Daniel mantan Bianca udah pernah muncul sebelumnya di bab 12 Just Thing.
Melebihi kecepatan cahaya, Daffin dan Serena langsung bangkit dari posisi masing-masing. Daffin dengan sigap menarik selimut untuk menutup tubuh Serena. Ia mengernyit menatap Brian yang melongo di sana dengan umpatan di ujung lidah. Tapi mengingat Daffin sendiri yang tadi meminta Brian untuk datang ke kosannya, Daffin harus mau tak mau menelan bulat-bulat semua kata-kata kasarnya. Ia hanya bisa memungut kaos malangnya lalu berjongkok sejenak untuk mengambil kacamatanya yang berada di kolong meja.Tapi saat ini Brian serius terkejut bukan main, meski pun ia tahu Daffin bukan tipe anak mami yang polos seperti kerudung anak sekolahan. Brian tahu tentang masa lalu Daffin, makanya selama ini ia kira Daffin memiliki semacam trauma terhadap perempuan.“Mau apa lo ke sini, Njing!?” Sergah Serena dengan emosi.“Lo tanya aja sama cowok lo itu. Dia yang nyuruh gue ke kosannya!” Balas Brian sewot masih dengan mata melotot. “Malah mata gue yang ternodai, Kambing emang. Poor my eyes. Lebih enak kel
Demi JavaScript¹ yang ribetnya kayak cewek PMS, Bianca benar-benar benci jika harus ke kamar mandi tengah malam begini. Ralat, ini sudah subuh sebenarnya. Tapi kan ia baru tertidur pukul satu dini hari, jadi pokoknya ia masih ingin menyelami mimpinya untuk melupakan segala macam tetek bengek per-skripsian. Jujur Bianca takut dirinya kena Stress Disorder karena skripsi. Meski pun sudah di bantu oleh Serena dan bahkan Brian si pemegang predikat cumlaude tetap saja Bianca ingin menangis. Keluar dari toilet, Bianca langsung melompat kaget karena mendapati Brian yang sudah duduk manis di ranjangnya. Saat membantunya mengolah data tadi malam, laki-laki itu pamit untuk ke tempat Daffin. “SAHA MANEH TEH? JURIG NYAK!?” Bianca menunjuk Brian waspada. Brian menipiskan bibir, sebenarnya kenapa ia bisa begitu menyukai perempuan random menyerempet gila macam Bianca ini. “Kenapa sih, Bi? Ngigo?” Brian menanggapinya lelah. Bianca menyentuh wajah Brian dengan jarinya lalu berubah menjadi tarikan
Kabar tentang kehamilan Cath telah menyebar dengan mulusnya. Semua anggota keluarga yang mendengar tentu saja turut bahagia dan mengucapkan selamat. Ah, mungkin ada yang tidak. Serena belum mengucapkan apa pun pada pasangan itu. Bukan, memang gadis itu tidak berminat. Serena juga tidak membencinya. Ia hanya ... sedang berusaha untuk berdamai dengan diri sendiri. Saking senangnya, keluarga Wijaya malam ini membuat acara kecil-kecilan sebagai bentuk rasa syukur untuk cucu pertama mereka, dari mantu pertama. Seperti yang Serena katakan tadi, sebagai bentuk damai dengan diri sendiri Serena pulang ke rumah untuk menghadiri acara itu. Semuanya terlihat berseri. Bahkan langit pun penuh bintang malam ini, seperti sedang ikut turut bahagia. Serena jadi menggertakan giginya kuat-kuat, udara malam saat ini memang dingin namun hatinya jauh terasa lebih dingin. Jean datang menghampiri Serena yang sedari tadi terlihat melamun di balkon. “Kemarin Mami ngobrol sama Diana, loh. Mama-nya Daffin. Kamu
I'm already head over heels on you. Head over heels. Head. Over. Heels. Demi aroma popcorn bioskop yang sangat menggugah selera, Serena memikirkan kalimat Daffin itu semalaman. Bahkan pagi tadi ketika Daffin menjemputnya, Serena kembali teringat. Senyum gadis itu mengembang sempurna mengalahkan kue bolu buatan Jean tadi pagi. Bukan lagi sekedar pernyataan cinta menye-menye ala drama Asia Timur, tapi head over heels katanya.Head over heels on you. On you, Serena. On you! Daffin si manusia cuek bebek itu mengatakannya dengan sadar dalam satu kalimat. Kaki Serena menendang-nendang kecil di bawah meja, hingga tidak sengaja menimbulkan sedikit keributan karena bawahan bangkunya yang beradu. Tapi tentu saja tidak menghilangkan aspek kebahagiaannya.Segera setelah sang dosen di depan mengakhiri kelasnya, Serena langsung melesat pergi dari bangkunya. Tadi ia sudah mengajak Daffin untuk makan siang bersama dan laki-laki itu menyetujuinya. Akhirnya setelah sekian purnama. Biasanya ada saja
Daffin mengerjap polos beberapa kali. Walau kadang tidak mengerti dengan perubahan sikap Serena, tapi hal tersebutlah yang membuat Daffin ingin terus berada di dekatnya. Baru beberapa saat yang lalu Serena memaki dan berteriak padanya lalu dalam sedetik sudah berganti. Tapi apa katanya, I want your lips so bad? Daffin meneguk saliva untuk membasahi tenggorokannya yang mendadak kering. “Siapa bilang gue enggak suka PDA, hm?” Daffin tersenyum tipis. “Berarti suka?” Serena menyentuh rahang Daffin. Senyum tipis Daffin berubah menjadi sebuah seringaian tapi tak memberikan jawaban. “Tadi bilang apa? Want to taste my lips?” Katanya tepat di depan bibir Serena. “So bad?” Tambah Daffin menggoda. Serena berdesir. Ia langsung kembali membuat jarak dengan Daffin dan menggigit bibirnya sendiri tanpa sadar. “Jangan digigit, dong. Itu bagian gue.” Kata Daffin sambil mengusap pelan bibir Serena dengan ibu jarinya. Serena jadi ikut menyeringai tipis, ia membasahi bibirnya dengan lidah sengaja men
Daffin kampret.Jadi ceritanya di hari minggu yang indah Serena ingin naik delman istimewa. Bukan, maksudnya Serena berencana untuk berkuda. Pada awalnya Serena sama sekali tidak tertarik, tapi berhubung Brian bersedia untuk membayar semua biaya Serena pun mau. Brian tentu saja juga mengajak ayang tersayang—Bianca. Tidak mau kalah, ya Serena juga ikut mengajak Daffin.Daffin mau?Tidak. Of course, as always.Setelah membujuk dengan segala siasat, Daffin akhirnya setuju. Namanya juga bucin pasti cepat luluh. Tapi di hari minggu Diana juga meminta Daffin untuk mengantarnya mencari gaun di butik milik Cath. Karena itu Daffin menyarankan untuk mereka bertemu di butiknya Cath. Tidak menemukan alasan untuk mendebat, Serena pun menyetujui.Setelah kemarin berdebat cukup alot mengenai Galendra, Serena tidak ingin menabur garam bernama kecurigaan lagi. Ah, tentang pertanyaan Daffin kemarin Serena tentu saja tidak mengatakan masalahnya dengan Galendra pada Daffin.Serena hanya berkata, “Masalah
Biasanya walaupun jarang turun ke dance floor, Serena tetap hinggap kesana kemarin menggoda laki-laki yang terlihat sendirian. Tapi kali ini tidak, Serena hanya duduk tenang di meja bar dengan ditemani oleh segelas minuman. Ia hanya melihat datar Bianca dan Sarah yang bersemangat menggoyangkan tubuh melepaskan penat berkat tulisan yang bernama skripsi.“Makasih Kak karena udah sempetin dateng. Buat kadonya juga makasih, aku suka banget.”Serena menoleh kemudian tersenyum seadanya. Si pemilik pesta malam ini—Kayla yang berulang tahun ternyata menghampirinya. Adik tingkat Serena itu mengadakan pesta di salah satu night club. Kayla mengundang semua teman-teman dari angkatannya dan beberapa senior yang ia kenal. Serena hanya mengenal Kayla sekilas karena pernah satu project, tapi berhubung gadis itu baik Serena tentu saja dengan senang hati datang memenuhi undangannya. Sekalian Serena juga sedang butuh alkohol untuk meringankan kepalanya.“Oh, iya. Daffin kenapa enggak gabung kak?” Kayla
Setelah mengantar Serena ke gedung apartementnya, Sarah kembali lagi ke night club karena Bianca masih ada di sana. Memang, di antara tiga serangkai itu, Sarah seringkali berperan sebagai ibu yang mengurus dan memastikan keselamatan anak-anaknya. Karena Bianca si childish dan Serena yang terlalu cuek.Tapi Sarah tidak bisa menemukan Bianca. Tadi Sarah meninggalkan Bianca yang masih sibuk di dance floor karena keadaan Serena sudah mabuk terlalu banyak. Dengan mata melotot, Sarah menginspeksi ruangan remang-remang itu hingga ke sudut mencari tanda-tanda eksistensi Bianca.“Takut banget gue mata lo lepas,”Bukannya Bianca malah ada si mantan. Sarah langsung melemparkan tatapan tajamnya.“Nyari Siapa?”“Yang jelas bukan nyari lo,” Sarah lanjut mengedarkan pandangannya.Daniel mengangkat alisnya tinggi dan merapatkan diri pada Sarah. “Kalau adanya gue gimana?”“Enggak minat,” Sarah menyikut tubuh Daniel agar menjauh.“Bianca dah kagak ada. Tadi udah balik, gue pesenin taksi,” kata Daniel e
Memang benar kata Bianca, film semi sama realita mah enggak ada apa-apanya. Serena sangat-sangat menyetujui statement itu ketika berhadapan dengan Daffin yang sedang dalam mode dominant seperti sekarang ini. Ketika kulit telanjangnya menyentuh dinginnya porcelain bathup kamar mandi, Serena lagi-lagi hanya bisa memasrahkan segalanya pada Daffin. Hangatnya air mengalir mulai terasa membasahi kain yang masih tersisa di badan. Serena bahkan tidak mau memikirkan lagi kapan dan bagaimana Daffin menyalakan air itu. “Bilang kalau kamu enggak nyaman,” Daffin membelai sisi wajah Serena. Tapi Serena malah melayangkan kecupan di bibir. “It is okay. No need to hold your feelings tho,” katanya sekaligus isyarat bagi Daffin agar tak perlu menahan diri. “Sure. I don't even trying.”Kalimat terakhir Daffin sebelum merobek kain terakhir Serena dan membuangnya keluar bathup. Serena langsung merasakan dua jari merambah ke dalam sana. Ia memekik dan melenguh kemudian. Lima jari Daffin melingkari lehe
Gue cabut, makasih buat tumpangannya. I'm better now, don't worry :) Serena membaca berkali-kali tulisan pada memo yang ada di genggamannya kurang lebih dalam lima menit pertama. Baru menit selanjutnya ia mengeluarkan ponsel dan men-dial nomor si penulis memo, Sarah. Dering demi dering terus terlewat namun jawaban tidak kunjung didapatkan. Tidak menyerah Serena mencoba sekali lagi, membiarkan memo yang ada di tangannya diambil alih oleh tangan lain. “Gue kira lo benar-benar enggak tahu dimana keberadaan Sarah.” Daffin bergumam setelah membaca kertas di tangannya. Rencananya sore ini mereka mampir ke unit Serena hanya untuk mengantarkan makanan kesukaan Sarah. Akan tetapi saat mengambil air minum untuk membasahi tenggorokan, Serena malah menemukan sepotong sticky note tertempel di lemari pendinginnya.Serena berdecak karena deringnya lagi-lagi tidak terjawab. “Kemana pula sih manusia ini?!”“Fase denial-nya udah selesai. Mungkin sekarang she wants to clean up everything.” “Kalau ju
“Enggak capek? Lo sering plank ya?” Serena bertanya heran karena selama ia berbicara panjang kali lebar, Daffin tidak sedikit pun bergeser dari posisinya. Bertahan di atas Serena dengan siku sebagai tumpuan. Sebenarnya cowok itu tidak terlalu mendengarkan karena fokus pada wajah Serena dan sibuk menaruh kecupan sesekali. Posisi yang rasanya terlalu intim hanya untuk sekedar ber-story telling, tapi berhubung mood Serena sedang bagus, ia tetap menceritakan hal-hal tentang hidupnya dari yang penting tak penting hingga yang benar-benar penting. “Lanjutin aja,” pinta Daffin sambil mengusap lembut garis rahang Serena dengan ibu jarinya. “Bokap kandung lo programmer juga?”Serena menggeleng samar. “He is an artist. Gue masterpiece-nya,” katanya bercanda sambil tertawa kecil tapi kemudian tersenyum sedih, “Sayang umurnya enggak panjang.”“I knew. Bokap lo meninggal waktu lo umur lima tahun kan? Makanya lo ikut tante Jane ke Indo,”Serena mengangkat kedua alisnya tinggi baru saja sadar akan
Serena mematung di anak tangga paling atas ketika melihat seorang gadis berambut pendek keluar dari pintu kamar Daffin. Literally perempuan tulen yang memakai dress one piece sedikit di atas paha. “Makasih, kak. Maaf kalau saya ngerepotin jangan kapok, ya kak,” Dari tempatnya Serena bisa mendengar suara halus gadis itu yang membuatnya bergidik. Ini bisa-bisanya ada ayam dateng darimana anjir?! “Iya, hati-hati.” Suara Daffin terdengar meskipun wujudnya tak terlihat. Serena menggeram dalam hati, semoga ini ayam jatoh keserimpet terus langsung jadi semur kecap! Sambil menaikan dagunya, Serena berjalan mendekat. Suara sepatunya cukup untuk mengalihkan perhatian si gadis ayam bahkan Daffin ikut menyembulkan kepalanya untuk melihat siapa yang datang. Serena bersidekap, menatap gadis berambut pendek di depannya dari atas sampai bawah. “Kak Serena?” Serena mengangguk sambil tersenyum, tapi gadis itu justru membulatkan matanya merasa panik. Baru kemarin ia mendengar soal keributan di de
Sarah mencicipi sup ayam yang masih mendidih di atas kompor dengan penuh kekhawatiran. Setelah otaknya menerima rangsangan rasa, Sarah langsung mengernyit. Rasanya sangat jauh dari kata enak. Ia menghela napas panjang. Memang paling benar seharusnya menunggu Serena pulang saja. Agak tidak sesuai dengan tampang, tapi masakan Serena itu lezat. Sejak Sarah mengabarkan keadaannya pada Serena dan Bianca, perempuan itu tinggal di unit Serena. Tempat yang cukup jauh dari jangkauan Daniel, tanpa harus membuat khawatir orang tuanya. Terdengar suara password ditekan kemudian tak lama pintu terbuka. Senyum Sarah mereka langsung menyambut karena ia kira Serena yang pulang. “Ser, gue laper. Masak ayam tapi—” Yang datang ternyata bukan Serena, melainkan Brian. Cowok itu melihat Sarah dari atas sampai bawah sebelum menyunggingkan senyum. “Tapi apa? Gosong?” Senyum Sarah jadi menghilang. “Anyep, kak.” Sarah kembali ke dapur dan mematikan kompornya. “Ngapain ke sini?” “Mau lihat elo,” Brian men
Di lantai lima gedung jurusan Ilmu Komputer saat pagi hari itu biasanya santai, aman dan tentram karena rata-rata penghuninya adalah mahasiswa semester lanjut. Tapi pagi ini sebuah kebisingan tiba-tiba terdengar ke segala penjuru lantai lima menyebabkan setiap orang setidaknya melongokkan kepala agar bisa mengetahui penyebabnya. Teriakan kesakitan seorang laki-laki menggelegar memanggil mahasiswa di sana untuk berkerumun. “LEPAS DULU LEPAS SAKIT NYET INI RAMBUT GUE MAU COPOT!!!” Itu suara melengking Daniel yang sedang berusaha menarik lepas rambutnya dari genggaman Serena. Jadi akar permasalahannya bermula sejak kemarin, sepulangnya dari kosan Daffin, Serena mendapat telepon dari Sarah. Satu kalimat dari Sarah yang serta merta langsung membuat Serena untuk mendatangi temannya itu. Dan pagi harinya, ketika menemukan Daniel berada di depan lab komputer, Serena tanpa tedeng aling-aling langsung melompat pada laki-laki itu menjambak rambut Daniel sekuat tenaga. Daniel yang sebenarnya se
Setelah kemarin usahanya untuk mencari Daffin di sekitaran kampus tidak membuahkan hasil, hari ini Serena mendatangi kosan Daffin sebagai bentuk usaha selanjutnya. Walaupun nanti Daffin tidak mau membukakan pintu, setidaknya Serena bisa berteriak saja dari luar. Bodo amat, urusan imagenya yang hancur bisa belakangan.Karena kalau dipikir-pikir ini kan bukan sepenuhnya salah Serena. Serena juga sudah sering menyebut perkara mantan di depan Daffin. Hanya saja—ia tidak menyebutkan siapa orangnya. Kesalahan Serena hanya itu bukan? Urusan Galendra dengan Catherine itu tidak ada sangkut pautnya dengan Serena. Gadis itu juga tidak sama sekali mengganggu Catherine.Pokoknya Serena akan mengatakan semuanya di depan Daffin, terserah mau laki-laki itu dengarkan atau tidak. Sebagai seorang intelektual sudah seharusnya Daffin bisa memakai logika-nya untuk berpikir.Begitu pikir Serena sebelum pintu kosan Daffin langsung terbuka setelah ketukan pertama, menampilkan tubuh tinggi Daffin dalam balutan
Dalam beberapa hari ini Serena berusaha mencari ketenangannya sendiri, mengikuti saran Brian untuk tidak mendatangi Daffin sebelum urusannya dengan Galendra selesai. Toh itu bukan apa-apa, jelas yang terluka malam itu adalah Daffin, bukannya Serena. Harusnya Serena mampu, harusnya Serena bisa baik-baik saja, harusnya Serena bisa tenang, dan harusnya Serena tidak merasa sesak. Akan tetapi kenyataannya, Serena tidak baik-baik saja. Pikiran gadis itu melayang entah kemana. Membayangkan kalau saja malam itu tidak terjadi, atau minimal malam itu dia tidak mabuk sehingga bisa mengusir Galendra bukannya malah melampiaskan kerinduan. Kalau saya begitu, saat ini pasti Serena sedang menghabiskan waktunya bersama Daffin. Mereka akan memperdebatkan hal-hal tak penting, membahas apa saja selama detik masih terus berjalan. Sebagai seseorang yang sangat-sangat berlogika, Saat ini Serena sedang tidak bisa menggunakan logikanya. “Fix, berarti lo baper sama Daffin.” Celetuk Bianca enteng. Ketika me
Setelah mengantar Serena ke gedung apartementnya, Sarah kembali lagi ke night club karena Bianca masih ada di sana. Memang, di antara tiga serangkai itu, Sarah seringkali berperan sebagai ibu yang mengurus dan memastikan keselamatan anak-anaknya. Karena Bianca si childish dan Serena yang terlalu cuek.Tapi Sarah tidak bisa menemukan Bianca. Tadi Sarah meninggalkan Bianca yang masih sibuk di dance floor karena keadaan Serena sudah mabuk terlalu banyak. Dengan mata melotot, Sarah menginspeksi ruangan remang-remang itu hingga ke sudut mencari tanda-tanda eksistensi Bianca.“Takut banget gue mata lo lepas,”Bukannya Bianca malah ada si mantan. Sarah langsung melemparkan tatapan tajamnya.“Nyari Siapa?”“Yang jelas bukan nyari lo,” Sarah lanjut mengedarkan pandangannya.Daniel mengangkat alisnya tinggi dan merapatkan diri pada Sarah. “Kalau adanya gue gimana?”“Enggak minat,” Sarah menyikut tubuh Daniel agar menjauh.“Bianca dah kagak ada. Tadi udah balik, gue pesenin taksi,” kata Daniel e