"Apakah Purwo di sini, Pak?" tanya Kang Paimin saat baru turun dari kendaraan roda duanya dengan mata menelisik ke segala penjuru.Amarahnya memburu, dadanya kembang kempis menahan rasa yang seakan ingin meledak begitu saja tanpa melihat tempat dan situasinya. Pak Sugi hanya mengangguk menjawab pertanyaan menantu lelakinya itu. Dia paham akan apa yang terjadi, pasti ada sebuah masalah besar yang akan menghampiri. Sebab, sikapnya tidak seperti biasanya. Matanya yang merah serta nafas yang tidak beraturan menandakan sedang tidak baik-baik saja."Anak kurang ajar, kenapa kamu nggak mati saja, hah?!" pekik Kang Paimin saat mendapati Purwo yang hendak keluar rumah. Purwo yang melihat Bapaknya langsung berbalik arah namun, dengan cepat kilat tangan Kang Paimin memegangi pundak Purwo kencang. Sehingga anak sulungnya itu tidak dapat bergerak sama sekali. Kalah tenaga."Tenang, Min, tenang … ada apa ini? Datang-datang kok langsung marah dan main tangan sama anak kamu, Purwo ini anak kamu sen
"Keluarkan aku dari sini, kalian semua si*lan! Keluarkan aku!" teriak Tyo yang berada dalam jeruji."Aku punya Pak Dhe tentara, nanti kalian akan dimarahi karena telah menangkap aku. Keluarkan aku!" imbuhnya dengan berteriak kencang yang memperlihatkan otot-otot tangannya berwarna hijau.Para polisi yang berjaga hanya mengulum senyum mendengar ocehan-ocehan dari Tyo yang terdengar sumbang. Meski sudah berada dalam kerangkeng, namun, kesombongannya masih di perlihatkan."Mau anaknya jendral sekalipun kalau kamu salah, ya, tetap masuk sini. Jangan berisik! Kalau kamu membuat ulah lagi di sini, nanti malah tambah lama. Dengar?!" bentak salah satu petugas yang langsung membuat mulut Tyo bungkam seketika.Kepalanya tertunduk lesu, keringat bercucuran deras membuat nyalinya menciut. Ruangan yang pengap membuatnya kepanasan luar dalam. Menggerutu dengan apa yang barusan terjadi._____"Bagaimana ini, Kang?" tanya Yu Surti gelisah. Anak kesayangan mereka telah masuk ke jeruji besi karena kes
Beberapa tahun kemudian, kehidupan keluarga Pak Sugi serta anak-anaknya aman tentram dan damai. Tiada lagi yang namanya saling hujat dan saling sikut.Mungkin mereka telah lelah dan bosan. Cucu-cucu dari Pak Sugi pun tumbuh dewasa dengan jalan kehidupan mereka masing-masing.Hari ini tersiar kabar kalau Lek Pri akan pulang bersama istrinya yang telah satu tahun di nikahi. Dengan rencana akan melahirkan di rumahnya Lek Pri. Sedang istri Lek Pri dari pulau seberang, karena mereka bertemu dan saling merajut cinta kasih di perantauan dan telah memiliki rumah di perantauan juga. Kebahagiaan terpancar dari wajah Yu Surti, karena beberapa tahun tidak bisa berjumpa dengan sang adik bungsu.Saat lebaran pun, Lek Pri dan Kang Wardi tidak menampakan diri di kampung, tentu dengan berbagai macam alasan yang keluar. Meski hanya mengucapkan salam lewat ponsel, namun, sepertinya rasa yang entah apa namanya itu tidak hadir dalam sanubari mereka. Padahal kalau dipikir, orang tua mereka tinggal satu.
"Jangan kasih makan ikan seperti ini! Bapak tidak suka, apakah kamu mau menyakiti Bapak mertuamu sendiri?" pekik Yu Sarni saat melihat ada ikan asin di dapur. Dilemparnya ikan asin yang baru saja dibeli Lek Ningsih dari tukang sayur keliling.Lek Ningsih memang sengaja membelinya supaya Pak Sugi tidak lagi menggerutu tentang makanan lagi. Sudah cukup Lek Ningsih merasakan sakit hati karena di bicarakan di belakangnya.Mau berkeluh kesah, namun, takut jika nanti di adukan malah masalah besar yang tercipta. Sedang hal seperti itu tidaklah diinginkan oleh Lek Ningsih.Dia tidak tahu mana yang baik di depan juga belakang dan mana yang hanya baik di depannya saja. Sebab, dia orang jauh dari sanak dan keluarga. Sejak bapak mertua serta kakak iparnya membicarakannya di belakang, Lek Ningsih lebih berhati-hati lagi dalam berbicara dan berbuat."Lha terus mau apa, Yu?" tanya Lek Ningsih lembut."Kemarin bukannya sudah diberitahu sama Yu Surti kalau bapak itu maunya makan sama ayam dan daging,
"Aku mau pulang saja, pulang!" pekik Lek Ningsih dengan sekuat tenaga dan air mata berderai tanpa bisa di bendung."Kamu kenapa? Ada apa?" tanya Lek Pri kebingungan.Istrinya yang dahulu kala lembut dan penyayang kini berubah layaknya seorang monster. Mata merah nyalang dan tenaga yang dua kali lipat kuatnya. Perubahan yang sama sekali tidak pernah terpikirkan oleh Lek Pri."Kamu kemarin pergi ke rumah pacar kamu, 'kan? Daripada aku sakit hati di sini, mendingan aku pulang saja! Sudahi pernikahan ini, pulangkan aku pada orang tuaku!" teriak Lek Ningsih dengan sorot mata yang marah.Lek Pri menyugar rambutnya kasar, di usapnya berkali-kali wajahnya. Bingung akan sikap istrinya yang tiba-tiba berubah. "Halah, biarkan saja kalau mau pulang. Biarkan pulang sendiri, Pri! Kayak nggak ada perempuan lain yang lebih cantik saja," timpal Yu Sarni dengan mata melirik."Yu!" bentak Lek Pri. Sedang Yu Sarni yang mendengar bentakan dari adiknya langsung melirik tajam dan mengerucutkan bibirnya hi
"Hati-hati di jalan, ya, nanti kabari kalau sudah sampai sana!" Yu Mini memeluk Lek Ningsih dengan penuh deraian air mata.Semua yang melihat kepergian Lek Pri beserta keluarga kecilnya itu menatap dengan penuh kesedihan dan iba. Apalagi jika melihat bayi perempuan mungil yang masih dibedong itu, siapapun yang melihatnya pasti tak kuasa untuk tidak menangis.Pak Sugi dan Yu Sarni tidak ikut mengantar kepergian mereka, padahal mobil travel itu berhenti di depan rumah Pak Sugi juga Lek Pri. Entah apa alasannya semua orang pun tidak ada yang tahu, hingga Kang Tarjo hanya menggelengkan kepala melihat Bapaknya dari balik jendela yang terlalu tega dengan bayi yang tidak berdosa itu.Kalau memang marah dan benci dengan menantunya, apa salahnya melihat sekejap saja cucu yang masih berwarna merah nan mungil itu? Ah, semua hanya mimpi buruk bagi Lek Ningsih dan putri kecilnya."Bujuk rayu Mini hebat, hingga melihat tampang cucunya saja, Mbah Sugi enggan. Keterlaluan sangat-sangat keterlaluan,"
Semua tertawa bahagia karena lelucon dari Reni membuat menggelegarnya suara Kang Tarjo yang menggaung di seantero rumah bilik bambu itu. Seketika terdiam saat melihat adik dari Kang Tarjo, Yu Surti dengan suaminya datang tanpa mereka undang. Dalam hati, Reni membatin, ada apa gerangan hingga istana bambu mereka di sambangi oleh orang yang konon mengatasnamakan diri mereka kaya."Kang besok ke rumahku ya, Purwo mau nikahan. Kamu juga, Yu, malamnya datang sekedar melekan bareng-bareng! Aku tadi juga sudah ke rumah Kang Joko," pinta Yu Surti saat bertandang ke rumah Kang Tarjo."Iya, kami pasti datang kok, hari apa hajatannya?" "Besok hari kamis, lalu jumat nya kita pergi ke tempat pengantin perempuan, ikut ya, jangan khawatir tentang kendaraan. Karena kami sudah menyewa beberapa mobil," terang Yu Surti dengan semangat."Tyo nggak pulang, Ti?" tanya Yu Mini basa-basi."Baru saja pergi kok pulang, ya nggak lah," balas Yu Surti."Lho, kakaknya mau nikah kok nggak pulang?" tanya Reni den
"Dapat beras banyak tidak?" Yu Surti datang ke rumah Kang Tarjo dengan melihat-lihat ke belakang.Sesudah pesta pernikahan Reni, Yu Sarni bercerita kepada kakaknya kalau untung dari Kang Tarjo sangat banyak. Sehingga mendapatkan uang dan beras serta gula yang tidak sedikit.Hati Yu Surti semakin menjadi kesal, bagaimana bisa orang yang di nilainya lebih dari seorang kuli saja bisa punya tamu sebanyak itu. Tidak masuk akal, begitu pikirnya.Dengan melangkah mengitari isi rumah Kang Tarjo, Yu Surti semakin jengkel dibuatnya. "Memangnya tamunya banyak atau ini beli hasil hutang, Kang?" tanya Yu Surti dengan mata menelisik tajam."Ini, Dek. Bawalah, buat bikin kopi di rumah!" Yu Mini mengulurkan tiga kilo gula beserta kopi kemasan dan beras. "Nggak, aku dah punya banyak," jawabnya ketus. Jauh di dalam hati sebenarnya ingin menerima, namun, rasa gengsi yang mengelabui hatinya mendekam setia dan menolak rezeki yang datang. Senyumannya miring seolah ingin mengejek kakak iparnya itu. Ingi
“Ayah, lain kali diam saja nggak perlu mengeluarkan tenaga buat melawan mereka. Sayangi diri sendiri dan keluarga ini, buat apa susah payah membalas ucapan yang nggak masuk akal?” ujar Reni saat melihat sang ayah sudah tenang.“Kita hidup ini bukan hanya sekedar membalas segala umpatan dari orang yang nggak waras, jatuhnya nanti kita sendiri yang gila. Lebih baik perbanyak ibadah dan bulatkan niat buat ke tanah suci, insya allah nanti akan kami bantu sebisanya!” Mata Kang Tarjo membelalak tanpa kedip, lalu menoleh ke istrinya yang juga tak beda dengan apa yang ada di pikirannya.“Iya, kita sudah mendaftarkan kalian untuk ke Mekkah, semoga bisa terlaksana meskipun menunggu lama.” Lagi Reni seolah ingin menjawab apa yang dipikirkan oleh Kang Tarjo dan Yu Mini.“Kamu beneran? Kok nggak bilang-bilang ke kita?” tanya Yu Mini, saking kagetnya dia mendekati sang putri lalu memegang tangan Reni erat-erat.Reni pun mengangguk menyakinkan jika apa yang barus saja dikatakan olehnya itu benar ad
“Tanah yang kamu buat rumah itu adalah hakku dan seharusnya kamu mengembalikan semuanya apa yang kamu punya pada kami! Dasar nggak punya muka, milik orang kok di klaim!” seru Tyo tanpa embel-embel hormat, malu dan juga sungkan.Kang Tarjo yang sedang minum kopi, tersedak. Semua apa yang sudah di dalam mulut seketika keluar dan membasahi meja. Mata itupun membelalak lebar bahkan nyaris keluar dari lubangnya. Terkejut bukan main mendengar suara yang sudah membuat mendidih darah tersebut.Laki-laki itu lantas berdiri dengan tatapan tajam bak elang yang siap menerkam mangsanya. Cuaca pun seolah tahu sehingga angin yang tadinya berhembus sepoi-sepoi menyejukkan jiwa kini berubah menjadi panas seperti musim kemarau.“Dasar setan! Kamu itu terlahir dari seorang ibu atau batu?” murka Kang Tarjo lantang.Yu Mini yang sejak tadi sibuk di dapur seketika berlari menuju ke teras, pemandangan yang membuat jantung wanita itu berdetak kencang dari biasanya. Ia pun panik, keringat dingin membasahi pun
Namun, Kang Tarjo masih enggan untuk bergerak. Napasnya memburu dengan dada yang mengikuti irama jantung. Amarahnya semakin memuncak dan setelah mereka saling beradu pandang, Kang Tarjo mencoba untuk maju selangkah.“Kang, istighfar! Jangan sampai kamu kalah dengan setan yang membisikkan kalimat jahat, ingat jika nggak ada manfaatnya terpancing emosi. Kamu akan menyesal!” bujuk Yu Mini masih setengah berbisik.Dengan hati yang was-was wanita itu berusaha membujuk sang suami supaya tidak tersulut emosi yang tersimpan dalam hati. Dia berharap api itu segera padam dan bisa mendinginkan pikiran yang kacau bersama angin yang datang. Jantung pun mulai tak menentu dengan aliran darah yang mulai cepat hingga membuat tubuhnya terasa dingin.“Kang!” panggil Yu Mini dengan bibir bergetar.“Kamu pikir dengan sikap yang sok hebatmu itu bisa membuat aku takut? Nggak sama sekali!” gertak Tyo dengan pandangan nyalang.“Makan dengan hasil warisan saja mau belagu, ingat jika kamu itu laki-laki kosong,
Kang Tarjo pulang dengan napas memburu, amarahnya masih saja tersisa di dada. Apalagi saat di rumah melihat ayamnya mati semua, dengan menggerutu Kang Tarjo memungut semua hewan ternaknya satu persatu untuk di kubur.“Bagaimana bisa mati dalam bersamaan, apa yang terjadi?” gumam Kang Tarjo dengan tangan cekatan.“Ya Allah, Kang, apa yang terjadi? Kenapa ini?” tanya Yu Mini kaget.Saking terkejutnya Yu Mini terdiam di tempatnya tanpa bergerak sedikitpun. Ada rasa sakit dan ingin menangis kala melihat semua hewan ternaknya tidak bernyawa. Lalu Yu Mini pun ikut membantu sang suami memunguti hewannya tersebut. Air mata wanita itu pun menetes tanpa henti, ayam adalah salah satu tabungan yang dijaga.“Kang!” Suara Yu Mini terdengar parau. Dia menyapu air yang mengalir deras di pipi tersebut dengan cepat. Hatinya masih sakit melihat kejadian yang terjadi di depan mata itu.“Bukan rezeki kita, nanti kalau ada uang bisa membeli lagi,” hibur Kang Tarjo bijak meski dalam hati sudah teramat pilu.
Kang Tarjo menikmati kopinya di teras rumah, semilir angin membuat dedaunan kering ikut terbang. Sesekali lelaki itu melihat ke arah langit yang mulai gelap.“Sebentar lagi hujan, Alhamdulillah, berarti pekerjaan sawah akan segera dimulai,” ucapnya sambil menyesap kopinya.Musim kemarau sudah usai dan datanglah musim penghujan yang mana selalu dinantikan para petani yang daerahnya tadah hujan. Hanya mengandalkan air hujan sebab jika musim kemarau tiba maka kekeringan melanda.Wajah sumringah terbit kala gerimis mulai turun diiringi petir yang menggelegar bak irama yang saling bersahutan di sore hari itu.“Kang, hujan, masuk!” ajak Yu Mini pada suaminya yang masih duduk di teras, aroma tanah yang basah di hirupnya dalam-dalam.Kang Tarjo sangat menikmatinya hingga ajakan sang istri hanya dibalas dengan anggukkan kepala. Lelaki itu masih terpejam dan berbisik syukur kepada Tuhan semesta alam yang mana telah menurunkan hujan di sore itu. Harapan dia semoga air yang turun bisa memberikan
"Pokoknya tanah ini adalah milikku, uang dua puluh juta sudah aku berikan pada Pakde Wardi. Dia meminta uangku sebanyak itu, kamu jangan coba-coba serakah!" pekik Tyo saat melihat tanah bagian Kang Wardi akan dibangun sebuah toko oleh Lusi. Dua anggota keluarga saling bersitegang dengan pembenarannya masing-masing. Tyo yang bersuara lantang mencoba untuk mendominasi keadaan dan menang. Sedang Yu Surti mencoba melawan tanpa rasa takut dihatinya.Kang Tarjo yang mendengar suara berisik mencoba untuk mendengarkan dulu dari rumahnya. Hembusan nafasnya yang kasar menandakan kalau pikirannya sedang berkecamuk menahan amarah. Saudara yang seharusnya saling menyayangi dan menghargai harus di nodai dengan perseteruan perihal warisan. Harta yang turun dari orang tua. Bahkan Kang Tarjo menggeleng pelan saat melihat yang bersikukuh atas tanah yang terbentang disamping kanan Kang Tarjo adalah Tyo. Seorang cucu yang seharusnya diam dan berterima kasih banyak kepada orang tuanya yang telah memberi
Hari ini hujan begitu deras membasahi bumi, wangi khas dari tanah kering yang telah basah membuat hidung begitu senang karena mencium aromanya. Meski petir menggelegar laksana bom atom nagashima namun, tak menyurutkan kegiatan Reni dan Yu Mini untuk membuat cemilan singkong rebus beserta wedang jahe hangat. Angin besar meniupkan segala pepohonan yang sedang berdiri tegak menjulang, terkadang menyapu beberapa daun kering yang berguguran sehingga semuanya berserakan tanpa batas. Suara gemuruhnya seakan membuat nyali menciut hingga anak-anak Reni terdiam duduk di kursi dengan berselimutkan sarung kecil."Kang …" suara Yu Surti memecah keramaian setelah badai menerpa kampung mereka. Dengan tangis air mata dan wajah masam, Yu Surti datang ke kediaman sang Kakak ingin memberitahukan sebuah berita besar. Nafas Kang Tarjo memburu saat semua mata tertuju kepada tamu yang datang dengan kaki yang tanpa alas itu. "Kang, Yu Sarni meninggal," kata Yu Surti dengan bibir bergetar. Kang Tarjo yang
Pagi ini Tyo datang lagi ke rumahnya sendiri dengan membawa satu jerigen oli penuh. Tanpa bicara dia langsung menumpahkan oli hitam itu di tanah yang ada pohon mangga berdiri dengan kokoh. Sekeliling pohon di siramnya dengan senyum miring. "Oh, seperti itu kelakuan kamu? Nggak ibu, nggak anak kok sama saja. Jahat dan curang!'' pekik Reni dengan mendekati Tyo yang masih duduk dan menyiram.Tanpa menjawab, Tyo terus melakukan aksinya dengan tersenyum miring. Dia bahkan enggan menatap mata Reni yang sedari tadi melihatnya tanpa kedip. "Kamu pikir hidup kamu sudah baik? Hah! Diminta musyawarah dulu nggak mau, orang muda kok pikirannya picik seperti itu, pantas saja kamu nggak punya tetangga disana!" Amarah Reni tersulut dan membara. Ingin saja dia mencakar wajah Tyo yang sangat memuakkan itu. Namun, dengan wajah dingin Tyo tidak menjawab sedikitpun kalimat yang diucapkan oleh Reni meski gemuruh di hati ingin memuntahkan segalanya. Aksinya tetap saja dilanjutkan."Coba kamu lihat itu po
"Kang Wardi sakit stroke, Kang. Aku mau dia dirawat di rumah saja. Kasihan, istrinya tidak mau merawatnya sama sekali," ucap Yu Surti saat sedang berkunjung ke rumah Yu Sarni. "Yakin? Masak istrinya tidak mau merawat. Jangan berpikir buruk tentang orang lain kamu!" balas Kang Tarjo dengan menyulut rokok yang sedari tadi dipegangnya.Yu Surti menggerutu dalam hati, niatnya untuk memiliki tanah kosong bagian dari Kang Wardi hampir saja pupus karena tidak setujunya Kang Tarjo atas usulannya. Seperti saat Yu Sumi di rumah dan meninggal dulu. Yu Surti berpikir jika merawat Kang Tarjo dan hingga nanti akan berpulang maka, semua warisan bagian yang dimiliki Kang Wardi akan menjadi hak Yu Surti. Akan tetapi, rencananya terhalang persetujuan Kang Tarjo. Akhirnya Yu Surti pulang ke rumahnya dengan hati yang dongkol. Menggerutu sepanjang jalan dan memaki Kang Tarjo dengan segala sumpah serapah.☀️☀️"Kalau rumah kamu jadi, lalu akan pindah tidur, Sarni?" tanya Kang Tarjo saat melihat barang ba