Pesawat Singapore Airlines yang membawa Ananda dan Maya bersama Bayu yang telah berusia satu setengah tahun ditemani sepasang asisten mereka mendarat di Bandara Soekarno-Hatta."Selamat siang, Penumpang Pesawat Singapore Airlines SPA-790 tujuan Jakarta. Di sini Kapten Yogi Effendi ingin mengabarkan bahwa sebentar lagi pesawat akan mendarat di Bandara Soekarno-Hatta. Tolong kembali ke tempat duduk Anda dan pasang sabuk pengaman. Diperkirakan pesawat akan mendarat pada pukul 12.30 waktu Jakarta, Indonesia," ucap pilot pesawat yang ditumpangi rombongan Ananda dan Maya dari loud speaker.Sesuai yang dikatakan oleh pilot pesawat tadi mereka mendarat tepat waktu. Kemudian mereka mengambil koper sebelum keluar menuju pintu lobi bandara dimana sopir pribadi keluarga Kusuma Mulia telah menunggu kedatangan mereka. Kemudian koper-koper mereka dimuat di bagian bagasi belakang mobil oleh sopir itu dibantu Aji."Selamat datang, Pak Nanda, Bu Maya! Kemana tujuan kita sekarang?" sapa Pak Nurdin yang
Musik hingar bingar di ruangan remang-remang dengan cahaya lampu sorot warna-warni mengiringi detak jantung kehidupan muda-mudi metropolitan. Sekumpulan pria muda bertampang menarik dan wanita-wanita berpenampilan sexy sedang larut dalam kemeriahan malam pesta di sebuah diskotek elite."Noni joged dong! Digoyang patah-patah kayak kalau lagi syuting tuh. Wuidih dijamin mantap jiwa!" seru Stanley Irawan yang bersemangat pasca menghidu serbuk putih narkoba.Sedangkan, Andre dan rekan-rekan aktor panas lainnya duduk bersandar santai di sofa sambil menenggak minuman keras mahal yang ditraktir oleh sutradara mereka, Amir Funky. Perempuan sexy bernama Noni itu tak mau kalau dirinya sendirian yang dijadikan obyek kemesuman rekan-rekan lawan mainnya dalam film panas. Dia menggeleng dan berseru mengalahkan suara musik DJ yang rancak berdentum-dentum, "Noni ogah kalau sendirian, yang lain ajalah, mangga sok atuh!""Sisca, Velli, Sandra, Tita, Mona, yuk yuk jangan sok alim deh! Biasanya kalian l
Sekitar pukul 06.30 WIB Nyonya Astrid mulai beraktivitas di luar kamar tidurnya usai mandi pagi dan berdandan rapi. Dia membuat sarapan sederhana untuk dirinya dan juga putera semata wayangnya. Setelah menu nasi goreng telor mata sapi itu siap, dia melangkahkan kakinya menuju ke kamar Andre."TOK TOK TOK." Ketokan di daun pintu bercat putih itu cukup kencang, tetapi tak ada suara sahutan Andre seperti biasanya. Maka Nyonya Astrid pun membuka pintu untuk memeriksa apa semalam puteranya pulang atau tidak ke apartment.Ketika dia melihat puteranya dalam kondisi telanjang tidur dalam posisi janggal tertelungkup di atas ranjang, Nyonya Astrid bergegas menghampiri Andre. Dia memanggilnya, "Ndre ... Andre! Kamu nggak kenapa-kenapa 'kan?"Telapak tangan mama Andre menyentuh tubuh puteranya yang dingin dan kaku seperti mayat. Dan dia pun berteriak histeris, "AAAAAARRRGGHHH!" Disusul tangisnya pecah tak terkendali menangisi kepergian putera tungga kesayangannya itu di usia yang begitu belia."A
"Mass ... aarrhh!" Maya memejamkan matanya, tubuh polosnya bergetar hebat dengan punggung melengkung dalam dekapan Ananda di atas sofa. Ananda melumat dan memainkan puncak buah dada yang mengeras karena gairah di dalam mulutnya. Dia membantu istrinya yang bersimbah peluh bergerak naik turun di atas pangkuannya. Sesaat kemudian dia tak mampu lagi memperpanjang permainan cinta mereka dan ia pun menyembur deras ke dalam rahim Maya. Dahulu bercinta bersama Maya dengan berbagai gaya mungkin hanya sekadar bunga tidur saja bagi Ananda. Kelumpuhan kaki istrinya membuatnya harus mengalah menerima wujud kemesraan apa pun yang bisa dinikmati berdua. Namun, kini istrinya telah seutuhnya sehat walafiat dan tak keberatan mencoba berbagai posisi bercinta yang lebih menantang dan intens."Ini Mas Nanda rajin menyebar benih, kalau aku hamil lagi gimana dong? Sepertinya saat ini lagi subur-suburnya lho, Mas!" ujar Maya sambil membiarkan suaminya yang tak henti-hentinya mencumbunya. Dia tenggelam dala
"ANDREEE ... ANDREEE ... MANA ANDREEE?!" Teriakan wanita dari dalam ruang perawatan itu membuat para suster jaga di luar pintu saling bertukar pandang dengan prihatin. Suster Mawar berkata kepada kedua rekannya, "Kondisi gangguan mental Nyonya Astrid semakin parah saja semenjak datang. Sebaiknya segera dipindahkan ke rumah sakit jiwa!""Memang sebenarnya mengganggu pasien lainnya, Sus. Hanya saja belum ada keluarga yang bertanggung jawab. Kemarin tuh pihak kepolisian meminta Nyonya Astrid dirawat sementara di sini, enaknya gimana ya?" tanya Suster Susana bimbang menghadapi situasi dilematis ini.Kemudian Suster Diana menyarankan, "Coba hubungi dokter spesialis kejiwaan mungkin bisa diberikan suntikan obat penenang untuk sementara atau bagaimana, Sus?""Saran yang bagus, Suster Diana. Saya akan tanyakan ke Dokter Setiawan Trisnadi untuk persetujuan beliau. Kalau iya akan saya ambilkan obatnya di bagian farmasi sesuai resep beliau," jawab Suster Mawar yang menjabat kepala perawat rawat
Bunyi sirine ambulans yang meraung-raung sepanjang jalan dari Rumah Sakit Citra Medika menuju ke RSJ Dr. Soeharto Heerdijan membukakan perjalanan menembus kemacetan lalu lintas sore itu di jalanan ibu kota."May, aku mau pesan ke kamu sesuatu," ujar Ananda yang duduk bersebelahan dengan Maya di bangku penumpang mobil sedan AUDI A6 hitam itu."Apa Mas Nanda? Maya dengerin," sahut istrinya dengan penuh perhatian menoleh ke arah Ananda.Selama mengurus biaya administrasi Nyonya Astrid di Rumah Sakit Citra Medika tadi memang Ananda sudah memikirkan segalanya terkait urusan wasiat mendiang Andre. Dia lalu melanjutkan perkataannya, "Jadi aku mau kamu untuk hanya memantau saja mamanya Andre melalui dokter yang merawatnya. Jangan pernah temui dia lagi secara langsung. Ini demi kebaikan kamu—kebaikan kita juga. Wanita yang gila itu berbahaya dan bisa menyerang kamu karena mentalnya terganggu."Maya terdiam dan berpikir, dia pun mengerti maksud baik suaminya. Memang tadi pun Ananda sempat ceder
Pagi dengan gerimis rintik-rintik sisa hujan besar semalam masih mengguyur kota Jakarta. Wanita cantik dengan gaun hitam selutut itu menguatkan tekadnya untuk mengunjungi TPU Tanah Kusir, tempat dimana mendiang Andre dimakamkan. Mungkin sedikit terlambat, tetapi dia memang baru mengetahui berita duka cita itu belakangan.Payung hitam yang dia bawa untuk menaungi tubuhnya meneteskan air di ujung-ujung rusuk benda itu. Angin dingin yang menerpanya serasa menusuk tulang, pipinya basah oleh air mata yang mengalir di balik kaca mata hitam yang menutupi sebagian wajahnya.Selangkah demi selangkah Maya menuju ke sebuah gundukan tanah merah yang masih baru dibuat. Ada sebentuk nisan yang tertancap bertuliskan nama familiar seorang pemuda yang pernah begitu berarti dalam hidupnya.Keranjang bunga mawar tabur terayun pelan di tangan kanannya. Semakin dekat ia melangkah, dadanya terasa semakin sesak. Maya mungkin telah memiliki cinta baru yang indah bersama Ananda. Namun, kenangan manis masa pac
Sore itu kediaman Keluarga Kusuma Mulia ramai dikunjungi oleh serombongan nyonya-nyonya sosialita. Ada arisan elite bulanan yang digelar di sana. Tempat acara bergengsi itu berpindah-pindah sesuai giliran dan kebetulan kali ini jatuh di rumah mama Ananda.Maya pun diundang bersama putera tunggalnya untuk diperkenalkan ke teman-teman arisan Nyonya Belina. Sekalipun Maya sebenarnya tidak terbiasa mengikuti acara semacam itu, mau tak mau demi menghormati mama suaminya dia pun hadir."Jeng-jeng, kenalkan ini Maya Angelita, menantu saya. Mungkin sebagian sudah kenal ya karena dia ini penulis dongeng anak terkenal lho, nggak cuma di Indonesia ... sampai luar negeri juga bukunya dijual. Dan yang ini cucu saya, namanya Bayu. Lucu ya?!" tutur Nyonya Belina berdiri bersama Maya dan Bayu yang digendong mamanya di hadapan teman-teman arisan yang tajir melintir itu.Apa pun yang bisa disombongkan harus ditonjolkan, itulah prinsip anggota arisan elite yang diikuti Nyonya Belina. Para wanita itu pun