Lolita kembali ke kamarnya sendiri saat Edgar sudah tertidur pulas. Itu cukup melegakan. Setelah pria itu memutuskan untuk tidak bekerja hari ini, dan memilih untuk beristirahat di apartemen. Lolita jadi ingin sering memeriksa keadaan pria itu.Lolita menahan diri dari keinginannya menengok Edgar lagi. Dia menjatuhkan dirinya di atas kasur setelah meraih ponselnya yang tergeletak di meja.Pesan ayahnya memenuhi layar ponselnya. Dia mengulas senyum saat membaca satu per satu pesan dari ayahnya itu.Roy menanyakan kabar tentang Lolita. Pria itu juga mengatakan jika dia belum bisa pulang dalam bulan ini. Setidaknya dua bulan lagi baru dia bisa pulang.Lolita justru merasa senang karena itu berarti dia bisa berlama-lama tinggal di apartemen Edgar. Namun, dia membalas pesan ayahnya itu dengan tulisan bernada sedih.Baru saja balasannya terkirim, Roy langsung menelepon Lolita."Ya, Dad?" tukas Lolita setelah menerima panggilan dari ayahnya."Maafkan Daddy, Lolita. Daddy tidak bisa menepati
Lolita tertidur di ranjang Edgar karena kelelahan. Dia dan Edgar tadi bercinta sampai lima ronde tanpa henti. Tubuh Lolita terasa sakit semua, dan bagian intimnya juga masih terasa perih.Edgar yang tidur menyamping, terus menatapi Lolita yang terlelap. Wajah tertidur Lolita yang tampak damai membuatnya betah lama-lama menatapnya.Sebelah tangan Edgar menarik selimut untuk menutupi dada telanjang Lolita. Lalu, dia mengusap lembut rambut hitam panjang gadis itu, menyingkirkannya dari wajah Lolita."Thanks, Lolita. Kau bisa membuatku sebahagia ini. Dan …. maafkan aku. Aku telah gagal menjagamu," tandas Edgar tetap mengusap rambut Lolita.Lolita menggeliat dan dia membalikkan posisinya menjadi menghadap persis ke arah Edgar. Matanya terbuka pelan. Sebenarnya dia tidak tidur, hanya pura-pura tidur agar Edgar berhenti menggagahinya. Karena pria itu tidak ada lelahnya menggenjotnya tadi. Lolita takut, jika diteruskan, bisa-bisa tubuhnya benar-benar remuk. Lima ronde saja sudah membuatnya se
Menjelang malam. Edgar mendudukkan dirinya di sofa. Dia menonton televisi, tapi tidak benar-benar menonton karena dia justru sibuk menatapi Lolita yang duduk di sampingnya.Lolita balas menatap Edgar. Sedikit tersipu malu, saat terbayang lagi apa yang mereka lakukan seharian ini. Sangat panas dan menggairahkan. Membayangkan lagi membuat pipinya memanas."Om, sudah tidak sakit lagi kan?" tanya Lolita pada Edgar. Dia sedikit khawatir saat sesi bercinta mereka. Edgar sedang sakit, tapi pria itu tampak tak kelelahan saat menggenjot Lolita. Meski, begitu dia takut jika kondisi tubuh Edgar menjadi lebih buruk.Edgar memberikan senyum kecilnya. "Aku sudah sehat. Sangat sehat."Lolita mendesah lega. "Syukurlah kalau Om sudah sehat.""Berarti Om besok sudah bekerja?" tanya Lolita menatap Edgar tanpa berkedip.Edgar menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa. "Ya. Ada urusan penting yang harus aku selesaikan di perusahaan. Memangnya kenapa?"Lolita bergeleng. "Tidak apa-apa. Aku hanya ingin tahu
Lolita terus melangkah sambil melihat alamat yang dia tulis di secarik kertas. Dia baru saja turun dari taksi, dan dia kini berjalan menuju pintu gerbang perusahaan Angel Corp milik Jones, untuk bertemu dengan pria itu."Berhenti, Nona!" Dua orang satpam menahan Lolita yang hendak melewati pintu gerbang.Mereka menatap Lolita dengan penuh kritik. "Sepertinya saya baru kali ini melihat Anda. Apa urusan Anda datang ke sini?" tanya salah satu dari mereka dengan tak ramah.Lolita memaksakan senyumnya. Dia menyesal karena memakai pakaian biasa, harusnya dia memakai pakaian yang lebih bagus yang Edgar belikan untuknya. Setidaknya itu bisa membuat dua satpam ini tidak mengiranya seorang penguntit, atau jika lebih parah lagi, mengiranya gelandangan."Aku ingin bertemu dengan Jones," jawab Lolita tanpa memberikan panggilan 'Tuan' sebelum nama Jones disebutkan. Dan itu melanggar sopan santun yang sudah menjadi budaya di perusahaan ini.Dua satpam itu saling bertukar pandang, lalu menyeret Lolit
Edgar menunggu kembalinya Franklin dengan tak sabaran. Dia menjadikan kedua tangannya yang terjalin menjadi satu untuk tumpuan dagunya.Franklin berjalan tegas memasuki ruangan Edgar dengan napas yang masih terengah-engah. Dia baru saja pergi untuk membelikan lima kotak coklat untuk Edgar, tapi dia tadi melihat sesuatu yang mencengangkan ketika melewati perusahaan Angel Corp."Ini, Tuan." Franklin meletakkan lima kotak coklat itu ke meja Edgar. "Anda akan makan semua ini?" tanyanya terheran-heran. Padahal Edgar tak menyukai coklat, tapi tuannya itu justru menyuruhnya membeli coklat sebanyak ini.Edgar bergeleng sambil mendengus kasar. "Tidak. Ini untuk Lolita.""Oh. Ternyata untuk si gadis kecil," balas Franklin mengangguk paham. Dia lalu membuka mulutnya lagi untuk berucap, tapi urung setelah melihat Edgar terlihat bahagia sekarang. Dia tidak mau merusak suasana hati Edgar, hanya karena mengatakan kalau dia tadi melihat Lolita berada di depan perusahaan Angel Corp bersama Jones. Yah
Lolita tak bisa menyurutkan senyumnya. Dia sudah berhasil mendapatkan flashdisknya kembali. Dia juga bertemu dengan Nola yang begitu ramah padanya. Hari ini semuanya berjalan lancar, meski dia sempat harus kejar-kejaran dengan dua orang satpam.Suara pintu yang terbuka menyita perhatian Lolita. Gadis itu terjingkat dari sofa, lalu berlari menyambut Edgar. "Om …." Lolita menampakkan senyum lebarnya. "Mau aku buatkan makan malam?"Edgar menyembunyikan lima kotak coklat di balik tubuh besarnya. Dia mengulas senyum. "Tidak perlu. Aku sudah makan tadi bersama para investor perusahaan."Lolita mengangguk paham. Dia mengernyit melihat ada sesuatu yang Edgar sembunyikan di balik tubuh pria itu."Apa itu, Om?" tanyanya penasaran sambil celingukan ke belakang tubuh Edgar.Edgar mendesah pelan. "Sepertinya aku tidak bisa menyembunyikannya lebih lama lagi darimu," ucapnya menjulurkan lima kotak coklat ke hadapan Lolita."Kau kan menyukainya. Jadi, aku membelinya banyak. Kalau masih kurang, aku b
Ketika hari masih sangat pagi, Lolita keluar dari kamarnya dengan mengendap-endap. Dia bergerak ke dapur untuk membuatkan sarapan Edgar.Lolita berencana membuatkan Edgar sandwich lagi. Sepertinya pria itu lumayan menyukai sandwich buatannya.Lolita mulai menyibukkan diri memasak, tanpa dia sadari Edgar sudah berdiri di belakangnya."Om …." Lolita tak bersuara lagi saat Edgar tiba-tiba memeluknya dari belakang."Kau masak apa, hmm?" tanya Edgar dengan suara serak dan dalam khas orang yang baru saja bangun tidur.Lolita menarik napas terlebih dahulu yang dia keluarkan lagi dengan pelan. Untuk menenangkan degup jantungnya yang mulai berdetak tak beraturan, karena apa yang Edgar lakukan sekarang padanya.Lolita menghentikan gerakan kedua tangannya yang hendak memotong sayuran. Dia membalikkan tubuhnya sehingga berhadapan persis dengan Edgar.Lolita membasahi bibirnya dengan menjilatnya secara sensual. Dia lalu menjawab pertanyaan Edgar dengan setengah mendesah, sengaja menggoda Edgar. Pr
Rapat telah selesai, dan para investor terlihat tak puas dengan keputusan yang Edgar berikan."Tuan, Anda yakin dengan itu?" tanya Franklin meyakinkan sekali lagi. Kegelisahannya sudah lenyap beberapa jam yang lalu. Kini, tertinggal ketegangan yang menjalari tubuhnya."Ya," jawab Edgar singkat dan penuh penekanan.Edgar pada akhirnya memutuskan untuk mengganti konsepnya. Dia memiliki konsep cadangan, meski tidak sebagus konsep utamanya. Tapi, jika dia tetap nekad memakai konsep utama, dia akan mengalami kerugian yang lebih besar.Yang mengherankan adalah bagaimana bisa Jones memiliki ide yang sama persis dengan dirinya. Konsep dan sumber idenya pun juga sama persis. Sungguh aneh. Dipikir lagi, tetap saja mustahil Jones bisa tahu semua konsep yang Edgar miliki tanpa ada orangnya yang memata-matai perusahaan Edgar. Tapi siapa?Edgar menoleh pada asistennya yang setia berdiri di sisinya. "Franklin ….""Iya, Tuan," jawab Franklin langsung."Coba kau selidiki dari mana Jones mendapatkan ko