Aku menangis semalaman. Dan ketika bangun, kudapati mataku sangat bengkak. Aku tidak mungkin menemui oma dengan keadaan mata seperti ini. Aku paling malas, ketika sedang tidak mood dan ditanyai banyak hal. Aku pasti tidak akan menjawab, dan membuat orang lain suudzon, dan menganggapku yang jelek.
Aku juga tidak ingin berkubang dalam kesedihan.
Dan sekarang, sudah jam 10. Sial! Malu-maluin saja.
Dengan terpaksa bangun, aku mengendap-ngedap ke dapur. Aku akan mengompres mataku. Kulihat di meja makan sudah ada berbagai makanan. Jus jeruknya menggoda untuk di minum. Tapi mataku, harus dikompres untuk mengurangi bengkak, aku tak mau oma mendaptiku menangis semalaman. Dan Gerald pergi tak kembali.
Melewati meja makan, aku menuju dapur dan membuka kulkas. Aku akan mengompres
Warning!!! Vulgar!!!_______________________________Hari ini, ulang tahun suamiku. Gerald ganteng, Gerald mesum lebih tepatnya. Tidak menyangka diriku, umur suamiku makin berkurang.Dan Gerald kuliah seperti biasa. Jadi, aku berencana menyiapkan kejutan untuknya. Aku akan membuat cake sendiri. Khusus untuk Gerald.Jadi, hari ini aku keluar sendiri setelah satu bulan menempati Jerman. Aku akan berbelanja, serta aku ingin membeli kado untuknya. Sebenarnya aku bingung, kado apa yang cocok. Kado seperti jam tangan, baju, sepatu, sudah terlalu mainstream. Harusnya sesuatu yang berhubungan dengan hobi. Dan hobi Gerald menggarapku. Haruskah aku telanjang di hari ulang tahunnya? pikiranku sudah tidak waras lagi. Sebenarnya, jika Gerald seperti lelaki lain
Bunda : Rara, Rangga sedang di Jerman. Temui dia nak. Minta maaf dan tetap jalin silaturahim.Aku membaca pesan dari bundaku. Aku tidak masalah, berjumpa dengan Mas Rangga. Aku juga, ingin meminta maaf terhadapnya. Bukan mau nostalgia, aku sudah memiliki seorang suami yang sempurna. Jadi aku tidak mungkin, flashback atau gagal move on. Semenjak mengenal Gerald, hatiku telah terisi olehnya semua. Jiah, lebay.Haruskah aku menemui Mas Rangga? Haruskah aku meminta izin suamiku? Aku takut Gerald salah paham, dan semuanya terasa runyam. Padahal, kami sudah baik-baik saja sekarang, jarang bertengkar dan Gerald makin romantis, walau ujungnya mesum.Tapi aku merasa tak enak hati, Mas Rangga sudah jauh-jauh kesini, dan aku tidak menemuinya. Aku memang harus meminta maaf padanya, aku memang telah menyakiti dan
Gerald tidak mengajakku untuk bertengkar. Malah berakhir aku digarap di dalam mobil sebelum kami pulang."Haruskah aku kasih cap di jidat kamu?milik Gerald biar tidak ada lagi yang mengganggu." aku hanya diam, dan berusaha mengatur lagi napasku. Badanku masih terasa lelah. Setelah digarap dengan kasar, karena luapan amarah."Argh... om-om sialan tak laku. Ada apa sih di hidup dia? Kita sudah menikah, sudah berada di belahan dunia lain, kamu sudah hamil, masih saja dikejar. Apa semua tanda ini kurang bahwa kamu milikku, hanya milikku dan hanya untukku?" jelas Gerald dengan berapi-api. Aku hanya diam, sedikit merasa bersalah. Harusnya aku tak mengiyakan perintah bunda. Gerald dari dulu tak pernah suka Mas Rangga, begitu sebaliknya. Tapi sekarang Gerald suamiku, jadi dia tetap jadi tujuanku.
Puas menangis, aku masuk ke dalam meseum lagi. Aku benar-benar mencari Mas Rangga. Aku juga belum berpikir jernih, emosi masih menguasaiku. Aku marah pada Gerald, marah pada bunda, dan marah pada diri sendiri.Dan bodohnya handphone-ku sudah tewas. Aku juga tak sempat memperhatikan, dimana Gerald mencampakkan ponsel tak berdosa tersebut. Setelah ini, ponselku seperti dulu lagi, takkan diganti. Aku hanya menarik napas lelah karena nasib sialku.Aku hanya mencari Mas Rangga seperti anak kecil yang kehilangan arah. sebelumnya, sudah kubersihkan semua air mataku. Aku tidak ingin terlihat menyedihkan.Lagi-lagi. Gerald sialan memang. Dan sialnya juga, aku sangat menyayanginya.Aku berkeliling mencari lagi, dan tak kunjung menemukan Mas Rangga. Aku juga tidak tahu jika Mas Rangga su
Aku benar-benar merasakan liburan. Karena selama disini, kebanyakan aku terkurung di dalam apartemen.Gerald fucking Willson, yang membuatku tidak bisa mengeksplor indahnya belahan dunia Eropa ini. Karena setiap saat digarap, jadi benar-benar tidak ada waktu dan kesempatan, lagian Gerald lebih banyak menghabiskan waktu di luar dan aku sendirian di apartemen sempit tersebut. Kami berkeliling di banyak tempat wisata yang biasa dianjurkan di Frankfurt. Tidak usah aku menjelaskan, kalian tinggal searching saja. But mostly aku suka berada di pinggir sungai Am Main.Aku benar-benar, menunggu musim semi agar bisa lebih melihat keindahan Frankfurt. Aku juga tidak sabar menanti musim panas, bisa menikmati buah-buahan gratis di Hessen. Jika musim panas, aku akan tinggal di Hessen. Jika Gerald tak mau
Aku hanya diam, karena kesalahan yang aku perbuat. Gerald juga diam, sepanjang perjalanan. Mungkin kami sama-sama menyadari apa yang terjadi, dan menyadari sifat kekanakan yang telah kami perbuat.aku menunggu, agar Gerald meledak dan aku siap menangkisnya. Aku harus tegas dengan hubunganku sekarang. Tidak ada kata labil, dan tidak tega. Karena semua itu merusak hubunganku dan berdampak pada diriku sendiri.Aku lelah dengan hidupku. Apalagi orang-orang di sekitarku, yang selalu menganggapku sepeleh dan beranggapan aku tidak bisa berbuat apa-apa, dan aku selalu mengambil keputusan yang salah. Persetan dengan orang-orang. Mulai sekarang, aku akan menfokuskan hubunganku dengan suami.Aku menyandarkan kepalaku di dashboard dan menoleh ke arah Gerald. Ok, aku sudah gila, aku membayangkan suamiku Justin Bieber. Sadarlah Rara
"Gerald apa ini?" Teriakku heboh. Napasku memburu, aku berbalik pada Gerald yang begitu santai berdiri, menyandarkan punggungnya ke tembok, dengan tangan di depan dada. Ia ingin menunjukan ini semua, agar membuatku terkesan. Sayangnya, tidak sama sekali.Ruang tamu kami yang tidak seberapa itu, tidak terlihat lagi. Ditutupi oleh barang-barang baru dan aneh. Kulihat ada ranjang bayi, baju bayi, pernak-pernik bayi, alat mandi bayi, sabun dan kawan-kawannya beserta semua kebutuhan bayi. Waoh. Entah ini disebut kejutan atau pemborosan? Dan aku tidak terkesan sama sekali. Aku jahat? Entahlah. Aku tidak tersentuh sedikit pun, Gerald melakukan pemborosan. Kebutuhan bayi itu, belanja seperlunya, karena perkembangan bayi itu cepat sekali pertumbuhannya. Bahkan, pakaian saja ia bisa sekali pakai dan selanjutnya tidak terpakai lagi, seharusnya Gerald membeli seperlunya saja, bukan memborong satu toko.
Satu hari sebelum Natal. Aku harus membeli kado, karena nanti malam akan ada pertukaran kado. Bukan mau merayakan Natal, tapi lebih ke tradisi. Selama hidupku aku tidak pernah merayakan Natal itu seperti apa. Di sepanjang jalan, pohon Natal sudah dihias sedemikian rupa. Dan setiap rumah sudah bertengger pohon Natal. Jadi kami akan bertukar kado di rumah oma di Hessen. Anggap saja sedang lebaran di rumah oma.Yang buat aku bingung, kado apa? Aku harus membelikan Gerald kado apa? Oma apalagi. Dan aku sama sekali, buta referensi kado buat oma. Aku tak tahu, oma sukanya apa. Ah, apa saja di mataku cantik, aku beli saja. Gerald? Kurasa, aku belikan dia satu pack kondom dia pasti tidak keberatan. Tapi kondom buat apa? Kami tak pernah lagi, bermain menggunakan kondom. Bisa jadi, dia memakai kondom di luar sana. Duh, jangan
Kuperhatikan wajah kedua putriku. Wajahnya mirip, orang tidak akan salah menduga mereka saudara kandung. Kelsea manis, Verena juga. Tapi, rambut Verena diambil dari mana, rambutnya sedikit bergelombang dan coklat tembaga. Padahal rambutku dan rambut Gerald lurus. Ah, mana saja yang penting anak-anakku sehat.Dari rambutnya yang bergelombang sudah bisa dipastikan bulu mata Verena lentik. Verena dan Asher mempunyai bulu mata yang cantik. Yang paling kusuka dari Kelsea, senyumannya. Walau, dia cemberut saja, masih terlihat manis. Anakku, yang satu itu tidak bosan dipandang. Wajahnya cantik, begitu cantik. Terkadang aku tak percaya punya anak secantik ini, walau kelakuannya bikin geleng-geleng.Apalagi Kelsea, orang yang suka merenggut masam.Kelsea lebih dominant, gen milikku. Namun, masih terlihat blasteran. Verena, lebih banyak bulenya. Asher, tidak terlihat genku sama seka
Aku melihat anak gembulku, yang sedang sibuk bermain. Jika, dia sudah bermain tidak akan mempedulikan sekeliling, dan suka bicara sendiri sambil menunjuk mainannya. Seolah mainan itu lawan bicara.Aku hanya duduk memperhatikan, sambil menvideo. Sebagai dokumentasi ketika dia sudah dewasa. Kalau kecilnya, begitu menggemaskan."Asher.." Aku menegurnya. dia menoleh, dan tetap bermain. Aku ingin kesana, dan merengkuh tubuhnya. Aku tidak menyangka, mempunyai anak yang begitu menggemaskan. Dengan mendekat, aku masih merekam, dan melihat mata tajam Asher. Matanya persis seperti ayahnya. Oh iya, aku sudah sering bilang jika Asher dan Gerald seperti pinang dibelah sepuluh hasilnya tetap sama. Senyum mereka, tertawa, mata, hidung, pipi, rambut, bahkan jari-jarinya sama."Boleh peluk mommy?" Asher bangun, dan memelukku. Aku begitu geram terhadapnya, aku memeluk tubuh kecilnya. Rasanya tak permah puas untuk mencium atau
"Anak mommy yang cantik." Verena berlari ke arahku, dan langsung mau manja-manja sama aku. Asher kalau lihat, pasti ngamuk. Aku mengelus, kepala Verena dengan sayang. Anakku, hadirnya ia yang menyatukan aku dan daddy-nya. Verena penyelamat buat semuanya."Kenapa sayang?" Verena hanya menatapku, dengan mata beningnya. Cantik sekali. Ya, aku sangat bersyukur semua anakku, cantik-cantik. Ia tersenyum, aku juga ikut tersenyum. Ini anak kenapa? Tingkahnya aneh sekali. Verene masih menatapku dan tersenyum, aku hanya terbengong sambil tersenyum, tingkahnya sangat aneh. Apa dia mau minta sesuatu? Padahal tinggal mereka sebutkan dan memang tidak bertentangan, aku langsung memenuhi keinginan mereka."Mommy.""Apa nak?""Love you mommy." Hatiku meleleh. Aku tersenyum lebar, sambil mengelus rambut Verena."Love you more baby.""Mommy cantik.""Iya."
Entah, kenapa rasanya aku ingin bermanja-manja sama suamiku. Anak-anakku, belum bangun. Hari minggu, aku membiarkan mereka untuk beristirahat. Dan hari ini juga, magernya luar biasa. Aku ingin seharian di kasur. Dilayani, atau dimanja dan diberi pelayanan terbaik dari suami dan mungkin anak-anak. Karena biasanya aku yang selalu memanjakan mereka."Daddy, jangan beranjak dari kasur. Mommy mau peluk." Kataku pelan dan masih menutup mata.Gerald merapatkan lagi tubuhnya dan semakin memelukku erat. "Bolekah, hari ini kita berduaan aja?" pintaku lagi."Yaudah, nanti anak-anak aku suruh oma jemput."Aku mengangguk. Sesekali tidak apa-apa. Biasanya, aku yang melarang anak-anak dibawa oma karena, akan merepotkan. Aku juga tidak bisa berjauhan lama-lama dengan anak-anakku. Semenit rasanya sudah rindu sekali. Tapi, hari ini aku ingin kesendirian dan juga memanjak
"Ya Allah nak!" Aku sudah berteriak. Bayangkan saja, Verena dan Asher baru selesai mandi. Dan mereka memakai satu handuk. Tarik-tarikan, sambil tertawa. Badan mereka basah, bisa lantai licin dan mereka terjatuh. Aku heran anak-anak Gerald mau mandi, selesai mandi pasti heboh dan teriak-teriak. Setelah selesai, pasti mereka akan berlarian sepanjang rumah dengan tubuh telanjang."Gerald, anaknya!" Aku berteriak lagi. Verena itu perempuan, harusnya tidak seperti ini. Walau mereka masih kecil, aku takutnya akan menjadi kebiasaan sampai besar, bagaimana jika Verena dan Asher telanjang saat besar. Walau pasti mereka akan sadar, tapi aku tak ingin mereka terbiasa.Gerald datang, dengan membawa handuk Asher. Anak-anak, sudah mengelilingi rumah. Kejar-kejaran."Jangan lari nak, nanti kalian jatuh!" teriakku lagi. Sekarang, tiada hari tanpa teriak.Aku mengangkat Asher. Dia malah tidak mau. Menendang-nendang di udar
Dua hari, suamiku tidak pulang. Rasa tak karuan menyergap dalam dadaku. Aku trauma sejujurnya, aku takut—.Baiklah, tolong hilangkan rasa takut ini dalam dadaku. Nyatanya, kejadian beberapa tahun silam, sangat membekas. Semuanya tidak bisa dilupakan begitu saja dengan mudah.Air mataku turun, dan berdoa tidak mengalami kejadian buruk lagi. Cukup sudah jiwaku terguncang, aku tidak kuat untuk mendapatkan masalah berat lagi. Aku menutup mataku sambil terisak, kenapa harus seperti ini lagi? Selama ini, aku selalu menghibur diriku dan menutup semua lukaku, dengan menyibukkan diri dan mengurus anak. Anak adalah satu-satunya alasanku bertahan. Tapi, jika aku sendirian, aku akan ketakutan sendirian, di luar dia—, dia akan—, banyak pikiran buruk menyerang diriku. Dan biasanya aku selalu berusaha postifi, tapi kali ini tidak.Dengan semua perasaan, yang berkecamuk dalam dadaku, aku terduduk di tempat tidur yang luas ini.
Air mataku sudah turun. Gerald tega memang.Tiba-tiba Gerald keluar dari restoran tersebut. Dia memakai kacamata dan topi. Huwah.... suamiku makin tampan. Kenapa aku baru sadar? Bukan, aku sadar maksudnya kenapa hari ini meningkat drastis? Apa ini salam perpisahan, dan membuatku tak bisa melupakan dirinya.Aku berlari ke arahnya, tidak peduli mau dijual. Aku hanya ingin, memeluknya sebentar."Gerald, Rara sayang sama Gerald. Mommy sayang sama daddy selamanya." Aku memeluknya. Badannya semakin kekar Gerald menunduk melihatku, mungkin dia heram melihatku. Jangan-jangan aku kesurupan."Rara, nggak kesurupan. Rara beneran tulus dan cinta mati sama Gerald. Kamu jangan jual aku ya? Nanti, anak kita sama siapa? Anak kita banyak, kamu pasti nggak sanggup ngurus sendirian." Gerald masih diam, memperhatikan aku yang curhat kepadanya. Dia membalas pelukanku, ah... sangat nyaman sekali.
Hari ini, sengaja Gerald izin kerja. Karena mau berduaan saja. Gila memang. Tapi, aku suka bersamanya jika hanya berduaan. Karena, waktunya buatku memanja-manjakan diri.Hari ini, vater dan Aunty Meiland datang dan mereka ingin mengajak anak-anak jalan-jalan. Gerald dengan senang hati, mengizinkan. Aku, setengah berat. Karena, akan merepotkan. Apalagi, anak lelakiku yang kecil dan anak perempuanku yabg kecil, mereka suka risih kalau jalan-jalan. Banyak permintaan, banyak bertanya, jadi kadang kita yang capek sendiri melayani. Aunty dan vater begitu sayang anak, kurang bersyukur apa hidupku jika mendapat orang-orang baik dan support seperti mereka. Aku bahagia dengan keluargaku.Sebenarnya, aunty Meiland sering minta. Agar, anak-anakku tinggal sama mereka. Aku tidak mungkin, mengizinkan anak-anakku tinggal dengan orang lain. Walau itu, kakek dan nenek mereka sendiri. Aku tidak mau merepotkan orang, dan aku senang
Flashback Rara hamil Asher. Bagaimana dia sudah hamil lagi, disaat usia baby Verena masih 4 bulan. _________________________"Says, mommy's pregnant!" "Mommy's pregnant." Orang-orang yang kusayang, sedang berdiri di depan, seolah, aku mau foto mereka padahal aku sedang memvideo mereka. Gerald sedang mengendong Kelsea dan Skye. Baby Verena sedang tidur, di kamar bayi. Wajahnya lucu-lucu, dan membuat kenangan tersendiri buatku yang takkan pernah kulupakan hingga nanti. Mereka sangat mengemaskan."Mommy's pregnant." ulang Gerald menggeleng. Aku tersenyum."Are you?" Aku mengangguk. "Yes daddy." "No way! You kidding." "No. I'm serious." Gerald menurunkan Kelsea dan Skye. Ia menuju ke arahku, air mataku tidak berhenti menetes dari awal. Aku senang dan sedih. Aku senang, karena akan menambah a