"Vin, Vin. Kamu dari mana aja sih? Ibu dari tadi telpon kamu ngga kamu angkat angkat," tanya Sukma dengan wajah panik setelah kini Marvin kembali ke rumah.
"Tadi ada meeting mendadak, Bu. Ibu kenapa sih? kok kayanya panik banget?"Belum menjawab Sukma yang lebih dulu meraih tangan Marvin dan membawanya masuk keruangan kerjanya."Ada hal penting yang mau Ibu bicarakan Vin.""Hal penting apa, Bu?""Vin, sebenernya mobil itu udah kamu jual belum sih?""Mobil Mercy itu? udah lah, Bu. Kan aku udah bilang yang beli orang Surabaya, emang ada apa sih, Bu?"Perlahan Sukma pun menjelaskan jika Ginda telah melihat mobil itu tadi siang, ucapan itu membuat Marvin mengerutkan dahi."Ginda, lalu apa hubungannya, Bu? biar aja lah Ginda lihat mobil itu, dia juga ngga tau apa apa," jawab Marvin yang membuat Sukma menggelengkan kepala."Kamu salah, Marvin. Justru setelah Ginda melihat mobil itu kamu terancam, Vin. Kamu teCukup lama terdiam, membiarkan hati Ginda tetap bertanya tanya, pandangan Ginda tertuju ngeri nan penasaran sebenarnya apa maksud Marvin memanggilnya?Sampai kini Marvin menghela nafas, sebelum akhirnya angkat bicara."Apa saya boleh minta tolong?" tanyanya dengan pandangan tajam.Kali ini tatapan itu membuat hati Ginda bergetar, pasalnya meskipun sudah lama bersama namun ini pertama kalinya Marvin memandang Ginda sedekat ini."Boleh ada apa, Mas?""Rasanya saya kurang enak badan apa kamu bisa memijit saya?" ucap Marvin yang membuat Ginda mengangkat alis sebelah kirinya.Memijit, apakah ia tak salah mendengar? bukankah selama ini Marvin tak pernah mau disentuh oleh Ginda? lalu mengapa sekarang ia meminta dipijit?"Pi-pijit?""Ya, Saya lelah sekali setelah meeting seharian tadi."Mendengar ucapan Marvin, Ginda sejenak berpikir itu artinya tadi ia pergi untuk meeting, dan ternyata tidak seperti yang ia ki
"Seharusnya kamu berterimakasih pada saya, bukan malah mencurigai saya, seperti ini. Lagi pula kalau pun saya berniat macam macam denganmu bukankah itu boleh boleh saja? saya kan suamimu," tambah Marvin yang kini kembali mendekat.Menatap Ginda dengan pandangan tajam, tak dapat dipungkiri ternyata wajah itu benar benar ayu, semakin dekat justru semakin cantik. Bulu mata lentik membuat kedipan matanya begitu mempesona.Tak dapat menjawab apa apa, Ginda yang kini menunduk, tak sanggup memperhatikan mata sang suami lagi.Dengan menundukkan wajahnya, Ginda pikir ia akan terbebas dari pandangan tajam yang membuat hatinya bergetar itu, namun ternyata tidak. Kini Marvin meraih dagu Ginda hingga membuat wajahnya terangkat.Memintanya untuk kembali menatap matanya, entahlah apa yang hendak dilakukan Marvin? Apa yang terjadi pada Marvin? Mengapa tingkahnya hari ini benar benar membuat Ginda grogi."M-Mas m-mau ngapain?" tanya Ginda gugup.
Di ruang makan, Sukma yang sudah lebih dulu duduk, kini tersenyum menyambut kedua anaknya."Ayo duduk! kita makan malam dulu bareng bareng," ucap Sukma dengan manisnya.Entahlah bagi Ginda, Sukma adalah Ibu mertua terbaik di dunia, dari awal ia memintanya untuk menikah dengan Marvin, hingga ia membiayai operasi mata Ginda, dan kini ia begitu baik dengannya.Ginda benar benar merasa harus banyak berterimakasih pada Sukma, karena mungkin ia banyak berhutang budi. Namun nyatanya semua itu tak seperti yang Ginda pikirkan.Apakah ia akan terus terusan berterimakasih jika ia telah mengetahui semuanya? tentang siapa penabrak lari tersebut?Kini Ginda pun meraih sendok nasi dan membantu mengambilkan makanan untuk Marvin, hingga membuat Marvin kini tertegun dengan sikap Ginda yang begitu perhatian."Mau pakai ikan atau ayam, Mas?" tanya Ginda yang membuat Marvin gelagapan, renungannya seketika terputus kala mendengar pertanyaan sang istri
Sesampainya di Kampus.Marvin yang kini lebih dulu turun dan membuka pintu untuk Ginda, dengan penampilan kantorannya Marvin begitu tampak berkharisma."Silahkan," ucap Marvin tersenyum dan membuat Ginda pun tersenyum."Terimakasih, Mas."Pagi ini berbeda dengan pagi pagi sebelumnya, jika biasanya Ginda yang selalu turun dari mobil taxy, kini ia turun dari mobil mewah dan diantar oleh pangeran tampan.Bak seorang Cinderella yang tiba dengan kereta kencana, pemandangan itu ternyata disaksikan oleh Dela sahabat baik Ginda.Ia yang terpesona dengan keromantisan yang terjalin dalam rumah tangga sang sahabat. saking terpesonanya Dila enggan meninggalkan tempat, pandangannya tak berkedip memperhatikan betapa beruntungnya Ginda bagi Dila."Oh My God. Mereka sweet banget. Kapan ya aku punya suami kaya suaminya Ginda," gumam Dila dengan pandangan mata berbinar.Betapa beruntungnya Ginda saat ini? ia berada dalam sebuah k
Saat ini, Ginda terduduk didekat parkiran kampusnya, berharap sang suami datang menjemputnya lagi, namun entahlah mungkin harapan Ginda sia sia nyatanya hingga sekarang Marvin belum juga datang."Apa Mas Marvin ngga jemput aku ya?" batin Ginda dengan wajah bersedih.Baru saja tadi pagi ia bahagia, tapi sekarang ia harus kembali bersedih."Nda, apa suamimu ngga jemput?"Terlontar pertanyaan itu dari bibir Dela yang membuat Ginda menggelengkan kepala."Ngga tau, Del. Mungkin Mas Marvin lagi sibuk," jawabnya dengan pandangan yang terus memperhatikan arah parkiran.Dan ternyata sebuah mobil berwarna merah yang baru saja datang membuat Ginda melebarkan mata dan seketika bibirnya tersenyum."Itu, Mas Marvin."Betapa bahagianya hati Ginda, ternyata harapannya tak sia sia, melihat Marvin datang rasa semangatnya seketika kembali.Pandangannya kini tertuju pada pintu mobil yang perlahan terbuka, membuat Ginda per
Melihat isi didalamnya Ginda pun terbelalak, lantaran ia dapati sebuah cincin berlian yang begitu indah disana."Masyaallah, bagus banget" gumam Ginda tertegun.Kini pandangannya kembali melirik Marvin, sejenak bibirnya tersenyum dan tak berkedip memperhatikan wajah tampan laki laki dihadapannya itu."Mas, ini untukku?" tanya Ginda yang membuat pandangan Marvin kini berpaling dari makanan dihadapannya.Belum menjawab, Marvin yang sejenak terdiam, tersenyum dan menyeruput sedikit minumannya sebelum memulai berbicara."Iya, itu untuk kamu, sebagai hadiah ulang tahunmu. Tapi saya tidak bermaksud merayakan ya, saya cuma ingin memberi kejutan pada istri saya, apa kamu suka?" tanya Marvin dengan pandangan tak berkedip memperhatikan Ginda yang masih terpanah.Entahlah harus berkata apa Ginda saat ini, rasanya ia telah dibuat Marvin terbang melayang layang. Belum sempat menjawab kini air mata Ginda yang lebih dulu menetes terjatuh dipipi
Didalam ruang kamarnya, Ginda yang tampak sedang terduduk dengan tangan bersimpuh. Wanita yang baru saja selesai melakukan sholatnya itu kini berdoa.Bersyukur dan berterimakasih dengan apa yang telah datang padanya. Akan matanya yang kini kembali dapat melihat, dan suaminya yang kini telah berbaik padanya."Aku benar benar bahagia, Yaallah. Terimakasih atas semua anugrah ini."Doa itu ternyata terdengar oleh Marvin yang kini terdiam memperhatikan gerak Ginda, lagi lagi aktivitas Ginda yang membuat Marvin tertegun. Wanita cantik dan sholehah itu seakan menghipnotisnya."Kamu benar benar istri yang sholehah, beruntung aku bisa menikah dengan kamu, tapi.."Entahlah bagi Marvin masih ada rasa sulit untuk dapat membuka hatinya. Merasa sedang diperhatikan Ginda kini menoleh ia dapati Marvin yang terdiam merenung didepan pintu kamarnya."Mas," panggil Ginda yang membuat lamunan Marvin terbuyar.Kini pandangannya memperhatikan
"Apa mereka masih saling cinta ya? karena katanya kan mereka berpisah bukan karena keinginannya, tapi karena Ibu yang ngga suka, jadi mungkin saja Mas Marvin memang memberikan cincin itu untuk mantan istrinya. Yaallah aku harus gimana sekarang?" batin Ginda yang terus memikirkan perkara cincin tersebut.Tak lama kemudian.Marvin yang kini telah kembali kerumah, merasa sepi dan tak mendapat sambutan dari sang anak, kini Marvin pun mencari keberadaan Inggit, mencari ke berbagai ruangan yang sering Inggit datangi."Inggit kamu dimana, nak? Papa pulang nih," pekik Marvin yang terus mencari.Sudah beberapa tempat Marvin datangi namun Inggit tak jua ia temukan, hingga kini datanglah Ginda dan berkata."Inggit udah dijemput Mamanya, Mas."Mendengar jawaban itu seketika Marvin pun menoleh."Dijemput Sinta?""Iya, Kasihan Inggit, Mas. Tadi sebenernya dia belum mau pulang, tapi dipaksa sama Mba Sinta, sampe dia nangis git