Hari kembali berlalu, sikap Agni pada Tirtha kini kembali dingin seperti di awal-awal. Padahal, Haikal dan Bryan sudah meminta maaf dan menjelaskan semuanya pada Agni beberapa hari yang lalu. Namun, hal itu sama sekali tak bisa merubah keadaan.Yang terjadi malah gadis itu kini semakin membuat benteng tebal antara ia dan Tirtha. Baginya, penjelasan Haikal dan Bryan hanyalah sebuah alibi semata yang dibuat-buat oleh Tirtha."Kamu masih marah sama aku karena kejadian tempo hari?" tanya Tirtha terus mengekor di belakang Agni, mencoba membuka percakapan dengan wanita bertampang datar tanpa ekspresi itu."Bukan aku, Ni, yang ngelakuin itu. Aku ada buktinya, kok," lanjut Tirtha merogoh saku jasnya untuk mengambil ponsel, hendak menunjukkan rekaman video yang ia ambil cctv kampus.Kaki pria itu terus mengayuh ke depan mengikuti gadis yang terus melangkah ke depan tanpa sedikit pun menghiraukannya dengan tangan yang sibuk mengutak-atik ponsel demi me
"Lepasin aja, Ni. Lu tau sendiri kalau bo—" David reflek menghentikan ucapannya kala mendapati lirikan tajam dari seorang wanita yang berada di hadapannya. "Sorry maksud gue Bagas." Segera meralat sebutan 'bokap' yang hampir saja ia lontarkan untuk Bagas sebelum urusan semakin panjang. "Jadi maksud lu gue harus ngalah dan ngelepas semua perjuangan gue selama ini buat perusahaan hanya karena ancaman receh dia, gitu?" tanya Agni menatap tak suka pada David."Ini bukan hanya ancaman receh, Ni. Dia nggak pernah main-main sama semua ucapannya, dan lu tau itu."David kemudian duduk tepat di hadapan Agni sembari melonggarkan kaitan dari di lehernya. Ia menatap lekat pada iris berwarna coklat yang selalu berhasil membuatnya terpikat. "Lepasin apapun yang sekiranya bakal bahayain lu, Ni. Tinggalin keluarga dan lingkungan toxic itu, dan nikah sama gue. Janji, gue bakal lindungin lu sebisa yang gue mampu. Gausah khawatirkan soal harta. Davidson mungkin nggak sekaya
"Gue nggak bakal lepasin itu semua. Gue yakin nyokap akan aman, dia ada di bawah pengawasan orang-orang terpercaya dari Kakek Yud," ucap Agni yang enggan dan tak rela jika harus melepaskan apa yang telah ia perjuangkan selama ini. Terlebih, hanya tinggal satu langkah lagi dirinya bisa memenangkan pertarungan antara dirinya melawan ayah serta bibinya sendiri. Bagas telah mampu ia singkirkan, namanya sudah bisa ia pastikan takkan lagi ada di daftar ahli waris dari Yudistira. Sedangkan perusahaan Sherina, kini tengah di ambang kebangkrutan sebab sebuah kasus yang secara tak langsung dibuat oleh Agni melalui ide konyolnya serta bantuan orang-orang terpercayanya.Tinggal selangkah lagi ia berhasil menghancurkan apa yang akan menjadi milik Sherina. Setelah itu terjadi, ia akan datang bersikap seolah menjadi pahlawan penyelamat perusahaan, membeli saham milik Sherina dengan uang yang susah payah telah ia kumpulkan beberapa tahun belakangan, pula dengan uang perusahaan, menunjukkan pada Yudis
Seorang pria dari balik kursi kemudi mobil yang terparkir di bawah pohon mangga, di sebuah kampung rindang, terlihat tersenyum menyeringai kala melihat seorang pria dengan jaket berwarna hijau berlalu sambil mengacungkan ibu jari ke arah dirinya.Satu tangan pria itu kemudian menekan-nekan layar ponsel lantas menempelkannya ke daun telinga. Saat nada sambung berubah menjadi suara sapaan, pria itu lantas berkata, "Lakukan tugasmu sekarang!"Pria itu kemudian bersandar pada jok mobil yang diduduki dengan tangan yang disilangkan di depan dada. Netra di balik kaca mata hitam itu terus saja menatap awas ke beberapa rumah yang berada di hadapannya dengan dua rumah yang menjadi target sasaran utamanya kali ini."Tunggu aku, Tari! Aku akan datang menjemputmu," gumamnya pelan masih dengan seringai tawa yang menghiasi wajahnya.***Sedangkan dua orang pria lain dalam rumah yang tanpa sadar tengah diintai oleh seseorang dari dalam mobil terlihat gir
Dering telepon berbunyi, membuat Jun yang masih terkikik geli itu merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel. Terpampang sebuah nama yang diikuti sebuah emotikon hati berwarna pink di layar ponsel. Membuat bodyguard dengan wajah tampan itu sedikit mengulum senyumnya.Namun, senyuman itu tak berangsur lama kala sebuah suara yang memberikan sebuah kabar tak mengenakkan terdengar ke telinganya."Bagaimana bisa?" ujarnya langsung berdiri dengan wajah panik."Ada siapa di sana? Segera minta bantuan orang terdekat buat nolong kamu dan bawa ke rumah sakit, ya!" titah Jun terlihat khawatir. "Nggak ada siapapun. Aku juga nggak bisa bangun. Perutku sakit sekali, Mas," rintih seorang wanita dari seberang telepon dengan diiringi isak tangisnya, membuat hati Jun remuk redam tiada terkira.Bagaimana tidak? Suami mana yang tak panik mendengar istrinya yang tengah hamil besar tiba-tiba mengalami pendarahan hebat. Terlebih, ini adalah kehamilan pertam
Sementara itu, suasana di salah satu ruangan dalam gedung milik Yudistira tampak hening. Hanya beberapa yang berbicara menyampaikan pendapatnya dalam meeting besar yang dilakukan di perusahaan Yudistira.Akhir tahun menjadi suatu hal penting yang tak bisa dihindari. Semua petinggi hingga pemilik saham berkumpul dalam ruangan meeting.Namun, tanpa siapa duga, sebuah ponsel dalam laci meja ruangan besar kelas mewah terlihat terus saja menyala diiringi dering nada khas notifikasi menampilkan beberapa nama yang berubah setelah beberapa kali muncul di layar.Itu adalah ponsel milik Yudistira. Yudistira meninggalkan ponselnya dalam ruangannya tersebut sebelum berangkat ke ruang meeting. Berbeda dengan Agni Gantari yang membawa serta ponselnya. Namun, nahas ... Ponsel wanita itu pun ternyata di mode silent oleh Agni hingga menyebabkan para pemanggil yang terus berusaha menghubunginya berdecak kesal di seberang sana."Ck! Sepertinya Tuan Besar d
Sore hari, Agni serta seluruh manusia yang berada di dalam salah satu ruangan di sebuah gedung tinggi milik Yudistira baru bisa mengembuskan napasnya lega kala meeting selesai dan menghasilkan sesuatu yang baik serta sesuai dengan apa yang mereka harapkan.Satu per satu para direksi mulai keluar dari ruangan itu kecuali Yudistira, Sherina, dan Agni yang masih stand by di sana. "Great, Agni! Kerja kerasmu menghasilkan hasil yang nyata tahun ini. Pertahankan, Nak!" puji Yudistira seraya bangkit dari duduknya dan menghampiri Agni.Pria tua yang masih gagah di usia senjanya itu menepuk pundak Agni beberapa kali sebagai bentuk apresiasinya pada sosok gadis kecil yang dulu kerap kali menangis sebab menerima perlakuan buruk dari ayah serta bibinya, kini tumbuh menjadi wanita dewasa yang melaju pesat dengan segala bakat yang ia punya di bidang bisnis.Wanita dewasa yang cantik dan tangguh sebab mampu berdiri di atas kakinya sendiri setelah segala tekanan
"Lu gue suruh buat jaga dia, tol*l! Bukan buat bunuh dia!" seru seorang pria berambut gondrong yang baru saja memasuki gudang tersebut. Kedua tangan pria itu mencekik leher sang preman yang baru saja menghajar Tari habis-habisan."Kalau dia mati, kita yang diamuk sama si Bos. Dia kita jadiin tawanan, bukan mangsa pembunuhan, Gobl*g!" amuknya lagi tak berhenti berteriak memaki pria berbaju hitam tepat di depan wajahnya."Am ... pun, Bang. Le ... pas," pintanya mengiba dengan suara terbata-bata.Pria gondrong itu menatap tajam sekali lagi sebelum kemudian melepaskan cengkeramannya pada leher sang pria yang tadi menyakiti Tari."Gue peringati satu kali lagi sama lu, Rogi! Sekali lagi lu mabok di luar batas pas lagi jaga, trus berbuat seenaknya sama tawanan gue, mati lu! Cuma Bos yang boleh macem-macem sama dia. Kita cukup jaga sambil tunggu arahan selanjutnya. Ngerti?!" Pria rambut gondrong menendang kasar pria yang ternyata bernama Rogi."A-ampun, Bang. Ng-nggak la-gi," sahut Rogi terba