"Tapi, dia bukan suami gue,” ucap Hana kembali. Kali ini, dengan sendu.
“Ya emang sih… Tapi kan mereka yang ngebayar kita untuk ngasih pelayanan. Mereka nggak ngabisin duit untuk dapet yang burik kan? Lagian, diantara banyaknya cewek di luar sana yang gue yakin bahkan rela ngangkang dengan gratis buat Daddy loe, tapi dia malah lebih milih buat ngontrak loe itu pasti mengharap loe ngasih something better lah.”
“Iya…”“Nah… Sekarang loe daripada habisin waktu untuk ngobrol hao hao ama gue, mending loe ke salon. Top to toe deh. Dan inget, waxing! Bilang aja Brazillian.”“Itu apaan?”“Ya ampun, tolong deh mak… Udah, pokoknya loe ke salon yang ada di mall loe, yang di lantai 4, loe bilang aja loe mau creambath, mau luluran, sama Brazillian Wax. Atau nanti loe telepon gue, biar gue yang ngomong sama mbaknya. Loe nggak usah facial ya.”“Terserah loe deh. Nanti kalau udah di salon gue telepon lagi.” ujar Hana sambil mengganti sepatu hak tinggi yang dipakainya dengan sepatu keds yang lebih nyaman.“Oke. Buruan sana.”“Iya… Bawel!” gerutu Hana dengan kesal. Hanya saja, dia tetap menuruti sahabatnya itu.Sepulang kerja, dia langsung menuju salon langganan Dita dan menerima beberapa treatment.***Tring!“Halo… Kamu dimana?” tanya Christian sambil melonggarkan dasi di lehernya dan bersandar di kursi kerja miliknya.“Lagi di… Di salon,” balas Hana cepat, "Aku juga nggak tahu Dita nyuruh mbaknya ngapain. Dia yang ngomong sama mbaknya.” jawab Hana.“Dita? Siapa itu?” Suara Christian tampak bingung.“Oh… Dia teman kost aku. Temannya Tony Davidson.”“Oh i see… Masih lama?”“Nggak tahu. Ini mereka lagi… Bentar. Mbak, ini lagi diapain?”“Waxing, kak. Tadi temannya minta Brazillian.” jawab wanita yang mengenakan hairnet hijau tersebut dan sedang memegang sebuah alat dengan sinar laser pada bagian bawah tubuh Hana tersebut.
“Barazillian wax sih tadi katanya. Aku juga nggak ngerti.”
Jawaban Hana barusan lagi- lagi membuat Christian mengulum senyumnya dan merasa jika Hana sangat lucu saat ini.
“Kamu nggak tahu apa itu Brazillian wax?”
“Ng… Semacam waxing gitu kan? Tapi tadi di kaki aku sama sekali nggak sakit kok. Laser hair removal. Gitu lah namanya. Entahlah aku pusing mikirinnya.”“Oh… Oke… Semoga nanti aku suka sama hasilnya.” goda Christian yang membuat Hana salah tingkah.“Mbak, itu mau diapain?” tanya Hana ketika wanita tadi mulai menyentuh daerah sensitifnya.“Hana, just relax… Dan aku menghargai apa yang kamu lakukan. Can’t hardy wait to see you.” ucap Christian lalu memutuskan panggilan teleponnya sambil tersenyum lebar.“Mbak, saya mau diapain?” tanya Hana lagi yang sudah langsung meletakkan ponselnya.“Brazillian itu membersihkan rambut halus di daerah intim sampai bersih, kak… Kakaknya tenang aja ya… Ini nggak akan sakit sama sekali dan nanti pasti akan suka sama hasilnya. Ini nggak akan lama karena daerahnya juga sudah cukup bersih kok. Pertama kali kak ya?” tanya wanita tersebut dengan sopan yang ingin mengubah topik pembicaraan mereka agar Hana tidak khawatir.Deg!“Ng… Iya sih… Ini pertama kali saya kayak gini.” jawab Hana yang kembali berbaring dengan tenang.“Tapi kulit kakaknya sudah bersih kok. Di badannya juga nggak begitu banyak rambut- rambut halusnya. Kakaknya udah mulus sebelum kami apa- apain. Kakaknya sering treatment ya?”
“Nggak pernah… Saya nggak mampu, mbak.” jawab Hana dengan jujur.“Ah, kakaknya bisa aja… Orang udah cantik gini. Sabar ya, kak… Ini nggak lama kok.” ucapnya lagi sambil meneruskan mengerjakan keinginan Dita pada sahabatnya tersebut.“Sampai bersih? Apa Christian tahu Brazillian itu apa? Jangan- jangan dia tahu dan dia malah mikir gue sengaja lakuin ini buat godain dia. Iiihh… Hana, loe malu- maluin banget deh sumpah… Mestinya loe gugling kek apa kek dulu. Main iya aja.” batin Hana tepat disaat pesan dari Christian masuk ke ponsel miliknya.Tring!Sepertinya, Christian akan panjang umur. Baru saja dipikirkan, pria itu mendadak mengirimkan pesan pada Hana.[From : Big Boss]
Aku udah akan berangkat sama orang kantor. Kamu nanti akan dijemput sama sekertaris aku dan langsung ke bandara. See you in Bali.Hana menghela nafasnya dengan perlahan setelah membaca pesan dari sang Sugar Daddy barusan. Entah mengapa ia merasa sedikit kecewa karena ternyata ia akan berangkat terpisah dari Christian yang mengajaknya.
“Apa sih yang gue harapin? Ya namanya gue juga orang bayaran, ya mau gimana lagi.” batin Hana dengan sendu.[To : Big Boss]Oke.Tak butuh waktu lama, treatment Hana pun selesai.Dia pun menuju bandara untuk ke Bali, sesuai request sang sugar daddy.
****
Begitu tiba, Hana pun turun dari mobil yang membawanya dari bandara menuju hotel mewah di daerah Seminyak tersebut.Sejak tadi ia hanya mengekori sekertaris Christian tanpa pernah lagi menerima kabar dari pria tersebut. Sedih dan kecewa yang ia rasakan sejak naik di pesawat membuat ia sama sekali tidak menikmati pemandangan dan perjalanannya. Namun meski begitu, lagi- lagi ia terus merapalkan dalam hatinya jika ia tidak boleh terlalu banyak berharap dan menuntut.Ia hanyalah salah satu orang bayaran Christian yang harus mengerjakan apapun yang ia minta dan tidak perlu banyak protes selain membuka kedua kakinya untuk pria tersebut kapan saja ia inginkan.“Mbak Hana, ini kuncinya dan selanjutnya akan diantarkan oleh pelayan hotel. Barang bawaannya juga akan diantar ke kamar. Maaf, saya dipanggil pak Christian untuk mengurus sesuatu dan bapak nggak suka menunggu.” ucap Maya.“Iya, baik.”
“Apa mbak Hana kurang sehat? Atau butuh sesuatu mungkin?” tanya Maya lagi karena melihat raut wajah Hana yang nampak tidak bersemangat.
“Nggak. Saya hanya kecapean aja.”
“Oh… Baik kalau gitu. Ada lagi yang bisa saya bantu?”
“Nggak ada. Makasih ya.”
“Ng… Mbak Hana semangat ya… Dan sabar aja hadapin bapak. Pak Christian baik kok. Hanya sedikit perfeksionis aja.”
“Iya… Makasih ya, mbak—-“
“Maya aja… Kalau gitu, saya tinggal ya… Mungkin pak Christian selesai meeting sekitar 3 jam lagi. Kalau mbak Hana mau jalan- jalan dulu juga boleh kata bapak. Ini ada—“ ucap Maya sambil mengeluarkan sebuah kartu yang sama seperti yang tadi Christian tawarkan kepadanya.
“Nggak usah, May. Makasih.” sela Hana yang memang tidak berniat membeli apapun lagi.
“Ng… Pegang aja dulu. Ini buat mbak Hana kok.”
“Nggak usah. Nanti kalau saya butuh, baru saya pinjam. Saya takut kalau kartunya hilang.”
“Oh… Ya udah. Nanti kalau butuh apa- apa, mbak Hana tinggal hubungin saya. Semoga pakaian- pakaian yang saya siapkan juga mbak Hana suka.”
“Iya. Makasih ya.”
“Sama- sama, mbak. Kalau gitu, saya permisi.” ucap Maya sambil menjawab telepon yang masuk ke ponselnya.
“Iya, pak. Ini saya sudah menuju. Siap, pak. Baik.” sambungnya lalu berjalan dengan langkah cepat meninggalkan Hana yang kini juga didatangi oleh salah seorang pelayan hotel yang akan mengantarkannya.
****
Kini, Hana berbaring di kasur sebuah gazebo yang terletak di dekat kolam renang villa hotel yang Christian pilih untuknya. Pria yang sejak tadi belum menghubunginya sama sekali meski jam sudah menunjukkan pukul 8 malam hari. Ia bahkan sudah makan malam, mandi, dan berganti pakaian dengan dandanan tipisnya untuk menyambut kedatangan pria tersebut.Sejak tadi Hana melirik ponselnya sambil membaca buku yang tadi sempat ia beli saat berkeliling di sekitar hotel mewah berbintang lima tersebut dan hanya sesekali membalas pesan dari Maya yang menanyakan apa ia butuh sesuatu. Tentu ia sangat ingin menanyakan soal keberadaan Christian pada sekertarisnya yang tentu sedang bersamanya, namun ia cukup tahu diri bahwa hal itu lagi- lagi terlarang untuknya.Hanya saja, Hana sedikit terkejut ketika sosok seorang pria bertubuh tegap dan atletis yang baru saja ia pikirkan kini malah meletakkan jas mahalnya di atas tempat tidur sambil berjalan menuju tempat dimana ia sedang berbaring dan kini memperbaiki posisi duduknya sambil duduk bersandar dan meletakkan buku yang tadi ia baca.“Lagi apa?” tanya Christian sambil duduk di samping Hana dan melepaskan jam tangan yang dipakainya.“Membaca.”“Kamu suka baca?” tanya Christian masih dengan tidak menoleh pada Hana yang juga hanya menunduk. Perasaannya campur aduk saat ini. Kecewa, sedih, merasa diabaikan, dan tidak berharga sama sekali. Namun dibalik itu semua, ia sedikit senang karena akhirnya pria tampan itu muncul juga di hadapannya.“Suka. Kamu… Udah makan?” tanya Hana.“Menurut kamu?” ucap Christian balik bertanya. “Udah… Pasti sudah.” jawab Hana dengan sendu dan mengumpat dirinya sendiri yang terlalu berbasa basi. “Ini pertama kali kamu menjadi seperti ini?”“Ng… Iya.” “Hm… Pantas saja.”“Kenapa?” tanya Hana saat sepintas lalu melihat seringai mengejek di sudut bibir pria tersebut.“Nggak apa- apa.”“Aku sudah bilang Tony kalau aku butuh wanita yang bersih. Bukan bayi.”“Apa?” tanya Hana dengan raut wajah heran.“Lupakan saja. Temani aku mandi.”“Hah? Aku?”“Kamu bodoh atau apa?! Kenapa aku harus selalu mengulang apa yang aku bilang sama kamu?”“Sudahlah… Kamu boleh pulang besok,” sambung Christian dengan
Pagi-pagi sekali, Hana membuka matanya dengan perlahan dan menyadari jika sebuah lengan besar sedang melingkar di pinggangnya dan membuat ia mengurungkan niatnya untuk bergerak karena tak ingin mengganggu sang pemilik lengan.Hana menarik ujung selimutnya dan menyadari jika ia belum mengenakan pakaian sama sekali sejak pergulatan mereka malam tadi dan itu membuat wajahnya merona. Bayangan akan kejadian semalam membuat ia sadar jika ia telah menyerahkan mahkota kehormatannya pada seorang pria asing bernaman Christian Smith yang baru ditemuinya beberapa kali. Pria asing yang tidak ia ketahui asal usulnya sama sekali. Namun meski begitu, entah mengapa ia juga menikmati semua sentuhan dan apapun yang Christian lakukan padanya semalam. Semua cumbuan pria tersebut seperti memabukkannya dan membiarkan pria tersebut membawa mereka ke puncak kenikmatan hingga terkulai tak berdaya.“Morning, baby…” bisik Christian dengan lembut khas suara serak baru bangun seorang pria.“Pagi…” bisik Hana yang
Hana tersenyum menatap Christian yang mengenakan baju kemeja yang tadi ia temukan di bagasi mobilnya dan terus mengamati pakaian Hana yang masih lembab tersebut. Hana menjadi pusat perhatian beberapa orang yang berpapasan dengan mereka dan ia sendiri malah terlihat biasa saja dan tak peduli. Bahkan justru Christian yang merasa sedikit risih ketika mata beberapa pria malah tertuju pada wanita yang berada dalam genggamannya tersebut.“Tidak ada lagi berenang di pantai tanpa rencana atau persiapan.” ucapnya ketika keluar dari lift dan berjalan menuju kamar mereka.“Yes, sir…” jawab Hana dengan santai dan melewati Christian yang hanya bisa menggelengkan kepalanya.Menit berikutnya, Hana langsung melepaskan semua pakaian yang melekat di tubuhnya ketika Christian baru saja membuka pintu kamar mereka.“Aku sangat kepanasan dan sangat sangat gerah.” ucap Hana dengan geram sambil memasuki kamar mandi dan mengguyur tubuhnya dengan asal. “Hana, kamu baik- baik aja?” tanya Christian sambil memun
“Nggak, Dit. Tapi gue dikasih pil sama asistennya. Katanya itu obat kontrasepsi sekali minum. Gue nggak tahu tapi gue minum aja. Dan setelah gue browsing, emang ada kok,” balas Hana akhirnya.“Syukurlah. Jangan sampai loe nggak wisuda lagi gara- gara hamidun anak blasteran.”“Apaan sih… Lagian mana mau orang kayak mereka punya anak dari orang kayak gue?” Meski santai, hatinya gusar mengatakan itu.Dari seberang, Dita hanya tertawa. “Tapi gue doain semoga mas bule loe itu kena sambet pelet cinta loe. Biar pas dia pulang kampung, cuma ingat loe doang dan balik lagi sama loe. Aamiin ya say,” candanya.Hanya saja, sebuah pesan mendadadak masuk ke ponsel milik Hana.“Eh, Dit… Udah dulu ya. Gue mau siap- siap. Bentar lagi Chris pulang.”“Ya udah. Loe baik- baik ya. Jangan sampai jatuh cinta ya, sayang.”“I won’t, Dit… Bye.”***Hana tersenyum ketika Christian membuka pintu mobil miliknya saat mereka memasuki sebuah club malam dimana salah seorang rekan bisnis pria tersebut mengajaknya untuk
Hana yang tidak tahu harus menjawab apa hanya bisa tersenyum dan Christian sendiri tidak bergeming dengan tatapan tajamnya.“Nama saya, Hana.” Ucap Hana yang langsung membuat Christian menoleh kepadanya dengan tatapan sinis.“Ow… Hana. Nama yang cantik secantik orangnya. Apa kamu tinggal di Bali juga?” Tanyanya lagi.“Tidak. Saya tinggal di Ja—““Aku mau bicara!” titah Christian sambil berdiri dan langsung menarik lengan pria yang sejak tadi berdiri tersebut.Kedua pria yang sepertinya cukup akrab tersebut kemudian berjalan menjauhi Hana hingga sosoknya sama sekali tidak terlihat.“Ada apa?” tanya seorang wanita yang tiba- tiba duduk menghampiri Hana dengan ramah.Hana hanya menggeleng pelan dan tersenyum pada wanita yang nampak sebaya dengannya itu. Rambutnya panjang dan terlihat bergelombang dengan pakaian minim khas tamu kelas atas club malam pada umumnya.“Aku Rena. Nama kamu siapa?” tanya wanita yang terlihat ramah tersebut sambil melambaikan tangannya.“Aku… Hana,” jawab Hana den
“Masuk!” Perintah Christian pada Hana dengan langsung memasukkan tubuh langsing tersebut ke dalam mobil yang tadi mereka gunakan datang ke tempat ini.“Pelan- pelan, Chris… Sakit,” ujar Hana dengan tersenyum karena pengaruh minumannya masih membuatnya terasa melayang. Ah, ia memang tidak seharusnya menenggak minuman beralkohol tersebut. “Kamu pikir apa yang tadi kamu lakukan? Apa kamu bangga dengan itu?!” Seru Christian dengan mulai menyalakan mesin kendaraannya. Sikap Hana membuatnya benar- benar marah. Ia bahkan berani menari dengan sensual dengan pria yang tidak ia kenali.“Aku kenapa, Chris? Kenapa sih kamu marah- marah terus? Aku bikin salah?” Tanya Hana dengan tatapan polos namun bibirnya yang masih yerlihat tersenyum. “Kamu ganteng sekali. Kamu juga wangi sekali,” sambung Hana dengan mengulurkan tangannya membelai rahang tegang Christian. Sesekali ia masih mencoba menahan senyuman yang terus menggelitik dirinya.“Stop it, Hana!” Bentak Christian pada Hana yang membuatnya sedik
Hana menarik koper kecil berisikan pakaiannya dengan hati yang sangat kacau. Ia bahkan sudah sampai di Jakarta dan tidak pernah menerima kabar apapun lagi dari Christian yang sejak pagi tadi hanya mengecupnya sebelum pergi. Pun tidak dengan sepatah kata apapun karena Hana masih berada diantara alam sadar dan alam tidurnya.“Apa sih yang gue harapkan?” tanya Hana pada dirinya sendiri sambil meraih ponselnya dari dalam tas dan kembali kecewa karena pria tersebut masih belum menghubunginya.Bip BipSuara klakson mobil Pradita membuat ia terkejut dan mempercepat langkahnya mendekati mobil milik sahabatnya tersebut. Mencoba menyembunyikan rasa kecewa dengan memalsukan senyuman di bibir merah mudanya.“Hana…!” seru Dita dengan langsung menghambur ke dalam pelukan Hana yang terlihat girang saat ini.“Udah kayak bule aja, loe… Gila Raihana, loe cantik banget tahu nggak sih?! Dan tas ini, baju loe, sepatu loe, loe kayak orang kaya dari orok.” “Lebay deh… Udah buruan. Nanti aja ngobrolnya,” uj
Sudah hampir dua bulan lamanya sejak pertemuan terakhir antara Hana dan Christian saat itu dan pria tersebut sama sekali hilang bagai di telan bumi. Pernah satu ketika, Hana mencoba menghubungi nomor telepon milik Christian saat ia merasa sangat merindukannya, namun ia harus menelan kekecewaan karena panggilannya hanya dijawab oleh suara merdu sang operator layanan. Mencari sosok Christian Smith ternyata tidak semudah yang ia bayangkan. Pria itu bahkan tidak memiliki liputan atau gambar apapun di dalam dunia maya. Dengan kata lain, Christian Smith bagaikan sebuah tokoh fiktif yang mungkin hanyalah karangan belaka.Hana tersenyum pada seorang pria yang kini sedang berjalan menghampirinya dengan membawa sebuah nampan berisikan dua gelas minuman bersoda serta dua paket ayam goreng crispy beserta nasi yang berbentuk setengah lingkaran tersebut.“Ini dia tuan putri…” ucapnya dengan tersenyum dan membuat Hana membantunya dengan meletakkan makanan mereka ke atas meja.“Nggak salah nih? Banya
“Sayang, kamu dimana?” tanya Christian pada Hana sambil membuka laptop milikku. Kami sedang dalam perjalanan menuju lokasi pembangunan.“Aku udah di jalan, sayang. Mau ke kantor teman yang aku ceritain. Doain aku diterima ya…”“Maaf ya, aku nggak bisa anterin. Tadi di kantor lagi banyak tamu. Aku nggak sempat pulang.” “Nggak apa- apa. Kamu udah makan?”“Belum, sayang… Nanti aja. Tanggung.” “Aku juga belum… Tadi aku takut telat jadinya buru- buru,” jawab Hana terdengar sendu.“Kok gitu sih… Ya udah… Kalau misalnya nanti waktunya dapat, aku jemput kamu makan siang ya… Semoga kamu bisa lowong,”“Gimana sih, sayang… Masa iya aku hari pertama kerja, belum tentu keterima juga, aku langsung ijin makan siang di jam yang udah lewat makan siang. Lagian aku tadi beli onigiri kok di supermarket,” jelas Hana.“Mana kenyang sih makan gituan… Ya udah, nanti aku lihat kalau misalnya sempat, aku semperin kamu.”“Jauh, Chris…”Tok TokChristian langsung menoleh pada arah datangnya suara yang langsung
Christian POVAku duduk di kursi kerjaku sambil memandang pemandangan ibukota yang jalanannya seolah tak pernah sepi. Kesibukan bahkan membuat mereka jarang berada di rumah. Sama sepertiku sebelum menikah dengan Hana. Semuanya begitu membosankan dan aku tidak pernah betah tinggal di rumah besar keluargaku ataupun sendirian di dalam apartemen milikku. Sepi, monoton, membosankan dan hanya aku isi dengan pekerjaan dan berkencan sesekali. Kekasih? Aku tidak punya dan tidak tertarik. Mereka akan meminta banyak waktuku dan aku belum menemukan wanita yang membuatku rela meninggalkan pekerjaanku hanya untuk menngobrol dengannya.Aku memang cukup mapan. Perusahaan, aset dan harta milik mendiang kedua orang tuaku yang mereka wariskan kepadaku sebagai satu- satunya anak kandung mereka. Tentu Max tidak terhitung karena dia adalah anak papa bersama tante Brenda, yang tidak lain adalah sekertarisnya sendiri. Dengan kata lain, papa dan tante Brenda mengkhianati mama. Tapi jujur, tanpa kehadiran tant
Hana POVAku mendekati Christian yang nampak sedang santai sambil membuka ponsel yang sejak kemarin tidak ia sentuh tersebut. Satu tangannya kemudian menarikku untuk merebahkan kepalaku di atas pahanya dan membelai lembut rambut panjangku.“Kamu kenapa belum tidur?” tanyaku sambil memandangi wajahnya yang sedikit terlihat serius.“Dikit lagi, sayang. Aku lagi periksa beberapa pesan dari Maya dulu,” jawabnya lalu mendaratkan satu kecupan manis di keningku.“Lapar nggak?” tanyaku.“Nggak juga sih… Emangnya kamu lapar? Mau makan apa?” ucapnya balik bertanya lalu menatapku dengan senyuman lembutnya. Entah mengapa di awal pertemuan kami, ia selalu memasang wajah tegang, masam dan dingin sedangkan sebenarnya ia bisa semanis dan selembut ini.“Aku mau masak mie instant. Kamu mau?” tawarku.“Mie instant? Nggak mau yang lain? Gimana kalau pesan aja, sayang? Mie instant kan nggak bagus,”“Tapi aku pengennya itu aja, Chris… Sekali ini aja. Sejak kamu datang, aku nggak pernah makan itu lagi. Bole
Hana POVAku hanya bisa tersenyum melihat Christian dengan bangganya menyalakan kipas angin setelah kami menikmati makan malam sederhana kami. Setelah tadi siang ia terpaksa menghabiskan nasi dan lauk khas warteg kampung karena sudah terlalu kelaparan, akhirnya malam ini ia meminta dengan sopan untuk dibuatkan sepiring nasi goreng buatanku seperti biasanya. Meski awal penyesuaian kami hidup bersama dulu ia sering protes karena terlalu sering mengkonsumsi nasi, namun kini ia mulai terbiasa dengan pola makanku. “Gimana, enak kan kalau pakai kipas angin?” tanyanya sambil duduk di sampingku dengan kedua lengan yang ia bentangkan di sandaran kursi.“Iya… Enak,” jawabku dengan tersenyum.“Emang kenapa nggak mau pakai AC aja? Kan enak lebih sejuk,” “AC nya mau di tempelin kemana, Chris? Yang ada malah roboh semua dinding rumah ini,” candaku. Namun itu mengandung kebenaran. Lagipula, siapa yang membutuhkan AC dan kipas angin saat tinggal di desa sesejuk ini?“Itu kamu lagi baca apaan?” tany
Hana POV“Jadi dia yang kamu maksud dari kampung sebelah?” tanya Christian yang membuatku heran. Ia nampak menyetir dengan perlahan namun namun sedikit terlihat serius. Sejak menurunkan Lisa di rumah pamannya, ia memang tidak seperti biasanya.“Kampung sebelah? Maksudnya?” ucapku balik bertanya karena tidak paham akan apa yang ia tanyakan.“Tadi kan kamu bilang nggak nyangka akan punya suami aku. Tadinya impian kamu hanya sebatas orang kampung sebelah udah paling bagus banget… Jadi maksud kamu si Wara wiri itu…” jawabnya yang lebih terdengar seperti sedang meledekku.“Wira, Chris… Namanya Abang Wira,” imbuhku yang membuatnya mendelik kesal.“Kemarin panggil orang dengan sebutan Mas, sekarang Abang. Dan kamu malah panggil aku Christian atau Mr Smith. Aneh banget…” protes Christian yang membuatku mengulum senyuman.“Ya kan tapi kalau kamu aku manggilnya sayang. Dan itu panggilan yang nggak aku kasih ke orang lain. Kalau kamu mau aku panggil kamu mas, abang, aa, bli, daeng, uda, atau apa
Kedua mata Christian nampak terbelalak ketika ia baru saja membuka pintu kayu ruangan yang Hana sebut kamar mandi tersebut. Bukan karena apa, melainkan semua yang ia dapati dalam ruangan kecil berbatu tersebut sungguh jauh dari batas titik paham kesederhanaannya.“Chris… Air panasnya bel—“ ucap Hana yang malah terkejut karena pria tinggi yang terlihat sedikit membungkuk tersebut malah hanya berdiri di depan kamar mandi dengan kedua tangan yang memegangi sisi kiri kanan jalan masuknya.“Kenapa?” tanya Hana dengan heran.“Sayang, no offense… Tapi… Apa… Nggak ada kamar mandi lainnya?” tanya Christian dengan menoleh pada Hana yang kini berdiri tepat di samping kanannya dan ikut menengok ke dalam kamar mandi.“Kenapa emangnya?”“Sayang, aku… Aku nggak pernah melihat tipe kamar mandi seperti ini. Maksud aku… Apa nggak ada toilet yang lain? Aku nggak tahu harus gimana pakainya,” jawab Christian dengan polosnya dan membuat Hana tertawa dalam hati. “Oh… Itu… Gini deh cara pakainya kamu buka c
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 6 jam lamanya, akhirnya pasangan suami istri tersebut sampai pada sebuah rumah gubuk sederhana yang menjadi tujuan mereka. Waktu sudah menunjukkan pukul 2 dini hari saat Hana turun dari mobil SUV mewah yang Christian minta untuk disiapkan sebelum berangkat tadi.Christian berjalan mendekati Hana sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket yang ia kenakan karena cuaca yang cukup dingin saat ini. Ia kemudian menarik jemari sang istri untuk kembali ia masukkan ke dalam saku jaketnya.“Kamu nggak kedinginan?” tanya Christian sambil mengecup puncak kepala sang istri yang hanya tersenyum. Ia tahu betul ada rasa sendu dibalik senyuman getir tersebut.“Katanya bule… Masa dingin gini aja udah bilang kedinginan…” goda Hana.“Are you okay, baby?” tanya Christian yang kini melingkarkan lengannya di pundak Hana yang hanya mengangguk.“Masuk yuk… Tadi sebelum jalan, aku udah minta tolong sama anak ibu Suti untuk sedikit beresin rumah ini. Rumah mer
Hana POVMalam ini Christian memperlakukanku sangat manis. Mulai dari menyentuhku dengan lembut dan penuh pemujaan akan setiap inchi kulitku yang ia sentuh, membiarkanku menuntaskan hasrat berkali- kali, memandikanku bak seorang pengasuh, mengeringkan dan menyisir rambutku dengan telaten, bahkan memasak pasta carbonara kesukaanku. “Terima kasih, sayang…” ucapku sambil merangkak dan berbaring di atas tubuhnya. Mengecup pipinya dengan lembut lalu bersandar di dada bidangnya. Ia pun langsung meletakkan ponsel yang baru saja ia gunakan untuk menelepon Leon ke atas nakas. “Kok makasih…” ujarnya sambil mengulurkan tangan memeluk tubuhku dan menarik selimut dengan kakinya agar menutupi kakiku yang hanya mengenakan nightgown pendek berwarna merah marun.“Ya makasih karena kamu udah baik banget seharian ini. Mulai dari pagi- pagi banget, kamu ternyata udah nyiapin baju dan make up artist. Kamu juga ternyata temanin aku wisuda. Udah gitu kamu nikahin aku, kasih aku malam pengantin yang manis
Jawaban mengambang dan ambigu Hana yang sebenarnya tanpa sadar menjawab iya akhirnya ia tutup dengan pamit secara sopan dan riuh tepuk tangan kawan- kawannya. Hal yang membuat Christian menahan senyumannya karena sempat melihat kedua tangan Hana yang ia sembunyikan di balik pinggangnya dan ujung jemarinya saling bertautan pertanda kegugupannya.Hingga akhirnya satu persatu nama mahasiswa yang akan wisuda hari ini disebut dan mulai menaiki anak tangga dan menyalami satu per satu para petinggi kampus dan yayasan yang menyelamati mereka. Dan tentu saja, Christian berada diantara salah satunya dan berdiri pada posisi paling akhir.Beberapa mahasiswa terlihat antusias ketika sampai pada Christian dan bahkan tanpa segan mengajaknya untuk berfoto sambil berjabat tangan. Dan tidak seperti biasanya, pria tersebut malah memasang wajah ramah dengan senyuman manis pada semua orang yang berada di sekitarnya saat ini.Hingga tiba akhirnya kini Hana berdiri di hadapannya dan dengan senyuman yang me