Selamat Malam 🤍 Maaf ya kemarin libur up karena ada kesibukan. Untuk ke depannya akan rajin Up. Terima kasih ya, buat yang udah baca sampai bab ini. 🫶
“Bagaimana, dok? Bagaimana keadaan suami saya?” tanya Natasya mendahului. Dokter terlihat mengambil nafas panjang, sebelum menjawab, “operasi sudah kami lakukan. Dan berjalan dengan lancar. Namun ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan pada nyonya. Apa saya bisa minta waktunya?” Natasya beralih memandang pada ibu mertua, Rachel dan Jonathan secara bergantian. Meskipun operasi berjalan lancar, namun ucapan dokter masih menyisakan rasa takut. “Silahkan ikut saya!” ucap dokter setelah melihat anggukan Natasya, lalu melangkah menuju ruang di samping kamar operasi. Pintu kamar operasi kembali ditutup. Natasya dan nenek Maria berjalan mengikuti sang dokter. Rachel menelan ludah yang tercekat di tenggorokan. Meskipun tak melihat secara langsung karena sebagian wajah dokter yang tertutup masker. Namun Rachel bisa menangkap ekspresi dokter hanya dengan melihat sorot matanya. Kabar baik sudah dia dengar barusan, namun mengapa rasa takut masih saja bersarang dalam hatinya? Ada sesuatu y
Sudah seminggu lamanya, Jacob dirawat secara intensif. Namun keadaannya masih belum sadarkan diri. Nicholas berinisiatif untuk membawa pulang calon besannya. Hendak memindahkan ke rumah sakit di Jakarta. Tentunya ke salah satu rumah sakit terbaik. Dokter mengevaluasi kondisi pasien secara menyeluruh, menstabilkan kondisi medisnya agar tidak memburuk selama di perjalanan. Menyiapkan peralatan medis serta tim medis berpengalaman untuk memantau kondisi Jacob. Penerbangan pun dilakukan menggunakan pesawat khusus. Membutuhkan waktu kira-kira dua jam, hingga sampai di rumah sakit Medika Utama. Rumah sakit yang sama, saat Jonathan dirawat dulu. Rumah sakit langganan keluarga Lesham. Nicholas sengaja menempatkan Jacob di ruangan VIP, untuk kenyamanan keluarga yang menunggu. “Pulanglah Chel, biar mama yang nungguin papa di sini!” ucap Natasya pada putrinya yang bersikeras ingin menunggu papanya. “Rachel mau nungguin papa sampai papa sadar, Ma!” tolak Rachel. “Lihatlah nenek! Kasihan nene
Rachel kembali menunggu di depan ruang operasi. Tangisnya mulai pecah tak tertahankan lagi. Setelah beberapa hari berharap akan kesembuhan papanya, justru sekarang kondisi papa kembali memburuk. Jonathan pun sama, tak menyangka jika keadaan calon mertuanya akan kembali memburuk. Tak ada yang bisa dilakukan kecuali pasrah dan menghibur kekasihnya yang tengah bersedih meski dirinya sendiri dalam keadaan kalut. “Kita doakan yang terbaik untuk kesembuhan papa,” ucap Jonathan seraya memberikan bahunya sebagai sandaran. Tak ada yang bisa dilakukan selain hanya memohon pada yang Empunya Kehidupan. Dari ujung lorong yang sunyi, terlihat sosok Natasya yang berjalan setengah berlari ke arah mereka. Raut wajahnya tampak panik. Tadinya sesampai Natasya ke rumah sakit, dia segera menuju ke ruang rawat suaminya. Namun ruangan itu kosong. Natasya berlari keluar ruangan untuk menghubungi suster, mencari tahu keberadaan suami juga putrinya. Apa yang dia dengar dari penjelasan singkat sang suster,
“Papaaaa!!” Rachel terbangun dengan nafas terengah-engah. Peluh membanjiri dahi dan pelipisnya. Matanya menelusuri ke seluruh penjuru ruangan yang terlihat samar di penglihatannya. Hingga sebuah sosok tinggi tegap menghampirinya. Raut wajahnya tampak cemas. Pemuda itu menangkupkan kedua telapak tangannya di pipi Rachel yang sudah basah karena air mata. Mimpi buruk yang membuatnya tanpa sadar menangis dalam tidur. “Bae, mimpi buruk?” Suara lembut Jonathan menyentak kesadaran Rachel. Kepala Rachel mendongak untuk membalas tatapan Jonathan yang terlihat cemas. “Mana papa, Jo?” Suara Rachel terdengar lirih dan serak. Padahal apa yang terlihat tadi hanyalah sebuah mimpi. Mimpi buruk yang belum tentu terjadi. Namun mengapa semua terasa sangat nyata? Kebahagian bisa melihat kondisi papanya yang sudah sehat, seketika dihempaskan begitu saja dengan kepergian papanya. Belum sempat Jonathan menjawab, terdengar teriakan Natasya, membuat atensi keduanya teralihkan. “Mas Jacob!! Bangun mas!
Satu Minggu berlalu semenjak kepergian papa Jacob, Rachel masih larut dalam kesedihan, hanya berdiam diri di dalam kamar.Kediaman keluarga Shaquille serasa tak lengkap tanpa kehadiran Jacob, sebagai kepala keluarga juga satu-satunya pria yang menjadi pelindung keluarga.Sudah satu Minggu lamanya Rachel ijin tidak ke sekolah. Meskipun Natasya selalu membujuknya, dan Jonathan pun setiap pagi selalu datang menjemput. Namun Rachel merasa belum siap. Setiap kali keluar rumah melihat mobil papa Jacob yang terparkir di halaman rumah, rasa sedih itu bertambah.Meski masih dalam suasana berkabung setelah kepergian suaminya, Natasya memutuskan untuk menggantikan Jacob memimpin perusahaan. Berbekal kemampuan karena sering mengikuti perjalanan kerja suaminya, Natasya mengerti pekerjaan yang biasa dilakukan mendiang Jacob.Perusahaan yang tak terlalu besar, namun bisa mencukupi kebutuhan rumah. Natasya tak ingin hanya berdiam diri di rumah, meskipun ada asisten Jacob yang menggantikan.Pagi ini
“Acara kelulusannya hari Jumat pagi, malamnya anak-anak mau ngadain prom night party. Kemarin Mila titipin sesuatu buat lu, katanya peralatan buat pentas seni nanti. Itu gue taruh di bangku belakang,” ujar Jonathan di tengah perjalanan menuju ke sekolah. Rachel hanya melirik sekilas ke bangku belakang. Lalu kembali menatap ke depan tanpa menjawab ucapan Jonathan. Suasana kembali hening. Hingga mobil berhenti di lampu merah. Jonathan menatap ke samping. Terlihat wajah Rachel yang murung, membuatnya merasa kasihan. “Eh Bae, gimana kalau hari ini kita jalan? Mau nonton gak? Gue kemarin lihat ada film horor terbaru. Pasti lu suka..” “Kita langsung ke sekolah, Jo. Gue lagi gak pengen nonton. Lagian hari ini, niatnya gue mau ngundurin diri dari acara pentas seni. Biar Rio segera nyari pengganti,” pungkas Rachel sebelum Jonathan menyelesaikan ucapannya. “Lakukan apa yang lu mau. Kita ke sekolah sekarang.” Jonathan kembali memacu mobilnya ketika lampu merah berganti hijau. Dua menit seb
“Gawat gue salah ngomong. Apaan sih Rio, mau tahu aja urusan cewek! Sana-sana pergi!” Mila berusaha mengusir Rio agar menjauh dari mereka, dengan mendorong tubuh Rio. “Bae, udah selesai? Ayo pulang!” seru Jonathan yang sudah berdiri di ambang pintu kelas. Bukan hanya Rachel yang menoleh ke arah Jonathan, melainkan Rio pun ikut menoleh dengan kedua alis saling bertaut. “Bae? Jangan-jangan lu yang mau nikahin Rachel ya, Jo? Serius?” sahut Rio dengan suara yang menggelegar. “Astaga, Rio!! Bisa gak sih jangan keras-keras ngomongnya!!” bentak Mila merasa geregetan dengan mulut ember Rio. Masih ada beberapa teman di kelasnya. Meskipun Mila sadar jika dia yang memulai, namun kehadiran Rio semakin memperkeruh keadaan. “Apaan sih, Mil. Gue kan cuma lanjutin omongan elu. Lu sendiri kan yang bilang Rachel mau nikah setelah lulus?” sahut Rio yang tak mau disalahkan. Dia hanya penasaran. “Memangnya ada yang salah kalau gue mau nikah sama Rachel?” Kini Jonathan ikut bersuara. Berdiri di tengah
Semenjak kecelakaan yang merenggut nyawa Jacob, membuat Rachel trauma. Dia juga mengingat akan kejadian yang pernah membuat tangan Jonathan patah. Berharap dalam hati hal buruk tak lagi menimpa keluarganya. Dengan perasaan tak menentu, Rachel meraih ponsel dari tas selempang. Berusaha menghubungi Jonathan hingga beberapa kali. Namun pemuda itu sama sekali tak menjawab. Bahkan pesan singkat yang Rachel kirim pun belum terbaca. Acara dimulai, pembawa acara memimpin para peserta untuk menyanyikan lagu kebangsaan, dilanjutkan dengan doa pembukaan. Berulang kali Rachel mengalihkan pandangannya ke belakang, tepatnya di pintu masuk aula. Berharap Jonathan muncul dari sana. Namun hingga pidato sambutan dari ketua panitia usai, pemuda itu tak kunjung datang. Acara dilanjutkan dengan sambutan dari kepala sekolah yang diwakilkan oleh pak Supri selaku wakil kepala sekolah. Rachel kembali teringat akan Jessi. Bagaimana kabar gadis itu dengan kasus yang tengah dihadapinya? Mungkin saja Jer
“Auwwwhh.. sakit, Bae!” ucap Jonathan dengan wajah meringis sembari menatap lengannya yang terdapat bekas gigitan Rachel.“Jangan ngomong yang enggak-enggak deh, Jo! Mana ada nenek bilang gitu?” elak Rachel seraya membuang pandangannya agar Jonathan tak melihat wajahnya yang sudah memerah itu.“Masak sih nenek gak bilang gitu? Apa gue salah denger ya?”‘Astaga, nenek! Kenapa sih pakai acara ngomong yang enggak-enggak?’ gerutu Rachel dalam hati.“Jangan mikir yang enggak-enggak deh. Buruan ganti baju!” perintah Rachel seraya mendorong punggung Jonathan menuju kamar mandi.Blam!Rachel sendiri yang menutup pintu kamar mandi. Mengalihkan perhatian Jonathan agar tak lagi membicarakan sesuatu yang bisa memancing hal yang mengancam ketenangannya.Selama Jonathan berada di kamar mandi, Rachel segera menyelesaikan rutinitasnya. Membersihkan wajah dan mengoleskan skincare di wajahnya. Lalu segera berbaring di atas ranjang dengan selimut yang menutup seluruh tubuhnya.Rasa was-was masih menggan
“Uhuukkk.. uhuukkk..!” Jonathan bergegas mengambil air mineral dan memberikannya pada Rachel. Merasa bersalah telah membuat istrinya itu tersedak karena kata-kata yang keluar dari mulutnya. Suara bel pintu terdengar menyentak perhatian Rachel dan Jonathan. Sontak keduanya pun menoleh ke arah pintu. “Ck, siapa sih?! Ganggu aja!” gerutu Jonathan sebelum akhirnya melangkah ke arah pintu. Membuka pintu untuk melihat siapa yang datang. Salah satu staf hotel membawakan koper milik Rachel. “Maaf mengganggu, tuan Jonathan. Kami hanya mengantarkan barang milik nona Rachel,” ucap staf hotel seraya menyerahkan koper itu. Setelah staf hotel pamit pergi, Jonathan segera menutup kembali pintu kamar. Menarik koper ke lemari penyimpanan. Lalu kembali melangkah menuju meja makan. Rachel beranjak dari kursi. Meskipun makanan di piringnya masih tersisa setengah, namun perutnya sudah terasa kenyang. “Mau kemana, Bae? Kok gak dihabisin makanannya?” tanya Jonathan dengan raut bingung. “Gue mau gant
Rachel melangkah mundur kala menyadari langkah Jonathan semakin mendekat. Namun baru beberapa langkah ke belakang, punggungnya sudah membentur dinding membuat langkahnya terhenti di tempat. Pengaruh alkohol itu sudah hilang sejak Rachel bangun tidur tadi. Jadi dalam keadaan sadar seperti ini, akal sehat Rachel kembali bekerja. Rachel menyilangkan kedua tangan di depan dada, sebagai isyarat agar Jonathan jangan mendekat. Namun sepertinya suaminya itu tak memahami maksudnya. Langkah Jonathan semakin mendekat, mengunci tubuh mungil istrinya di antara kedua tangannya yang diletakkan di sisi tubuh Rachel. Lagi dan lagi Rachel dibuat diam tak berkutik. Wajah tampan sang kapten basket yang telah berstatus menjadi suaminya, begitu membuat gadis cupu itu terpesona. Dalam jarak sedekat ini, Rachel bisa merasakan hembusan nafas Jonathan yang beraroma mint. Tatapan Jonathan yang begitu tajam namun ada kelembutan di dalamnya, membuat Rachel semakin hanyut dalam rasa nyaman. Bibir merah Jonath
“Mohon maaf tuan Jonathan, mengganggu waktu istirahat anda. Saya diminta nyonya Debora untuk membawakan sarapan ini,” ucap seorang wanita yang merupakan staf hotel. “Astaga mami! Ngapain sih pakai suruh orang buat bawa sarapan segala. Mengganggu aja!” gerutu Jonathan dengan suara kecil, namun masih bisa didengar oleh staf wanita yang masih berdiri di hadapannya dengan membawa nampan berisi sarapan. “Maaf tuan Jonathan, bolehkah saya masuk untuk menaruh makanan ini?” “Gak perlu, biar aku sendiri yang menaruhnya!” Jonathan meraih paksa nampan itu. “Sekarang pergilah!” perintah Jonathan lalu kembali masuk. Menutup pintu dengan kakinya. Meletakkan nampan di atas meja, kemudian melangkah menuju kamar. Berdiri di sisi ranjang dengan pandangan tertuju pada wanita yang masih tertidur lelap. Jonathan sedikit membungkukkan badan. Tangannya terulur memindahkan helaian rambut yang menutupi wajah cantik Rachel. Garis bibir Jonathan melengkung, membentuk sebuah senyuman. Pagi pertama yang menj
Jonathan kembali memagut bibir manis sang istri. Tangannya bergerak mengusap lembut dada Rachel sebelum memulai permainan inti. Rasa takut yang sempat bersarang di hati Rachel saat melihat milik Jonathan yang panjang dan keras itu, kini perlahan memudar. Desahan tertahan dari bibir Rachel, kembali terdengar. Mengiringi permainan yang akan Jonathan mulai, sesaat lagi. Jonathan mengusap lembut ujung miliknya sebelum mempertemukannya pada milik sang istri. Mata Rachel terpejam, bibirnya terus mengeluarkan suara yang semakin memancing hasrat sang suami. “Can I come in?” Suara Jonathan menyentak kesadaran Rachel. Perlahan mata lentik itu terbuka. Sorot mata Rachel terlihat sayu. Ada rasa ingin, penasaran, juga rasa takut yang bercampur aduk dalam hatinya. Namun sudah kepalang tanggung. Pengaruh alkohol masih menguasai tubuh Rachel dan keinginan Jonathan pun sudah tidak bisa ditahan lagi. Tanpa mendengar dahulu jawaban dari mulut sang istri, Jonathan memasukkan miliknya ke dalam liang
Posisi Rachel kini berada di atas tubuh Jonathan. Kedua kakinya diletakkan di kedua sisi pinggang Jonathan. Posisi yang sama seperti sedang naik kuda. Jonathan menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri untuk menghindari ciuman Rachel. Karena dia tahu, jika istrinya itu sedang mabuk. “Astaga, Bae.. mphhhh..” Posisi Jonathan yang terjepit, membuatnya sulit untuk menghindar. Apalagi kedua tangan Rachel kini mencengkeram erat pipinya, hingga membuat Jo tak bisa menghindar lagi. Ciuman yang tak pernah Jonathan rasakan sebelumnya. Jika dalam keadaan sadar, istrinya itu sangatlah pasif. Beda halnya dalam keadaan mabuk, ciuman Rachel terasa begitu liar dan panas. Jo bisa merasakan lidah basah Rachel yang mulai membasahi permukaan bibirnya yang tertutup. Dengan mata terpejam, Jo berusaha mempertahankan diri agar tidak tergoda. Sungguh istrinya ini benar-benar menguji pertahanannya. Haruskah Jo meladeni Rachel dalam keadaannya yang setengah sadar? Jonathan tak ingin dianggap sengaja mema
Jonathan meraih cardlock dari dalam dompet. Membuka pintu kamar dengan perasaan campur aduk. Mengingat kondisi Rachel terakhir kali ditinggal dalam keadaan takut. Mana mungkin dia bisa melakukan keinginan papi untuk membuatkan cucu? “Bae, udah tidur?” Jonathan menutup kembali pintu. Ruangan masih dalam keadaan setengah redup, sama persis dengan yang terakhir kali dia lihat. Dia tak menyadari akan keberadaan Rachel di ruang tamu, hingga melewatinya menuju kamar tidur. Kondisi ranjang yang masih rapi, namun selimut terlihat sedikit berantakan. Jonathan tak menemukan keberadaan istrinya di dalam kamar. Menduga jika istrinya masih mandi atau mungkin melanjutkan acara berendam. Tetapi, bukankah ini sudah terlalu lama? Jonathan menghitung sudah sejam lebih dia meninggalkan Rachel. Mendadak rasa takut bersarang dalam pikiran Jonathan. Takut akan hal buruk terjadi pada istrinya ketika berada di kamar mandi. Bergegas Jonathan melangkah ke kamar mandi guna memastikan. Namun di sana, juga t
Kini tubuh sepasang pengantin baru saling melekat tanpa penghalang. Jonathan telah berhasil membuat Rachel tak berdaya dan tak menyadari jika dirinya kini sudah telanjang. Kesadaran Rachel kembali, ketika dia merasakan sesuatu yang keras menyundul pangkal paha bagian belakang. Perlahan mata lentik itu terbuka, pandangannya langsung tertuju pada wajah Jonathan yang tampak sedikit memerah. Ketika menyadari posisinya telah berubah, bahkan tangan lebar Jonathan mulai menangkup bagian sensitif di dadanya, Rachel pun menjadi panik. Segera meraih pergelangan tangan Jonathan dan berusaha menjauhkan dari tubuhnya. “Mphhhh…” Rachel berusaha berteriak, namun ciuman itu menahan suaranya. Pikiran Jonathan sudah dikuasai oleh hawa nafsu, membuat pemuda itu buta dan tuli akan reaksi sang istri yang mulai menolak. Saat dirasa kekuatannya tak akan mampu melawan tenaga Jonathan, Rachel pun menggigit lidah Jonathan. “Akhhhh..!” desis Jonathan seraya melepaskan pagutan bibirnya. Rasa ngilu pada lida
Kini posisi Jonathan duduk di belakang Rachel tanpa penghalang, membuat tubuh mereka saling bersentuhan. Mata Rachel semakin melebar kala tanpa sengaja Jonathan menyentuh bagian kenyal miliknya di depan dada. “Mpphhhh..” Rachel berusaha berteriak namun tangan lebar Jonathan menutup hampir setengah dari wajahnya. Sontak Rachel berusaha menepis tangan Jonathan dari dadanya. “Please, jangan banyak gerak Bae! Gue..” Ucapan Jonathan terhenti ketika mulai merasakan miliknya yang semakin mengeras. Keinginan Jo untuk menyentuh gadis yang sudah berstatus sebagai istrinya semakin kuat. Namun langkahnya terhalang oleh sikap Rachel yang terlihat jelas menolak. Seakan tak kehabisan akal, Rachel sekuat tenaga menggerakkan siku tangan kanannya ke belakang. Duagh!! Ujung siku Rachel yang runcing tepat mengenai perut Jonathan. Membuat pemuda itu meringis kesakitan dan akhirnya melepaskan tangannya dari mulut Rachel. Tak menyia-nyiakan waktu, Rachel pun berpindah posisi. Duduk di ujung bath-up,