Beranda / Romansa / GELORA HASRAT SANG MAFIA / 9 | Biarkan aku membalas kebaikanmu

Share

9 | Biarkan aku membalas kebaikanmu

Penulis: Vieneze
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-04 07:13:33

“Aku tak akan peduli soal ketakutanmu atau pun keberanianmu padanya,” Sunny berusaha meyakinkan Marco bahwa dirinya tidak tertekan oleh ancaman apapun. “Aku hanya peduli dengan bagaimana kau jatuh.”

“Kau ... ”

Marco hampir memukul wajah Sunny, namun Ryuse cekatan menangkap tangan Marco dan menghempaskannya.

“Pria sejati tidak memukul wanita,” Ryuse berkata dengan nada tenang nan menghanyutkan, lalu menyembunyikan Sunny ke balik punggungnya.

“Sial! Kau selalu ikut campur,” Marco mengeluh, lalu melangkah mendekati salah satu pengawal dan meninju perutnya keras. “Kalian tidak berguna!”

Marco menjadi frustrasi. Dia tidak bisa melakukan apapun, melawan atau bahkan menyerang balik Ryuse. Dia menyadari kemampuan bertarung Ryuse bukan tandingannya. Bahkan dia menyesal telah memiliki banyak pengawal, namun tidak seorang pun yang sebanding dengan Ryuse. Marco berteriak, kesal bercampur marah yang berujung mengacak-acak rambutnya dengan kasar.

“Kau menyebalkan ...” Marco menunjuk Ryuse sembari terkekeh murka.

Ryuse menanggapi komentar itu dengan seringai licik. “Aku memang ditakdirkan untuk membuatmu kesal.”

Ryuse sudah muak dengan perselisihan ini, dia berharap Marvin segera datang. Mengantar Sunny ke tempat aman dan pulang dengan tenang setelahnya. Ryuse tidak sanggup lagi jika harus melihat drama memuakkan Marco, ditambah dia juga memikirkan Camila yang masih tinggal di lantai satu.

Ryuse menerka-nerka mungkin Camila sudah pergi dan itu membuatnya sedikit lega, namun pikirannya yang lain mengatakan Camila masih menunggunya dan itu mengusik Ryuse. Perasaan Ryuse pada Camila tidak lebih dari perhatian kakak kepada adiknya. Dia merasa bertanggung jawab pada Camila karena Luigi, ayah Camila, telah menolongnya ketika dia berusia 13 tahun.

Masa dimana dia kehilangan kedua orang tuanya, diusir oleh bibi jahat dan hidup di jalanan sebagai anak liar dan bebas. Beruntung, Luigi mengambil Ryuse, memeliharanya dan menempatkanya sebagai salah satu kepercayaannya. Namun hubungan baik Ryuse dan Luigi tidak berlangsung lama, Ryuse memilih jalannya sendiri sebab Ryuse risih dengan sikap posesif dan cemburu Camila yang berlebihan padanya.

“Kakak.” Marvin datang membawa koper hitam, berlari menghampiri Ryuse. “Aku membawa pesananmu. Sebenarnya untuk apa uang sebanyak ini?” tanya Marvin penasaran.

“Berikan saja padanya.” Ryuse menunjuk Marco dengan gerakan kepala.

Marvin tidak punya pilihan selain menuruti permintaan Ryuse. Dia menyerahkan koper itu pada Marco masih dengan segudang rasa penasaran. Ryuse tidak pernah meminta uang tunai dalam jumlah sebanyak ini, kecuali dalam hal mendesak seperti transaksi bisnis dengan kliennya. Itu pun Ryuse yang menerima uangnya, bukan memberikan uang seperti saat ini.

Marco menerima koper itu dengan senyum puas dan membukanya. Dia mengambil beberapa lembar dan mencium aroma uang itu, lalu tertawa bahagia.

“Aku suka aroma uang dan aku cinta uang.” Marco menutup kembali kopernya dan menyerahkan koper itu kepada pengawalnya. “Senang berbisnis dengan anda. Aku jadi penasaran, kau tidak mungkin menyia-nyiakan uang hanya untuk kebebasannya, kan? Ayolah, jujur saja, aku juga pria. Kau pasti sama dengan mereka yang ingin menikmati kepolosan gadis itu, bukan? Ah, dasar brengsek ... ”

“Itu bukan urusanmu,” timpal Ryuse.

Ryuse melirik Sunny dan berujar lembut, “kau sudah bebas.”

Oh, seandainya Sunny tidak berpura-pura tangguh, dia mungkin akan menangis dalam pelukan lelaki itu. Namun, Sunny hanya memberikan tatapan tulus dan ungkapan terima kasih kepada Ryuse.

“Aku berutang padamu, tapi terima kasih telah menolongku.”

Ryuse mengangguk. Dia menarik tangan Sunny dan menggenggamnya erat. Sunny terkesiap dengan tindakan tiba-tiba Ryuse, namun dia memilih membiarkan Ryuse memegang tangannya kala mereka keluar dari tempat itu.

Tangannya terasa hangat di kulit Sunny dan jantungnya mendadak berdebar. Itu hanyalah sentuhan kecil, tetapi segenap jiwa Sunny merasakannya.

Ini hanya sebuah genggaman, bukan apa-apa. Sunny kau tidak boleh berdebar olehnya. Sunny berusaha menenangkan jantungnya yang nyaris meledak.

Ini hal baru baginya. Sunny tidak pernah bertemu dengan pria manapun selama di desa. Kehidupannya yang miskin telah membuatnya sibuk mencari uang ke sana kemari untuk kebutuhan mereka. Apa itu berkencan? Apa itu cinta? Sunny selalu mengesampingkan itu.

Namun, Sunny tidak pernah menduga bahwa bergandengan tangan dengan lawan jenis bisa memberikan rasa nyaman yang aneh dan juga memabukkan. Sunny membuat pandangannya tetap terkunci pada Ryuse. Dia menatap pria itu dengan segala pertanyaan dan juga kekaguman yang mendadak timbul dari debaran jantungnya.

“Jadi, semua uang itu hanya untuk membawa gadis ini?” ujar Marvin pada akhirnya, dia berjalan di belakang Ryuse. Bagi Marvin, Ryuse sekarang terlihat tidak seperti dirinya lagi dan itu mengusik Marvin.

“Kakak kau sekarang sudah besar ya,” goda Marvin. “Akhirnya kau tahu bahwa hidup tanpa wanita itu sulit.”

Marvin terkekeh nakal ketika membayangkan Ryuse akan berkencan dengan Sunny.

“Pikiranmu terlalu jorok,” timpal Ryuse datar.

Ketika mereka melewati kerumunan orang yang berdansa, Ryuse melirik sekilas ke meja bar, mencari sosok Camila. Ryuse mendesah lega, Camila tidak lagi di sana. Dia sudah pulang dengan kemarahan yang telah memuncak setelah menghabiskan banyak sampanye.

Ryuse melepas genggamannya saat mereka sudah di luar dan berujar, “pergilah. Kau sudah bebas sekarang. Jangan pernah berurusan dengan Marco lagi.”

Sunny bergeming.

Ryuse memutar langkah dan berjalan mendekati mobilnya. Ketika dia baru saja membuka pintu, Sunny memanggilnya.

“Tunggu.” Sunny mendekati Ryuse. “Aku tidak mengerti, mengapa kau membuang uang sebanyak itu untukku? Dan sekarang kau pergi tanpa meminta apa pun dariku? Itu terasa aneh dan juga sangat menggangu. Aku tahu ini tidak mungkin, tapi aku ingin membayarmu kembali. Mungkin aku tidak punya uang saat ini, tapi aku bisa mencicilnya.”

Ryuse menoleh, menatap lurus mata coklat Sunny yang kelabu. “Kau tidak perlu membayar kembali dan—aku tidak punya niat lain terhadapmu. Aku benar-benar hanya ingin menolongmu. Pulanglah, di luar dingin.‘’

“Tetap saja itu tidak masuk akal. Kita baru saja bertemu dan kau mengeluarkan uang tanpa berpikir untuk orang yang tidak kau kenal. Biarkan aku membalas kebaikanmu, setidaknya aku bisa melakukan apapun yang setimpal dengan uang itu.”

Ryuse tersenyum tipis. “Sudah kukatakan kau tidak perlu melakukan apa pun. Aku tulus dan tidak meminta imbalan. Ah, aku masih ada urusan. Jadi jaga dirimu.”

Ryuse masuk ke dalam mobil tanpa melihat Sunny. Dia melajukan mobilnya dan Marvin mengikuti dengan mobil lainnya di belakang Ryuse.

Sunny berusaha untuk tidak menghiraukan hal itu, dia mungkin masih bisa pulang dengan menumpang pada orang lain atau dia bisa minta tolong pada Gani.

Namun, Sunny sadar bahwa dirinya terlihat kecil di kota besar. Jika saja ini adalah desanya, Sunny tidak perlu pusing mencari jalan pulang, sebab dia hapal setiap jalan di desanya. Hanya saja ini adalah tempat yang tidak pernah Sunny kunjungi. Sunny tidak tahu jalan pulang.

Sunny terduduk di undakan Fantagio, menyesal dan menatap kosong kakinya yang pegal oleh sepatu heels. Sunny menyingkirkan sepatu itu dan melemparkannya ke jalan.

Orang-orang yang berlalu memperhatikan penampilannya yang menarik, menggodanya dan berusaha menyentuhnya.

Ditengah keputusasaanya, cahaya menyilaukan mengusik penglihatan Sunny. Sunny mendongak ke sumber cahaya, dia menemukan sosok yang dia kenali berjalan mendekatinya.

Sunny terkesiap dan dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. “Kau kembali?”

Bab terkait

  • GELORA HASRAT SANG MAFIA    10 | Nama yang indah

    Ryuse mendekati Sunny dan berjongkok di depannya. “Kau tidak tahu jalan pulang, bukan?” Sunny menatap mata Ryuse yang tengah melihat wajahnya. Tatapan Ryuse terasa menenangkan dan itu membuat Sunny mendadak merona. Sunny berusaha menyembunyikan kegembiraannya karena kehadiran Ryuse, namun itu mustahil. Sebab Ryuse berhasil memergokinya. Alih-alih bertanya lebih jauh, Ryuse melepaskan jasnya dan menutupi pundak terbuka Sunny. “Bajumu terlalu terbuka.” “Tapi ... kau lebih terbuka,” Sunny merona lagi saat melihat tubuh Ryuse yang tidak memakai apa pun di badannya, yang tersisa hanya celana burgundinya. “Sebaiknya kau saja yang pakai ini.” Ryuse berdiri dan mengulurkan tangan pada Sunny. “Aku sudah terbiasa seperti ini.” Sunny menerima uluran Ryuse. Dia meletakkan tangannya di dalam genggaman pria itu. Sekali lagi jantungnya bergulung oleh debaran yang aneh. Sampai-sampai dia khawatir Ryuse akan mendengar suara dadanya yang berdentam-dentam. Ryuse berusaha keras untuk mengabaikan S

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-04
  • GELORA HASRAT SANG MAFIA    11 | Debaran Sunny yang tidak terkendali

    “kurasa itu cocok untukmu,” pungkas Ryuse. Ryuse tidak memiliki alasan kuat, dia hanya mengucapkan apa yang terlintas dalam benaknya ketika melihat mata Sunny bersinar polos. Yang seharusnya hanyalah sebuah ucapan sopan berubah menjadi nama panggilan yang lebih terdengar seperti ajakan tersirat untuk lebih dekat. Sunny tidak berniat untuk terpesona dengan panggilan itu, namun dia tidak bisa menolak untuk jatuh pada suara maskulin Ryuse ketika menyebut namanya. Sunny berhasil menenangkan jantungnya yang berdebar lagi lalu tersenyum kepada Ryuse. “Aku ... akan beristirahat,” ungkap Sunny gugup. Lalu dia buru-buru menutup pintu kamar, bersandar di balik pintu sembari menyentuh jantungnya yang berdentam-dentam. Debaran aneh dari jantungnya semakin tidak terkendali. Sunny berusaha mengingat debaran itu sama ketika dia memikirkan ibunya, namun perasaan yang bergejolak di balik paru-parunya itu terasa jauh lebih dahsyat seolah dia telah mendambakan itu sejak lama. Sunny mengintip dari ce

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-06
  • GELORA HASRAT SANG MAFIA    12 | Tindakan liar Sunny

    Ryuse melirik Sunny. “Kau sudah sarapan?”Sunny mengangguk gugup. “Ya. Aku tidak tahu kau ada di sini.”“Aku baru saja datang, jangan sungkan. Selesai ini aku akan mengantarmu pulang.” Ryuse melirik pakaian Sunny. “Sebaiknya kau mengganti pakaianmu. Akan kuberikan baju gantinya.”Sunny lupa kalau dia masih memakai gaun emas manik-manik itu, dan dia mendadak malu telah dilihat oleh Ryuse.“Ayo,” ajak Ryuse. Dia menyimpan kembali botol air ke dalam kulkas.“Hah, kemana?”“Ikut saja.”Sunny tidak bertanya lagi. Dia berjalan kikuk di belakang Ryuse, menerka-nerka kemana Ryuse membawanya. Mereka menaiki tangga, melewati kamar Sunny dan mendapati diri mereka berhenti di depan kamar Ryuse.“Tunggu sebentar,” ujar Ryuse lembut.Ryuse masuk ke dalam kamar, dan kembali sesaat kemudian sambil membawa kaus dan celana panjang denim miliknya. Dia memberikan itu pada Sunny. Awalnya Sunny ragu-ragu, tetapi Ryuse meyakinkan Sunny bahwa hanya ini pakaian yang cocok dengan badan Sunny.“Aku tidak punya p

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-08
  • GELORA HASRAT SANG MAFIA    13 | Tidur bersama, haruskah kita melakukannya?

    Sunny tidak sadar, tubuhnya syok menerima hantaman yang tiba-tiba itu dan Ryuse—kepalanya terbentur kemudi dan melukai pelipisnya. Untungnya, pohon itu hanya menimpa bagian kap mesin. Asap mengepul dari dalam mesin, kapnya ringsek, dan perjalanan mereka terhenti. Ryuse melirik Sunny dengan cemas. Dia menggeser wajah Sunny dan menepuk-nepuk pipinya. “Sansan ... hei, bangunlah. Sansan ... Sunny!” Sunny terbangun dan dia terperanjat. “Apa aku masih hidup?” tanyanya frustasi. “Syukurlah,” Ryuse mendesah lega. “Apa ada yang terluka? Atau tubuhmu terasa sakit?” Ryuse memeriksa tangan dan kaki Sunny. “Aku baik-baik saja. Hanya saja benturan itu membuatku lemas.” “Kau yakin?” sekali lagi Ryuse mamastikan kondisi Sunny. Sunny hanya memberikan anggukan. Ryuse mendesah lagi, menyandarkan tubuhnya ke jok dan memejamkan mata. “Kau berdarah,” ujar Sunny cemas. Ryuse menyentuh pelipisnya dan berkomentar, “ini bukan apa-apa.” Sunny buru-buru mengambil beberapa lembar tisu dan menyeka darah

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-08
  • GELORA HASRAT SANG MAFIA    14 | Sentuhan terlarang, namun menggairahkan

    Ryuse mendekati Sunny dengan tatapan memburu. Sunny merasa terintimidasi dan mundur perlahan sampai tubuhnya menabrak dinding. Melihat wajah Sunny yang memerah, Ryuse menjadi terhibur. Dia terbahak-bahak dan beringsut ke sofa, lantas membuka sepatu hitam kesayangannya yang sudah basah. “Wajahmu semerah tomat,” celoteh Ryuse tanpa rasa bersalah telah membuat Sunny berdebar. Sunny mengambil bantal dan melemparkannya kepada Ryuse. “Kau menyebalkan!” “Hei, ada apa? Kau marah dengan perkataanku?” Ryuse setengah berteriak. “Apakah menyenangkan mempermainkan perasaan orang lain?” Sunny duduk di ranjang sambil bersidekap tangan. Ryuse menyeringai. “Jangan bilang kau merona karena aku.” “Anda terlalu percaya diri, tuan Ryu,” sangkal Sunny, memalingkan muka dari Ryuse. “Tssk ... kau mendadak berbicara formal. Kelihatan sekali sedang melakukan penyangkalan.” Sunny tidak berniat membiarkan Ryuse mengetahui hatinya. Dia perlu berpikir cepat mencari alasan lain agar Ryuse tidak menggoda diri

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-11
  • GELORA HASRAT SANG MAFIA    15 | Ciuman yang membara

    Sunny membeku. Pikirannya seolah tidak berkordinasi baik dengan tubuhnya. Dia ingin menghindar, tapi bagian dirinya yang lain seolah tidak ingin menjauh. Dalam jarak sedekat ini, Sunny bisa melihat fitur menawan wajah Ryuse dalam kegelapan. Mata Ryuse berkelebat dengan cahaya yang aneh ketika menatap Sunny. Entah itu pengaruh alkohol, entah itu karena cuaca yang dingin, atau mungkin sentuhan terlarang Sunny padanya berhasil membuat Ryuse mendambakan sensasi terbakar itu lagi. Sebagaimana pria normal, pasti akan terangsang oleh gairah yang ditimbulkan dari sentuhan itu. “Tetaplah seperti ini sebentar,” ujar Ryuse lembut di telinga Sunny. Napas Ryuse terasa hangat saat menerpa telinganya dan itu membuat tubuh Sunny bergetar dalam sensasi sensual yang belum pernah dia rasakan. Sunny menginginkan lagi suara itu bergaung di telinganya. Sunny tanpa malu-malu menyentuh wajah Ryuse, menelusuri setiap lekuk wajahnya yang tegas. Sunny sadar, ini tidak benar. Dia melepaskan tangannya dan mem

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-12
  • GELORA HASRAT SANG MAFIA    16 | Perpisahan yang tak diinginkan

    Pagi berikutnya ketika matahari telah bersinar kembali, badai hujan telah berhenti. Sunny buru-buru mengintip keluar jendela, melihat situasi di luar. Beberapa ranting pohon berserakan di jalan, daun-daun berhamburan di tanah, dan plang papan nama penginapan tergeletak menyedihkan di atas tanah. Sunny bergegas memakai kembali pakaiannya yang sudah kering. Dia bersyukur tidak harus memakai selimut itu lagi yang lebih terlihat seperti buntalan pada tubuhnya. “Kau sudah selesai?” tanya Ryuse setelah berhasil bangun dari tidurnya. Dia meregangkan tangan, dan otot-otot di lengannya menyembul seolah menggoda Sunny. Sunny segera menurunkan pandangan ke lantai. Menatap sepatu kets putih pemberian Ryuse. Sepatunya kebesaran di kaki Sunny, dan modelnya juga terlihat macho, namun dia tidak punya pilihan selain memakai itu dengan sukarela. Ryuse memberikan itu pada Sunny ketika mereka bertolak dari Rosentown kemarin. Sunny menyahut, “Ya. Bisakah kita berangkat sekarang?” “Kau tidak sarapan du

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-12
  • GELORA HASRAT SANG MAFIA    17 | Mengapa kau terluka?

    “Ah, tenang Sunny. Bukan seperti yang kau bayangkan. Maksud paman, mereka berdua pergi ke kota menyusul dirimu. Sejak kau pergi, ibumu selalu menangis di depan rumah. Dia selalu teringat padamu,” tutur paman Huben sambil meletakkan jala yang dia perbaiki di atas tanah. “Paman masih ingat dia bilang rindu padamu, dia mencemaskanmu bahkan ibumu sampai pinjam uang pada paman untuk ongkos mereka,” sambung paman Huben. Sunny menarik napas lega, namun dia tidak bisa menutupi kekhawatiranya terhadap ibu dan adiknya. Rury masih terlalu kecil dan tidak tahu apa pun tentang kota, apalagi Jane—dia sakit-sakitan. Bagaimana mungkin mereka bisa melewati kehidupan kota yang keras? “Lantas mengapa paman bilang mereka tiada? Aku hampir mati jantungan,” sungut Sunny. “Sudah berapa lama mereka pergi?” Paman Huben terkekeh. “Paman hanya mengatakan yang terlintas saja. Jangan marah. Mereka pergi dua hari yang lalu. Bagaimana kabarmu? Sudah seminggu kau tidak membantu paman berjualan. Sebenarnya apa yan

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-13

Bab terbaru

  • GELORA HASRAT SANG MAFIA     33 | Kecupan terakhir

    Sunny menatap Ryuse dengan mata terbelalak ketika tangan lelaki itu mendekapnya erat. Raut wajah Sunny menggambarkan kebingungan dan ketidakpercayaan. Detak jantungnya berdegup kencang dan Sunny bersumpah bahwa napasnya seolah berhenti—memikirkan apakah yang terjadi benar-benar nyata. “Ryu, apa yang kau lakukan?” Sunny berusaha menyusun kata-kata, namun suaranya terdengar seperti bisikan lembut. “Tetaplah seperti ini sebentar,” sahut Ryuse berbisik. Tangan Ryuse mengusap lembut punggung Sunny. Ryuse tidak tahu mengapa dia harus melakukan hal konyol dan tidak tahu malu seperti ini. Tindakannya yang tiba-tiba ini bukan menunjukkan dirinya yang sebenarnya. Perbuatan romansa dan hubungan intim antara lelaki dan wanita, Ryuse tidak peduli dengan semua itu sebelumnya. Namun kehadiran Sunny merubah segalanya. Ryuse pun tidak menyadari perasaan itu. Dia hanya tahu itu adalah perasaan empatinya terhadap kisah Sunny. “Jangan salah paham,” imbuh Ryuse. “Aku melakukan ini sebagai ucapan perp

  • GELORA HASRAT SANG MAFIA    32 | Ryuse tidak ingin Sunny pergi

    “Namun, itu hanyalah sebuah benda,” ujar Ryuse. “Aku masih bisa membelinya. Melihatmu yang bertanggung jawab, aku akan membiarkanmu.” “Maafkan aku, Paman. Aku tidak akan mengulanginya lagi.” Ryuse memijat keningnya dan mendengus. “Jangan panggil aku paman. Aku tidak setua itu. Panggil saja aku sesukamu asal jangan sebutan yang tua.” Rury mengangguk dan tersenyum ceria. “Baik, Kakak keren.” “Kakak keren?” Ryuse menaikkan satu alis. “Tentu saja. Aku melihatmu bertarung waktu itu dan itu sangat keren,” ungkap Rury gembira. Ryuse tersenyum tipis dan menimpali dengan wajah tenang, “Itu tidak buruk. Aku suka.” Sementara Marvin tersenyum puas melihat sikap Ryuse terhadap Rury. Dia menang taruhan. Makan malam sepuasnya di Cozy resto akan menjadi hal yang paling menyenangkan untuk Marvin. Setidaknya dia terbebas dari makan roti lapis setiap harinya. Pekerjaannya yang sering menghabiskan waktu di malam hari, membuat Marvin sering mengabaikan makan malam. “Hei, aku menang. Jangan lupakan

  • GELORA HASRAT SANG MAFIA    31 | Mari bertaruh

    Ketika Rury pertama kali memasuki rumah mewah milik Ryuse, matanya terbuka lebar. Dia terdiam sejenak di pintu masuk, menelan ludah dengan pemandangan yang begitu mewah di hadapannya. Langit-langit tinggi, lukisan-lukisan mahal, perabotan klasik, dan hiasan-hiasan yang tersebar di seluruh ruangan. Rury bisa merasakan jawaban di ujung lidahnya, bibirnya bergerak tanpa suara saat dia mencoba untuk menggambarkan betapa takjubnya dia pada kekayaan dan keindahan rumah Ryuse. "Wow, ini... ini luar biasa," gumamnya gemetar. Rumah ini jauh lebih baik dari rumah mereka, jauh lebih nyaman. Tidak ada nyamuk yang akan mengganggu tidur mereka, atau angin laut yang merebak masuk melalui lubang dari jendela mereka. Tatapan Rury berkeliling dengan takjub, membenamkan diri dalam keelokan dan berharap dalam hatinya bahwa dia ingin mempunyai rumah sebesar ini. Itu adalah Rury di hari pertama. Namun yang terjadi sekarang di hadapannya bukanlah hal baik. Setelah tiga hari terlewati dengan bersenang-b

  • GELORA HASRAT SANG MAFIA    30 | Diam-diam memperhatikanmu

    Ryuse terkekeh dan memberikan tatapan pengertian. “Sansan, setiap hal yang kuberikan padamu adalah tulus. Kau jangan berpikir yang aneh-aneh,” ujar Ryuse dengan santai tanpa menyadari bahwa Sunny mungkin saja menyukainya. Sunny bergumam dalam hati saat menatap Ryuse, “Aku hanya takut berharap terlalu banyak dan aku takut melakukan kesalahan dalam membaca perasaan ini.” Dalam momen itu, dokter tiba-tiba datang dan membuat Sunny melompat dari kasur dengan tergesa-gesa. Dokter tersebut, dengan sorot penuh perhatian menilik wadah infus yang hampir habis dan berbicara dengan senyum lebar. “Selamat pagi, pak Ryuse. Bagaimana perasaanmu hari ini?” “Halo dokter. Rasanya lebih baik dari kemarin.” Dokter melakukan beberapa pemeriksaan dan melihat catatan medis, kemudian dia mengangguk puas. “Hasil pemeriksaan menunjukkan peningkatan yang baik. Saya pikir anda sudah cukup pulih untuk pulang ke rumah. Tapi tetaplah menjaga kesehatan dan lakukan kontrol rutin di rum

  • GELORA HASRAT SANG MAFIA    29 | Pelukan pagi yang tak terduga

    Sunny merasa malu dengan kecerobohannya sendiri yang dengan tidak sengaja mengungkapkan bahwa dia menyukai seseorang. Matanya yang bercahaya dan senyumnya yang manis kini terasa begitu berat, dihiasi oleh rasa gugup dan keraguan. Dia berlari ke kamar mandi, berdiri lama menatap wajahnya di depan cermin. Tangan Sunny menyentuh pipinya yang telah memerah, seketika dia menjadi malu dan Sunny membasuh wajahnya untuk menghilangkan rona itu dari wajahnya. Ryuse merasakan ada sesuatu tidak biasa yang terjadi pada Sunny dan pertanyaan-pertanyaan pun mulai mendominasi pikirannya. “Mengapa dia terlihat begitu tergesa? Apa aku salah bicara?” pikirnya sambil mencoba mencari jawaban. Hatinya berdebar, tak bisa menolak rasa ingin tahu yang muncul begitu saja. Tanpa dia sadari, Ryuse pun mulai penasaran dengan pria yang dikagumi oleh Sunny. Pikirannya mencoba membayangkan siapa sosok pria yang dapat membuat Sunny begitu terpana dan membuatnya ingin tahu lebih banyak tentang siapa pria itu, apa y

  • GELORA HASRAT SANG MAFIA    28 | Kau yang bersinar

    Luigi Kasto, seorang pimpinan dari Red Dragon, sebuah organisasi kriminal yang menyelundupkan senjata dan mengoperasikan rumah perjudian. Dia lelaki yang paling ditakuti di seluruh Rosentown. Tindakannya selalu lebih sulit dipahami, liar, dan keji. Tak seorang pun berani menentangnya. Namun, pria yang di hadapannya itu tidak pernah menunjukkan rasa takut padanya. Pria yang dulu pernah dia 'pelihara' dan dia besarkan untuk menjadi sama dengannya. Ya, pria itu selalu membangkang terhadap perkataan Luigi. Satu-satunya orang yang berani melawan Luigi, Ryuse Adam. Ryuse bukan tidak ingin membalas kebaikan Luigi terhadapnya, apa pun akan dia lakukan—tapi tidak untuk Camila. Hanya Camila. Ryuse tidak pernah memiliki perasaan romantis terhadap Camila. Dia selalu memandang Camila seperti saudara perempuan. Ryuse pernah mencoba memaksa dirinya untuk mencintai Camila, namun dia tidak berhasil melakukan itu. Demi membalas jasa Luigi, Ryuse berkali-kali mencoba membuat dirinya jatuh cinta pa

  • GELORA HASRAT SANG MAFIA    27 | Godaan dan tekanan

    Ryuse menatap Sunny dengan senyum simpul. Tatapannya begitu dalam, seolah dia baru menyadari betapa gadis yang di hadapannya itu terlihat begitu cantik. Tudingan Sunny barusan membuat Ryuse merasa terhibur untuk terus menggodanya. Dia ingin melihat lagi wajah kesal Sunny, suaranya yang memberengut, dan tatapan tajam Sunny padanya. Lantas Ryuse menyahut dengan satu kata yang membuat Sunny bingung. “Mungkin,” sahut Ryuse, tersenyum manis. Sunny merona lagi. “Ah, aku—” Sunny menjadi gugup dengan jawaban Ryuse. Sunny merasa Ryuse sedikit berubah. Selama ini dia selalu bersikap seolah tidak menginginkan hal yang manis selain kehidupan perkelahian. 'Bagaimana ini? Mengapa aku harus gugup olehnya. Padahal jawabannya bisa mengandung makna lain,' gerutu Sunny dalam hati. Sunny kesal, sebab jawaban yang dia katakan selalu berakhir dengan godaan Ryuse. “Kau bercanda lagi. Berhentilah bermain-main denganku. Aku tidak suka,” ujar Sunny pada akhirnya dengan wajah menantang. Dia berharap it

  • GELORA HASRAT SANG MAFIA    26 | Ryuse menginginkan kecupan yang membara

    Sunny membelalakkan matanya, tidak percaya dengan yang dia dengar barusan. “Kau bercanda dan juga sinting!” “Aku masih waras,” sambar Ryuse dengan ekspresi usil. Dia merasa terhibur dengan kegugupan yang diperlihatkan oleh Sunny dan dia ingin menggodanya lagi. Ryuse tahu bahwa dia telah mengatakan hal yang tidak masuk akal. Pikiran itu hanya terlintas sekilas di benaknya. Ketika dia melihat bibir Sunny yang merungut kesal, Ryuse penasaran dengan bagaimana rasanya jika dia mencumbu bibir tipis itu lagi. Sesungguhnya kenangan dari ciuman pertama mereka di penginapan waktu itu masih meninggalkan perasaan yang tak menentu di dalam hati Ryuse. Apakah rasanya akan sama? Apakah jantungnya akan berdebar asing lagi seperti waktu itu? Atau bahkan mungkin dia terlalu mendambakan ciuman itu sampai-sampai rasanya sangat menyiksa. 'Apa yang kulakukan?' Ryuse bergumam dalam pikirannya. “Kau mengambil kesempatan. Hah! Seharusnya aku tahu itu. Kau hanya berusaha untuk membuat

  • GELORA HASRAT SANG MAFIA    25 | Satu ciuman setiap hari

    “Kau sudah bangun?” tanya Sunny dengan ekspresi bahagia. “Syukurlah, akan kupanggilkan dokter. Tunggu sebentar ... ” Sunny memutar langkah, hendak berlari menuju pintu. Namun Ryuse bertanya lagi. “Sansan, apa yang kau lakukan di sini?” Sunny berbalik, menatap Ryuse yang berusaha bangkit dari ranjang. “Ah, pelan-pelan. Awas lukamu terbuka lagi. Kau tidak boleh banyak bergerak.” Sunny membantu Ryuse untuk duduk. Dia memutar kenop ranjang untuk menaikkan posisi ranjang agar Ryuse dapat duduk dengan nyaman. Ryuse menengadahkan kepalanya dan mencengkram tangan Sunny dengan erat.“Kau belum menjawab aku.” Sunny mendesah kesal. “Pertanyaanmu tidak memiliki jawaban. Kau sudah lihat sendiri kondisi tubuhmu yang sekarat, tapi kau malah bertanya mengapa aku di sini. Tentu saja aku mencemaskanmu. Aku senang kau terlihat lebih baik sekarang. Akan kupanggilkan dokternya. Jadi tetaplah di ranjang ini. Jangan banyak bergerak, oke?” Sunny menaikkan selimut sampai ke perut Ryuse, memastikannya t

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status