Udara di ruang tengah terasa membeku, dipenuhi ketegangan yang mencekam. Setiap tarikan napas terasa berat, membuat suasana semakin sesak dan mengancam. Gaia yang hendak mengambil minuman ditahan suaminya, menciptakan keheningan yang penuh tekanan di antara mereka dan para tamu. Bai Lisha mendelik, matanya menyiratkan kilatan kecemburuan yang tajam, sebelum ia memalingkan wajah dan duduk di sofa, bibirnya terkatup rapat menahan amarah."Kamu duduk aja, karena mereka mau menginap biar mereka mengambil sendiri kalau haus atau lapar. Lagian kita juga masih capek baru pulang jalan-jalan," seru Xavier.Gaia mendengar perkataan sang suami memandang pria itu sebentar lalu menganggukkan kepala, ia menuruti perintah lelaki tersebut dan memilih duduk di sofa. Tangan wanita ini masih mengusap leher membuat Xavier yang melihat mengepalkan tangan."Ini pasti ulah salah satu dari mereka, aku harus mencari tau dan membalasnya, Mama, Papa pasti marah kalau tau anaknya terluka lagi, baru juga beberapa
Silvana dengan gerakkan cepat dan penuh perhitungan segera menyentuh lengan sang suami. Sentuhan wanita itu membuat Li Jian-Long menoleh dengan dahi berkerut. Tatapan mereka bertemu, Silvana segera mendekatkan bibir dengan telinga lelaki berstatus kekasihnya ini. "Sayang, jangan sampai buat Lisha tersinggung. Informasi tentang putri Tuan arka ada padanya," bisiknya pelan. Jian Long paham akan maksud istrinya, ia juga baru teringat akan hal tersebut. Dengan pandangan dingin dia menatap perdebatan dua manusia di depan matanya ini, terdengar tarikan napas dari bibir kepala keluarga Li. "Gaia," panggil lelaki itu membuat sang empu menoleh. "Kamu serius mau memperlakukan Ayah begini? gak mau ambilkan Ayah sesuatu buat diminum," tegur Jian-Long. Suaranya terdengar seperti kecewa, namun tetap tegas. Ia berusaha tetap tenang walaupun hati masih penuh ganjalan karena putranya yang hendak mengalihkan harta pada Gaia. Paham akan perkataan Li Jian-Long wanita itu lekas mengangguk, sedangkan
Gaia memandang adik iparnya dengan wajah datar, ejekkan yang keluar dari bibir Xinxin sama sekali tidak membuatnya terpengaruh. Wanita itu memilih memasukkan benda pipih ke saku lalu meraih nampan yang berisi minuman dan cemilan dan berjalan menuju ruang tengah. "Siapa lagi yang mengaku," balas Gaia sinis. "Lagian kamu ini apa gak ada kerjaan sampai sibuk mengurusi hidupku," cibirnya. Mata Xinxin membulat sempurna mendengar ucapan kakak iparnya, ia langsung berlari lalu berdiri di depan Gaia membuat perempuan itu mengembuskan napas kasar. "Aku cuma gak habis pikir sama jalan otakmu itu, kenapa masih betah. Padahal kami segala cara menyiksamu, lagian sudah jelas kamu gak pernah kami anggap, apalagi sekarang Ayahku membencimu juga karena kamu terlalu serakah," sembur Xinxin. "Kamu itu cuma orang kelas bawah, bahkan kamu yang udah menikah ke keluarga kami kamu gak pernah dianggap oleh keluarga lain. Lihat! Keluarga kaya di negeri ini aja gak mau mengundangmu, lebih tepatnya mengunda
Gaia hanya menyambut dengan senyum tipis, senyum yang penuh sindiran. Tatapannya dingin, seolah Xinxin tidak lebih dari sekadar anak kecil yang terus menerus mencari perhatian dengan cara yang menyebalkan.Gaia menyambut dengan senyuman tipis, bentuk sebuah sindiran. Tatapannya begitu dingin, seolah Xinxin hanya sekadar anak kecil yang terus mencari perhatian. Tanpa mereka sadari, Xavier, Lisha, dan Silvana telah berdiri menyaksikan semuanya dalam diam.Gaia menatap Xinxin dengan sorot mata penuh ejekan. "Meminta?" ucapnya pelan, suaranya sarat akan sarkasme.Ia melangkah sedikit mendekat, memperjelas posisinya. "Dengar baik-baik, Xinxin.aku gak akan mengulangi ucapanku lagi." "Xavier itu pria dewasa, dia punya pemikiran sendiri. Bahkan jika aku memohon sekalipun, kalau sesuatu itu tidak masuk logika, dia tidak akan melakukannya. Apalagi ini soal harta. Aku memang istrinya, tapi aku tidak pernah—dan tidak akan pernah—meminta dia memberikan hartanya kepadaku hanya karena aku..."Ia
Suasana ruangan ini semakin dipenuhi ketegangan, mata Li Jian-Long memerah akibat murka. Tangannya masih tertahan di udara sebelum ia menarik kembali dan mengepal begitu kuat. "Kurang aja!" geram lelaki tersebut. Jika di kartun mungkin mata Jian-Long mengeluarkan sebuah laser menuju Gaia. Sedangkan istri Xavier ini menutup wajahnya karena terkejut, tatapan lelaki itu seperti hendak menguliti hidup-hidup menantunya. "Jadi kamu menyebarkan kebohongan di luar! Berani banget kamu mempermalukan keluargaku dengan omong kosongmu yang membawa bencana untuk kami," sentak Li Jian-Long. Gaia segera menoleh mendengar ucapan sang mertua, dia menatap dengan tatapan sedikit kesal. Melihat hal ini Li Jian-Long semakin tersulut emosi, Lisha segera menyentak apa yang dilakukan istri Xavier. "Berani kamu melihat begitu sama mertuamu! Gak sopan banget," omel Lisha. Xinxin dan Silvana saling bertukar pandangan, senyuman sinis terukir di wajah mereka. Istri Jian-Long, yang sedari tadi diam, kini meny
Xavier keluar dari bilik mandi, lelaki itu langsung mendongak kala mencium aroma menyengat parfum, begitu tajam sampai menusuk hidung. Ia menyipitkan mata saat mendapati Lisha di hadapannya dengan pakaian yang sedikit terbuka, memperlihatkan belahan dada begitu jelas membuat dia segera memalingkan wajah. Senyuman menggoda langsung Lisha layangkan, wanita itu mendekat membuat Xavier melangkah mundur."Vier, kenapa kamu mundur?" tanya wanita itu dengan nada manja."Apa kamu memikirkan pikiran lain saat kita hanya berduaan begini," lanjutnya.Lelaki itu langsung menatap tajam Lisha, ia menghentikkan langkah mundur membuat kini dia berhadapan begitu dekat dengan wanita yang menyukainya. Mendapati pandangan demikian, perempuan bermarga Bai ini segera terkekeh."Hhaahaha, aku hanya bercanda, Vier. Ini, aku cuma mau beri kamu minum ini, tadi aku sekalian buat," lontar perempuan tersebut.Wanita itu mengangkat secangkir teh hijau khas Hangzhou yang populer karena rasa segar dan sedikit manis
Mata Lisha membulat sempurna, tubuh menegang mendengar perkataan tajam Gaia, ia segera melangkah, tangan terangkat hendak melayangkan tamparan ke wajah Gaia, namun belum sempat mendarat di pipi istri Xavier. Lelaki itu dengan sigap menahan dengan mencekal pergelangan tangan wanita bermarga Bai. Gaia menyeringai, senyuman mengejek nampak di bibir, menikmati keterkejutan lawannya akibat reaksi spontan Xavier."Kendalikan dirimu! kalau enggak aku gak bakal mandang kamu wanita dan bakal menyakitimu kalau kamu berani-beraninya mau menyakiti istriku lagi," ucap Xavier dingin.Tatapan lelaki itu begitu menusuk, membuat Lisha memilih segera menarik lengan yang dicekal pria tersebut."Sakit Vier, kamu berani menyakitiku yang membantumu. Malah membela wanita yang gak membantumu sama sekali," seru Lisha kesal."Dimana sih otakmu, Vier! Dia hanya memanfaatkanmu, dia hanya seorang jalang, dia ...."Ucapannya terhenti kala sebuah tangan melayang menampar pipinya, dia segera memegang wajah yang ter
Istri Xavier ini memandang Xinxin dengan ekspresi datar kala mendengar perkataan wanita tersebut. Ia terlihat menghela napas sambil memutarkan bola mata dengan malas."Aku?" Gaia mengangkat alisnya. "Kamu pikir aku punya waktu buat mengusir orang yang gak penting?"Xinxin mengepalkan tangan, wajahnya memerah karena emosi. "Jangan pura-pura gak tahu! Kak Lisha pasti pergi karena kamu! Kak Xavier juga ikut mengusirnya, kan?"Sebelum Gaia sempat membuka mulutnya, suara berat Xavier terdengar."Xinxin, cukup."Xavier meletakkan sendoknya dan menatap adiknya dengan tajam. "Lisha pergi karena dia sendiri yang memilih pergi, bukan karena Gaia atau aku."Silvana mendengus sinis. "Benarkah? Lalu kenapa dia sampai pergi tanpa pamit?"Gaia tersenyum tipis, ekspresinya penuh ejekan. "Kalau dia pergi, mungkin karena dia sadar gak ada tempat buatnya di sini."Xinxin mendengar perkataan Gaia semakin meradang. "Kak Lisha jauh lebih baik daripada kamu! Dia selalu membantu keluarga ini, berbeda dengan
Di sisi lain, gedung terbengkalai Gaia mulai sadar. Kepalanya terasa berat, tubuhnya lemas akibat zat yang dihirup. Ia berusaha menggerakkan tangan dan kaki, namun mendapati keduanya terikat erat. "Kamu cepat juga sadarnya." suara dingin seorang pria terdengar dari sisi gelap kendaraan. Gaia menatap ke arah suara itu, meski pandangannya masih buram. Napas terengah, tetapi ia berusaha tetap tenang. "Siapa kalian? Apa yang kalian inginkan?" tanyanya, suara wanita itu terdengar serak. Pria itu mendekat, wajahnya masih tertutup masker, sorot mata penuh ancaman. "Kau akan segera tahu," ucapnya singkat, lalu kembali duduk dengan santai seakan mereka sedang tidak melakukan kejahatan. "Salahkan dirimu yang menyinggung orang-orang besar," lanjut salah satu dari mereka. Sementara itu, di lokasi acara, Mona hampir jatuh pingsan setelah mendengar kabar dari seseorang bahwa supir taksi yang membawa Gaia ditemukan dalam keadaan babak belur di pinggir jalan. Arka segera menangkap istrinya,
Gaia langsung memamerkan senyuman pada sang suami, sedangkan Xavier mendengkus. Lelaki itu segera berdiri dan diijuti istrinya, tatapan pria tersebut masih begitu tajam. "Kamu ini, awas aja! Kalau aja aku gak ada acara, kamu udah aku buat gak bisa bangun dari kasur," ucap Xavier dengan nada kesal. "Udah jam segini, aku pamit ya. Coba kalau masih ada waktu, aku bisa mengantarmu," lontar lelaki itu sambil mengembuskan napas. Wanita berstatus istrinya segera menepuk bahu lelaki tersebut, membuat sang empu memandangnya kembali saat dia tengah merapikan pakaian. "Kamu tenang aja, aku udah pesan taksi kok," balas Gaia dengan nada santai. Xavier yang hendak protes mengembuskan napas, ia akhirnya memilih menganggukkan kepala. "Aku pergi dulu, nanti pulangnya aku jemput." Setelah perpisahan singkat, Xavier akhirnya langsung pergi ke acara tersebut. Sementara itu, Gaia bersiap-siap dengan mengenakan gaun rancangan desainer terkenal. Gaun itu memeluk tubuhnya dengan sempurna
Gaia menghela napas, lalu menatap suaminya dengan ekspresi datar. "Memangnya ada wanita yang lebih cantik dariku?" tanyanya santai, namun sorot matanya tak berpaling menatap sang suami. Xavier mengaruk kepala yang tidak terasa gatal lalu terkekeh pelan dan tangannya segera melingkar ke pinggang sang istri. "Benar juga. Mana ada yang bisa menyaingimu dihatiku," ujarnya seraya mengecup kening Gaia. Gaia langsung memalingkan wajah merasa tersipu dengan balasan sang suami, sedangkan Xavier mengulas senyuman begitu bahagia melihat riak muka kekasihnya. Suara notifikasi pesan terdengar membuat keduanya menoleh lalu saat tau handphone dia yang bersuara, wanita ini meminta Xavier melepaskan pelukkan dan ia mengambil ponsel dan membaca dua pesan dari pria lain. [Shasha kamu sudah pergi belum? Aku jemput ya.] - Leonard [He! Kamu belum menepati janji meneraktirku, sebelum pergi ke acara ayo taktir aku. Sekalian nanti aku antar kamu ke acara, sekarang aku jemput ya!] - Damian. Xavier ya
Waktu berputar begitu cepat, Xavier masih terlelap diranjang istrinya, Gaia yang menatap lelaki ini hanya mengulas senyuman tipis. Ia menoleh ke pintu kala memdengar suara ketukkan terdengar, ia lekas turun dan membuka pintu. "Sayang, sebentar lagi acara mulai, Mama sama Papa harus segera ke sana," jelas Mona. "Terus kamu gimana? apa mau ikut kami atau menunggu suamimu ...." Ucapan Mona terhenti kala mendengar sang putri langsung menyela. Perempuan ini menyentuh lengan wanita yang melahirkan dan menepuk pelan. "Mama tenang aja, aku pasti tiba tepat waktu." Mendengar balasan sang putri, Mona menghela napas. Perempuan itu membalas ucapan Gaia dengan senyuman lalu pamit pada gadis kecil kesayangan ini. Kini kediaman hanya tersisa sepasang suami istri tersebut, istri Xavier memilih menyiapkan makanan untuk sang kekasih, tak berselang lama telepon terdengar dari ponsel lelaki jangkung yang masih terlelap. Dengan mata tertutup mencari ponsel dan lekas menerima sambungan telepon. "Ka
Xavier segera mengantarkan Gaia dan mertuanya ke kediaman, sesampai di sana lelaki tersebut membantu Arka masuk ke dalam rumah. Kini semua telah berada di ruang tengah, pria ini memandang sang istri, paham akan tatapan kekasihnya ia lekas pamit dan mengajak putra arka ke kamar."Aku menunggu penjelasanmu, aku gak akan menuduh kamu langsung," lontar Xavier kala memasuki kamar.Gaia mendengar hal ini hanya tersenyum, ia mengunci pintu dan meraih lengan sang suami agar ikut duduk di ranjang. "Dia membantu Papaku, dia yang membawa Papaku ke rumah sakit," terang Gaia."Gak perlu memikirkan hal gak perlu, dia punya tunangan dan sebentar lagi menikah. Gak mungkin aku menjadi perusak hubungan orang laian, apalagi aku pernah merasakan hal tersebut, aku sangat paham sak ...."Ucapannya terhenti kala sang suami langsung menariknya dalam dekapan, membuat ia sangat terkejut sampai melotot. "Udah jangan dijelaskan, aku paham. Aku minta maaf karena belum bisa melindungimu sepenuhnya, tapi aku bers
Xavier yang ada dibelakang Bai Lisha langsung mengerutkan dahi, ia menatap ke depan dan menangkap sang istri tengah memandangnya. "Menduakan?" Lelaki ini mengulangi perkataan Lisha dengan nada santai, wanita itu langsung mengangguk sebagai jawaban. "Kamu ini, masih saja berusaha mencari keributan," gerutu Gaia. Dia mendengkus pelan lalu menatap malas Bai Lisha dan kembali memandang sang suami. Tangannya melipat dada dan memiringkan kepala, tanpa pandangan lepas dari Xavier. "Jangan mengelak kamu! Bukti sudah jelas di depan mata," sungut Lisha dengan nada tinggi. Mendengar suara Lisha, beberapa orang di rumah sakit menoleh. Perawat yang ada di sini mendekat dan menegur wanita bermarga Bai tersebut. Sedangkan Xavier melangkah mendekat dan meraih pinggang istrinya membuat jarak di antara mereka terkikis. “Bagaimana bisa istriku mendua, sementara dia selalu jatuh ke pelukanku setiap malam?” bisiknya dengan nada menggoda.Pipi Gaia langsung memerah. Ia mencoba melepaskan diri, tapi
Mata Mona melebar mendengar perkataan Jiang Lie, wanita itu langsung memotong perkataan bawahan sang suami. "Rumah sakit mana? Cepat katakan!" pekik wanita itu. Gaia yang mendengar ucapan sang Ibu langsung memandang wanita tersebut, Jiang Lie yang terkejut dengan teriakan istri atasannya sampai lupa hendak mengatakan apa tadi. Dia lekas menjawab pertanyaan Mona dan setelah itu secara sepihak perempuan ini mematikan sambungan telepon. "Ayo ke rumah sakit! Papamu masuk rumah sakit," ajak Mona. "Apa yang dilakukan lelaki itu, kenapa bisa sampai ke rumah sakit!" ucapnya dengan nada frustasi dan khawatir. Dengan gerakkan cepat wanita itu langsung meraih lengan sang putri dan menariknya. Kedua perempuan tersebut terlihat begitu terkejut tambah panik. "Ayo cepat ke rumah sakit ...." perintah Mona saat memasuki kendaraan. Sepanjang perjalanan, Mona terus-menerus menggigit bibir, ekspresinya menunjukkan kegelisahan yang dalam. Tangan mengepal kuat dipangkuan. sementara mata dia seseka
Waktu berputar begitu cepat, Xavier masih sibuk di perusahaan. Membaca dan menandatangani lalu bertemu beberapa orang membuat kesepakatan. "Apa sudah dapat?" tanya lelaki itu tidak sabaran. Ia memandang asistennya penuh harapan, membuat sang empu menunduk lalu menghembuskan napas. "Mereka menginginkan saham sebagai gantinya, Tuan," balas lelaki tersebut. Mata Xavier membelalak, ia mengepalkan tangan dan membuang wajah. "Lupakan saja, Tuan. Jangan cuma karena keegoisan Nyonya, Tuan memberikan beberapa persen saham pada mereka," tutur sang bawahan.Xavier memejamkan mata, ia bersandar di kursi dan mengibaskan tangan memerintah sang asisten untuk pergi. Suara notifikasi chat masuk, dia segera meraih benda pipihnya. [Sayang, aku lagi perawatan. Biar terlihat cantik dan segar,] [Sand photo] [Lihat, istrimu sangat mempesona bukan. 😁] Senyuman terlukis di bibir Xavier kala melihat pesan dari kekasihnya. Ia memandangi photo Gaia yang sedang menikmati pijatan sambil memejamkan mata.
Senyuman masih melekat di bibir Gaia, ia langsung melingkarkan tangan di leher sang suami. Mata mereka saling memandang dan menyelami, lalu berjinjit agar bisa berbisik di telinga Xavier. "Aku tidak akan pernah meninggalkanmu, bodoh. Kamu gak perlu takut, kecuali kamu memang mempunyai kesalahan," lontarnya pelan di dekat telinga Xavier. Xavier menghela napas, menatap wajah istrinya yang begitu tenang seakan tak terjadi apa-apa. Ia memeluk erat pinggang sang istri, membuat keduanya tak ada jarak sedikitpun. Mengecup puncak kepala Gaia dengan penuh rasa sayang.“Aku tidak suka, kalau kamu mengambil risiko seperti itu,” gumamnya pelan.Gaia mengangguk dalam pelukannya. “Aku mengerti. Aku janji, aku tidak akan mengatakannya lagi.”Xavier sedikit tenang mendengar janji istrinya, tapi ada hal lain yang mengganggunya. “Sekarang soal acara Tuan Arka… maaf aku gak bisa mengajakmu pergi,” tutur lelaki itu dengan nada lemah. Gaia melepaskan pelukan dan menatap Xavier dengan mata penuh tekad.