JANGAN LUPA VOTE UNTUK MENDUKUNG CERITA INI
Nabila sudah tahu jika Novie mengalami keguguran tapi dia belum tahu bila rahim Novie juga ikut diangkat. Nabila pikir, setelah kehilangan calon bayinya mungkin Riko baru sedikit sadar dan ingat anak.Dari pagi Riko terus menelpon Nabila sampai nada deringnya membuat telingan Nabila berdengung. Nabila tahu Riko tidak akan berhenti, sementara Nabila juga tidak bisa mematikan ponsel selama bekerja. Terpaksa Nabila mengangkat telepon dari mantan suaminya meski hati Nabila masih sering kesal dengan keegoisan Riko selama ini."Kenapa kau selalu mematikan ponselmu?" tanya Riko langsung dengan nada marah begitu akhirnya Nabila mau mengangkat panggilan teleponnya."Aku sedang sibuk, karena sekarang aku juga bekerja."Nabila terkesan terus beralasan tiap kali Riko ingin bertemu Bagas."Aku bisa menjemput Bagas jika kau terus beralasan terlalu sibuk hanya untuk mengajak Bagas bertemu denganku.""Aku benar-benar sibuk Mas! bukan mengada-ada!" Sebagai manusia normal Nabila juga bisa ikut tersulut
Rasanya seperti dejavu ketika Nabila baru keluar dari lift dan kembali mendengar suara Marko memanggilnya."Nabila!"Marko terlihat sedang berdiri di depan meja resepsionis, baru melambai dan tersenyum pada Nabila."Kau lagi!""Apa boleh aku numpang mobilmu?" tanya Marko begitu Nabila menghampirinya."Memang di mana mobilmu?""Tadi aku kemari bersama Sunan."Bagitu mendengar Nama Sunan, Nabila langsung menoleh ke sekeliling lobi."Tidak usah kau cari dia sudah pulang." Marko menyentuh dagu Nabila agar kembali menatapnya saja."Aku tidak mencarinya!" ketus Nabila sambil menepis tangan Marko dari dagunya.Marko mengedipkan bahu serta alis bersamaan kemudian menyunggingkan senyum tidak percaya."Kau tidak perlu malu jika memang masih suka mencari-cari Sunan.""Sudah, cukup! jangan menggangguku!" Nabila reflek mendorong bahu Marko yang selalu iseng."Jadi aku boleh minta tumpangan?""Aku masih harus menjemput Bagas.""Tidak masalah, aku juga tinggal pulang."Marko mengikuti Nabila keluar,
Ulang tahun yang diadakan Nabila untuk Bagas memang tidak semewah yang akan dibuat oleh Riko, tapi tetap terasa spesial karena kebetulan kakak Nabila yang dari Surabaya juga sedang datang.Hari ini rumah Nabila jadi semakin ramai meski Nabila cuma mengundang keponakan dan keluarga dekat. Lagi pula Bagas juga belum punya teman sekolah. Ulang tahun yang Nabila buat untuk Bagas kali ini juga merupakan ucapan syukur untuk kesehatan putranya dan hidup Nabila sendiri yang mulai tertata setelah berbagai masalahnya kemarin. Pelan-pelan tapi pasti tekat nabila untuk mandiri mulai terwujud.Nabila mengucapkan terima kasih untuk teman dan keluarga yang sudah datang. Meski hanya pesta ulang tahun rumahan sederhana tapi meriah dan hangat. Bagas sudah tidak berhenti tertawa dengan semua hadiah yang dia dapatkan. Elice juga datang membawakan hadiah mobil-mobilan elektrik berwana biru sama seperi mobil milik Nabila. Dari tadi Bagas sudah tidak mau turun dari benda itu.Anak anak tetangga sudah pada pu
Riko benar-benar menyiapkan pesta ulang tahun yang mewah untuk Bagas. Riko menyulap halaman belakang rumah besarnya menjadi taman bermai anak-anak lengkap denga arena mandi bola, istana balon dengan seluncuran dan berbagai mainan yang bakal memanjakan anak-anak. Di sekeliling kolam renang juga berjejer berbagai makanan manis yang mengiurkan lidah para bocah. Riko mengundang anak dari temanya di kontor dan beberapa teman kuliah yang juga mengenal Nabila. Keluarga besar Riko dari Pontianak juga sudah tiba sejak kemarin lusa termasuk ayah dan ibunya yang sudah hampir setahun tidak bertemu Bagas. "Kenapa kau tidak minta hak asuh Bagas? lebih baik kau besarkan anakmu sendiri, biar lebih terjamin hidupnya," saran ibu Riko. "Aku juga sudah menyarankan pada Mas Riko." Novie ikut bicara pada ibu mertuanya. "Nah, istrimu juga tidak keberatan mengurus Bagas. Bukannya ibu tidak percaya sama Nabila, tapi ibu dengar sekarang Nabila bekerja. Ibu takut Bagas jadi terlantar." "Aku tidak yakin Nabi
"Pak Marko," sapa Riko ikut kaget sama seperti Novie. Mereka benar-benar tidak menyangka bakal melihat pria seperti Marko Alexander akan berada di rumah mereka.Sebenarnya Marko juga sedang terkejut ketika menyambut uluran tangan Riko. Marko baru tahu jika mantan suami Nabila ternyata Riko yang juga dia kenal. Riko adalah salah satu karyawan kepercayaan ayah Marko yang kemarin baru Marko angkat sebagai direktur di salah satu kantor cabang perusahannya."Kami tidak menyangka akan melihat Bapak ke rumah kami." Novie bicara dengan senyum gugupnya yang canggung. "Aku mengantar Nabila." Marko juga langsung berpaling pada Nabila meraih tangannya untuk dia genggam layaknya pasangan. Marko pikir Nabila dan Riko sudah berpisah, harusnya tidak akan masalah jika Nabila bersama siapapun. Rasanya jadi sangat tidak enak bagi Riko mengetahui mantan istrinya sedang berada dalam genggaman seorang Marko Alexander tapi pemandangan di depan mata itu tetap harus Riko telan dengan pahit. Riko dan Novie
[Kenapa kau tidak pernah mengatakan siapa Marko?] pesan yang Nabila kirim kepada Elice[Memangnya kenapa?][Dia pemilik perusahaan tempat mantan suamiku bekerja][Oh, aku juga tidak tahu!] Elice juga benar-benar terkejut.[Tapi kau tahu Marko bukan dari kalangan biasa, Elice!]Siapapun yang pernah memiliki pengalaman seperti Nabila pasti akan lebih waspada untuk tidak terlibat dengan pria kaya, atau lebih tepatnya pria terlalu kaya seperti Marko Alexander. Sudah cukup pengalamanya dengan Sunan kemarin yang jadi pelajaran.Tiba-tiba Nabila menelpon dan Elice gugup."Husttt!!!" dia memberi isyarat pada Noah yang baru keluar dari kamar mandinya. "Nabila menelpon, jangan bersuara!"Pemuda itu cuma memberi isyarat 'okai' kemudian melenggang keluar dari kamar Elice masih sambil memakai handuk."Ya," jawab Elice untuk Nabila."Marko melamarku!" "Oh, Tuhan! kau serius?" Elice sampai membekap bibirnya sendiri yang ternganga."Ya." Nabila kembali memperhatikan cincin yang tadi diberikan Marko.
"Nah, itu dia!" tunjuk Elice pada Marko yang akhirnya datang juga bersama Nabila."Sorry agak telat, aku harus jemput Nabila." Marko beralasan padahal kemarin dia sendiri yang minta meeting pagi-pagi."Pagi Mas," Nabila tetap menyapa Sunan meski rasanya jadi sangat canggung.Sunan juga tetap mengangguk dengan memberi senyum pada Nabila nya yang semakin cantik."Aku langsung naik." Nabila permisi lebih dulu meninggalkan mereka yang masih di lobi."Nanti aku akan menunggumu!" Marko melambai kecil pada Nabila yang sudah berjalan pergi.Marko juga sengaja memperhatikan Nabila sampai masuk ke dalam lift. Sementara Sunan cuma berani diam-diam memperhatikan wanita itu sambil menahan perasaanya yang tidak bisa diajak kompromi meskipun tahu Nabila sudah bersama Marko."Apa yang lain sudah datang?" tanya Marko pada Sunan dan Elice."Ya, mereka sudah menunggumu tuan muda!" sarkas Elice sambil memutar bola matanya karena Marko memang tetap akan jadi yang paling ditunggu."Oke, ayo!" santai Marko t
Ternyata Marko tinggal di penthouse City Tower yang merupakan gedung paling tinggi di central bisnis ibu kota. Marko menempati dua lantai paling teratas itu dengan keponakanya. Ketika Marko dan Nabila tiba, Noah sedang meringkuk di sofa dengan hidung memerah dan menggigil demam."Kau cuma flu, tapi kenapa sudah sangat merepotkan."Sebenarnya dari dulu Noah memang paling rewel jika sedang sakit."Apa sudah minum obat?" Nabila yang bertanya."Sudah.""Sebaiknya banyak-banyak minum minuman hangat." Nabila kembali memberi saran. "Bisa kubuatkan.""Terimakasih Nabila." Tentu Noah mau, jarang-jarang dia dapat perhatian dari wanita yang lembut."Di mana pantry nya?" Nabila menoleh Marko yang kemudian cuma menunjukkan arah."Tunggu sebentar." Nabila segera pergi."Jangan manja!" tegur Marko pada keponakannya karena Noah pasti juga sedang mengambil kesempatan."Kalian sudah berkencan?" tanya Noah masih berani iseng.Marko cuma menjentikkan jari pada keponakanya sebagai isyarat untuk tutup mulu.
Ketika Sunan masuk, dia syok melihat kehebohan tangis dua bayi sekaligus. Sunan malihat Elice sudah menggendong bayinya demikian pulan dengan Marko. Elice melahirkan di atas ranjang dan Nabila melahirkan di sofa."Apa yang terjadi?""Nabila ikut melahirkan karena stres melihat kondisi Elice." Moy yang menjawab sementara Marko masih gemetaran menggendong bayinya."Oh Tuhan!""Dia sehat." Elice tersenyum menunjukkan bayinya dan ternyata Sunan menangis meski tanpa suara isakan.Sunan segera memeluk Elice serta bayinya yang masih kemerahan."Biarkan Nabila yang memberi Nama.""Ya." Sunan terus mengangguk karena tidak perduli dengan apapun asal istrinya selamat."Bagaiman ini?" Marko bingung melihat bayinya menangis masih dengan tali plasenta yang membuat dia takut."Berikan padaku!" Moy meminta bayinya untuk dibawa pada bidan.Setelah memberikan bayinya pada Moy, Marko segera memeluk Nabila dan menciuminya sejadi-jadinya. Rasanya masih sulit dipercaya jika dia sendiri yang baru membantu pe
Nabila sedang melakukan panggilan video dengan Moy dan bayinya yang sekarang sudah berumur tiga bulan. Bayi cantik yang Elice beri nama Moza itu sudah pintar tersenyum dan membalas suara orang dewasa dengan dengungan. Nabila benar-benar gemas hingga tidak sabar menunggu kelahiran bayinya sendiri."OH ... anak perempuan memang mengemaskan!" Nabila melayangkan kecupan pada bayi montok yang menyeringaikan tawa di layar ponselnya."Tapi sepertinya ini laki-laki." Marko meraba perut Nabila yang kebetulan ada di sampingnya."Ini anak perempuan, aku bisa merasakannya!" Nabila ngotot.Setelah memiliki Bagas, sangat wajar jika Nabila sedang sangat menginginkan anak perempuan meski sampai sekarang Nabila sengaja belum mau mengetahui jenis kelamin bayinya."Apa Moza sudah bisa tengkurap?" Nabila melanjutkan obrolannya dengan Moy walaupun Marko terus mengganggu."Baru miring belum bisa terbalik.""Lihat Marko dia tersenyum padamu!" Nabila menghadapkan kameranya ke arah Marko yang sedang memangku l
"Kau tidak akan percaya jika sebenarnya sudah sejak lama aku menatapmu!"Elice berhenti mengunyah makanannya untuk balas menatap Sunan."Aku hanya tidak pernah berani berpikir kau akan mau menikah dengan pria sepertiku, mengandung darah dagingku, dan menghabiskan sarapan bersamaku."Dari dulu Sunan hanya standar, tidak sejenius Clavin yang dapat menahlukkan Elice."Kenapa kau berpikir seperti itu?" Elice juga masih kaget."Aku merasa bukan tipemu.""Siapa yang perduli!" tegas Elice persis seperti gayanya dari dulu.Elice memang tidak akan bertele-tele seperti kebanyakan wanita yang suka main perasaan. Tapi bukan berarti hati Elice tidak tersentuh dengan perhatian tulus yang selama ini diberikan Sunan. Elice hanya tidak pernah membahasnya.Mereka masih saling menatap sampai kemudian Elice kembali bicara lebih dulu."Boleh aku minta brokolimu?" Elice menunjuk potongan brokoli di piring Sunan yang belum dimakan."Kemari, biar kusuapkan." Sunan tersenyum sambil menepuk pahanya agar Elice d
Kehamilan Moy sudah memasuki bulan ke sembilan dengan perut bulat besar dan buah dada makin memadat kencang. Kehamilan anak perempuan ternyata justru membuat wanita terlihat semakin cantik. Moy sedang berbaring lembut di atas ranjang ketika Clavin bantu menarik melepas sisa gaun malamnya yang berbahan ringan. Mereka sedang disarankan untuk lebih banyak berhubungan intim mendekati masa-masa persalinan. "Apa kau tidak kesulitan bergerak?" Clavin ikut merangkak naik ke atas ranjang kemudian menyentuh lembut pada gumpalan buah dada wanitanya yang sedang membengkak penuh. "Tidak, ini masih nyaman." Moy juga mempersilahkan lelaki itu membuka kakinya untuk direntangkan. Clavin memperhatikan Moy sejenak, kemudian membelai ke lipatan lembutnya yang semakin hari semakin sesak untuk dimasuki pria. Clavin terus mengulas-ngulas puncak wanitanya sampai melembut hangat dan tiba-tiba menurunkan kepala untuk menyesap puncak kecilnya hingga mengejang. "Oh ...." Moy melenguh panjang. Rasanya sangat
Kehamilan Moy membuat kedua orang tua Clavin yang sudah lama menunggu keturunan dari putra tunggalnya ikut sangat bahagia dan tidak sabar. Kehamilan Moy sudah memasuki bulan ke enam dengan jenis kelamin bayi perempuan. Setelah resmi menikah bersama Clavin Moy juga selalu dimanja oleh keluarga suaminya. Moy merupakan anak tunggal yang dibesarkan oleh seorang janda, ayah Moy sudah tidak pernah perduli dengan kehidupan sulit mereka sejak bercerai dengan ibunya. Ibu Moy meninggal beberapa tahun lalu, Moy tidak punya sanak saudara lagi di ibukota. Moy berjuang sendiri untuk menjadi wanita mandiri meski dia cuma lulusan SMU dan berhasil sukses. "Istirahatlah jika kau capek." Clavin tahu Moy sudah sibuk dengan keluarganya sejak siang. "Biar aku saja yang menemani tamu." "Aku mau menunggu Nabila dulu." "Apa masih lama?" Clavin menengok arloji di pergelangan tangannya. "Sebentar lagi mereka sudah di jalan." "Jangan terlalu capek." Clavin menggosok puncak perut Moy yang makin membulat besa
"Bagaimana?" Marko sudah tidak sabar menunggu dua garis merah pada benda pipih yang sedang dipegang Nabila."Tunggu sebentar."Mereka sama-sama tegang setelah usaha keras siang dan malam penuh perjuangan."Ya!" Nabila segera menunjukkan dua garis merah yang langsung membuat Marko melompat untuk mengangkatnya."Oh, Tuhan ... terima kasih .... terimakasih ..." Marko terus menciumi perut Nabila yang dia angkat cukup tinggi seperti benda enteng kemudian membawanya berputar."Hentikan Marko! nanti anakmu pusing!"Marko masih terlalu bahagia hingga tidak bisa berhenti tersenyum bangga dengan dirinya sendiri."Terima kasih karena telah menjadikanku seorang ayah." Marko menurunkan Nabila untuk dia cium."Dia masih jentik kecil," Nabila mengingatkan."Berapa kira-kira usianya?" marko meraba perut Nabila."Mungkin sudah memasuki bulan ke dua."Nabila sudah terlambat satu bulan sejak menikah dua bulan lalu."Bagas harus tahu jika akan punya adik!" Marko menangkup pipi Nabila kemudian menciumnya
[Lusa aku akan kembali ke New York, apa malam ini aku boleh menginap?] pesan yang dikirim Noah untuk Elice tapi kebetulan Sunan yang membacanya. [Jangan ganggu istriku!] tegas Sunan dengan kalimat singkat. Mungkin karena kaget, Noah langung beralih menelpon. Sunan juga tidak segan untuk langung menjawab panggilan dari anak muda itu. "Di mana Elice?" tanya Noah begitu mendengar suara pria dewasa yang menjawab panggilan teleponnya. "Dia masih mandi." Sunan tidak berbohong. "Kau siapa?" Noah bertanya lagi karena masih penasaran. "Aku suaminya!" "Mustahil!" Noah tidak percaya. "Elice tidak pernah memberitahuku jika dia sudah menikah." "Sekarang aku yang memberitahumu!" Sunan terus mempertegas tanpa basa-basi. "Siapa?" tanya Elice yang baru keluar dari bilik kamar mandi dan melihat Sunan sedang menjawab panggilan teleponnya. "Keponakan Marko!" Sunan yakin Noah juga ikut mendengar percakapan mereka dari seberang telepon. "Berikan padaku?" Elice meminta ponselnya tapi tidak Sunan b
Tiba-tiba ponsel Nabila berbunyi dengan sebuah notifikasi pesan. "Moy, membubarkan grupnya!" Nabila terkejut. "Kenapa?" tanya Marko. "Aku tidak tahu, biar nanti aku telepon." Nabila memang tidak tahu dengan apa yang sedang bergulir, dia cuma terkejut jika Moy sampai membubarkan grup kesayangannya. "Bukankah kau ada meeting siang ini?" Nabila mengingatkan Marko. "Aku tidak akan lama dan akan segera pulang," Marko berbisik sambil memeluk Nabila dari belakang dan tidak berhenti menciumi sisi kening serta lehernya. Mereka berdua sedang berdiri di depan cermin meja wastafel setelah mandi bersama di tengah hari mumpung Bagas sedang tidur siang. "Cepatlah berpakaian, nanti kau terlambat." Nabil menoleh agar Marko bisa menggapai bibirnya. Mereka bertukar lumatan lembut saling mengais dan semuanya sedang terasa sangat manis untuk dinikmati. Marko dan Nabila adalah pasangan pengantin baru yang sedang lengket-lengketnya tidak ingin terpisah meski cuma sejengkal, tapi Elice tetap memaksa
Clavin benar-benar syok melihat Elice ada di apartemen Sunan, hari masih pagi, Elice kelihatan baru bangun dengan kemeja pria milik Sunan."Bagaimana kau bisa ada di sini?"Tatapan Clavin terus mengoreksi penampilan mantan istrinya sementara otak Elice sudah benar-benar padam tidak bisa berpikir. Clavin jelas melihat jejak cupang merah kemerahan bekas hisapan pria di kulit leher Elice. "Siapa yang datang?" tanya Sunan yang baru ikut menyusul ke depan dan langkahnya terhenti mendadak begitu melihat Clavin sudah berdiri di ambang pintu. Sunan masih menggenggam ponsel yang baru dia matikan dan cuma memakai celana pendek pria tanpa pakaian yang lain. "Apa yang kalian lakukan?" Elice dan Sunan benar-benar sudah tertangkap basah tidak bisa mengelak. Clavin segera menerobos masuk dan melihat celana dalam Elice yang masih tergeletak di samping sofa. Otak Clavin ikut padam membayangkan mantan istrinya telah dicumbu oleh sahabatnya sendiri. "Beri aku alasan yang masuk akal dengan semua in