnya tidak lekas disadari oleh pihak lawan demi misi yang harus terealisasikan.Hingga saat jarak mereka sudah semakin dekat, Tirtha kembali berucap, "Waktu bermain telah tiba, Aryawan. Kau atau aku yang akan menghadapi para cecunguk itu?" tanyanya mengangkat sebelah alis dengan senyum menyeringai yang menghiasi wajah tampannya."Biar saya yang menghadapi mereka

  • Gadis Penantang Takdir    37. Hutan Rambanu

    Seorang pria berkemeja hitam yang warnanya serasi dengan celana yang dipakainya itu terlihat serius di depan layar laptopnya. Dia adalah Aryawan—tangan kanan Tirtha yang juga ahli dalam bidang IT.Aryawan dipanggil ke rumah sakit atas permintaan Tirtha setelah ia mendengar semua penuturan Agni.Bukan tanpa sebab Agni menceritakan semuanya kepada Tirtha. Kondisi waktu yang terdesak serta Tirtha yang terus saja memaksa, berkali-kali meyakinkan Agni bahwa ia mampu dan berjanji akan membantu menyelamatkan Tari; membuat Agni tak punya pilihan lain selain menceritakan semuanya kepada Tirtha. Berharap, Tirtha benar-benar bisa menepati janjinya dalam membantunya menyelamatkan sang bunda.Hendak ke tempat David pun percuma sebab waktu yang sudah semakin larut. Khawatir Bagas lekas menyadari bahwa ia mencari tahu dengan menulis beberapa nomor di handphone Bagas yang dianggap sebagai anak buahnya."Bagaimana?" tanya Agni untuk kesekian kalinya dengan nada suara yang amat khawatir.Aryawan hanya

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status