Seika terus berbalik mencari posisi tidur yang nyaman, malam ini dia tidak bisa tidur karena ucapan Diana tadi terus terngiang-ngiang di pikirannya. Seika tidak pernah menyangka Diana tiba-tiba memintanya untuk menjadi mama tiri Cherry.Apa Diana sudah kehilangan akal? Kenapa wanita itu ingin sekali menjadikannya sebagai menantu?Helaan napas panjang keluar dari bibir mungil Seika. Dia bukan berasal dari keluarga kaya dan hanya tamat SMA. Rasanya aneh sekali jika Diana ingin menjadikannya sebagai menantu karena Devan bisa mendapatkan gadis yang jauh lebih baik darinya. Dia merasa tidak pantas menjadi pendamping hidup Devan. Apa lagi lelaki itu sampai sekarang masih mencintai mendiang istrinya.Seika kembali menghela napas panjang lalu melihat jam yang menempel di dinding kamar. Ternyata sekarang sudah hampir jam sepuluh malam, tapi kedua matanya sulit sekali untuk dipejamkan.Seika merasa sangat bingung sekarang. Biasanya dia selalu meminta saran dari Satria. Namun, Satria tadi terlih
Seika tersentak melihat seorang lelaki berwajah tampan yang tiba-tiba duduk di kursi kosong yang berada tepat di hadapannya. Aroma parfum mahal yang menguar dari tubuh lelaki itu seketika menyeruak di indra penciumannya. Aroma yang menenangkan sekaligus membuat jantungnya berdebar.Kenapa Devan bisa ada di restoran yang sama dengannya? Apa lelaki itu mengikutinya?"Kenapa Bapak bisa ada di sini?""Kamu sendiri?" Devan malah balik bertanya sambil menatap Seika dengan lekat. Gadis itu terlihat cantik dalam balutan gaun sabrin tanpa lengan berwarna peach yang melekat sempurna di tubuhnya. Bahu dan punggung gadis itu terlihat jelas, mengundang tatapan nakal dari beberapa pengunjung laki-laki yang ada di restoran.Apa Seika tidak sadar kalau sejak tadi banyak lelaki yang menatapnya lapar?"Saya sedang menemani Noah. Kalau Bapak?"Devan malah mengangkat sebelah alisnya alih-alih menjawab pertanyaan Seika. Entah mengapa firasatnya mengatakan pertemuannya dengan Seika di restoran ini bukanlah
'I adore you, Seika. I ADORE YOU ....' Seika bergeming di tempat dengan jantung berdetak hebat karena ucapan Devan barusan terus terngiang-ngiang di telinganya. Dia tidak terlalu bodoh untuk mengartikan kalimat tersebut meskipun dia hanya lulusan SMA. Benarkah Devan menyukainya? Seika beranjak dari tempat duduknya begitu saja lalu pergi meninggalkan Devan. Seika yakin sekali Devan pasti salah bicara karena lelaki itu pernah memberitahu dirinya kalau masih mencintai mendiang istrinya. Devan tidak mungkin menyukainya. "Seika, tunggu!" Devan cepat-cepat menyusul Seika lalu mencekal pergelangan gadis itu. "Kenapa kamu pergi?" Seika berusaha melepas tangannya, tapi genggaman Devan malah semakin erat membuat beberapa pengunjung restoran sontak memperhatikannya. "Pak, lepas," pintanya karena tidak suka menjadi pusat perhatian. "Saya tidak akan melepasnya sebelum kamu menjawab pertanyaan saya. Ikut saya! Kita perlu bicara!" Devan menyeret Seika dengan paksa dan meminta gadis itu masuk k
Seika bergeming di tempat, selama tiga puluh detik yang dia lakukan hanya diam memandangi Devan yang sedang tersenyum miring pada dirinya. Wajah gadis itu seketika bersemu merah, jantung pun berdegup kencang ketika menyadari apa yang baru saja Devan lakukan. Meski hanya sekilas, lelaki itu sukses membuat wajahnya terasa panas."Mulai sekarang kamu menjadi milik saya. Dan saya tidak suka berbagi milik saya pada orang lain." Devan menegaskan kalimatnya agar Seika paham."Apa kamu sudah mengerti, Seika?"Seika mengangguk, seperti anjing yang patuh pada manjikannya. Gadis itu terlihat sangat menggemaskan membuat Devan tidak tahan untuk mengusap puncak kepalanya."Anak pintar."Seika mendengkus kesal lalu menyingkirkan tangan Devan dari atas kepalanya. "Kenapa Bapak suka sekali mencium saya, sih? Kita kan, tidak punya hubungan apa-apa, Pak.""Apa semuanya masih kurang jelas, Seika?" Devan menatap Seika dengan lekat."Hah?""I adore you and I want you to be mine, Seika. What should I do to
Seika mengerjapkan kedua matanya perlahan. Kening gadis itu berkerut dalam ketika menyadari mobil yang ditumpanginya berhenti tepat di depan rumahnya."Kamu sudah bangun?"Seika menoleh, menatap lelaki berwajah tampan yang duduk di sebelahnya lalu mengangguk pelan. "Maaf ya, Pak, saya ketiduran. Seharusnya saya menemani Bapak biar nggak nyetir sendirian.""Hei, jangan minta maaf." Devan mengusap pipi Seika dengan lembut. "Tapi saya—" Seika sontak berhenti bicara karena Devan menaruh jari telunjuk tepat di atas bibirnya."Sstt! Jangan minta maaf, lagi pula saya sudah biasa nyetir sendirian.""Em, baiklah.""Apa saya boleh minta sesuatu, Seika?""Minta apa?""Jangan panggil saya bapak lagi."Seika menatap Devan dengan kening berkerut dalam. "Kalau tidak mau dipanggil bapak, aku harus panggil apa?""Panggil saya mas, kakak, atau sayang juga boleh.""Baiklah, Mas Devan," ucap Seika malu-malu. Devan gemas sekali melihatnya, membuatnya tidak tahan untuk mengusap puncak kepala Seika dengan
Devan sontak menatap wanita paruh baya yang sedang asyik menonton sinetron Ikatan Cinta sambil memangku satu toples kecil berisi kacang almond. Mamanya selalu saja mengatakan hal yang tidak-tidak pada Cherry hingga membuat kepalanya pusing."Mama bilang apa saja ke Cherry?""Mama nggak bilang apa-apa." Diana berusaha tetap tenang, seolah-olah tidak melakukan apa-apa padahal dia tadi memberitahu Cherry kalau Devan akan mengajak Seika tinggal bersama mereka."Mama jangan bohong." Devan mendengkus kesal lalu mendudukkan diri tepat di samping Diana. "Cherry sendiri tadi yang bilang sama Devan kalau Mama bilang Devan akan membawa Seika pulang ke rumah."Diana tanpa sadar menelan ludah. "Mama tidak bilang begitu. Mama cuma ikut-ikutan Noah."Noah yang mendengar namanya disebut sontak mengalihkan pandang dari layar kaca yang ada di hadapannya lalu menatap Diana dan Devan bergantian."Jadi kamu yang memberitahu Cherry kalau saya akan membawa Seika pulang ke rumah?""Hah?" Noah yang tidak meng
"Apa jadwal saya setelah ini?" tanya Devan setelah selesai menandatangani berkas yang ada di tangannya lalu memberikan berkas tersebut ke Pramudya."Anda harus menghadiri pertemuan penting dengan Mr. Dinata jam dua nanti, Tuan."Devan melihat jam tangan merek Rolex seharga lima ratus juta yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Ternyata sekarang sudah jam sebelas siang dan dia masih memiliki waktu sekitar tiga jam sebelum bertemu dengan Mr. Dinata. "Saya ingin menjemput Cherry di sekolah. Tolong siapkan mobil.""Baik, Tuan." Pramudya mengangguk patuh lalu segera melaksanakan perintah Devan.Seluruh karyawan sontak menundukkan kepala ketika Devan berjalan melewati mereka. Tidak sedikit karyawan perempuan yang terpesona dan berusaha menarik perhatian Devan. Namun, Devan tidak mempedulikan mereka karena perempuan yang dia cintai hanya Seika.Devan langsung masuk ke dalam mobilnya dan memacu kendaraannya menuju sekolah Cherry. Untung saja jalanan sekarang ramai lancar sehingga dia bi
Devan langsung kembali ke kantor setelah mengantar Seika dan Cherry pulang ke rumah. Pertanyaan Devan saat di restoran Jepang tadi terus berputar-putar di pikiran Seika. Lelaki itu tiba-tiba saja bertanya soal lamaran seperti apa yang dia inginkan. Apa Devan ingin melamar dirinya?Seika tanpa sadar menggelengkan kepala. Devan tidak mungkin melamarnya karena mereka baru menjalin hubungan selama satu bulan."Mama, awas!""Aduh!" Seika meringis kesakitan, kakinya tersandung pot bunga milik Diana saat berjalan memasuki rumah padahal Cherry sudah memberi peringatan. Gadis itu memang ceroboh."Mama nggak papa?" Cherry menatap Seika khawatir."Mama nggak kenapa-napa, kok," jawab Seika sambil meringis menahan sakit di jempol kakinya.Diana yang melihat Seika dan Cherry pulang pun meletakkan majalah yang ada di tangannya di atas meja."Cucu nenek sudah pulang." Diana menarik tubuh Cherry ke dalam dekapan lalu mengecup kedua pipi anak itu dengan penuh sayang. "Bagaimana sekolah kamu hari ini? A
Devan mengerjapkan kedua matanya perlahan ketika cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam kamar jatuh mengenai wajah tampannya. Senyum tipis menghiasi bibirnya ketika melihat Seika yang masih tertidur lelap di dalam dekapannya.Waktu ternyata berjalan dengan begitu cepat. Tidak terasa sudah dua tahun lebih dia menjalani hidup rumah tangga bersama Seika. Devan pikir dia akan merasa jenuh, tapi perasaannya pada Seika ternyata tidak berubah, malah tumbuh semakin besar.Devan mendekap Seika semakin erat lalu mendaratkan sebuah kecupan manis di bibir gadis itu. Sebuah rutinitas yang selalu dia lakukan setiap pagi."Kamu udah bangun, Mas?" "Iya."Tumben banget Mas udah bangun. Memangnya sekarang jam berapa, sih?"Devan melirik jam yang menempel di dinding kamar sebelum menjawab pertanyaan Seika."Hampir jam tujuh."Kedua mata Seika sontak terbuka, dia ingin bangun karena harus menyiapkan sarapan untuk Devan dan Cherry, tapi kepalanya mendadak terasa pusing."Kamu baik-
Devan terpaksa menunda bulan madunya yang kedua bersama Seika karena Bara tidak memberinya waktu untuk beristirahat sedikit pun semenjak menggantikan Pramudya menjadi sekretaris sekaligus orang kepercayaannya. Sejak pagi dia harus memeriksa laporan, lalu meninjau proyek pembangunan hotel baru miliknya setelah itu bertemu dengan beberapa investor dari luar negri sampai sore. Rasanya benar-benar melelahkan.Devan melonggarkan dasi yang terasa seperti mencekik lehernya setelah itu menggulung lengan kemejanya sampai sebatas siku. Helaan napas panjang lolos dari bibirnya setelah melihat tumpukan berkas yang ada di atas meja. Entah kenapa berkas tersebut masih banyak padahal dia sudah memeriksanya sejak tadi."Aku sudah selesai merevisi perjanjian kerja sama dengan CT Corp. Jangan lupa baca berkas perjanjian itu dengan teliti sebelum tanda tangan." Bara meletakkan berkas yang dibawanya tepat di depan Devan."Apa kamu tidak lihat sekarang jam berapa?"Bara melihat benda mungil bertali yang m
"Jadi gimana? Mas udah dapat izin dari Bara buat ajak aku tinggal di rumah lagi?" Seika meletakkan sendoknya karena es krim-nya sudah habis.Mereka mampir ke sebuah toko es krim setelah menjemput Cherry di sekolah. Devan seperti seorang pengasuh yang sedang menjaga dua bayi sekarang, sejak tadi yang dia lakukan hanya diam memandangi Seika dan Cherry yang begitu lahap menyantap es krim mereka."Mau tambah lagi?"Seika refleks mengangguk mendengar pertanyaan Devan barusan karena satu gelas es krim tidak akan bisa membuatnya kenyang. Namun, sedetik kemudian dia menggelengkan kepala. "Ish ... jawab dulu pertanyaanku. Bara ngasih Mas izin nggak buat bawa aku?"Devan mengangguk lalu mencomot satu buah cookies milik Cherry yang ada di atas meja. Rasanya ternyata terlalu manis dan Devan kurang menyukainya, kecuali bibir Seika. Entah kenapa bibir gadis itu seperti candu yang membuatnya selalu ketagihan."Sungguh?" Seika menatap Devan dengan pandangan tidak percaya."Iya ...," jawab Devan sambi
Sinar matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam ruangan serba putih itu tidak berhasil mengusik sepasang sejoli yang sedang tidur di atas ranjang. Seika tidur begitu nyenyak dalam dekapan Devan. Dia bahkan menenggelamkan wajahnya di dada bidang Devan seolah-olah dada lelaki itu adalah tempat paling nyaman baginya.Devan semakin mempererat dekapannya ketika merasakan pergerakan kecil dari Seika. Senyum tipis menghiasi bibirnya ketika teringat dengan kejadian yang dialaminya semalam. Devan tidak pernah menyangka kalau Seika akhirnya mau memaafkan semua kesalahannya dan memberi kesempatan. Padahal kesalahan yang dia lakukan sangat fatal. Dia benar-benar beruntung.Devan bersumpah, dia akan berusaha untuk membahagiakan Seika dan tidak akan pernah menyakiti hati gadis itu. Itu janjinya."Terima kasih sudah memberi saya kesempatan, Seika. I love you ...." Devan mengecup puncak kepala Seika dengan begitu dalam seolah-olah mencurahkan seluruh perasaannya pada gadis itu.Apa yang
"Seika."Seika tergagap ketika Bara menyentuh lengannya pelan."Kita sudah sampai."Seika mengedarkan pandang ke sekitar. Dia tidak menyadari jika mobil yang membawanya berhenti di depan rumahnya karena terlalu memikirkan Devan.Bara melepas sabuk pengamannya, setelah itu turun dan membukakan pintu mobil untuk Seika. "Hati-hati," ucapnya sambil menaruh telapak tangannya di atas puncak kepala Seika untuk melindungi gadis itu.Seika mengangguk, dia turun dengan hati-hati dari mobil Bara. Namun, dia nyaris terjatuh karena kedua lututnya terasa gemetar, untung saja Bara dengan cepat menahan tubuhnya."Kamu baik-baik saja?" Raut cemas tergambar jelas di wajah tampan Bara. Kedua tangannya melingkar di pinggang Seika dengan erat."Kepalaku pusing."Tanpa banyak kata Bara menggendong Seika ala brydal style masuk ke dalam rumahnya. Seika menyandarkan kepalanya di dada bidang Bara, tubuhnya terasa sangat lemas karena kebanyakan menangis. Apa lagi tidak ada makanan apa pun yang masuk ke dalam pe
Bara menghela napas panjang, padahal tadi siang langit terlihat begitu cerah. Namun, sekarang malah turun hujan, bahkan sangat deras. Cuaca akhir-akhir ini memang sulit diprediksi, apa lagi di pergantian musim seperti sekarang. Saat siang cuaca terasa sangat panas, tapi bisa sangat dingin ketika malam.Bara melihat benda mungil bertali yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Ternyata sekarang sudah jam delapan malam. Entah kenapa perasaan Bara sejak tadi tidak tenang. Dia terus kepikiran dengan Seika padahal gadis itu pasti sedang bersenang-senang bersama Cherry dan Devan.Jujur saja Bara sampai sekarang masih memiliki perasaan pada Seika. Namun, dia akan berusaha keras melupakan perasaannya karena bagaimana pun juga Seika sudah menjadi milik Devan."Anak ibu kenapa? Ibu perhatikan kamu melamun terus dari tadi."Bara sontak menoleh, menatap sang ibu yang sedang menyentuh lengannya dengan lembut. "Bara baik-baik saja, Bu," jawabnya sambil mengulas senyum pada wanita yang sudah melah
Suasana Univers Cafe pagi ini tidak begitu ramai, mungkin karena tempat makan itu baru saja dibuka. Biasanya Devan selalu datang tepat pukul sembilan. Namun, lelaki itu belum kelihatan batang hidungnya sampai sekarang.Apa mungkin Devan tidak datang?"Ini pesanan Anda, Nona. Selamat menikmati." Seika menaruh sepiring nasi goreng sea food di atas meja sambil melirik ke arah pintu. Raut kecewa tergambar jelas di wajah cantiknya karena lelaki yang dia tunggu sejak tadi tidak kunjung datang.Kenapa Devan tidak datang? Apa lelaki itu sudah lelah memperjuangkannya?"Maaf, saya tidak pesan nasi goreng sea food, Mbak."Seika tergagap, dia pun buru-buru mengambil nasi goreng tersebut dan meminta maaf. "Maaf, saya salah meja.""Tidak apa-apa, Mbak."Seika tersenyum sungkan pada pelanggan tersebut lalu mengantar nasi goreng sea food yang dibawanya ke meja nomor empat."Salah nganter pesanan lagi?" tanya salah satu temannya ketika dia kembali ke belakang."Enggak.""Bohong. Aku tadi lihat sendiri
Seika mengusap rambutnya yang sedikit basah dengan handuk kecil sambil melirik ponselnya yang tergeletak di atas meja. Tanpa sadar dia mendengkus kesal karena tidak ada notifikasi masuk di ponselnya padahal Devan biasanya selalu memberi kabar jika sudah tiba di rumah.Kenapa Devan tidak memberi kabar sampai sekarang? Apa lelaki itu belum tiba di rumah?"Ish! Aku kenapa, sih?" Seika refleks memukul kepalanya sendiri setelah menyadari apa yang baru saja dia pikirkan. Seharusnya dia tidak perlu merasa cemas karena dia masih marah dengan Devan. Namun, Seika tidak bisa membohongi perasaannya sendiri kalau dia khawatir dengan lelaki itu.Haruskah dia menghubungi Devan lebih dulu?Seika pun mengambil ponselnya yang berada di atas meja. Selama tiga puluh detik yang dia lakukan hanya diam sambil memandangi layar ponselnya. Rasanya Seika ingin sekali mengirim pesan pada Devan. Namun, dia terlalu gengsi untuk melakukannya. Lagi pula dia seharusnya tidak perlu mengkhawatirkan lelaki itu.Seika me
"Seika, aku pulang dulu, ya?""Iya," sahut Seika sambil menyeret satu kantong plastik sampah berukuran besar ke belakang untuk dibuang. Gadis itu menjadi orang terakhir yang berada di Univers Cafe karena mendapat tugas untuk menutup kafe hari ini."Butuh bantuan?"Seika mendongak agar bisa menatap wajah temannya yang berdiri tepat di hadapan sebelum membuang kantong sampah terakhir yang dia bawa ke tempat pembuangan sampah."Tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri," tolaknya halus."Jangan lupa periksa kembali bahan makanan yang ada di kulkas dan oven sebelum pulang.""Iya."Selesai membuang sampah, Seika bergegas memeriksa bahan makanan di kulkas untuk besok. Tidak lupa dia memeriksa oven apakah sudah dimatikan dengan benar agar tidak terjadi kebakaran. Setelah selesai dia segera bersiap untuk pulang dan mengunci pintu kafe.Seika duduk sendirian di depan kafe menunggu ojek online yang dia pesan datang karena Bara tidak bisa menjemputnya. Lelaki itu sedang menunggu sang ibu yang m