"Mass ... aarrhh!" Maya memejamkan matanya, tubuh polosnya bergetar hebat dengan punggung melengkung dalam dekapan Ananda di atas sofa. Ananda melumat dan memainkan puncak buah dada yang mengeras karena gairah di dalam mulutnya. Dia membantu istrinya yang bersimbah peluh bergerak naik turun di atas pangkuannya. Sesaat kemudian dia tak mampu lagi memperpanjang permainan cinta mereka dan ia pun menyembur deras ke dalam rahim Maya. Dahulu bercinta bersama Maya dengan berbagai gaya mungkin hanya sekadar bunga tidur saja bagi Ananda. Kelumpuhan kaki istrinya membuatnya harus mengalah menerima wujud kemesraan apa pun yang bisa dinikmati berdua. Namun, kini istrinya telah seutuhnya sehat walafiat dan tak keberatan mencoba berbagai posisi bercinta yang lebih menantang dan intens."Ini Mas Nanda rajin menyebar benih, kalau aku hamil lagi gimana dong? Sepertinya saat ini lagi subur-suburnya lho, Mas!" ujar Maya sambil membiarkan suaminya yang tak henti-hentinya mencumbunya. Dia tenggelam dala
"ANDREEE ... ANDREEE ... MANA ANDREEE?!" Teriakan wanita dari dalam ruang perawatan itu membuat para suster jaga di luar pintu saling bertukar pandang dengan prihatin. Suster Mawar berkata kepada kedua rekannya, "Kondisi gangguan mental Nyonya Astrid semakin parah saja semenjak datang. Sebaiknya segera dipindahkan ke rumah sakit jiwa!""Memang sebenarnya mengganggu pasien lainnya, Sus. Hanya saja belum ada keluarga yang bertanggung jawab. Kemarin tuh pihak kepolisian meminta Nyonya Astrid dirawat sementara di sini, enaknya gimana ya?" tanya Suster Susana bimbang menghadapi situasi dilematis ini.Kemudian Suster Diana menyarankan, "Coba hubungi dokter spesialis kejiwaan mungkin bisa diberikan suntikan obat penenang untuk sementara atau bagaimana, Sus?""Saran yang bagus, Suster Diana. Saya akan tanyakan ke Dokter Setiawan Trisnadi untuk persetujuan beliau. Kalau iya akan saya ambilkan obatnya di bagian farmasi sesuai resep beliau," jawab Suster Mawar yang menjabat kepala perawat rawat
Bunyi sirine ambulans yang meraung-raung sepanjang jalan dari Rumah Sakit Citra Medika menuju ke RSJ Dr. Soeharto Heerdijan membukakan perjalanan menembus kemacetan lalu lintas sore itu di jalanan ibu kota."May, aku mau pesan ke kamu sesuatu," ujar Ananda yang duduk bersebelahan dengan Maya di bangku penumpang mobil sedan AUDI A6 hitam itu."Apa Mas Nanda? Maya dengerin," sahut istrinya dengan penuh perhatian menoleh ke arah Ananda.Selama mengurus biaya administrasi Nyonya Astrid di Rumah Sakit Citra Medika tadi memang Ananda sudah memikirkan segalanya terkait urusan wasiat mendiang Andre. Dia lalu melanjutkan perkataannya, "Jadi aku mau kamu untuk hanya memantau saja mamanya Andre melalui dokter yang merawatnya. Jangan pernah temui dia lagi secara langsung. Ini demi kebaikan kamu—kebaikan kita juga. Wanita yang gila itu berbahaya dan bisa menyerang kamu karena mentalnya terganggu."Maya terdiam dan berpikir, dia pun mengerti maksud baik suaminya. Memang tadi pun Ananda sempat ceder
Pagi dengan gerimis rintik-rintik sisa hujan besar semalam masih mengguyur kota Jakarta. Wanita cantik dengan gaun hitam selutut itu menguatkan tekadnya untuk mengunjungi TPU Tanah Kusir, tempat dimana mendiang Andre dimakamkan. Mungkin sedikit terlambat, tetapi dia memang baru mengetahui berita duka cita itu belakangan.Payung hitam yang dia bawa untuk menaungi tubuhnya meneteskan air di ujung-ujung rusuk benda itu. Angin dingin yang menerpanya serasa menusuk tulang, pipinya basah oleh air mata yang mengalir di balik kaca mata hitam yang menutupi sebagian wajahnya.Selangkah demi selangkah Maya menuju ke sebuah gundukan tanah merah yang masih baru dibuat. Ada sebentuk nisan yang tertancap bertuliskan nama familiar seorang pemuda yang pernah begitu berarti dalam hidupnya.Keranjang bunga mawar tabur terayun pelan di tangan kanannya. Semakin dekat ia melangkah, dadanya terasa semakin sesak. Maya mungkin telah memiliki cinta baru yang indah bersama Ananda. Namun, kenangan manis masa pac
Sore itu kediaman Keluarga Kusuma Mulia ramai dikunjungi oleh serombongan nyonya-nyonya sosialita. Ada arisan elite bulanan yang digelar di sana. Tempat acara bergengsi itu berpindah-pindah sesuai giliran dan kebetulan kali ini jatuh di rumah mama Ananda.Maya pun diundang bersama putera tunggalnya untuk diperkenalkan ke teman-teman arisan Nyonya Belina. Sekalipun Maya sebenarnya tidak terbiasa mengikuti acara semacam itu, mau tak mau demi menghormati mama suaminya dia pun hadir."Jeng-jeng, kenalkan ini Maya Angelita, menantu saya. Mungkin sebagian sudah kenal ya karena dia ini penulis dongeng anak terkenal lho, nggak cuma di Indonesia ... sampai luar negeri juga bukunya dijual. Dan yang ini cucu saya, namanya Bayu. Lucu ya?!" tutur Nyonya Belina berdiri bersama Maya dan Bayu yang digendong mamanya di hadapan teman-teman arisan yang tajir melintir itu.Apa pun yang bisa disombongkan harus ditonjolkan, itulah prinsip anggota arisan elite yang diikuti Nyonya Belina. Para wanita itu pun
Suara tangisan dan rengekan bayi terdengar memenuhi mobil Alphard putih yang tengah melaju di jalanan ibu kota yang padat oleh kendaraan bermotor petang itu. Sang sopir melirik curiga melalui spion tengah mobil yang dia kemudikan. 'Perasaan tadi nyonya besar dan nyonya muda berangkat nggak bawa bocah. Lha ini ... lantas anak siapa? Jangan-jangan mereka nyulik anak orang!' batin Pak Suryo gelisah sembari berjibaku dengan lalu lintas yang begitu ramai."Rewel banget sih nih bocah!" keluh Deana yang memangku putera Maya. Dia memang tidak suka anak kecil. "Sabar, Dea. Sebentar lagi juga sampai di apartment," bujuk Nyonya Shinta melirik puterinya dan Bayu yang menangis tak henti-hentinya. Memang mereka berdua tidak mengerti kalau bocah laki-laki itu kelaparan, tadi Suster Sisca pergi ke dapur untuk membuatkan susu untuk Bayu dan Nyonya Shinta membawa pergi bocah itu diam-diam.Mobil Alphard putih itu membelok ke apartment Royal Heir Dharmawangsa yang mewah. Pasca hotel milik keluarga Ha
Selang 24 jam pasca menghilangnya Bayu dari kediaman Kusuma Mulia. Pihak kepolisian dan juga Ananda Kusuma ditemani oleh sekretarisnya mendatangi Royal Heir Dharmawangsa apartment."TING TONG." Bunyi bel apartment milik Nyonya Shinta terdengar mengejutkan dia dan puterinya yang memang sengaja tidak keluar kemana pun dari apartment itu sejak kemarin malam."Ehh—siapa tuh, Ma?" tanya Deana cemas bertukar pandang dengan mamanya di sofa.Kemudian Nyonya Shinta berjalan ke pintu keluar unit apartmentnya dan mengintip siapa tamunya dari lubang intip. Ketika dia melihat petugas polisi berseragam, makin paniklah dia. "Dea ... Dea, ada polisi di depan!" serunya berlari menuju ke sofa.Namun, gedoran di pintu terdengar bersama suara amarah Ananda. "Buka pintunya atau perlu didobrak?!" teriaknya mengancam dari balik pintu. "Waduh Ma, gimana nih? Kok Mas Nanda tahu kita ada di sini?" Deana mencicit panik.Sementara Bayu yang tadinya diam mulai menjerit-jerit, "PAAPAA ... PAAAPAAA ...."Setelah m
"Terdakwa penculikan putera dari CEO Grup Kusuma Mulia yaitu pasangan ibu dan anak Hartadinata telah menerima vonis bersalah dari pengadilan dan dijatuhi hukuman kurungan selama 5 tahun. Demikian laporan Desti Triana dan cameraman Rizky Setiadi dari depan ruang sidang. Kembali ke studio 5 Surya TV!" Berita siaran petang itu menjadi tayangan yang menyita perhatian Pak Alan dan Nyonya Belina. Mereka saling bertukar pandang prihatin. Kemudian Nyonya Belina berkata, "Kasihan sebenarnya, Pa. Sekeluarga kok bisa masuk bui semua. Mas Arifian juga masih 14 tahun penjara hukumannya."Pak Alan mendesah lelah, dia pun menanggapi, "Itu keluarga kacau balau, Ma. Kita telah salah mengenali di awal berteman dengan mereka. Tadinya konglomerat, sekarang malah sudah jatuh miskin masih harus tinggal di hotel prodeo. Malunya berlipat-lipat kalau dulu kita jadi berbesan sama mereka, tingkah mereka aneh-aneh begini!""Benar, Pa. Memang Mama dulu salah menilai, justru keluarganya Maya yang baik-baik saja m