VOTE YA
Sunan melihat pesannya sudah dibuka tapi belum dibalas sampai kemudian dia mengetik pesan lagi.[Maaf aku minta nomormu dari Elice]Sudah Nabila duga dan tidak terkejut lagi, Nabila cuma heran bagaimana Elice bisa mau memberikan nomornya, padahal Nabil sudah berulang kali mengingatkan untuk tidak memberikan nomor telepon barunya kepada siapapun.[Apa kau masih tidak mau bicara denganku][Bukankah tadi kita juga bertemu dan bicara] balas Nabila, mengetik dengan cepat.[Jadi benar kau bersama Marko?][Ya] Nabila pilih jawaban singkat tanpa basa-basi.[Benarkah aku sudah tidak bisa mengubah pikiranmu, Nabila?][Mas Sunan tidak bisa seperti ini!] tegas Nabila.[Entahlah Nabila, aku benar-benar tidak bisa][Kita bukan anak muda lagi Mas, jadi tolong mengertilah]Sunan sudah tidak membalas pesan Nabila lagi tapi malah menelpon. Nabila mengabaikannya tidak mau bicara. Tapi Sunan tetap tidak mau berhenti.[Tolong aku ingin bicara]Sunan menelpon lagi sampai akhirnya Nabila mau mengangkat telep
Marko benar-benar datang ke rumah orang tua Nabila sendirian tanpa di dampingi siapapun untuk duduk di depan papa Nabila dan Bang Togar. Walaupun ini bukan kali pertama Nabila dilamar pria, tapi ketika melihat Marko duduk di depan orang tuanya Nabila tetap deg-degan."Aku juga suka dengan Marko," bisik Mbak Fitri yang duduk di samping Nabila. "Laki-laki harus berani seperti itu!""Aku malah takut Marko asal bicara."Nabila dan kakak iparnya duduk di sofa ruang tengah tapi masih bisa sama-sama melihat Marko yang sedang duduk di ruang tamu. Nabila baru mengantarkan minuman untuk mereka semua dan langsung duduk di samping Mbak Fitri masih sambil memangku nampannya."Semoga lancar," doa Mbak Fitri ikut deg-degan menunggu Nabila mau di lamar.Marko memakai kemeja lengan pendek, cukup rapi secara penampilan tapi nabila tetap saja khawatir karena Marko juga sering tidak terduga."Aku akan segera menikahi Nabila jika Papa mengijinkan." Marko langsung bicara pada inti tujuan kedatanganya malam
"Eh, kenapa kalian gandengan terus mulai seperti kembar siam!" tegur Elice karena hari masih pagi dan Marko sudah ada di kantornya padahal mereka tidak ada jadwal meeting. "Lihat!" Marko langsung menunjukkan cincin di jari manis Nabila untuk dia pamerkan. "Kami akan menikah!" "Wao!" Elis ternganga sendiri kemudian segera berkacak pinggang untuk menilai tingkah Marko. "Kalian serius!" "Aku sudah melamar Nabila dan mendapat restu." Marko menarik tangan Nabila kemudian dia cium di depan Elice. "Tapi ingat! kau sudah berjanji, Nabila tetap bisa bekerja denganku!" "Terserah Nabila." Kali ini Marko mengecup kening Nabila dengan gerakan cepat sampai Nabila sendiri tidak sempat menghindar karena sudah terlanjur kena. "Kalian sengaja ingin membuatku iri?" "Cari juga kelaki yang tidak sesibuk mantan suamimu!" Marko sudah biasa bercanda seperti itu dengan Elice dan mantan suaminya. Elice malah cuma mendengus kemudian mengibaskan telapak tangan. "Aku masih belum berminat, kalian duluan saj
"Babe, ada yang mencarimu!" Vivian menoleh pada Marko yang baru turun dari anak tangga. "Botol susu Bagas tertinggal," Nabila yang bicara sambil menatap Marko. Marko barus selesai mandi dan masih memakai handuk melilit di pinggang. "Masuklah." Marko bisa ikut menangkap kekhawatiran di mata Nabila. "Aku buru-buru." Entah kenapa rasanya Nabila tidak sanggup membayangkan apapun dan hanya ingin buru-buru pergi saja. "Masuklah dulu." Marko tetap memaksa kemudian menghampiri Nabila. "Siapa dia?" tanya Vivian. "Ini Vivian, mantan istriku." Yang bertanya Vivian tapi Marko malah menatap Nabila yang sebenarnya malah tidak bertanya. "Hai," Vivian jadi menyapa Nabila lebih dulu meski tiba-tiba jadi canggung ketika mengulurkan tangan. "Nabila," balas Nabila dan mereka saling berkenalan. "Ayo masuklah dulu." Marko terus memaksa karena dia juga ingin bicara. "Bagas sudah ngantuk." "Biarkan dia tidur dulu, nanti kuantar kalian pulang." Marko mengambil Bagas yang sudah lemas malas di gend
"Nabila, kau mau kuantar pulang atau tidur di sisni?" Marko menepuk pipi Nabila untuk dia bangunkan pelan-pelan.Nabila langsung terkesiap bangun dan kaget karena sudah tertidur di kamar Marko."Oh, jam berpa ini?" Nabila terlihat bingung."Baru jam sembilan.""Aku harus pulang."Nabila buru-buru membenahi pakaian yang jadi kusut dan sudah akan menggendong Bagas ketika Marko menghentikanya."Biar aku saja." Marko yang akan menggendong Bagas."Di mana botol Bagas?" Nabila masih ingat untuk menanyakan botol Bagas yang tertinggal."Sudah kucuci dan kumasukkan ke dalam tasnya.""Terima aksih." Entah kenapa hal sepele itu ternyata mengejutkan bagi Nabila."Kenapa?" tanya Marko melihat Nabila terdiam memperhatikannya.Nabila mengeleng tapi Marko kembali duduk di depannya karena tahu pasti ada sesuatu yang masih mengganjal hati Nabila."Aku tidak bisa menghapus masa lalu dan tidak bisa mengubahnya, tapi aku ingin membangun masa depanku denganmu karena itu aku akan selalu jujur. Tidak ada yang
Marko datang menjemput Nabila untuk makan malam, Marko terlihat membawa tas karton berukuran besar. "Apa yang kau bawa?" sambut Nabila agak keheranan. "Di mana Bagas?" Marko nampak sudah antusias untuk membuat anak laki-laki itu terkejut. "Bagas sedang di jemput Riko untuk menginap." "Oh." Marko sedikit kecewa. "Ini set kereta api yang kemarin dia minta." "Oh!" gantian Nabila yang terkejut. "Terimakasih." Nabila menerima tas karton yang diberikan Marko kemudian mengintipnya sedikit sebelum dia letakkan di samping pintu. "Bagas pasti suka." "Kau sudah siap?" Marko ganti menanyakan Nabila. "Ya, begini saja." Nabila mengoreksi dirinya sendiri. "Apa aku salah kostum?" "Tidak, aku suka." Sebenarnya Marko juga masih terlihat cukup santai dengan pilihan kemeja lengan pendeknya yang berwarna agak gelap dan kebetulan cocok dengan pilihan warna Nabila. "Ayo." Marko langsung mengulurkan tangannya. "Pa, Nabila keluar dulu sama Marko." Papa Nabila sedang menyaksikan pertandingan bulu t
Pikiran Nabila benar-benar jadi tidak enak mengetahui Vivian juga sedang berada di Jerman. Bagaimanapun Marko dan Vivian pernah menjadi suami istri. Mustahil jika Nabila tidak langsung berpikir macam-macam dengan keberadaan mereka yang kebetulan sekali bersamaan.Padahal Marko sedang mengunjungi rumah kakeknya. Kakek Marko asli Indonesia, tapi sudah lama menetap di Jerman dan menikah dengan wanita Jerman. Mereka cuma memiliki satu orang putra, yaitu papanya Mako yang akhirnya juga cuma memiliki seorang anak laki-laki.Kakek Marko sudah sangat jompo, tinggal dengan dua orang perawat khusus dan pelayan karena sudah lumpuh dan cuma bisa duduk di kursi roda. Marko sengaja mengunjungi kakeknya untuk memberitahu jika dia akan kembali menikah."Kau akan menikah?" wajah berglambir pria tua itu langsung ikut sumringah mendengar kabar yang dibawa cucunya kali ini."Ya, tapi nanti setelah aku menikahinya baru aku bisa membawa dia ke mari untuk bertemu Kakek" Marko mencium punggung tangan kakekny
Dua hari Vivian bersikeras tinggal di apartemen Marko, tapi sepertinya Marko memang sudah susah untuk dibujuk. Vivian sudah coba mengajaknya bicara beberapa kali namun Marko tetap pada pendiriannya untuk menikahi Nabila.Dua hari usaha Vivian tetap sia-sia, sampai dia merasa seperti tidak mengenal Marko lagi karena pria itu terus mengabaikan bujukannya. Rasanya Vivian juga sudah menyerah dengan usahanya meskipun dia masih mencintai lelaki itu. Padahal Vivian yakin Marko juga tidak akan mudah melupakannya meski sekarang telah bersama wanita lain. Bagaimanapun menjalani pernikahan selama lima tahun tetap bukan perkara mudah untuk tiba-tiba dilupakan begitu saja, mereka sudah melalui suka duka bersama dan pernah saling mencintai dengan tergila-gila. Apalagi Marko masih baru mengenal Nabila, wajar jika Vivian berpikir hubungan mereka masih sangat rapuh dan sempat berharap Marko masih bisa dibujuk. Tapi Marko malah sengaja ingin cepat-cepat kembali ke Indonesia pagi ini.Vivian ikut berke
Ketika Sunan masuk, dia syok melihat kehebohan tangis dua bayi sekaligus. Sunan malihat Elice sudah menggendong bayinya demikian pulan dengan Marko. Elice melahirkan di atas ranjang dan Nabila melahirkan di sofa."Apa yang terjadi?""Nabila ikut melahirkan karena stres melihat kondisi Elice." Moy yang menjawab sementara Marko masih gemetaran menggendong bayinya."Oh Tuhan!""Dia sehat." Elice tersenyum menunjukkan bayinya dan ternyata Sunan menangis meski tanpa suara isakan.Sunan segera memeluk Elice serta bayinya yang masih kemerahan."Biarkan Nabila yang memberi Nama.""Ya." Sunan terus mengangguk karena tidak perduli dengan apapun asal istrinya selamat."Bagaiman ini?" Marko bingung melihat bayinya menangis masih dengan tali plasenta yang membuat dia takut."Berikan padaku!" Moy meminta bayinya untuk dibawa pada bidan.Setelah memberikan bayinya pada Moy, Marko segera memeluk Nabila dan menciuminya sejadi-jadinya. Rasanya masih sulit dipercaya jika dia sendiri yang baru membantu pe
Nabila sedang melakukan panggilan video dengan Moy dan bayinya yang sekarang sudah berumur tiga bulan. Bayi cantik yang Elice beri nama Moza itu sudah pintar tersenyum dan membalas suara orang dewasa dengan dengungan. Nabila benar-benar gemas hingga tidak sabar menunggu kelahiran bayinya sendiri."OH ... anak perempuan memang mengemaskan!" Nabila melayangkan kecupan pada bayi montok yang menyeringaikan tawa di layar ponselnya."Tapi sepertinya ini laki-laki." Marko meraba perut Nabila yang kebetulan ada di sampingnya."Ini anak perempuan, aku bisa merasakannya!" Nabila ngotot.Setelah memiliki Bagas, sangat wajar jika Nabila sedang sangat menginginkan anak perempuan meski sampai sekarang Nabila sengaja belum mau mengetahui jenis kelamin bayinya."Apa Moza sudah bisa tengkurap?" Nabila melanjutkan obrolannya dengan Moy walaupun Marko terus mengganggu."Baru miring belum bisa terbalik.""Lihat Marko dia tersenyum padamu!" Nabila menghadapkan kameranya ke arah Marko yang sedang memangku l
"Kau tidak akan percaya jika sebenarnya sudah sejak lama aku menatapmu!"Elice berhenti mengunyah makanannya untuk balas menatap Sunan."Aku hanya tidak pernah berani berpikir kau akan mau menikah dengan pria sepertiku, mengandung darah dagingku, dan menghabiskan sarapan bersamaku."Dari dulu Sunan hanya standar, tidak sejenius Clavin yang dapat menahlukkan Elice."Kenapa kau berpikir seperti itu?" Elice juga masih kaget."Aku merasa bukan tipemu.""Siapa yang perduli!" tegas Elice persis seperti gayanya dari dulu.Elice memang tidak akan bertele-tele seperti kebanyakan wanita yang suka main perasaan. Tapi bukan berarti hati Elice tidak tersentuh dengan perhatian tulus yang selama ini diberikan Sunan. Elice hanya tidak pernah membahasnya.Mereka masih saling menatap sampai kemudian Elice kembali bicara lebih dulu."Boleh aku minta brokolimu?" Elice menunjuk potongan brokoli di piring Sunan yang belum dimakan."Kemari, biar kusuapkan." Sunan tersenyum sambil menepuk pahanya agar Elice d
Kehamilan Moy sudah memasuki bulan ke sembilan dengan perut bulat besar dan buah dada makin memadat kencang. Kehamilan anak perempuan ternyata justru membuat wanita terlihat semakin cantik. Moy sedang berbaring lembut di atas ranjang ketika Clavin bantu menarik melepas sisa gaun malamnya yang berbahan ringan. Mereka sedang disarankan untuk lebih banyak berhubungan intim mendekati masa-masa persalinan. "Apa kau tidak kesulitan bergerak?" Clavin ikut merangkak naik ke atas ranjang kemudian menyentuh lembut pada gumpalan buah dada wanitanya yang sedang membengkak penuh. "Tidak, ini masih nyaman." Moy juga mempersilahkan lelaki itu membuka kakinya untuk direntangkan. Clavin memperhatikan Moy sejenak, kemudian membelai ke lipatan lembutnya yang semakin hari semakin sesak untuk dimasuki pria. Clavin terus mengulas-ngulas puncak wanitanya sampai melembut hangat dan tiba-tiba menurunkan kepala untuk menyesap puncak kecilnya hingga mengejang. "Oh ...." Moy melenguh panjang. Rasanya sangat
Kehamilan Moy membuat kedua orang tua Clavin yang sudah lama menunggu keturunan dari putra tunggalnya ikut sangat bahagia dan tidak sabar. Kehamilan Moy sudah memasuki bulan ke enam dengan jenis kelamin bayi perempuan. Setelah resmi menikah bersama Clavin Moy juga selalu dimanja oleh keluarga suaminya. Moy merupakan anak tunggal yang dibesarkan oleh seorang janda, ayah Moy sudah tidak pernah perduli dengan kehidupan sulit mereka sejak bercerai dengan ibunya. Ibu Moy meninggal beberapa tahun lalu, Moy tidak punya sanak saudara lagi di ibukota. Moy berjuang sendiri untuk menjadi wanita mandiri meski dia cuma lulusan SMU dan berhasil sukses. "Istirahatlah jika kau capek." Clavin tahu Moy sudah sibuk dengan keluarganya sejak siang. "Biar aku saja yang menemani tamu." "Aku mau menunggu Nabila dulu." "Apa masih lama?" Clavin menengok arloji di pergelangan tangannya. "Sebentar lagi mereka sudah di jalan." "Jangan terlalu capek." Clavin menggosok puncak perut Moy yang makin membulat besa
"Bagaimana?" Marko sudah tidak sabar menunggu dua garis merah pada benda pipih yang sedang dipegang Nabila."Tunggu sebentar."Mereka sama-sama tegang setelah usaha keras siang dan malam penuh perjuangan."Ya!" Nabila segera menunjukkan dua garis merah yang langsung membuat Marko melompat untuk mengangkatnya."Oh, Tuhan ... terima kasih .... terimakasih ..." Marko terus menciumi perut Nabila yang dia angkat cukup tinggi seperti benda enteng kemudian membawanya berputar."Hentikan Marko! nanti anakmu pusing!"Marko masih terlalu bahagia hingga tidak bisa berhenti tersenyum bangga dengan dirinya sendiri."Terima kasih karena telah menjadikanku seorang ayah." Marko menurunkan Nabila untuk dia cium."Dia masih jentik kecil," Nabila mengingatkan."Berapa kira-kira usianya?" marko meraba perut Nabila."Mungkin sudah memasuki bulan ke dua."Nabila sudah terlambat satu bulan sejak menikah dua bulan lalu."Bagas harus tahu jika akan punya adik!" Marko menangkup pipi Nabila kemudian menciumnya
[Lusa aku akan kembali ke New York, apa malam ini aku boleh menginap?] pesan yang dikirim Noah untuk Elice tapi kebetulan Sunan yang membacanya. [Jangan ganggu istriku!] tegas Sunan dengan kalimat singkat. Mungkin karena kaget, Noah langung beralih menelpon. Sunan juga tidak segan untuk langung menjawab panggilan dari anak muda itu. "Di mana Elice?" tanya Noah begitu mendengar suara pria dewasa yang menjawab panggilan teleponnya. "Dia masih mandi." Sunan tidak berbohong. "Kau siapa?" Noah bertanya lagi karena masih penasaran. "Aku suaminya!" "Mustahil!" Noah tidak percaya. "Elice tidak pernah memberitahuku jika dia sudah menikah." "Sekarang aku yang memberitahumu!" Sunan terus mempertegas tanpa basa-basi. "Siapa?" tanya Elice yang baru keluar dari bilik kamar mandi dan melihat Sunan sedang menjawab panggilan teleponnya. "Keponakan Marko!" Sunan yakin Noah juga ikut mendengar percakapan mereka dari seberang telepon. "Berikan padaku?" Elice meminta ponselnya tapi tidak Sunan b
Tiba-tiba ponsel Nabila berbunyi dengan sebuah notifikasi pesan. "Moy, membubarkan grupnya!" Nabila terkejut. "Kenapa?" tanya Marko. "Aku tidak tahu, biar nanti aku telepon." Nabila memang tidak tahu dengan apa yang sedang bergulir, dia cuma terkejut jika Moy sampai membubarkan grup kesayangannya. "Bukankah kau ada meeting siang ini?" Nabila mengingatkan Marko. "Aku tidak akan lama dan akan segera pulang," Marko berbisik sambil memeluk Nabila dari belakang dan tidak berhenti menciumi sisi kening serta lehernya. Mereka berdua sedang berdiri di depan cermin meja wastafel setelah mandi bersama di tengah hari mumpung Bagas sedang tidur siang. "Cepatlah berpakaian, nanti kau terlambat." Nabil menoleh agar Marko bisa menggapai bibirnya. Mereka bertukar lumatan lembut saling mengais dan semuanya sedang terasa sangat manis untuk dinikmati. Marko dan Nabila adalah pasangan pengantin baru yang sedang lengket-lengketnya tidak ingin terpisah meski cuma sejengkal, tapi Elice tetap memaksa
Clavin benar-benar syok melihat Elice ada di apartemen Sunan, hari masih pagi, Elice kelihatan baru bangun dengan kemeja pria milik Sunan."Bagaimana kau bisa ada di sini?"Tatapan Clavin terus mengoreksi penampilan mantan istrinya sementara otak Elice sudah benar-benar padam tidak bisa berpikir. Clavin jelas melihat jejak cupang merah kemerahan bekas hisapan pria di kulit leher Elice. "Siapa yang datang?" tanya Sunan yang baru ikut menyusul ke depan dan langkahnya terhenti mendadak begitu melihat Clavin sudah berdiri di ambang pintu. Sunan masih menggenggam ponsel yang baru dia matikan dan cuma memakai celana pendek pria tanpa pakaian yang lain. "Apa yang kalian lakukan?" Elice dan Sunan benar-benar sudah tertangkap basah tidak bisa mengelak. Clavin segera menerobos masuk dan melihat celana dalam Elice yang masih tergeletak di samping sofa. Otak Clavin ikut padam membayangkan mantan istrinya telah dicumbu oleh sahabatnya sendiri. "Beri aku alasan yang masuk akal dengan semua in