"A-apa? Pisah?!" Devan tersentak, jantungnya seolah-olah berhenti berdetak selama beberapa saat mendengar ucapan Seika barusan. Seika mengangguk lalu meminum susu stroberi yang Devan bawa untuknya. Gadis itu terlihat sangat tenang, berbanding terbalik dengan Devan yang terkejut bukan main setelah mendengar kata pisah yang keluar dari bibirnya. "Ka-kamu tidak serius kan, Sayang? Kamu tidak mungkin minta pisah, kan?" desah Devan terdengar kalut. Seika menggeleng pelan. Dia sudah memantapkan hatinya untuk berpisah dengan Devan. Sepertinya ini keputusan yang baik untuk mereka. Lagi pula dia sudah terlalu lelah disakiti terus-menerus oleh Devan. "Tidak." Devan menggeleng cepat, kekalutan tergambar jelas di wajahnya. "Mas tidak mau pisah sama kamu." "Mas!" Devan ingin menggenggam tangan Seika, tapi gadis itu cepat-cepat menyembunyikan tangannya seolah-olah tidak ingin disentuh. Devan pun memilih menurunkan kembali tangannya, dia paham kalau Seika masih marah pada dirinya. "Maafin mas,
"Kenapa makanan Cherry tidak habis?" Seorang wanita berusia awal tiga puluh tahunan yang menjadi guru di sekolah Cherry merasa heran karena anak itu lagi-lagi tidak menghabiskan jatah makan siangnya.Cherry menghela napas panjang, sejak tadi yang dia lakukan hanya diam sambil membolak-balik makanan yang ada di hadapannya tanpa minat."Cherry udah kenyang Miss.""Mau Miss Adisty ambilkan puding stroberi?" Adisty berusaha mencari cara lain agar Cherry mau makan.Cherry menggeleng pelan. Entah kenapa dia malas sekali makan, mungkin karena makanan yang disediakan oleh pihak sekolah tidak seenak buatan Seika.Sudah hampir seminggu Cherry tidak bertemu dengan Seika. Anak itu kangen sekali sama Seika dan ingin bertemu. Namun, Diana mengatakan kalau Seika harus dirawat di rumah sakit selama beberapa hari untuk memulihkan kondisinya.Sebagai anak yang baik dia hanya bisa menurut meskipun dia ingin sekali bertemu dengan Seika."Baiklah, Miss tidak akan memaksa kamu untuk makan. Tapi lain kali ma
Dentuman musik terdengar keras dari berbagai sudut kelab malam yang paling terkenal di Ibu Kota. Beberapa lelaki dan perempuan terlihat asyik meliuk-liukkan tubuhnya di atas lantai dansa. Di antara mereka bahkan ada yang asyik berciuman seolah-olah tidak tahu tempat.Seorang lelaki berwajah tampan terlihat duduk sendirian di meja bartender. Tidak sedikit wanita yang dengan suka hati menawarkan diri untuk menemaninya minum. Namun, lelaki itu terus saja menolak, tatapan kedua matanya pun sangat tajam seolah-olah menyuruh wanita itu agar enyah dari sisinya. Wanita itu pun akhirnya memilih pergi, membiarkan lelaki pemilik iris berwarna abu-abu itu menikmati malam sendirian.Devan kembali menuang sebotol wine ke dalam gelas. Dia menghabiskan minuman berwarna merah tersebut dalam satu kali tenggak padahal kondisinya sudah mabuk parah. Devan tidak pernah merasa sehancur ini sebelumnya. Dia bahkan tidak menangis ketika Elea meninggal. Namun, dia sekarang merasa sangat hancur setelah menerima
Bara menghentikan mobilnya tepat di halaman rumah Seika. Dia melihat keluar sebentar sebelum menatap Seika yang duduk tepat di sebelahnya."Kamu serius ingin tinggal di sini?" Bara mengulangi lagi pertanyaannya sejak mereka keluar dari apartemennya.Seika mengangguk lalu melepas sabuk pengaman yang melingkari tubuhnya. Gadis itu memutuskan untuk tinggal di rumahnya sendiri karena tidak ingin merepotkan Bara."By the way, aku tidak merasa keberatan sama sekali kalau kamu tinggal di apartemenku. Aku justru senang karena tidak tinggal sendirian lagi ""Iya, aku tahu. Tapi aku nggak enak kalau terus-terusan numpang di apartemen kamu, Bara."Bara menghela napas panjang. "Apa kamu lupa kalau Satria memintaku untuk menjaga kamu? Lagi pula aku sudah menganggapmu seperti ...." Napas Bara tercekat. Entah kenapa dia merasa tidak sanggup menganggap Seika sebagai adik kandungnya. Bara ingin menjadikan Seika sebagai pendamping hidupnya. Namun, gadis itu tidak mempunyai perasaan sedikit pun pada dir
Satu persatu pengujung Universe Cafe mulai beranjak pergi meninggalkan tempat makan itu. Semua pelayan pun bergegas membersihkan sisa pernak-pernik pesta ulang tahun salah satu pelanggan setia Universe Cafe yang dirayakan di sana, termasuk Seika. Gadis itu sedang membereskan gelas dan piring kotor yang ada di atas meja lalu membawanya ke belakang untuk dicuci."Seika, bisa tolong buang ini ke tempat sampah?"Seika mengangguk setelah mendengar ucapan dari salah satu rekan kerjanya. Dia pun bergegas membawa dua kantung sampah berukuran lumayan besar ke belakang kafe untuk dibuang.Seika mengusap keringat yang membasahi pelipisnya. Acara ulang tahun tadi berlangsung sangat meriah. Semua anak-anak tertawa bahagia ketika melihat tingkah badut yang lucu dan menggemaskan. Melihat tawa mereka setidaknya bisa mengurangi sedikit rasa rindunya pada Cherry.Jujur, perasaan Seika sejak tadi tidak tenang. Entah kenapa dia terus memikirkan Cherry. Apa lagi dia pergi begitu saja tanpa berpamitan pada
Seika sejak tadi terus berbalik mencari posisi tidur yang nyaman. Entah kenapa kedua matanya sulit sekali untuk dipejamkan padahal sekarang sudah hampir jam dua belas malam. Dia tidak bisa tidur.Helaan napas panjang kembali lolos dari bibir Seika. Raut cemas tergambar jelas di wajah cantiknya. Sejak tadi yang dia lakukan hanya diam sambil memandangi langit-langit kamarnya karena memikirkan Cherry.Rasanya Seika ingin sekali pergi ke rumah Diana untuk memastikan bagaimana keadaan Cherry sekarang. Namun, egonya lagi-lagi menahan keras keinginannya untuk pergi ke sana. Seika takut dia akan semakin sulit untuk melupakan Devan jika terus berhubungan dengan orang-orang yang berada di dekat lelaki itu, termasuk Cherry.Apa yang harus dia lakukan? Seika benar-benar bingung sekarang.Waktu terus berputar, malam pun semakin larut. Seika pun memaksakan kedua matanya untuk tidur karena dia besok harus pergi bekerja. Seika terbangun tepat pukul emapt. Dia memutuskan untuk menyiapkan sarapan di da
Seika tanpa sadar mencengkeram nampan yang ada di tangannya dengan erat lalu melangkahkan kedua kakinya pergi meninggalkan Devan sebelum perasaannya luluh karena bagaimana pun juga Devan sudah melukai hatinya begitu dalam dan membuatnya kehilangan buah hati untuk selamanya.Helaan napas panjang lolos dari bibir plum milik Devan melihat Seika yang berjalan semakin menjauh darinya. Raut kecewa tergambar jelas di wajah tampannya karena dia lagi-lagi gagal mendapatkan kesempatan kedua dari Seika.Namun, Devan tidak ingin menyerah. Dia besok akan kembali datang untuk meminta maaf pada Seika dan memperbaiki semuanya.Keesokan harinya Devan kembali datang ke Univers Cafe. Dia bahkan membawa pekerjaannya untuk dikerjakan di sana. Penampilan Devan terlihat sangat mencolok di antara pengunjung Univers Cafe yang lain. Wajah tampan dan postur tubuhnya yang bagus berhasil menarik perhatian seluruh wanita yang berada di sana. Padahal dia hanya memakai setelan kerja seperti biasa."Kopi ini pesanan
"Seika, aku pulang dulu, ya?""Iya," sahut Seika sambil menyeret satu kantong plastik sampah berukuran besar ke belakang untuk dibuang. Gadis itu menjadi orang terakhir yang berada di Univers Cafe karena mendapat tugas untuk menutup kafe hari ini."Butuh bantuan?"Seika mendongak agar bisa menatap wajah temannya yang berdiri tepat di hadapan sebelum membuang kantong sampah terakhir yang dia bawa ke tempat pembuangan sampah."Tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri," tolaknya halus."Jangan lupa periksa kembali bahan makanan yang ada di kulkas dan oven sebelum pulang.""Iya."Selesai membuang sampah, Seika bergegas memeriksa bahan makanan di kulkas untuk besok. Tidak lupa dia memeriksa oven apakah sudah dimatikan dengan benar agar tidak terjadi kebakaran. Setelah selesai dia segera bersiap untuk pulang dan mengunci pintu kafe.Seika duduk sendirian di depan kafe menunggu ojek online yang dia pesan datang karena Bara tidak bisa menjemputnya. Lelaki itu sedang menunggu sang ibu yang m
Devan mengerjapkan kedua matanya perlahan ketika cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam kamar jatuh mengenai wajah tampannya. Senyum tipis menghiasi bibirnya ketika melihat Seika yang masih tertidur lelap di dalam dekapannya.Waktu ternyata berjalan dengan begitu cepat. Tidak terasa sudah dua tahun lebih dia menjalani hidup rumah tangga bersama Seika. Devan pikir dia akan merasa jenuh, tapi perasaannya pada Seika ternyata tidak berubah, malah tumbuh semakin besar.Devan mendekap Seika semakin erat lalu mendaratkan sebuah kecupan manis di bibir gadis itu. Sebuah rutinitas yang selalu dia lakukan setiap pagi."Kamu udah bangun, Mas?" "Iya."Tumben banget Mas udah bangun. Memangnya sekarang jam berapa, sih?"Devan melirik jam yang menempel di dinding kamar sebelum menjawab pertanyaan Seika."Hampir jam tujuh."Kedua mata Seika sontak terbuka, dia ingin bangun karena harus menyiapkan sarapan untuk Devan dan Cherry, tapi kepalanya mendadak terasa pusing."Kamu baik-
Devan terpaksa menunda bulan madunya yang kedua bersama Seika karena Bara tidak memberinya waktu untuk beristirahat sedikit pun semenjak menggantikan Pramudya menjadi sekretaris sekaligus orang kepercayaannya. Sejak pagi dia harus memeriksa laporan, lalu meninjau proyek pembangunan hotel baru miliknya setelah itu bertemu dengan beberapa investor dari luar negri sampai sore. Rasanya benar-benar melelahkan.Devan melonggarkan dasi yang terasa seperti mencekik lehernya setelah itu menggulung lengan kemejanya sampai sebatas siku. Helaan napas panjang lolos dari bibirnya setelah melihat tumpukan berkas yang ada di atas meja. Entah kenapa berkas tersebut masih banyak padahal dia sudah memeriksanya sejak tadi."Aku sudah selesai merevisi perjanjian kerja sama dengan CT Corp. Jangan lupa baca berkas perjanjian itu dengan teliti sebelum tanda tangan." Bara meletakkan berkas yang dibawanya tepat di depan Devan."Apa kamu tidak lihat sekarang jam berapa?"Bara melihat benda mungil bertali yang m
"Jadi gimana? Mas udah dapat izin dari Bara buat ajak aku tinggal di rumah lagi?" Seika meletakkan sendoknya karena es krim-nya sudah habis.Mereka mampir ke sebuah toko es krim setelah menjemput Cherry di sekolah. Devan seperti seorang pengasuh yang sedang menjaga dua bayi sekarang, sejak tadi yang dia lakukan hanya diam memandangi Seika dan Cherry yang begitu lahap menyantap es krim mereka."Mau tambah lagi?"Seika refleks mengangguk mendengar pertanyaan Devan barusan karena satu gelas es krim tidak akan bisa membuatnya kenyang. Namun, sedetik kemudian dia menggelengkan kepala. "Ish ... jawab dulu pertanyaanku. Bara ngasih Mas izin nggak buat bawa aku?"Devan mengangguk lalu mencomot satu buah cookies milik Cherry yang ada di atas meja. Rasanya ternyata terlalu manis dan Devan kurang menyukainya, kecuali bibir Seika. Entah kenapa bibir gadis itu seperti candu yang membuatnya selalu ketagihan."Sungguh?" Seika menatap Devan dengan pandangan tidak percaya."Iya ...," jawab Devan sambi
Sinar matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam ruangan serba putih itu tidak berhasil mengusik sepasang sejoli yang sedang tidur di atas ranjang. Seika tidur begitu nyenyak dalam dekapan Devan. Dia bahkan menenggelamkan wajahnya di dada bidang Devan seolah-olah dada lelaki itu adalah tempat paling nyaman baginya.Devan semakin mempererat dekapannya ketika merasakan pergerakan kecil dari Seika. Senyum tipis menghiasi bibirnya ketika teringat dengan kejadian yang dialaminya semalam. Devan tidak pernah menyangka kalau Seika akhirnya mau memaafkan semua kesalahannya dan memberi kesempatan. Padahal kesalahan yang dia lakukan sangat fatal. Dia benar-benar beruntung.Devan bersumpah, dia akan berusaha untuk membahagiakan Seika dan tidak akan pernah menyakiti hati gadis itu. Itu janjinya."Terima kasih sudah memberi saya kesempatan, Seika. I love you ...." Devan mengecup puncak kepala Seika dengan begitu dalam seolah-olah mencurahkan seluruh perasaannya pada gadis itu.Apa yang
"Seika."Seika tergagap ketika Bara menyentuh lengannya pelan."Kita sudah sampai."Seika mengedarkan pandang ke sekitar. Dia tidak menyadari jika mobil yang membawanya berhenti di depan rumahnya karena terlalu memikirkan Devan.Bara melepas sabuk pengamannya, setelah itu turun dan membukakan pintu mobil untuk Seika. "Hati-hati," ucapnya sambil menaruh telapak tangannya di atas puncak kepala Seika untuk melindungi gadis itu.Seika mengangguk, dia turun dengan hati-hati dari mobil Bara. Namun, dia nyaris terjatuh karena kedua lututnya terasa gemetar, untung saja Bara dengan cepat menahan tubuhnya."Kamu baik-baik saja?" Raut cemas tergambar jelas di wajah tampan Bara. Kedua tangannya melingkar di pinggang Seika dengan erat."Kepalaku pusing."Tanpa banyak kata Bara menggendong Seika ala brydal style masuk ke dalam rumahnya. Seika menyandarkan kepalanya di dada bidang Bara, tubuhnya terasa sangat lemas karena kebanyakan menangis. Apa lagi tidak ada makanan apa pun yang masuk ke dalam pe
Bara menghela napas panjang, padahal tadi siang langit terlihat begitu cerah. Namun, sekarang malah turun hujan, bahkan sangat deras. Cuaca akhir-akhir ini memang sulit diprediksi, apa lagi di pergantian musim seperti sekarang. Saat siang cuaca terasa sangat panas, tapi bisa sangat dingin ketika malam.Bara melihat benda mungil bertali yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Ternyata sekarang sudah jam delapan malam. Entah kenapa perasaan Bara sejak tadi tidak tenang. Dia terus kepikiran dengan Seika padahal gadis itu pasti sedang bersenang-senang bersama Cherry dan Devan.Jujur saja Bara sampai sekarang masih memiliki perasaan pada Seika. Namun, dia akan berusaha keras melupakan perasaannya karena bagaimana pun juga Seika sudah menjadi milik Devan."Anak ibu kenapa? Ibu perhatikan kamu melamun terus dari tadi."Bara sontak menoleh, menatap sang ibu yang sedang menyentuh lengannya dengan lembut. "Bara baik-baik saja, Bu," jawabnya sambil mengulas senyum pada wanita yang sudah melah
Suasana Univers Cafe pagi ini tidak begitu ramai, mungkin karena tempat makan itu baru saja dibuka. Biasanya Devan selalu datang tepat pukul sembilan. Namun, lelaki itu belum kelihatan batang hidungnya sampai sekarang.Apa mungkin Devan tidak datang?"Ini pesanan Anda, Nona. Selamat menikmati." Seika menaruh sepiring nasi goreng sea food di atas meja sambil melirik ke arah pintu. Raut kecewa tergambar jelas di wajah cantiknya karena lelaki yang dia tunggu sejak tadi tidak kunjung datang.Kenapa Devan tidak datang? Apa lelaki itu sudah lelah memperjuangkannya?"Maaf, saya tidak pesan nasi goreng sea food, Mbak."Seika tergagap, dia pun buru-buru mengambil nasi goreng tersebut dan meminta maaf. "Maaf, saya salah meja.""Tidak apa-apa, Mbak."Seika tersenyum sungkan pada pelanggan tersebut lalu mengantar nasi goreng sea food yang dibawanya ke meja nomor empat."Salah nganter pesanan lagi?" tanya salah satu temannya ketika dia kembali ke belakang."Enggak.""Bohong. Aku tadi lihat sendiri
Seika mengusap rambutnya yang sedikit basah dengan handuk kecil sambil melirik ponselnya yang tergeletak di atas meja. Tanpa sadar dia mendengkus kesal karena tidak ada notifikasi masuk di ponselnya padahal Devan biasanya selalu memberi kabar jika sudah tiba di rumah.Kenapa Devan tidak memberi kabar sampai sekarang? Apa lelaki itu belum tiba di rumah?"Ish! Aku kenapa, sih?" Seika refleks memukul kepalanya sendiri setelah menyadari apa yang baru saja dia pikirkan. Seharusnya dia tidak perlu merasa cemas karena dia masih marah dengan Devan. Namun, Seika tidak bisa membohongi perasaannya sendiri kalau dia khawatir dengan lelaki itu.Haruskah dia menghubungi Devan lebih dulu?Seika pun mengambil ponselnya yang berada di atas meja. Selama tiga puluh detik yang dia lakukan hanya diam sambil memandangi layar ponselnya. Rasanya Seika ingin sekali mengirim pesan pada Devan. Namun, dia terlalu gengsi untuk melakukannya. Lagi pula dia seharusnya tidak perlu mengkhawatirkan lelaki itu.Seika me
"Seika, aku pulang dulu, ya?""Iya," sahut Seika sambil menyeret satu kantong plastik sampah berukuran besar ke belakang untuk dibuang. Gadis itu menjadi orang terakhir yang berada di Univers Cafe karena mendapat tugas untuk menutup kafe hari ini."Butuh bantuan?"Seika mendongak agar bisa menatap wajah temannya yang berdiri tepat di hadapan sebelum membuang kantong sampah terakhir yang dia bawa ke tempat pembuangan sampah."Tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri," tolaknya halus."Jangan lupa periksa kembali bahan makanan yang ada di kulkas dan oven sebelum pulang.""Iya."Selesai membuang sampah, Seika bergegas memeriksa bahan makanan di kulkas untuk besok. Tidak lupa dia memeriksa oven apakah sudah dimatikan dengan benar agar tidak terjadi kebakaran. Setelah selesai dia segera bersiap untuk pulang dan mengunci pintu kafe.Seika duduk sendirian di depan kafe menunggu ojek online yang dia pesan datang karena Bara tidak bisa menjemputnya. Lelaki itu sedang menunggu sang ibu yang m