Semua terkejut dengan perkataan Silvana, sedangkan Li Jian-Long tangannya hendak melayang ke pipi istrinya tetapi tidak jadi mendarat di sana. Lelaki itu mengepal dan mendengkus sangat kasar membuat spontan perempuan yang ia nikahi menundukkan kepala.
"Kamu, kamu!"Ucapan Li Jian-Long terdengar sangat tertahan, ia seperti berusaha agar tidak mengeluarkan perkataan kasar yang akan semakin memperburuk suasana. Tetapi ternyata terwakili oleh putranya."Mah! kamu apa-apaan sih, main asal bicara aja. Kalau di dengar orang lain gimana," omel Xavier."Mana mungkin istri dan Ayahku berbuat begitu, kalau Ayah berbuat nakal gak mungkin dia selalu mengutamakan Mama," lanjutnya.Silvana langsung bungkam mendengar ucapan sang anak, ia bergerak gelisah dan spontan memukul kepala sendiri. Melihat hal tersebut Li Jian-Long lekas memegangi tangan sang istri agar tidak menyakiti diri sendiri."Maaf, Sayang," kata Silvana dengan nada lemah.Fang Yin segera keluar dari mobil dan bersuara membuat ketiga manusia itu memandangnya, wanita tersebut meneguk ludah susah payah dan berdiri di dekat Gaia."Di dalam mobil gak ada, Gaia," seru perempuan itu. Wanita itu segera mengerutkan kening kala melihat Xavier, berusaha berakting dengan bagus. Ia memiringkan kepala melihat wajah anak Li Jian-Long. "Tuan Li, kenapa kamu ada di sini?" tanya Fang Yin.Mendengar pertanyaan itu Xavier memandangnya sebentar lalu beralih menatap sang istri dan Jiang Lie."Kami benar-benar gak ada apa-apa, Sayang. Mereka membantu aku mencari flashdiskku, aku menghilangkannya, padahal itu sangat penting," jelas sang istri.Dahi Fang Yin langsung berkerut kala mendengar panggilan Gaia pada Xavier, ia memandang mereka secara bergantian lalu tanpa sadar menunjuk keduanya."Kalian ...?" Jiang Lie menarik lengan Fang Yin dan menyembunyikan di belakang tubuhnya, tatapannya melotot mem
Suara ketukan pintu membuat lelaki itu menoleh lalu memejamkan mata dan memijat keningnya, ia mengembuskan napas."Aku sangat lelah, terima kasih sudah membantuku menyelesaikan ini," keluh Leonard sambil mengatakan terima kasih."Pas datang langsung diserbu pekerjaan," lanjutnya.Sang teman hanya meringis mendengar keluhan sahabat kuliahnya ini, ia paham dengan perasaan lelaki itu, ia menepuk bahu Leonard dan duduk di atas meja."Gak usah sungkan, kamu juga sering membantu pekerjaanku," balas pria tersebut.Leonard mengulas senyuman, lalu menyandarkan kepala, menatap langit ruangan miliknya. "Setelah selesai ini ayo kita bermain sepuasnya," ajak sang teman.Mendengar ajakan sang teman, Leonard menatap lelaki itu lalu menggelengkan kepala sebagai jawaban. "Nanti aja ya, aku ingin mengajak Gaia bermain berdua, dia kan sangatr suka bermain games," tolak Leonard.Teman kuliah Leonard ini langsung memajuka
Waktu terus bergerak tanpa ada istirahat sedetik pun, seperti jika ia berhenti sebentar saja akan membuat dunia dalam bahaya. Sementara Xavier, lelaki itu sangat terlihat sibuk mengetik di keyboard laptop dengan lincah. Mata tertuju begitu tajam pada layar yang menyala, alis mengerut sedikit seakan fokusnya terus tersedot yang berada di benda tersebut. Suara pintu dibanting membuat pria tersebut mengalihkan pandangan, kepala mendongak dengan mata menyipit melihat siapa yang berani mengganggu konsentrasinya. Terlihat di tengah pintu tengah berdiri Bai Lisha yang bernapas tersengal-sengal, tangan terangkat menyentuh dada. Sementara sekretaris Xavier langsung menunduk kala mendapatkan tatapan tajam dari Xavier, tubuh menegang, jemari terkepal erat di sisi tubuh. Seakan siap menerima hukuman yang akan di layangkan padanya."Pergilah!" perintah Xavier."Pergilah!" perintah Xavier.Terlihat pria itu menghela napas, suaranya begitu dingin kala berbicara tadi. Ba
Xavier terdiam mendengar ucapan Bai Lisha membuat wanita itu menyeringai, perempuan tersebut langsung menepuk pakaiannya lalu mendaratkan bokong di meja kerja lelaki berstatus suami orang lain ini."Kamu benar gak berbohong?" tanya Xavier memastikan.Bai Lisha menganggukkan kepala sebagai jawaban, tatapan lelaki itu kini menatap sang lawan bicara dengan tatapan menelisik mencari kebenaran. Xavier menghela napas kala tidak mendapati kebohongan dalam diri perempuan tersebut."Kamu pasti gak mau rugi, kamu mau membantu imbalannya apa kalau berhasil?" balas lelaki tersebut.Wanita itu menyeringai mendengar perkataan Xavier, ia langsung menopang kaki bergaya begitu angkuh. Sedangkan lelaki ini segera memalingkan wajah, ia memilih melangkah menjauh dan mendaratkan bokong di sofa."Aku ingin kamu menceraikan wanita itu dan menikahiku, mudah bukan!" Mata Xavier melotot mendengar ucapan Bai Lisha, lelaki itu bahkan langsung berdiri dan m
Ketegangan langsung memenuhi ruangan saat mendengar suara Fang Yin, perkataannya begitu tajam dan menusuk bak pisau yang baru saja selesai diasah. Nada suara sarat akan amarah, membuat pasang nata beralih tertuju padanya. Sedangkan dia menatap Hana yang terlihat jelas wajah berubah seketika menjadi memucat. Keterkejutan, takut tergambar jelas. "Apa-apaan sih, kamu! Gak jelas banget," gerutu Hana. Suaranya terdengar gemetar,perempuan itu menyembunyikan keterkejutannya dan bahkan tangan spontan menyembunyikan sebuah berkas di belakang tubuh. "Kamu tau kalau Gaia alergi seafood, dan kamu malah mau menyuruh dia buat pergi bertemu orang yang sangat gila seafood. Kamu gila, ha!" balas wanita itu sengit.Gaia mendengar perkataan Fang Yin mengerutkan dahi dan melirik yang dimarahi perempuan itu sebentar, sedangkan Hana membulatkan mata ia segera mendekati temannya ini."Kamu apaan sih, aku harus menyingkirkan dia. Kamu sudah terpengaruh s
Dua hari berlalu semenjak kejadian Hana yang hendak menjebak Gaia tetapi digagalkan oleh Fang Yin. Perempuan tersebut langsung dikeluarkan oleh perusahaan atas perintah Jiang Lie, kala melangkah keluar perempuan tersebut menatap penuh amarah ke arah Gaia. Kini waktu sudah menjelang sore, setelah pulang dari kantor dia akan segera pindah dari kediaman mertuanya. Netra wanita tersebut memandang ke langit yang terlihat semburat jingga, senyuman terus terukir di bibir. "Apa yang kamu pikirkan? Bahagia sekali," tegur Fang Yin. Mereka tengah berada di ruangan Jiang Lie, mengerjakan pekerjaan di sana. Beberapa orang membicarakan ketiganya, gosip mulai tersebar hanya saja belum sampai ke telinga dua perempuan tersebut. "Iya dong aku bahagia, akhirnya keluar dari rumah mertua dan punya rumah sendiri bareng suamiku," balas Gaia penuh semangat. Perempuan itu berbalik memandang Fang Yin, senyuman terus terbingkai di wajah anak Arka ini. "Wah ...
Fang Yin mendengar hal itu langsung menarik lengan sang teman. Ia melirik sekitar lalu bernapas lega kala tidak ada tanda keberadaan Gaia. "Kamu ini, jangan asal bicara. Gaia gak mungkin jadi simpanan calon suamiku. Dia udah punya suami, dan aku pernah bertemu sama suaminya dan aku jamin Gaia gak akan berpaling," seru wanita itu. Dahi perempuan tersebut berkerut kala mendengar seruan Fang Yin yang begitu yakin. "Sudah, bilang ke semua orang. Jangan bergosip begitu lagi, Gaia gak mungkin menjadi orang ketiga di hubunganku. Lie dan dia cuma murni sebagai atasan dan bawahan aja," tutur sang calon istri Jiang Lie. Mendengar penjelasan Fang Yin akhirnya perempuan tersebut menganggukkan kepala lalu mengiyakan perkataan wanita itu. Semua mulai sibuk lagi melakukan pekerjaan dan keluar perusahaan kala waktu pulang telah tiba. Senyuman Gaia terus terukir bahkan saat sampai di depan kediaman Li. "Kamu!" teriak Xin
Mereka hanyut dalam tatapan penuh cinta, menikmati setiap kulit yang bersentuhan, napas terdengar memburu. Xavier sudah melemparkan asal jas dan kemeja, kala lelaki itu mulai terburu-buru hendak melepaskan pakaian wanitanya. Bunyi pintu terbuka membuat keduanya kaget dan mengalihkan pandangan ke benda untuk akses keluar masuk. "Ka-kalian." Ucapan Bai Lisha tergagap, dia terpaku melihat pemandangan tersebut. Terpesona dengan penampilan Xavier dan tatapan penuh amarah terpancar kala memandang Gaia. "Keluar! Siapa yang menyuruhmu membuka pintu kamar kami sembarangan," teriak Xavier menggelenggar.Gaia yang baru saja tersadar dari keterkejutan segera menarik selimut dan menutupi tubuh sang suami. Xavier langsung menoleh memandang istri kecilnya, sedangkan penghuni lain mendebgar teriakan lelaki itu lekas berlari mendekat."Apa yang ter ...." Ucapan Li Jian-Long terhenti kala melihat pemandangan yang ada di kamar putranya, dia seg
Di sisi lain, gedung terbengkalai Gaia mulai sadar. Kepalanya terasa berat, tubuhnya lemas akibat zat yang dihirup. Ia berusaha menggerakkan tangan dan kaki, namun mendapati keduanya terikat erat. "Kamu cepat juga sadarnya." suara dingin seorang pria terdengar dari sisi gelap kendaraan. Gaia menatap ke arah suara itu, meski pandangannya masih buram. Napas terengah, tetapi ia berusaha tetap tenang. "Siapa kalian? Apa yang kalian inginkan?" tanyanya, suara wanita itu terdengar serak. Pria itu mendekat, wajahnya masih tertutup masker, sorot mata penuh ancaman. "Kau akan segera tahu," ucapnya singkat, lalu kembali duduk dengan santai seakan mereka sedang tidak melakukan kejahatan. "Salahkan dirimu yang menyinggung orang-orang besar," lanjut salah satu dari mereka. Sementara itu, di lokasi acara, Mona hampir jatuh pingsan setelah mendengar kabar dari seseorang bahwa supir taksi yang membawa Gaia ditemukan dalam keadaan babak belur di pinggir jalan. Arka segera menangkap istrinya,
Gaia langsung memamerkan senyuman pada sang suami, sedangkan Xavier mendengkus. Lelaki itu segera berdiri dan diijuti istrinya, tatapan pria tersebut masih begitu tajam. "Kamu ini, awas aja! Kalau aja aku gak ada acara, kamu udah aku buat gak bisa bangun dari kasur," ucap Xavier dengan nada kesal. "Udah jam segini, aku pamit ya. Coba kalau masih ada waktu, aku bisa mengantarmu," lontar lelaki itu sambil mengembuskan napas. Wanita berstatus istrinya segera menepuk bahu lelaki tersebut, membuat sang empu memandangnya kembali saat dia tengah merapikan pakaian. "Kamu tenang aja, aku udah pesan taksi kok," balas Gaia dengan nada santai. Xavier yang hendak protes mengembuskan napas, ia akhirnya memilih menganggukkan kepala. "Aku pergi dulu, nanti pulangnya aku jemput." Setelah perpisahan singkat, Xavier akhirnya langsung pergi ke acara tersebut. Sementara itu, Gaia bersiap-siap dengan mengenakan gaun rancangan desainer terkenal. Gaun itu memeluk tubuhnya dengan sempurna
Gaia menghela napas, lalu menatap suaminya dengan ekspresi datar. "Memangnya ada wanita yang lebih cantik dariku?" tanyanya santai, namun sorot matanya tak berpaling menatap sang suami. Xavier mengaruk kepala yang tidak terasa gatal lalu terkekeh pelan dan tangannya segera melingkar ke pinggang sang istri. "Benar juga. Mana ada yang bisa menyaingimu dihatiku," ujarnya seraya mengecup kening Gaia. Gaia langsung memalingkan wajah merasa tersipu dengan balasan sang suami, sedangkan Xavier mengulas senyuman begitu bahagia melihat riak muka kekasihnya. Suara notifikasi pesan terdengar membuat keduanya menoleh lalu saat tau handphone dia yang bersuara, wanita ini meminta Xavier melepaskan pelukkan dan ia mengambil ponsel dan membaca dua pesan dari pria lain. [Shasha kamu sudah pergi belum? Aku jemput ya.] - Leonard [He! Kamu belum menepati janji meneraktirku, sebelum pergi ke acara ayo taktir aku. Sekalian nanti aku antar kamu ke acara, sekarang aku jemput ya!] - Damian. Xavier ya
Waktu berputar begitu cepat, Xavier masih terlelap diranjang istrinya, Gaia yang menatap lelaki ini hanya mengulas senyuman tipis. Ia menoleh ke pintu kala memdengar suara ketukkan terdengar, ia lekas turun dan membuka pintu. "Sayang, sebentar lagi acara mulai, Mama sama Papa harus segera ke sana," jelas Mona. "Terus kamu gimana? apa mau ikut kami atau menunggu suamimu ...." Ucapan Mona terhenti kala mendengar sang putri langsung menyela. Perempuan ini menyentuh lengan wanita yang melahirkan dan menepuk pelan. "Mama tenang aja, aku pasti tiba tepat waktu." Mendengar balasan sang putri, Mona menghela napas. Perempuan itu membalas ucapan Gaia dengan senyuman lalu pamit pada gadis kecil kesayangan ini. Kini kediaman hanya tersisa sepasang suami istri tersebut, istri Xavier memilih menyiapkan makanan untuk sang kekasih, tak berselang lama telepon terdengar dari ponsel lelaki jangkung yang masih terlelap. Dengan mata tertutup mencari ponsel dan lekas menerima sambungan telepon. "Ka
Xavier segera mengantarkan Gaia dan mertuanya ke kediaman, sesampai di sana lelaki tersebut membantu Arka masuk ke dalam rumah. Kini semua telah berada di ruang tengah, pria ini memandang sang istri, paham akan tatapan kekasihnya ia lekas pamit dan mengajak putra arka ke kamar."Aku menunggu penjelasanmu, aku gak akan menuduh kamu langsung," lontar Xavier kala memasuki kamar.Gaia mendengar hal ini hanya tersenyum, ia mengunci pintu dan meraih lengan sang suami agar ikut duduk di ranjang. "Dia membantu Papaku, dia yang membawa Papaku ke rumah sakit," terang Gaia."Gak perlu memikirkan hal gak perlu, dia punya tunangan dan sebentar lagi menikah. Gak mungkin aku menjadi perusak hubungan orang laian, apalagi aku pernah merasakan hal tersebut, aku sangat paham sak ...."Ucapannya terhenti kala sang suami langsung menariknya dalam dekapan, membuat ia sangat terkejut sampai melotot. "Udah jangan dijelaskan, aku paham. Aku minta maaf karena belum bisa melindungimu sepenuhnya, tapi aku bers
Xavier yang ada dibelakang Bai Lisha langsung mengerutkan dahi, ia menatap ke depan dan menangkap sang istri tengah memandangnya. "Menduakan?" Lelaki ini mengulangi perkataan Lisha dengan nada santai, wanita itu langsung mengangguk sebagai jawaban. "Kamu ini, masih saja berusaha mencari keributan," gerutu Gaia. Dia mendengkus pelan lalu menatap malas Bai Lisha dan kembali memandang sang suami. Tangannya melipat dada dan memiringkan kepala, tanpa pandangan lepas dari Xavier. "Jangan mengelak kamu! Bukti sudah jelas di depan mata," sungut Lisha dengan nada tinggi. Mendengar suara Lisha, beberapa orang di rumah sakit menoleh. Perawat yang ada di sini mendekat dan menegur wanita bermarga Bai tersebut. Sedangkan Xavier melangkah mendekat dan meraih pinggang istrinya membuat jarak di antara mereka terkikis. “Bagaimana bisa istriku mendua, sementara dia selalu jatuh ke pelukanku setiap malam?” bisiknya dengan nada menggoda.Pipi Gaia langsung memerah. Ia mencoba melepaskan diri, tapi
Mata Mona melebar mendengar perkataan Jiang Lie, wanita itu langsung memotong perkataan bawahan sang suami. "Rumah sakit mana? Cepat katakan!" pekik wanita itu. Gaia yang mendengar ucapan sang Ibu langsung memandang wanita tersebut, Jiang Lie yang terkejut dengan teriakan istri atasannya sampai lupa hendak mengatakan apa tadi. Dia lekas menjawab pertanyaan Mona dan setelah itu secara sepihak perempuan ini mematikan sambungan telepon. "Ayo ke rumah sakit! Papamu masuk rumah sakit," ajak Mona. "Apa yang dilakukan lelaki itu, kenapa bisa sampai ke rumah sakit!" ucapnya dengan nada frustasi dan khawatir. Dengan gerakkan cepat wanita itu langsung meraih lengan sang putri dan menariknya. Kedua perempuan tersebut terlihat begitu terkejut tambah panik. "Ayo cepat ke rumah sakit ...." perintah Mona saat memasuki kendaraan. Sepanjang perjalanan, Mona terus-menerus menggigit bibir, ekspresinya menunjukkan kegelisahan yang dalam. Tangan mengepal kuat dipangkuan. sementara mata dia seseka
Waktu berputar begitu cepat, Xavier masih sibuk di perusahaan. Membaca dan menandatangani lalu bertemu beberapa orang membuat kesepakatan. "Apa sudah dapat?" tanya lelaki itu tidak sabaran. Ia memandang asistennya penuh harapan, membuat sang empu menunduk lalu menghembuskan napas. "Mereka menginginkan saham sebagai gantinya, Tuan," balas lelaki tersebut. Mata Xavier membelalak, ia mengepalkan tangan dan membuang wajah. "Lupakan saja, Tuan. Jangan cuma karena keegoisan Nyonya, Tuan memberikan beberapa persen saham pada mereka," tutur sang bawahan.Xavier memejamkan mata, ia bersandar di kursi dan mengibaskan tangan memerintah sang asisten untuk pergi. Suara notifikasi chat masuk, dia segera meraih benda pipihnya. [Sayang, aku lagi perawatan. Biar terlihat cantik dan segar,] [Sand photo] [Lihat, istrimu sangat mempesona bukan. 😁] Senyuman terlukis di bibir Xavier kala melihat pesan dari kekasihnya. Ia memandangi photo Gaia yang sedang menikmati pijatan sambil memejamkan mata.
Senyuman masih melekat di bibir Gaia, ia langsung melingkarkan tangan di leher sang suami. Mata mereka saling memandang dan menyelami, lalu berjinjit agar bisa berbisik di telinga Xavier. "Aku tidak akan pernah meninggalkanmu, bodoh. Kamu gak perlu takut, kecuali kamu memang mempunyai kesalahan," lontarnya pelan di dekat telinga Xavier. Xavier menghela napas, menatap wajah istrinya yang begitu tenang seakan tak terjadi apa-apa. Ia memeluk erat pinggang sang istri, membuat keduanya tak ada jarak sedikitpun. Mengecup puncak kepala Gaia dengan penuh rasa sayang.“Aku tidak suka, kalau kamu mengambil risiko seperti itu,” gumamnya pelan.Gaia mengangguk dalam pelukannya. “Aku mengerti. Aku janji, aku tidak akan mengatakannya lagi.”Xavier sedikit tenang mendengar janji istrinya, tapi ada hal lain yang mengganggunya. “Sekarang soal acara Tuan Arka… maaf aku gak bisa mengajakmu pergi,” tutur lelaki itu dengan nada lemah. Gaia melepaskan pelukan dan menatap Xavier dengan mata penuh tekad.