Rasa keingintahuan terkadang akan muncul tanpa kita bisa mencegahnya, terkadang pula kita melakukan berbagai cara agar bisa mencari jawaban atas rasa keingintahuan kita itu sendiri.
Setelah belajar cukup lama, selama 3 tahun. Akhirnya tibalah saat ini ujian kelulusan, hari ini bakal dilaksanakan. Aku begitu semangat dan antusias, mengingat hari aku berada dititik puncak perjuanganku. "Ndun, rumahmu bukannya didesa sebelah ya?," tanyaku pada Hindun salah satu teman disekolahku. "Iya bener San, aku disini ikut Nenekku biar tidak terlalu jauh berangkat kesekolahnya," tuturnya padaku. "Ndun, kamu tau enggak kabar ibu tiriku gimana?," tanyaku penasaran. "Bukannya ia selalu jahat sama kamu ya San, ngapain lagi kamu pengen tau kabarnya. Setauku ia saat ini lagi jadi bahan gosip dilingkungan rumahku, dia tuh ya baru saja berpisah dari Ayahmu tapi sudah gandengan dengan duda baru dikampung aku," jelasnya panjang lebar. "Yang bener Ndun, kok bisa secepat itu ya ia melupakan Ayahku," ucapku seolah tak percaya. "Udah biarkan saja, dari dulu katanya ia memang wanita yang kurang bener. Beruntung Ayahmu udah pisah dengannya," pungas Hindun kemudian. Benar juga apa yang dikatakan Hindun, tapi kenapa bisa secepat itu dia menemukan pengganti Ayah. Biarlah, yang terpenting aku sudah terbebas darinya. Fokusku sekarang tinggal ujian yang sudah berada didepan mata. ** Setelah aku berhasil mengerjakan soal-soal ujian, kini tibalah waktunya jam pulang sekolah. Aku bergegas keluar kelas agar bisa langsung pulang. Aku ingin menghabiskan banyak waktu bareng Ayah, sebelum nanti aku berangkat kerja kekota.Tap. .Tapp Kutapaki selangkah demi selangkah halaman sekolah yang cukup luas ini. Beruntungnya cuaca sedikit mendung, jadi aku bisa berjalan dengan sedikit santai. "San. . .Sandra!," teriak Andin teman sekelasku. "Ada apa Ndin, kamu kok lari sampai ngos-ngosan gitu?," tanyaku santai. "Huftt. . Kamu itu dari tadi aku panggil-panggil dari tadi nggak denger, terpaksa deh aku harus berlari," keluhnya padaku. "Ya maaf, ini kan masih ramai. Lagian nama sandra kan banyak disekolah ini, kirain bukan aku tadi." jawabku tanpa rasa bersalah. "Kamu jadi mau ikut kerja keota San, katanya enggak perlu nunggu ijazah turun. Ijazah bisa menyusul kok bila sudah turun," tuturnya padaku. "Jadi donk Ndin, lagian aku tuh pengen secepatnya ngumpulin duit biar taun depan bisa masuk kuliah. Sebenarnya Ayahku sanggup mengusahakan aku kuliah, tapi aku tak tega terlalu membebaninya." Jelasku padanya. "Baiklah kalau kamu jadi, ntar kalau ada info terbaru dari kakakku pasti bakal aku kabarin deh," pungkas Andin kemudian.** Aku senang bukan main, seminggu lagi aku bakal berangkat ke kota untuk bekerja. Semoga saja pekerjaan ini tidak memberatkan aku dan aku bisa kerasan kerja disana. "San, kamu apa sudah mantap mau berangkat ke kota?," tanya Ayah padaku.
"Sudah Yah, harus yakin donk. Biar Sandra bisa secepatnya ngumpulin uang buat biaya kuliah tahun depan, jadi Ayah tinggal nutup kekurangannya saja," jelasku padanya. "Kamu hati-hati ya kerja disana, harus bisa jaga diri saat jauh dari Ayah. Hidup dikota memang sulit Nak, harus bisa menyesuikan dengan keadaan," tutur Ayah padaku. Benar juga apa yang dikatakan oleh Ayah. Bagaimanapun juga aku belum ada penglaman hidup ditanah rantau, apa lagi aku sudah terbiasa dengan Ayah. Mulai sekarang aku harus bisa membiasakan diri hidup berjauhan dengan Beliau. Sejujurnya aku tak bisa berjauhan dengan Ayah, tapi aku juga tak bisa egois demi cita-citaku agar besok bisa kuliah. Aku sedikit lega sebab didesa ini kehidupan bertetangga sangatlah rukun, cuma satu yang aku risaukan, bagaimana jika ibu kembali menganggu hidup Ayahku. "Yah, apa Ayah masih ada keinginan buat hidup dengan ibu tiriku?," tanyaku hati-hati. "Berapa kali harus aku katakan lagi padamu sayang, Ayah sudah tak berminat sama sekali dengan mantan istri Ayah itu," tutur Ayah padaku. "Yah tau enggak, bekas istri Ayah itu sekarang lagi jadi bahan gunjingan karna sudah bergandengan dengan pria lain, duda baru juga katanya, apa benar Ibu dari dulu dikenal gak benar Yah?," tanyaku penasaran. "Benar itu Nak, Ayah pikir dengan menikahinya. Ibumu bakal bisa Ayah didik jadi wanita baik, tapi kenyataannya bertahun-tahun ia tak bisa berubah." Jelas Ayah padaku. "Ayah yang sabar ya, suatu saat pasti akan ada buah dari kesabaran Ayah. Sekarang makan yuk, biar aku siapin," ucapku menenangkannya. Ayah hanya mengangguk dan mencoba tersenyum, meski kutahu itu hanya senyum paksaan. Aku bergegas melangkahkan kaki ini menuju dapar sederhana peninggalan nenek dulu, ditempat inilah banyak kenangan saat aku sering menumpahkan keluh kesahku dan juga nasehat-nasehat nenek yang selalu aku ingat hingga kini. ** "Yah, makanan udah aku siapkan yuk makan!," ajakku pada lelaki yang menjadi pelindungku sejak kecil itu. Tok. .Tokkk. . . Belum juga Ayah menjawab ajakanku, pintu rumah terdengar ada orang yang mengetuk. Aku dan Ayah reflek saling melirik, ia memberiku kode untuk segera membuka pintu itu. Tap. . Tapp. . . Dengan sedikit malas, aku bergegas melangkahkan kaki ini menuju daun pintu utama. Siapa gerangan yang bertamu ditengah hari terik seperti ini. "Siapa?," tanyaku saat membuka pintu. "AKU!," seru ibu padaku.
"I-ibu?. Ngapain ibu kesini?," tanyaku gugup. Tanpa merespon pertanyaanku, ibu langsung merangsak masuk rumah. Ia langsung menemui Ayah yang sejak tadi memang berada didepan tv. "Ada apa lagi kamu kesini, kamu sudah bukan siapa-siapaku lagi!," ucap Ayah menahan kesal. "Selama surat cerai belum turun, aku masih berhak tinggal disini!," ucap ibu percaya diri. Bagaimana ini?, sepertinya Ibu tak akan melepas Ayah begitu saja. Ia pasti akan menemukan berbagai alasan agar bisa bertemu dengan Ayah. Disudut rumah, aku sedikit ketakutan bagaimana jika ibu bakal tinggal dirumah ini lagi. Ayah hanya diam dan langsung menuju kamar utama. Entah apa yang akan dilakukan oleh orang tua tunggalku itu. Tak berselang lama ia sudah kembali dengan membawa amplop putih ditangannya. "Kalau alasanmu kesini karna kamu pikir surat cerai belum turun, ini terimalah surat cerai dariku dan aku minta jangan pernah muncul lagi dihadapanku!," seru Ayah pada bekas istrinya. "Iya," jawab ibu lesu, ia langsung menjatuhkan bobot tubuhnya pada kursi rumah ini. Melihat Ayah yang melakukan hal itu, aku baru berani keluar dan bergabung dengan Ayah. Melihatku yang duduk disampingnya membuat Ayah membeiku senyuman penuh arti. "Semua sudah beres, diantara kita sudah tak ada hubungan apapun. Untuk apa lagi kamu duduk disini?," tanya Ayah penuh selidik. "Mas, tidak adakah harta gono gini bagianku ?," tanya ibu sedikit tertunduk. Ayah terlihat membuang nafas kasar. Entah apa yang ada difikiran bekas istrinya itu. Selama ini seluruh penghasilan Ayah telah diberikan pada ibu tanpa aku bisa menimmatinya, namun ternyata semua itu masih kurang dimata ibu. Lain lagi dengan Ibu yang tampak gusar menunggu jawaban dari Ayah. Sejak dulu ia memang mata duitan, tak Ayah uang berapapun pemberian dari Ayah selalu habis ditangannya. "Harta gono gini?, harta mana lagi yang kamu inginkan. Semua penghasilanku tiap hari sudah aku berikan padamu, seharusnya aku yang bertanya kemana habisnya harta itu?," tanya Ayah balik. Ibu hanya diam tertunduk tak berani menatap maupun menjawab pertanyaan dari Ayahku. Mungkin ia tak menyangka jika bakal mendapat serangan balik dari bekas suaminya. "En-enggak Mas, ya udah aku enggak jadi minta harta apapun lagi darimu. Permisi!." ucap ibu tergagap, ia langsunf bringsut meninggalkan kami berdua. 'Dasar enggak sopan', batinku kesal.
**
Setelah kepergian Ibu, aku dan Ayah bergegas menuju meja makan. Karna disana dari tadi sudah kuhidangkan makan siang sederhana, tapi aku yakin rasanya bakal begitu nikmat jika disantap dengan orang tersayang. Kami berdua asik makan dalam diam, hanya suara dentingan sendok dan piring yang sesekali saling beradu. Tiba-tiba saja aku memikirkan jika uang Ayah telah diberikan pada ibu semua, terus kami bakal hidup dengan apa. Meski sedikit sungkan, tapi aku tetap mencoba bertanya pada Ayahku. "Yah, boleh aku bertanya?. Emm, jika uang tiap hari sudah Ayah kasihkan pada ibu, sekarang Ayah tak punya simpanan lagi donk?," tanyaku hati-hati. "Tenang!," seru Ayah, dengan senyum penuh arti. Kalau sudah begini aku sudah tak berani bertanya lagi padanya. Aku semakin penasaran dengan jawaban Ayah. Adakah hal lain yang selama ini ia sembunyikan dariku?. Aku harus secepatnya mencari tau akan hal itu sendiri, Yah sebelum aku berangkat kekota pekan depan. Semoga ia tak membuatku kecewa dengan rahasia yang disimpan itu.bersambung.9. Rahasia AyahTak terasa ujian kelulusanku selesai juga. Aku merasa begitu senang dan juga lega, titik perjuanganku bisa kuhadapi dengan cukup lancar. Dirumah pun Ayah juga tampak tersenyum lega melihatku."Yah, bolehkah Sandra tanya sesuatu?,' tanyaku meminta persetujuan."Tanyalah Nak, jika Ayah mampu jawab ya bakal kujawab," balas Ayah, ia tampak membuang nafas kasar."Kemarin Ayah kan bilang aku suruh tenang aja, emang Ayah masih punya tabungan kah?," tanyaku hati-hati, meski sedikit ragu tetap kuberanikan diri ini untuk berbicara."Oh. . .soal itu, iya meski enggak banyak dan tak berwujud uang, Ayahmu ini masih punya tabungan kok bekal masa depanmu kelak." Jawabnya meyakinkanku."Iyahkah Yah, tapi kalau enggak berwujud uang terus apa donk Yah," tanyaku penasaran."Coba kamu tebak!, anak Ayah ini kan pintar, berprestasi lagi," pinta A
10. Mengharap Pak Bayu🌷🌷🌷🌷🌷🌷Aku pasrah mengikuti Pak Bayu kerumahnya. Entahlah, semua ini diluar perkiraanku. Semoga saja Pak Bayu benar-benar orang baik yang mau menolongku dalam kesulitan ini.Mobil yang dikendarai supir Pak Bayu melaju membelah kemacetan ibu kota. Pada akhirnya mobil itu berhenti disalah satu rumah mewah dan megah."Sudah sampai, ayo silahkan turun!," pinta Pak Bayu padaku."I-ini beneran rumah Bapak," ucapku tergagap."Iya, udah yuk santai aja kali. Disana ada anak dan istriku," jawabnya, ia mengiringiku masuk kedalam rumah.Tapp. . .tappp. ."PAPA," teriak gadis seusiaku, ia keluar dari dalam kamar."Haii sayang," sapa Pak Bayu."Ini siapa Pa?, kok ikut pulang bareng Papa sih," tanya seorang ibu, mun
11. Kesempatan Besar UntukkuDengan sedikit rasa penasaran, aku menaiki tangga demi tangga menuju ruangan Bu Maya. Sebenarnya pekerjaan apa yang bakal diberikan Bu Maya padaku, memikirkan semua itu membuat pikiranku berkelana kemana-mana.Begitu sampai didepan ruangan Bu Maya, aku terdiam cukup lama. Kuatur nafas ini setenang mungkin, bagaimana pun juga aku tak akan mengecewakan kebaikan Bu Maya selama ini.Tok. . Tokkk"Masuk aja Sandra!," pinta Bu Maya dari dalam."Siang Bu, apa benar Ibu tadi memanggilku?," tanyaku hati-hati."Iya benar sayang, duduk disini sebentar ya!. Ibu mau nyelesain pembukuan ini dulu," pintanya padaku, matanya masih saja fokus pada laptop yang berada didepannya.Sembari menunggu Bu Maya selesai dengan pekerjaannya. Mata ini terus saja mengagumi ruangan kerja Bu Maya yang sanga
12. Keluarga Super Baik"Biar enggak penasaran, kamu buka aja!," pinta Meisya padaku."Wawww," mata ini langsung membelalak seketika.Berkali-kali aku mencubit lembut pipi ini, aku seolah tak percaya dengan apa yang aku lihat. Membanyangakannya saja aku belum berani, memgingat harganya yang pasti cukup mahal buatku."Mei,, ini beneran buatku?, ini kan mahal banget," ucapku seolah tak percaya."Iya, Sandra. Ini buatmu hadiah dari keluragaku. Semoga bisa membantu pekerjaanmu juga dan lebih-lebih bisa kamu gunakan buat kuliahmu nanti," tutur Meisya menyakinkanku."Wah, aku masih sedikit tak percaya Mei, tapi maksih banyak ya keluargamu memang super baik sekali. Padahal tak ada ikatan apapun denganku," ucapku haru."Udah deh Sand, sekarang kamu coba ya. Semoga suka, sekalian aku mau pamit dulu ya." Pungkasnya padaku.
13. Liburan Pertama KaliHari ini aku sangat senang sekali, pagi hari aku bangun lantas bersiap untuk berangkat ketoko. Kebetulan tak ada jadwal ngampus, jadi aku bisa fokus dalam bekerja.Seperti biasa aku turut serta membantu menyelesaikan pekerjaan dapur, tak lupa juga menata sarapan menjadi bagianku. Menu nasi goreng seafood menjadi pilihan pagi ini, semoga saja semua anggota keluarga Pak Bayu menyukainya."Selamat pagi Pak, Bu. Sarapan sudah siap," sapaku pada pemilik rumah ini."Pagi juga Sandra. Wah, ada nasi goreng kesukaanku banget ini. Meisya mana Sand?," tanya Bu Maya padaku."Masih tidur Bu, semalam sudah berpesan hari ini dia enggak ada kelas. Jadi dia ingin bebas dari bangun pagi," jawabku santai."Kok gitu sih, Sand coba kamu kasih tau Meisya biar bisa belajar bangun pagi. Syukur-syukur mau membantu perkerjaan rumah," ucap P
14. Isi Hati Pak Bayu🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒Ucapan pak Bayu membuat aku terus berfikir dan hati ini diliputi dengan kebimbangan. Bimbang antara perasaanku sendiri dan rasa sungkanku pada kelurga pak Bayu yang sudah banyak membantuku.Aku tak mengira jika pada akhirnya atasanku itu memiliki perasaan yang lebih padaku. Jujur dalam hatiku, aku juga memiliki perasaan yang sama, tapi hati nurani ini masih ada rasa sedikit sungkan dengan Bu Maya.Tok. . Tokk. . ."Sandra, kamu lagi apa ini?," sapa Bu Maya, ia tiba-tiba saja masuk kedalam kamar Meisya yang sekaligus juga jadi kamarku."Eh. . Bu Maya, enggak Bu. Ini saya cuma mainin ponsel aja kok. Ada apa ya Bu?," tanyaku.Aku yang sedari tadi asik berbaring manja diatas ranjang, bergegas duduk. Tentu saja aku harus tetap menghormati Bu Maya sebagai atasanku.Wanita can
15. Dimandikan KemewahanAku hanya bisa mengiyakan dan mengikuti ajakan Mas Bayu untuk melihat seperti apa apartement yang beliau maksud. Beliau juga begitu antusias saat menujukkan hadiah itu padaku.Didepan ruang resepsionis Mas Bayu tak lupa berpesan pada bawahannya untuk tidak menggangunya, sebab ia sedang ada acara penting katanya. Benar-benar buaya ternyata pria beristri ini."Silahkan masuk sayangku," ucap Mas Bayu, ia membukakan pintu mobil untukku."Mas, jangan berlebih. Ntar karyawanmu pada curiga," protesku padanya, aku bergegas masuk kedalam mobil."Sudahlah, mereka juga tak akan bisa berbuat apa-apa kok." Balas Mas Bayu santai.Mas Bayu mulai melajukan mobil, yah meski sedikit berdebar tapi aku tak sabar melihat seperti apa apartement itu.Mobil ini terus melaju hingga tak lama berselang berbelok disebuah ba
16. Wanita Kedua tetap BahagiaMobil mewah yang dikemudikan oleh Mas Bayu, akhirnya kembali membawaku kegedung megah milik Bayu Kusuma Wijaya.Didepan gedung kami berdua sudah disambut hangat oleh para karyawan. Mereka seakan ikut segan padaku, mungkin semua itu juga pengaruh Mas Bayu yang berjalan tepat disampingku."Mas,, begini ya rasanya jadi Ceo. Begitu disegani banyak orang," bisikku tepat ditelinga Mas Bayu."Iya donk sayang,,, nikmati saja peranmu ini dengan sebaik-baiknya," balas Mas Bayu.Ia mengandengku begitu pintu lift terbuka lebar. Hanya beberapa langkah saja kami sudah sampai diruangan Ceo muda itu.Kriettt. . ."Welcome honney," ucap Mas Bayu."Makasih sayang,, kamu ini ternyata sweet banget ya. Aku kira awal pertama ketemu dulu kamu ini kaku, tegas tapi berwibawa," ledekku padanya.
22. Akhir yang Dinantikan"Sayang,, bangun. Udah pagi ini!," ucap Mas Bayu, ia menguncang pelan tubuh polosku yang masih tertutup selimut rapat."Emmm, Mas. Apa sih, baru juga jam berapa ini?, ada apa sayang?," ucapku cukup terkejut, tentu saja dengan suara khas orang bangun tidur."Kita berangkat kekampung dimana kamu dulu berasal yuk, semua berkas sudah diurus orang-orang kepercayaanku," papar Mas Bayu."Sayang, maksudnya apaan sih. Aku enggak ngerti," ucapku santai."Kita nikah resmi dikampungmu, aku kan juga butuh restu mertuaku disana, dan sekarang waktunya telah tiba. Tak ada yang perlu ditutupi lagi," ucapnya mengejutkanku.Benar juga apa yang ia katakan, sudah cukup lama aku menunggu waktu ini tiba. Bertemu Ayah, itu juga menjadi satu hal yang selaslu kunantikan.Satu h
21. Ketok Palu"Sayang, jam segini udah rapi banget. Mau kemana?," tanyaku pada Mas Bayu."Hari ini ada sidang putusan cerai sayangku, do'akan ya. Semua lancar dan pastinya kita bakal bebas tanpa gangguan dari mereka," papar Mas Bayu."Tentu sayang, habis masalah ini selesai. Jangan lupa kamu resmikan hubungan kita, baru deh aku kasih keturunan buatmu," pintaku Padanya. Aku tak ingin ambil resiko, hamil sementara hubunganku dengannya belum resmi oleh negara, kasihan juga dengan anak keturunanku kelak."Tentu saja sayangku, aku juga udah enggak sabar untuk menghamilimu," godanya tepat ditelingaku."Udah deh sayang, buruan sana berangkat. Semoga saja hari ini masalah udah beres semua." Pungkasku mengakhiri obrolan.Udah enggak sabar nih hati, bentar lagi aku bakal resmi jadi nyonyah Bayu yang sesungguhnya.
20. Tak Selamanya Berjalan MulusSaat ponsel kuhidupkan, banyak sekali notif masuk dari Bu Maya dan juga Meisya, Ada apa lagi mereka menghubungiku?.Kubuka satu persatu pesan beruntun dari Ibu dan anak itu. Selain pesan singkat, ada juga beberapa panggilan tak terjawab dari keduanya.Ting.[Sandra,, tolong aku Sand. Aku enggak tau bakal tinggal dimana lagi. Rumah mewah ini harus segera kami tinggalkan]. Pesan dari Meisya membuatku begitu terkejut.Ting[Sand,, tolongin Ibu Sand. Ibu dan Bapak memilik untuk berpisah, dan rumah ini bakal jadi bagian Pak Bayu]. Pesan dari Bu Maya.[Sandra, angkat telfon dariku]. Pesannya lagi.[Sandra,, kenapa telfonmu enggak aktif sih?]. Satu lagi pesan kubaca dari Bu Maya.Dan masih banyak pesan masuk lagi dari keduanya
19. Meleleh DibuatnyaRiasan natural dan sedikit polesan lipstik bernuansa nude kupilih untuk menghiasi paras manisku. Penuh tanya dalam kepala ini dengan maksud Mas Bayu menyuruh orang kepercayaannya untuk menjemputku."Mas,, kita bakal kemana?," tanyaku pada orang suruhan Mas Bayu."Nona nanti juga bakalan tau kok,, ini perintah dari Tuan Bayu," jawabnya dengan senyum mengembang.Mobil sport keluaran terbaru itu terus melaju, hingga pada akhirnya berbelok kearah Salon ternama dikota ini. Hati ini diliputi tanda tanya besar saat pria itu mengajakku turun dan masuk kedalam salon."Selamat datang disalon kami, selamat menikmati perawatan," sapa terapis salon tepat saat kami sampai didepan pintu."Dengan senang hati Mbak, tolong mix and mach nona ini secantik mungkin, dan pakekan gaun putih termahal yang
18. Isi Hati Anak TiriPertengkaran antara Mas Bayu dengan istrinya tentu saja menjadi berita bagus untukku. Dengan ini kesempatanku untuk menjadi wanita satu-satunya Mas bayu semakin terbuka lebar.Soal Meisya, aku tak mau ambil pusing. Meisya juga bukan anak kandung Mas Bayu, tentu saja bukan menjadi masalah denganya. Mamanya sendiri juga yang memilih pisah dengan kekasihku."Aduhh,, Mas Bayu. Kamu memang dambaanku banget. Dan sebentar lagi aku bakal jadi permaisuri dihidupmu," ucapku pada diri sendiri.Dari pada aku disini kesepian lebih baik aku jalan ke Mall deket sini, lumayan juga bisa sekalian cuci mata. Selain tampan kamu memang lelaki yang royal Mas Bayu.Drett. . .Drettt. . . DretttttttPonselku terus bergetar saat ada panggilan masuk disana. Nama Meisya kembali mengangguku, mau apa lagi anak haram itu. Anak yang lahir tanpa diharapkan.
17. Gundahnya Istri kekasihku 🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒Kutulis pesan singkat pada Mas Bayu sebelum bersiap untuk menuju kafe Unknow. Tentu saja, kekasihku itu mengijinkan aku untuk bertemu dengan istrinya. Sembari menuju keluar, kupesan ojek online untuk mengantarku ketempat tujuan. Antara penasaran dan sedikit rasa takut menyatu dan mengantarkanku menuju cafe. Sesampainya dilokasi ternyata Bu Maya belum kelihatan juga. Sengaja kupilih duduk disudut ruangan, agar terasa lebih santai dan bisa melihat pemandangan seisi cafe. "Sandra," teriak Bu Maya, ia berjalan menuju kearahku. "Eh Bu,,, baru sampai ya. Mau pesan apa, biar aku yang tlaktir deh sesekali" ucapku basa-basi. "Iya nih,,, tapi enggak usah deh Sand. Masa iya aku minta traktir sama kamu, enggak kebalik tuh," candanya padaku. Kami berdua memilih menu makanan dan minuman yang sama.
16. Wanita Kedua tetap BahagiaMobil mewah yang dikemudikan oleh Mas Bayu, akhirnya kembali membawaku kegedung megah milik Bayu Kusuma Wijaya.Didepan gedung kami berdua sudah disambut hangat oleh para karyawan. Mereka seakan ikut segan padaku, mungkin semua itu juga pengaruh Mas Bayu yang berjalan tepat disampingku."Mas,, begini ya rasanya jadi Ceo. Begitu disegani banyak orang," bisikku tepat ditelinga Mas Bayu."Iya donk sayang,,, nikmati saja peranmu ini dengan sebaik-baiknya," balas Mas Bayu.Ia mengandengku begitu pintu lift terbuka lebar. Hanya beberapa langkah saja kami sudah sampai diruangan Ceo muda itu.Kriettt. . ."Welcome honney," ucap Mas Bayu."Makasih sayang,, kamu ini ternyata sweet banget ya. Aku kira awal pertama ketemu dulu kamu ini kaku, tegas tapi berwibawa," ledekku padanya.
15. Dimandikan KemewahanAku hanya bisa mengiyakan dan mengikuti ajakan Mas Bayu untuk melihat seperti apa apartement yang beliau maksud. Beliau juga begitu antusias saat menujukkan hadiah itu padaku.Didepan ruang resepsionis Mas Bayu tak lupa berpesan pada bawahannya untuk tidak menggangunya, sebab ia sedang ada acara penting katanya. Benar-benar buaya ternyata pria beristri ini."Silahkan masuk sayangku," ucap Mas Bayu, ia membukakan pintu mobil untukku."Mas, jangan berlebih. Ntar karyawanmu pada curiga," protesku padanya, aku bergegas masuk kedalam mobil."Sudahlah, mereka juga tak akan bisa berbuat apa-apa kok." Balas Mas Bayu santai.Mas Bayu mulai melajukan mobil, yah meski sedikit berdebar tapi aku tak sabar melihat seperti apa apartement itu.Mobil ini terus melaju hingga tak lama berselang berbelok disebuah ba
14. Isi Hati Pak Bayu🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒Ucapan pak Bayu membuat aku terus berfikir dan hati ini diliputi dengan kebimbangan. Bimbang antara perasaanku sendiri dan rasa sungkanku pada kelurga pak Bayu yang sudah banyak membantuku.Aku tak mengira jika pada akhirnya atasanku itu memiliki perasaan yang lebih padaku. Jujur dalam hatiku, aku juga memiliki perasaan yang sama, tapi hati nurani ini masih ada rasa sedikit sungkan dengan Bu Maya.Tok. . Tokk. . ."Sandra, kamu lagi apa ini?," sapa Bu Maya, ia tiba-tiba saja masuk kedalam kamar Meisya yang sekaligus juga jadi kamarku."Eh. . Bu Maya, enggak Bu. Ini saya cuma mainin ponsel aja kok. Ada apa ya Bu?," tanyaku.Aku yang sedari tadi asik berbaring manja diatas ranjang, bergegas duduk. Tentu saja aku harus tetap menghormati Bu Maya sebagai atasanku.Wanita can