"Mmhh ...." Tubuh Seika meremang hebat. Wajahnya semakin memerah ketika suara ciumannya dan Devan tertangkap oleh indera pendengarannya. Dia ingin segera dipuaskan oleh Devan yang sekarang sedang menindih tubuhnya.Lenguhan Seika yang tertelan dalam ciuman membuat suasana semakin terasa panas. Devan bahkan tidak bisa menahan tangannya untuk memberikan sentuhan lembut pada paha mulus Seika yang tertutupi gaun tidur."Erngh ...." Devan melepas pagutan bibirnya ketika mendegar erangan halus yang keluar dari bibir mungil Seika. Seika pun segera menarik napas sebanyak mungkin untuk memasok oksigen ke dalam paru-parunya. Devan kembali mendekat, menepis jarak di antara mereka lantas menyatukan kembali bibir mereka. Seika memejamkan kedua matanya perlahan ketika Devan menyusupkan lidah ke dalam mulutnya. Mengobrak-abrik dan menginvasi seluruh bagian dari mulutnya dengan begitu lembut dan penuh perasaan. Lenguhan itu lolos begitu saja dari bibirnya karena Devan tiba-tiba meremas dadanya denga
"Cherry mau masak apa?""Susu.""Susu tidak dimasak dong, Sayang."Seika tersenyum mendengar jawaban yang keluar dari bibir mungil Cherry. Ternyata menemani Cherry yang sedang bermain masak-masakan rasanya cukup menyenangkan, apalagi mainan yang Devan beli untuk Cherry mirip sekali dengan alat-alat dapur yang asli. Ukurannya bahkan sesuai dengan tubuh Cherry yang kecil.Devan mematikan laptopnya, kemudian meletakkan benda itu di atas meja. "Kalau tidak dimasak, harusnya diapakan?""Silly questions!" Seika refleks melempar bantal yang ada di dekatnya ke arah Devan. Untung saja Devan berhasil menangkapnya."Mas kan, tanya serius.""Ish! Nyebelin!" Seika mengerucutkan bibir kesal.Devan terkekeh pelan melihat semburat merah yang menghiasi wajah cantik Seika. Sepertinya menggoda Seika akan menjadi hoby barunya mulai sekarang."Cherry, susunya sudah jadi belum?""Sebentar lagi, Pa."Devan mengembuskan napas panjang. Akhir-akhir ini dia jarang sekali menghabiskan waktu bersama Seika karena
"Oh iya, Pak. Tolong koordinasikan waktu dengan tim managemen proyek, kita kontrol pembangunan gedung baru setelah makan siang.""Baik, Tuan." Pramudya dengan setia mengekori Devan yang berjalan meninggalkan ruang rapat. "Saya juga ingin memberitahu Anda kalau data analisis untuk retargeting marketing sudah saya kirim ke email Anda.""Terima kasih, Pak. Apa ada hal lain lagi?""Tidak ada, Tuan."Devan hanya mengangguk untuk menanggapi ucapan Pramudya barusan. Sejak pagi dia sudah sibuk memeriksa laporan dan memimpin rapat sampai jam sebelas siang. Dia bahkan tidak sempat memeriksa ponselnya.Devan terkejut karena seorang office boy tiba-tiba menabrak tubuhnya hingga membuat minuman yang dibawa office boy tersebut tumpah, mengotori kemeja mahal milknya."Ma-maaf, Pak. Saya tidak sengaja. Tolong jangan pecat saya," ucap office boy tersebut takut-takut. Sumpah demi apa pun dia tidak sengaja menabrak Devan hingga membuat minuman yang dibawanya tumpah dan mengotori kemeja lelaki itu.Beber
Flora mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat hingga buku jarinya terlihat memutih. Iris hitamnya tidak berpaling sedikit pun hingga mobil yang dikendarai Noah sudah tidak terlihat lagi oleh pandangannya.Flora merasa sangat kecewa sekaligus sakit hati setelah tahu kalau Devan sudah menikah dan memiliki anak, padahal dia kembali demi lelaki itu.Ini tidak adil. Dia harus bisa membuat Devan kembali ke pelukannya bagaimana pun caranya karena dia yakin sekali kalau Devan masih memiliki perasaan yang sama dengannya."Tunggu saja, Devan! Aku pasti akan membuatmu jatuh ke pelukanku lagi!" desisnya terdengar tajam lalu pergi meninggalkan sekolah Cherry.Sementara itu Noah berusaha fokus mengendarai mobilnya walaupun pikirannya sedang melayang ke mana-mana. Memikirkan Flora tepatnya. Noah akhirnya berhasil mengingat wanita bergaun hijau muda yang bertemu dengannya di sekolah Cherry tadi. Dia, Flora, cinta pertama Devan.Devan dulu menjalin hubungan yang cukup lama dengan Flora ketika duduk di b
"Sayang, makan siang sudah siap." Devan memutar kenop pintu yang ada di hadapannya lalu berjalan memasuki kamar. Senyum tipis menghiasi bibirnya melihat Seika yang sedang tertidur lelap. Dia pun mendekat lalu mendudukkan diri di tepi ranjang."Sayang, bangun," ucapnya sambil mengusap puncak kepala Seika dengan lembut. Devan sebenarnya tidak tega membangunkan Seika, tapi dia harus melakukannya karena Seika belum makan siang.Seika mengerjapkan kedua matanya perlahan. Kening gadis itu berkerut dalam melihat Devan yang sedang tersenyum lembut pada dirinya."Mas sudah selesai memasak. Kita makan dulu, ya?"Seika menguap pelan, dia merenggangkan otot tubuhnya yang terasa kaku lalu bersandar di ujung ranjang. "Sepertinya aku ketiduran waktu menunggu Mas memasak. Maaf ya, Mas?""Tidak apa-apa, Sayang. Jangan minta maaf. Kamu mau makan di kamar atau di luar?""Aku mau makan di luar saja.""Serius?" Devan menatap Seika dengan lekat untuk memastikan kalau gadis itu sudah baik-baik saja."Iya, M
"Iya, Van. Ini aku, Floramu."Devan tersentak, jantungnya berdentam hebat di dalam rongga dadanya. Tanpa sadar tangannya mencengkeram ponsel di genggaman dengan erat.Awalnya Devan tidak percaya kalau orang yang meneleponnya sekarang adalah Flora, tapi dia sekarang sangat yakin kalau itu memang Flora, cinta pertamanya."Sudah lama sekali aku tidak melihatmu. Apa kita bisa bertemu?"Devan masih terdiam. Jujur saja dia terkejut bukan main karena Flora kembali menghubunginya setelah pergi meninggalkannya begitu saja. Kenangan-kenangan indah dan menyenangkan yang pernah dia lalui bersama wanita itu pun seketika masuk ke dalam pikirannya. Memenuhi setiap ruang di dalam pikirannya. Dia belum siap."Devan, kamu masih di situ, kan?"Devan tergagap. Dia bingung harus menjawab apa karena dia sekarang sudah menikah dengan Seika. Akan tetapi di lain sisi dia juga ingin bertemu dengan Flora untuk menyelesaikan kisah mereka yang belum usai.Apa yang harus dia lakukan? Dia benar-benar bingung sekara
Flora mengetuk layar ponselnya berulang-ulang kali untuk memeriksa apakah ada pesan masuk dari Devan. Namun, sudah hampir tiga jam dia menunggu tidak ada satu pun pesan masuk dari Devan.Ke mana Devan? Kenapa lelaki itu tidak membalas pesannya?"Sialan!" Flora membanting ponselnya dengan kesal hingga membuat layarnya retak. Dia sudah rela datang ke Indonesia dan meninggalkan keluarganya agar bisa kembali bersama Devan, tapi lelaki itu malah mengabaikannya.Menyebalkan!Flora mengubek-ubek tas selempangnya untuk mencari rokok. Wanita berusia dua puluh sembilan tahun itu memang selalu merokok jika pikirannya sedang kacau seperti sekarang. Gerakan tangannya tiba-tiba terhenti ketika menemukan sebuah undangan yang ada di dalam tas. Senyum sinis menghiasi bibir Flora ketika melihat undangan reuni yang diadakan oleh teman-temannya saat SMA bersama Devan. Dia akan memanfaatkan acara itu untuk bertemu dengan Devan dan menjelaskan semuanya. Setelah itu dia akan membuat Devan kembali jatuh ke p
"Uncle Bara!" Cherry berlari kecil menghampiri Bara ketika datang ke sekolah untuk menjemputnya lalu mengulurkan kedua tangannya ke atas, minta digendong.Bara pun segera meraih tubuh mungil Cherry ke dalam gendongan dan mengecup kedua pipi Cherry dengan penuh sayang. Bara dan Cherry memang pernah bertemu selama beberapa kali. Cherry pun merasa nyaman berada di dekat lelaki itu."Cherry kangen sekali sama Uncle." Cherry mengecup kedua pipi Bara sekilas membuat lelaki yang dicium terkikik geli."Loh, kok, sama?" Bara pura-pura terkejut. "Uncle juga kangen sekali sama Cherry."Cherry terkikik geli karena Bara mengusap puncak kepalanya dengan lembut."Cie, ada yang lagi kangen-kangenan, nih. Udah selesai belum kangen-kangenannya?""Belum," jawab Bara dan Cherry kompak membuat Seika mendengkus kesal. Padahal dia ingin menggoda Bara dan Cherry, tapi mereka malah balik menggodanya.Menyebalkan!Bara membuka pintu mobilnya bagian belakang lalu mendudukkan Cherry di sana. Tidak lupa dia memas
Devan mengerjapkan kedua matanya perlahan ketika cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam kamar jatuh mengenai wajah tampannya. Senyum tipis menghiasi bibirnya ketika melihat Seika yang masih tertidur lelap di dalam dekapannya.Waktu ternyata berjalan dengan begitu cepat. Tidak terasa sudah dua tahun lebih dia menjalani hidup rumah tangga bersama Seika. Devan pikir dia akan merasa jenuh, tapi perasaannya pada Seika ternyata tidak berubah, malah tumbuh semakin besar.Devan mendekap Seika semakin erat lalu mendaratkan sebuah kecupan manis di bibir gadis itu. Sebuah rutinitas yang selalu dia lakukan setiap pagi."Kamu udah bangun, Mas?" "Iya."Tumben banget Mas udah bangun. Memangnya sekarang jam berapa, sih?"Devan melirik jam yang menempel di dinding kamar sebelum menjawab pertanyaan Seika."Hampir jam tujuh."Kedua mata Seika sontak terbuka, dia ingin bangun karena harus menyiapkan sarapan untuk Devan dan Cherry, tapi kepalanya mendadak terasa pusing."Kamu baik-
Devan terpaksa menunda bulan madunya yang kedua bersama Seika karena Bara tidak memberinya waktu untuk beristirahat sedikit pun semenjak menggantikan Pramudya menjadi sekretaris sekaligus orang kepercayaannya. Sejak pagi dia harus memeriksa laporan, lalu meninjau proyek pembangunan hotel baru miliknya setelah itu bertemu dengan beberapa investor dari luar negri sampai sore. Rasanya benar-benar melelahkan.Devan melonggarkan dasi yang terasa seperti mencekik lehernya setelah itu menggulung lengan kemejanya sampai sebatas siku. Helaan napas panjang lolos dari bibirnya setelah melihat tumpukan berkas yang ada di atas meja. Entah kenapa berkas tersebut masih banyak padahal dia sudah memeriksanya sejak tadi."Aku sudah selesai merevisi perjanjian kerja sama dengan CT Corp. Jangan lupa baca berkas perjanjian itu dengan teliti sebelum tanda tangan." Bara meletakkan berkas yang dibawanya tepat di depan Devan."Apa kamu tidak lihat sekarang jam berapa?"Bara melihat benda mungil bertali yang m
"Jadi gimana? Mas udah dapat izin dari Bara buat ajak aku tinggal di rumah lagi?" Seika meletakkan sendoknya karena es krim-nya sudah habis.Mereka mampir ke sebuah toko es krim setelah menjemput Cherry di sekolah. Devan seperti seorang pengasuh yang sedang menjaga dua bayi sekarang, sejak tadi yang dia lakukan hanya diam memandangi Seika dan Cherry yang begitu lahap menyantap es krim mereka."Mau tambah lagi?"Seika refleks mengangguk mendengar pertanyaan Devan barusan karena satu gelas es krim tidak akan bisa membuatnya kenyang. Namun, sedetik kemudian dia menggelengkan kepala. "Ish ... jawab dulu pertanyaanku. Bara ngasih Mas izin nggak buat bawa aku?"Devan mengangguk lalu mencomot satu buah cookies milik Cherry yang ada di atas meja. Rasanya ternyata terlalu manis dan Devan kurang menyukainya, kecuali bibir Seika. Entah kenapa bibir gadis itu seperti candu yang membuatnya selalu ketagihan."Sungguh?" Seika menatap Devan dengan pandangan tidak percaya."Iya ...," jawab Devan sambi
Sinar matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam ruangan serba putih itu tidak berhasil mengusik sepasang sejoli yang sedang tidur di atas ranjang. Seika tidur begitu nyenyak dalam dekapan Devan. Dia bahkan menenggelamkan wajahnya di dada bidang Devan seolah-olah dada lelaki itu adalah tempat paling nyaman baginya.Devan semakin mempererat dekapannya ketika merasakan pergerakan kecil dari Seika. Senyum tipis menghiasi bibirnya ketika teringat dengan kejadian yang dialaminya semalam. Devan tidak pernah menyangka kalau Seika akhirnya mau memaafkan semua kesalahannya dan memberi kesempatan. Padahal kesalahan yang dia lakukan sangat fatal. Dia benar-benar beruntung.Devan bersumpah, dia akan berusaha untuk membahagiakan Seika dan tidak akan pernah menyakiti hati gadis itu. Itu janjinya."Terima kasih sudah memberi saya kesempatan, Seika. I love you ...." Devan mengecup puncak kepala Seika dengan begitu dalam seolah-olah mencurahkan seluruh perasaannya pada gadis itu.Apa yang
"Seika."Seika tergagap ketika Bara menyentuh lengannya pelan."Kita sudah sampai."Seika mengedarkan pandang ke sekitar. Dia tidak menyadari jika mobil yang membawanya berhenti di depan rumahnya karena terlalu memikirkan Devan.Bara melepas sabuk pengamannya, setelah itu turun dan membukakan pintu mobil untuk Seika. "Hati-hati," ucapnya sambil menaruh telapak tangannya di atas puncak kepala Seika untuk melindungi gadis itu.Seika mengangguk, dia turun dengan hati-hati dari mobil Bara. Namun, dia nyaris terjatuh karena kedua lututnya terasa gemetar, untung saja Bara dengan cepat menahan tubuhnya."Kamu baik-baik saja?" Raut cemas tergambar jelas di wajah tampan Bara. Kedua tangannya melingkar di pinggang Seika dengan erat."Kepalaku pusing."Tanpa banyak kata Bara menggendong Seika ala brydal style masuk ke dalam rumahnya. Seika menyandarkan kepalanya di dada bidang Bara, tubuhnya terasa sangat lemas karena kebanyakan menangis. Apa lagi tidak ada makanan apa pun yang masuk ke dalam pe
Bara menghela napas panjang, padahal tadi siang langit terlihat begitu cerah. Namun, sekarang malah turun hujan, bahkan sangat deras. Cuaca akhir-akhir ini memang sulit diprediksi, apa lagi di pergantian musim seperti sekarang. Saat siang cuaca terasa sangat panas, tapi bisa sangat dingin ketika malam.Bara melihat benda mungil bertali yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Ternyata sekarang sudah jam delapan malam. Entah kenapa perasaan Bara sejak tadi tidak tenang. Dia terus kepikiran dengan Seika padahal gadis itu pasti sedang bersenang-senang bersama Cherry dan Devan.Jujur saja Bara sampai sekarang masih memiliki perasaan pada Seika. Namun, dia akan berusaha keras melupakan perasaannya karena bagaimana pun juga Seika sudah menjadi milik Devan."Anak ibu kenapa? Ibu perhatikan kamu melamun terus dari tadi."Bara sontak menoleh, menatap sang ibu yang sedang menyentuh lengannya dengan lembut. "Bara baik-baik saja, Bu," jawabnya sambil mengulas senyum pada wanita yang sudah melah
Suasana Univers Cafe pagi ini tidak begitu ramai, mungkin karena tempat makan itu baru saja dibuka. Biasanya Devan selalu datang tepat pukul sembilan. Namun, lelaki itu belum kelihatan batang hidungnya sampai sekarang.Apa mungkin Devan tidak datang?"Ini pesanan Anda, Nona. Selamat menikmati." Seika menaruh sepiring nasi goreng sea food di atas meja sambil melirik ke arah pintu. Raut kecewa tergambar jelas di wajah cantiknya karena lelaki yang dia tunggu sejak tadi tidak kunjung datang.Kenapa Devan tidak datang? Apa lelaki itu sudah lelah memperjuangkannya?"Maaf, saya tidak pesan nasi goreng sea food, Mbak."Seika tergagap, dia pun buru-buru mengambil nasi goreng tersebut dan meminta maaf. "Maaf, saya salah meja.""Tidak apa-apa, Mbak."Seika tersenyum sungkan pada pelanggan tersebut lalu mengantar nasi goreng sea food yang dibawanya ke meja nomor empat."Salah nganter pesanan lagi?" tanya salah satu temannya ketika dia kembali ke belakang."Enggak.""Bohong. Aku tadi lihat sendiri
Seika mengusap rambutnya yang sedikit basah dengan handuk kecil sambil melirik ponselnya yang tergeletak di atas meja. Tanpa sadar dia mendengkus kesal karena tidak ada notifikasi masuk di ponselnya padahal Devan biasanya selalu memberi kabar jika sudah tiba di rumah.Kenapa Devan tidak memberi kabar sampai sekarang? Apa lelaki itu belum tiba di rumah?"Ish! Aku kenapa, sih?" Seika refleks memukul kepalanya sendiri setelah menyadari apa yang baru saja dia pikirkan. Seharusnya dia tidak perlu merasa cemas karena dia masih marah dengan Devan. Namun, Seika tidak bisa membohongi perasaannya sendiri kalau dia khawatir dengan lelaki itu.Haruskah dia menghubungi Devan lebih dulu?Seika pun mengambil ponselnya yang berada di atas meja. Selama tiga puluh detik yang dia lakukan hanya diam sambil memandangi layar ponselnya. Rasanya Seika ingin sekali mengirim pesan pada Devan. Namun, dia terlalu gengsi untuk melakukannya. Lagi pula dia seharusnya tidak perlu mengkhawatirkan lelaki itu.Seika me
"Seika, aku pulang dulu, ya?""Iya," sahut Seika sambil menyeret satu kantong plastik sampah berukuran besar ke belakang untuk dibuang. Gadis itu menjadi orang terakhir yang berada di Univers Cafe karena mendapat tugas untuk menutup kafe hari ini."Butuh bantuan?"Seika mendongak agar bisa menatap wajah temannya yang berdiri tepat di hadapan sebelum membuang kantong sampah terakhir yang dia bawa ke tempat pembuangan sampah."Tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri," tolaknya halus."Jangan lupa periksa kembali bahan makanan yang ada di kulkas dan oven sebelum pulang.""Iya."Selesai membuang sampah, Seika bergegas memeriksa bahan makanan di kulkas untuk besok. Tidak lupa dia memeriksa oven apakah sudah dimatikan dengan benar agar tidak terjadi kebakaran. Setelah selesai dia segera bersiap untuk pulang dan mengunci pintu kafe.Seika duduk sendirian di depan kafe menunggu ojek online yang dia pesan datang karena Bara tidak bisa menjemputnya. Lelaki itu sedang menunggu sang ibu yang m