Sekarang, melihat Annisa memberi perhatian khusus pada salah seorang pasien VIP disana, tentu saja Henry dipenuhi oleh perasaan cemburu. Sementara, ia sudah berusaha dengan berbagai cara, namun tidak satupun dari semua itu dapat menarik perhatian Annisa.
Henry sudah memperhatikan pasien bernama Awan tersebut selama beberapa minggu terakhir. Tidak ada data istimewa tentang dirinya, selain namanya yang singkat, Awan.
Cukup mengherankan, bagaimana seseorang tanpa identitas seperti itu bisa dirawat di ruang VIP?
Pertanyaan Henry, sedikit terjawab ketika Awan sering menerima kunjungan dari banyak orang penting dan berpengaruh. Dan yang paling sering berkunjung di antara mereka, tentu saja adalah Amanda.
"Sial, bagaimana laki-laki tidak jelas seperti dia bisa mendapat perhatian dari wanita-wanita cantik." Pikir Henry dengan kebencian yang semakin mendalam terhadap Awan.
Tentu saja, Henry dibuat terkagum dengan kecantikan Amanda. Hal itu lah yang semakin memantik kecemburuan Henry terhadap Awan. Seolah tidak cukup Annisa saja, tapi semua wanita cantik seakan tidak habis mengerubungi Awan.
'Apa istimewanya pemuda tersebut?'
Henry, tentu saja sudah menyelidiki tentang identitas Awan lebih lanjut. Berkat koneksi keluarganya dengan pihak rumah sakit, Henry dengan mudah dapat mengakses data Awan.
Namun, sekali lagi, Henry harus kecewa dengan data yang didapatkannya. Ia hanya mendapatkan satu nama dalam data tersebut, yaitu nama Awan. Tidak ada data lainnya, seolah Awan tidak memiliki identitas apapun selain nama singkat tersebut.
'Namun bagaimana bisa, orang-orang penting selalu mengunjunginya?'
Tanpa Henry sadari, ternyata divisi zero adalah organisasi yang bertanggung jawab untuk menyembunyikan identitas Awan. Mengingat ingatan Awan yang hilang dan statusnya yang sensitif. Musuh-musuhnya akan menargetkannya, jika sampai tahu keberadaan dan kondisi Awan saat ini.
Kembali ke Henry, terlanjur diliputi perasaan cemburu. Henry tidak lagi peduli dengan identitas misterius Awan, ia berniat untuk mencelakai Awan, karena Awan dianggap sebagai satu-satunya penghalang Henry untuk bisa mendapatkan Annisa.
Henry telah membuat perencanaan yang sangat matang demi bisa memuluskan tujuannya. Untuk itu, ia telah menyewa beberapa preman yang bisa disuruhnya. Tentu saja, Henry tidak terlibat langsung dan ingin tetap bermain bersih. Ia memerintahkan beberapa pengawal keluarganya untuk mengurus semua itu untuknya.
Saat waktu yang direncanakannya, Henry mendekati Annisa saat jam pulang. Hari itu, mereka memiliki jadwal yang sama. Sehingga Henry memiliki alasan yang jelas untuk menawarkan Annisa pulang.
"Maaf, Henry. Aku sudah memesan taksi online untuk pulang ke kosan." Tolak Annisa sopan.
Annisa sudah lama tahu tujuan Henry mendekatinya. Annisa bahkan sudah menolak dengan tegas pernyataan Henry terakhir kali. Namun, Henry seakan tidak pernah menyerah untuk terus berusaha mendekatinya.
Bagi Annisa, tentu saja tidak ada siapapun selain Awan yang ada dihatinya. Tidak peduli betapa tampan atau kayaknya Henry, Annisa tidak akan pernah tergerak pada pria manapun selain Awan. Setelah ikrarnya di kampung saat itu, sejak saat itu, hanya Awan satu-satunya yang ada dalam hatinya.
Henry tersenyum masam ketika kembali mendapat penolakan seperti itu. Namun, ia dengan cepat merubah ekspresinya, ia dengan tetap tersenyum berkata, "Kalau begitu, ijinkan aku menemanimu ke lantai bawah, sambil menunggu taksi onlinemu datang."
Annisa merasa sedikit kesal, melihat betapa tidak tahu malunya Henry. Bahkan, ia masih tidak menyerah ketika Annisa menolak tawarannya. Akhirnya, Annisa dengan berat terpaksa mengangguk. Akan terlalu kejam rasanya, jika Annisa memasang jarak yang terlalu jauh dengan Henry. Bagaimanapun mereka masih teman seangkatan dan berasal dari kampus yang sama.
Sebenarnya, Annisa bisa saja meminta Rahma, sahabatnya untuk pulang bersama hari itu. Hanya saja, Rahma masuk setelah shift Annisa malam ini.
Meski bersedia di antar oleh Henry, Annisa berjalan sedikit mengambil jarak ketika berjalan di samping Henry. Ia menjaga hijab di antara mereka, karena mereka hanya sebatas teman dan ada batasan yang tidak boleh dilewati begitu saja.
Meski sedikit kecewa, tanpa disadari oleh Annisa, sudut bibir Henry tersenyum licik. Itu merupakan sebagian kecil dari rencananya. Tanpa sepengetahuan Annisa, Henry dengan cepat mengetikkan sesuatu di ponselnya dan mengirimnya pada seseorang.
Awan saat itu sedang berbaring malas di atas ranjang rumah sakit, ia merasa asing dengan semua hal baru yang ditemuinya setelah terbangun dari koma panjangnya. Lebih parahnya, ia sama sekali tidak ingat siapa dirinya, masa lalunya dan orang-orang di sekelilingnya.Satu hal yang diketahuinya, semua orang yang datang silih berganti menjenguknya adalah orang-orang yang peduli dengan dirinya. Di antara mereka semua, ada dua wanita yang paling sering membesuk dan menemaninya, Annisa dan Amanda. Tentu saja, Annisa adalah yang paling sering, karena dia juga tugas di rumas sakit tempat ia di rawat.Awan sudah menghapal semua orang yang bertemu dengannya beberapa waktu belakangan ini. Tentu saja, Annisa dan Amanda memberi kesan yang sedikit berbeda di antara semuanya.Itu bisa dirasakan Awan dari cara mereka memperhatikan dirinya. Bagaimanapun Awan hanya kehilangan ingatan, bukan perasaannya. Mendapat perhatian dari dua wanita cantik, layaknya bidadari seperti keduanya, tentu saja membuat Aw
Awan coba meraba-raba, karena matanya tidak bisa menangkap cahaya apapun di dalam sana. Tidak ada jawaban apapun yang terdengar. "Pak?" Panggil Awan sekali lagi.Masih hening, tanpa ada balasan dari security. Sampai beberapa saat lamanya, lampu di ruangan tersebut tiba-tiba menyala.Clap.Awan sedikit menyipitkan matanya sambil menutupnya dengan tangan. Lampu ruangan yang tiba-tiba menyala cukup menyilaukan dan membuat matanya harus beradaptasi sejenak.Setelah matanya bisa menangkap dengan jelas keadaan di sekelilingnya, Awan sangat terkejut. Disana sudah ada 10 orang pria berbadan besar yang sedang menatapnya dengan tatapan yang seolah siap untuk menelannya hidup-hidup."Apa-apa maksudnya ini? Dimana dokter Nisa?" Tanya Awan terkejut.Awan tidak melihat dokter Nisa ada disana, hal itu membuat Awan merasa dipermainkan oleh security yang tadi membawanya kesana."Dokter Nisa? Hahaha, tentu saja dia tidak ada. Disini hanya ada kami, hahaha." Jawab si security.Saat itu, Awan baru mula
Ternyata tidak hanya dirinya, temannya juga merasakan hal yang sama. Menghajar Awan, serasa seperti memukuli gunung. Sangat keras, sampai-sampai tangan mereka serasa keram."Bodoh! Kalau tidak bisa dengan tangan, pakai besi yang kalian bawa itu." Teriak pemimpin kelompok preman ini marah.Para preman segera beralih menggunakan pentungan besi dan kayu yang telah mereka siapkan sebelumnya.Suara benturan besi dan kayu segera terdengar bergemuruh setelahnya. Adapun Awan meringkuk di atas lantai yang dingin sembari menerima serangan bertubi-tubi. Ia merasa tubuhnya mulai kesakitan, karena banyaknya jumlah pukulan yang masuk ke tubuhnya."Bang, bagaimana dengan dokter cantik itu? Apa bos membutuhkan bantuan kita? Dia cantik banget, sayang aja kita gak ikut menikmatinya." Ujar pria yang berdiri di sebelah pemimpin kelompok preman ini.Si pemimpin preman terkekeh dengan ekspresi penuh nafsu. Tentu saja, ia sudah melihat sosok dokter yang disebut oleh anak buahnya tersebut. Karena mereka sud
"Cukup sampai disini saja. Terimakasih sudah mengantar sampai disini, dokter Henry!" Ujar Annisa begitu mereka sudah sampai di luar rumah sakit."Yakin tidak mau ku antar sampai kosan?" Tanya Henry kembali, masih berusaha membujuk Annisa agar bersedia menerima tawarannya.Annisa menggeleng, "Tidak usah, terimakasih. Cukup sampai disini saja!" Jawab Annisa menegaskan.Ia tidak ingin memberi harapan pada Henry, karena Annisa tahu niat Henry yang sebenarnya.Henry terlihat membuang napas kesal, meski diluaran ia masih menampilkan senyumnya."Hmn, tidak apa-apa. Lain kali, kamu pasti akan bersedia menerima tawaranku."Terdengar ambigu, namun menunjukkan usaha pantang menyerah dari Henry. Annisa sengaja tidak membalasnya, karena saat itu taksi online yang dipesannya sudah datang. Annisa langsung masuk ke bangku penumpang dan hanya tersenyum tipis ke arah Henry sebagai tanda perpisahan."Ingat, Nisa! Suatu saat kamu pasti akan menerimaku, saat tidak seorang pun yang dapat menghalangi kita."
Amanda baru saja datang dan menemukan Chiya berada di dalam ruangan Awan. Namun, ia terkejut karena tidak menemukan Awan berada disana. Amanda bertanya pada Chiya yang juga terlihat kebingungan dan hendak berjalan keluar untuk mencari Awan, "Awan dimana, Chiya?""Hmn, nona Amanda. Saya baru datang dan tidak menemukan Awan-san. Saya kira, Awan-san keluar bersama anda." Jawab Chiya merasa bersalah. Apalagi saat itu, dugaannya meleset, karena Awan ternyata tidak bersama Amanda."Apa mungkin Awan-san bersama nona Annisa?" Tanya Chiya terpikir dengan kemungkinan lainnya."Sama Annisa? Aku rasa itu tidak mungkin. Setahuku, jadwal Annisa hanya sampai sore ini."Setelah sering menghabiskan waktu dan mengenal Annisa selama beberapa minggu terakhir, Amanda sampai hapal jadwal praktek Annisa di rumah sakit ini. Sehingga ia begitu yakin jika Annisa pasti sudah pulang saat ini.Amanda hendak mengatakan hal lain, sebelum firasatnya mengingatkan sesuatu yang buruk sedang terjadi saat itu."Nona Ama
Amanda bergerak cepat mengikuti asal pancaran energi di area basemen. Setelah mencari beberapa saat, Amanda menemukan sumber energi dari salah satu ruangan yang terletak di sudut area parkir.Tempat itu relatif sepi, karena tempatnya yang terletak di ujung dan juga tempat disana agak minim pencahayaan. Mungkin karena ruangan tersebut lebih difungsikan sebagai gudang, sehingga sangat jarang orang mengunjunginya.Ketika Amanda membuka pintu, ternyata pintu tersebut terkunci dari dalam.Ruangan itu sendiri, cukup kedap suara sehingga sulit untuk mendengar apa yang terjadi di dalam sana jika tidak mendekat dan mendengarnya secara lebih fokus. Amanda melepas intentnya untuk mempelajari apa yang terjadi di dalam sana.Alangkah terkejut dirinya, begitu menemukan sebuah emosi yang meledak-ledak dan mungkin itulah penyebab energi aneh yang tadi dirasakannya. Tidak ingin membuang waktu lebih lama, Amanda segera mendobrak pintu tersebut.Brak,Pemandangan pertama yang dijumpai Amanda di dalam s
Annisa menunggu Awan di depan pintu ruangan tempat Awan dirawat dengan perasaan cemas. Ini sudah 30 menit dan Ia masih belum mendapatkan kabar apapun dari Amanda. Annisa sudah coba menghubungi nomor Amanda beberapa kali, tapi nomor tersebut sedang sibuk dan tidak dapat dihubungi."Nona Amanda datang." Ujar Chiya tiba-tiba."Dimana?" Annisa melihat ke luar disepanjang lorong rumah sakit, tapi tidak menemukan keberadaan Amanda dan Awan.Berkebalikan dengan yang dilakukan oleh Annisa, Chiya justru berbalik masuk ke dalam ruangan. Benar saja! Didalam ruangan sudah ada Amanda yang saat itu sedang membaringkan Awan di atas tempat tidur."A-apa yang terjadi dengan Awan-san, nona Amanda?" Tanya Chiya sedikit terpekik karena terkejut, begitu melihat Awan dalam keadaan pingsan dan seluruh pakaiannya dipenuhi oleh darah.Annisa segera berbalik karena mendengar pekikan Chiya dan menemukan Amanda dan Awan ternyata sudah ada di dalam ruangan. Sama halnya seperti Chiya, Annisa sangat terkejut menda
Henry duduk dengan gelisah dalam mobilnya yang terparkir di halaman depan rumah sakit, tempat parkir umum. Selama itu, setiap beberapa detik sekali ia memperhatikan layar ponselnya, berharap ada notifikasi pesan masuk. Ini sudah 30 menit berlalu, ia menunggu di dalam mobilnya, sekembalinya dari mengantar pergi Annisa.Tentu saja, Henry sedang menunggu konfirmasi dari para eksekutor yang dikirimnya untuk menghabisi Awan. Henry beranggapan, Awan menjadi satu-satunya penghalang baginya untuk bisa mendapatkan Annisa. Sehingga, tidak cukup baginya untuk sekedar menyingkirkannya saja dan Henry berniat untuk melenyapkan Awan untuk selamanya, agar tidak menjadi sandungan baginya di masa depan. Setiap detik berlalu, membuat Henry semakin tidak tenang.Sebenarnya, ia bisa saja parkir di basemen rumah sakit dan melihat langsung proses eksekusi yang dilakukan oleh orang-orang suruhannya. Tapi, itu beresiko dapat mengekspos dirinya.Henry memiliki karakter yang sangat licik. Meski banyak bermain
Satu setengah tahun kemudian.Tiga istri Awan, Annisa, Amanda dan Calista, tampak sedang cemas menunggu di luar kamar di rumah tuo, kampung halaman Awan. Di tengah mereka, tampak dua orang balita yang sedang digendong oleh Annisa dan Calista, sementara Amanda tampak sedang bermain dengan kedua balita berjenis kelamin perempuan tersebut dengan sesekali mencubit gemas pipi keduanya.Kalian mungkin bertanya-tanya, di mana Rhaysa alias Raine? Awan belum berhasil melamarnya hingga detik ini. Awan pernah mencoba melamar Raine setengah tahun yang lalu. Hanya saja, lamarannya langsung ditolak. Ratu Samudera memberikan syarat yang sangat berat jika Awan ingin melamar putrinya, yaitu Awan harus berada di level Divine atau dewa terlebih dahulu. Hasilnya, Awan telah berjuang keras di selama berada di tanah dewa untuk terus meningkatkan kemampuannya. Meski begitu, sepertinya ia masih harus bersabar untuk bisa melamar Raine.Kembali ke ruang tamu, rumah tua Awan.Tidak sama seperti Amanda yang terl
Rombongan Cakar Hitam mencibir ucapan Awan yang dinilai terlalu berani dan tidak bercermin, siapa lawan yang akan ia hadapi. Sementara, Datuk Cakar Putih dan bangsa harimau Bukit Larangan lebih mencemaskan nasib Awan. Mereka masih mengira. jika Awan hanya mengandalkan kekuatan warisan Gumara. Itu semua tidak akan cukup untuk menghadapi Cakar Hitam. "Uda!" Andini menarik ujung baju belakang Awan dan terang-terangan menunjukkan kekhawatirannya. Namun, Awan hanya tersenyum cuek dan memintanya untuk tidak perlu khawatir. Entah karena kalimat yang diucapkan Awan padanya atau cara penyampaian dan ketenangan yang ditunjukkan oleh Awan, membuat Andini merasa jauh lebih tenang dan merasa bisa mempercayai Awan. Roaaar! Cakar Hitam melompat ke depan dan tibat-tiba saja, ia sudah berubah wujud menjadi harimau besar dengan belang hitam di sekujur tubuhnya. Untuk bisa mengalahkan Awan, Cakar Hitam sudah bertekad untuk mengerahkan seluruh kekuatan dan berubah menjadi wujud terbaiknya. Cakar H
Wajah Taring Hitam seketika memerah panas melihat sikap Andini yang dengan terang-terangan menjatuhkan dirinya ke dalam pelukan seorang pria asing seperti Awan. Ia telah mengagumi Andini sejak lama, bagaimana ia bisa menerima, wanita yang disukainya bermesraan dengan pria lain tepat di depan hidungnya? Tidak peduli, apa pria itu dicintai Andini atau tidak. Bagi Taring Hitam, hanya dialah yang pantas menjadi pasangan Andini. Dia tidak habis pikir dengan sikap bodoh Andini, bagaimana ia bisa memilih seorang pria yang bukan apa-apa jika dibanding dirinya? Dia kuat dengan seluruh tubuh dipenuhi oleh otot-otot baja. Selain itu, dia adalah seorang pangeran dengan masa depan cerah. Bersamanya, Andini pasti akan jauh lebih bahagia. Bangsa harimau rata-rata memiliki tubuh yang besar dan berotot. Sehingga melihat tubuh Awan yang biasa, membuat Taring Hitam menilainya sebagai sosok yang sangat lemah. Dengan tatapan penuh kecemburuan dan kebencian, Taring Hitam akhirnya tidak bisa lagi menaha
Tatapan Cakar Hitam menjadi dingin dan tidak lagi menunjukkan keramahan pura-puranya, "Cakar Putih, apa kamu tahu konsekuensi dari pilihanmu hari ini?" Sambil menekan rasa gugup dalam hatinya, Datuk Cakar Putih berusaha tersenyum tenang dan berkata, "Keputusan kami bersifat final dan anda bisa kembali." "Kamu?" Kilat kemarahan terbesit di mata Cakar Hitam dan tiba-tiba saja ia sudah menghilang dari tempat ia semula berdiri. Wus! Terlalu cepat! Datuk Cakar Putih terkesiap. Meski ia sudah menduga reaksi akhir dari Cakar Hitam. Namun, gerakannya terlalu cepat untuk bisa ia ikuti dan detik berikutnya, Cakar Hitam sudah muncul tepat di depan Datuk Cakar Putih dan melayangkan sebuah serangan yang tidak bisa ditahannya. Braaak. Datuk Cakar Putih tidak bisa menahan pukulan itu sepenuhnya dan membuatnya terbang membelah barisan pasukan di belakangnya. "Datuk Cakar Putih?" Pekik orang-orang tertahan dan terkejut melihat keberanian Cakar Hitam yang telah menyerang tetua mereka tepan dih
Suasana di alam bangsa harimau tampak tegang dan semua penjaga perbatasan memasang wajah serius dan penuh waspada.Awan sengaja menyamarkan penampilannya dan mengeluarkan aura harimau yang ada di dalam tubuhnya dan membuat ia berhasil membaur dengan para penduduk bangsa harimau tanpa ketahuan. Setelah kedatangannya terakhir kali ke tempat itu, Awan memiliki memori yang sangat tajam tentang semua sudut tempat ini, yang memungkinkannya bisa berpindah kemanapun yang ia inginkan.Tidak lama setelah kedatangan Awan, rombongan Taring Hitam juga datang bersama ayah, para tetua dan juga puluhan prajurit terbaik bangsanya.Taring Hitam tampak tidak main-main dengan ancamannya. Hal itu, membuat gelisah bangsa harimau yang tinggal di Bukit Larangan.Para petinggi yang dipimpin oleh Datuk Cakar Putih tampak serius membahas masalah ini di aula tetua."Datuk, kita tidak bisa membiarkan mereka mendapatkan apa yang mereka mau. Bagaimanapun, raja sedang tidak ada di sini dan kita semua berkewajiban me
Seminggu yang lalu, ada sekolompok orang asing yang datang ke Kampung Tuo. Anehnya, mereka melewati batas Kampung Tuo begitu saja dan ternyata, tujuan mereka adalah kampung mistis yang ada di Bukit Larangan, tempat di mana bangsa harimau tinggal. Kelompok ini dipimpin oleh seorang pemuda bernama Taring Hitam, putra dari raja harimau Cakar Hitam yang berasal dari gunung Medan. Tujuan mereka datang, karena Taring Hitam yang sudah cukup usia untuk menikah, menginginkan Andini sebagai istrinya. Meski mereka tahu bahwa Andini adalah pasangan yang disiapkan untuk raja. Hanya saja, bangsa harimau dari gunung Medan ini tahunya bahwa raja Gumara telah lama tiada dan tidak memiliki pewaris sama sekali. Hal itu, coba dimanfaatkan oleh Taring Hitam untuk mendapatkan Andini. Taring Hitam yang terpesona dengan kecantikan Andini, ketika berkunjung ke bukit Larangan beberapa tahun lalu, berniat menjadikan Andini sebagai miliknya dan begitu ia mencapai usia layak menikah, Taring Hitam langsung me
Fikri dan Purnama yang semula berdebat, bahkan sampai berhenti dan tercengang mendengar wanita pujaan mereka dilamar oleh pria lain, tepat di depan mereka. Bagaimana mungkin mereka menerimanya?Jika pria lainnya, mungkin akan diam. Namun, mereka tidak mungkin bisa membiarkan ada lelaki lain merebut wanita yang mereka idamkan dari tangan mereka."Hei, bung! Apa maksudmu melamar dokter Nisa siang hari bolong begini?""Apa kamu tahu, siapa dokter Annisa? Sepuluh kamu, tidak bisa dibandingkan dengan seorang dokter Nisa.""Lebih baik kamu pergi dari sini! Atau kami akan memanggil satpam untuk mengusirmu."Ujar Fikri dan Purnama yang kali ini bisa kompak. Melihat reaksi keduanya, Awan cukup terkejut dan selanjutnya justru terkekeh geli. Ia melihat keduanya tidak ubahnya seperti badut yang sedang membuat pertunjukan.Awan melirik Annisa sekilas untuk menanyakan siapa mereka dan tampak balasan wajah jengah Anisa dan ketidakberdayaannya. Annisa membisikan identitas keduanya ke telinga Awan.
Rumah sakit umum ASA.Meski terletak di lokasi terpencil karena berada di bawah kampung Tuo dan lokasi yang jauh dari kabupaten, ditambah akses jalan ke sana yang tidak selebar jalan kabupaten. Kenyataannya, rumah sakit ini memiliki fasilitas medis yang sangat lengkap dan tidak kalah dengan rumah sakit yang berstandar internasional sekalipun. Sebuah alasan yang membuat rumah sakit ini banyak dihuni oleh tenaga medis terampil dan membuat reputasinya cepat terkenal hingga ke berbagai daerah di ranah Minang. Ditambah, kepala rumah sakit dan sekaligus menjadi dokter spesialis bedah di sana merupakan seorang wanita berparas cantik dan terkenal dengan keramahannya, Dr. Annisa Azzahra, Sp.B.Meski terkenal dengan keramahannya, sebagai penanggung jawab rumah sakit, Dokter Nisa menerapkan standar tinggi bagi tenaga medis yang bekerja di rumah sakitnya. Semua itu tentu saja sepadan dengan gaji tinggi yang mereka terima selama bekerja di sana. Banyak yang memuji dan banyak juga pihak yang mera
Setelah sekian lama, Awan kembali melihat tangis mama angkatnya tersebut. Namun kali ini, bukan tangisan yang membuatnya kehilangan kembali akal sehatnya. Itu adalah tangis kerinduan dan juga kebahagiaan. Tangis kerinduan seorang ibu yang telah lama tidak berjumpa dengan anaknya. Awan membiarkan Lina menumpahkan segala tangisannya dalam pelukan Amanda seraya memberi kode pada Amanda dan syukurnya, Amanda cukup peka dengan keadaan tersebut. Ada sekitar sepuluh menit lamanya, Lina menumpahkan tangis kebahagiaannya dalam pelukan Amanda. Sampai, Lina tersadar kembali dan mengurai pelukan mereka. "Maaf ya, nak. Tante terlalu sentimentil, kamu terlalu mirip dengan..." "Tidak apa-apa, ma." Sebelum Lina menyelesaikan kalimatnya, Amanda sudah lebih dulu menyelanya. Ia sekarang mengerti alasan Awan membawanya kemari dan Amanda sama sekali tidak keberatan untuk menggantikan posisi Renata untuk sesaat dan memberi kebahagiaan untuk ibunya Renata. Selama arwah Renata masih bersamanya dahulu,