Pikiran dan perasaannya semakin tidak tenang. Dia yakin Hayato mencurigai dirinya. Dan memberitahukan pada Daisuke. Belum sampai dia bisa menemukan jalan keluar. Salah seorang pelayan menghampiri dirinya.
"Nyonya! Anda di suruh menemui Tuan Daisuke di ruang pribadinya."
Kazumi hanya mengangguk pelan. Dia berusaha bersikap wajar dan setenang mungkin. Kazumi malam ini terlihat sangat cantik. Mengenakan kimono hijau tua dengan obi hitam. Rambutnya disanggul khas negeri Jepang. Dia merias wajahnya tak terlalu tebal.
Tok tok tok!
"Masuklah Kazumi!"
Dengan anggun dia melangkah masuk. Pandangan matanya langsung menyorot pada lelaki kejam itu. Ingin rasa hati Kazumi mencekik dan memenggal kepalanya. Seperti yang telah dia lakukan pada keluarga dan Takashimo.
"Kazumi, jelaskan pada Tuan Hayato ini. Bahwa dirimu bukanlah Karmila yang dia sangka."
"Siapa Karmila ini Tuan hayato? Sepertinya anda benar-benar terobsesi dengan wanita yang bernama Ka
"A-apa maksud kamu?" Seraya Kazumi mundur beberapa langkah. Firasatnya sudah mengatakan akan terjadi hal yang sangat buruk.Kembali lelaki itu menyeringai. Pandangannya tajam seolah menyusuri lekuk tubuh Kazumi yang indah."Awas kamu kalau macam-macam!" ancam Kazumi.Dia terus bergerak mundur, sampai ujung tumitnya membentur dinding."Kau ingin tahu aku membuktikan dengan cara apa?"Kazumi hanya bisa terdiam. Kedua matanya mulai berkaca-kaca."Aku akan membuktikan dengan kehangatan tubuhmu Kazumi!""Pergi kau bajingan!" teriak Kazumi. Da terus melempar semua benda-benda yang ada di dekatnya."Siapa yang akan membantu kamu sekarang, haaahhh ...? Daisuke sudah pergi. Sedang Takashimo telah mampus!" ucapnya terkekeh sadis."Rokudenashi! Pergi kau bajingan! Benar-benar aku akan membunuhmu! Jika sampai kau menjamah badan aku, akan aku pastikan kau mati Hayato!" teriak Kazumi."Kemarahan kamu mengingatkan aku pada seorang wanit
Kazumi langsung memeluk lelaki itu. Hingga pandangan matanya menangkap sosok yang berdiri tak jauh darinya."Hassan? Benarkah kamu?"Tanpa peduli pandangan mata beberapa orang, yang terus mengarah pada dirinya. Dia berlari menuju Hassan dan memeluknya dengan erat. Saat membuka kedua mata. Kazumi melihat sosok bayi yang digendong seorang wanita muda."Dia ... istri kamu?""Iya, Karmila. Maafkan aku!"Sejak malam itu. Kazumi tak mau makan, hanya sesekali minum. Dia pun tak pernah keluar kamar kecuali hanya untuk ke kamar mandi. Kondisi tubuhnya semakin lemah. Kembali dia teringat akan peti yang di berikan oleh Takashimo.Segera dia mengangkat peti itu ke atas kasur. Tangannya bergetar sewaktu membuka penutup peti yang tak terkunci. Kazumi mengeluarkan pedang samurai yang pernah diberikan Takashimo untuknya. Kazumi mengambil sebuah lintingan surat yang terdapat di dalam ujung gagang samurai. Sejenak Kazumi memperhatikan tulisan Ka
Terdengar derap langkah Satriyo yang sudah menenteng pedang dan diletakkan di hadapan Lazuarrdi. Lelaki tampan itu, segera memutar pelan di bagian ujung gagang. Sebuah sangkur akhirnya terlepas. Lazuarrdi segera mengeluarkan sebuah surat yang digulung kecil.Gulungan surat itu dibentangkan di lantai oleh Lazuarrdi."Tepat dugaan gue. Huruf Kanji." Celetuk Danang."Nih, tugas lu! Artikan secepatnya Bro. Gue minta, hari ini juga selesai.""Beres! Kalau gitu gue tinggal ke kamar dulu. Mau main laptop.""Oke."Satriyo mendekati Lazuarrdi. Lalu, dia berbisik,""Aku masih penasaran, Mas. Siapa yang memenggal kepala Kazumi?""Hanya ada kemungkinan, Sat. Pertama dia bunuh diri memenggal kepalanya. Yang kedua ada orang lain yang memenggal kepalanya."Tampak Satriyo manggut-manggut."Mas Ardi! Coba kita cari surat Kazumi untuk Hassan. Siapa tahu ada di sini juga?""Kamu benar Sat. Ayo kita cari kalau gitu."Ta
Lazuarrdi dan Satriyo terdiam. Surat itu sungguh pilu dan menyedihkan. Seorang wanita yang hancur dengan kebiadaban. Hingga akhirnya menuntut balas."Jadi, dia membunuh dirinya sendiri dengan pedang itu," desis Lazuarrdi."Iya, Mas. Beban hidupnya teramat sangat berat. Cuman bagaimana bisa Kakung mendapatkan peti ini?""Kata mendiang Tuan Roy Kenzo, ada seorang teman Kakung yang bilang. Kalau itu milik Kakung. Ini kan aneh jadinya.""Kecuali kalau Kakung ada hubungan dengan Hassan ini, atau Hariyadi, atau orang yang mengerti kisah Kazumi. Sampai peristiwa bunuh dirinya itu, Mas."Lazuarrdi melayangkan pandangannya pada Satriyo."Kamu benar juga, Sat! Aku akan telpon Papa dulu!"Buru-buru dia meraih ponsel yang tak jauh darinya. Lazuarrdi langsung menekan nomer sang papa. Cukup lama dia menunggu. Sampai akhirnya teleponnya diangkat."Hallo!""Papa, maaf gangguin. Lazuarrdi mau tanya nih, Pa. Hal penting sekali."
Lazuarrdi dan Satriyo langsung mendongak ke arahnya. Dari raut wajah Danang, terlihat jelas dia sangat tegang. Membuat Lazuarrdi menerka, apa yang telah terjadi. "Ada apa?" Sudut mata Lazuarrdi terus mengekor pada Danang. Yang akhirnya duduk di sebelahnya. "Kamu kok aneh gitu, Nang?"Dia memberikan kertas hasil terjemahan surat yang diberikan pada Kazumi."Bacalah, Bro!"Sejenak Lazuarrdi terpaku. Dia terus menatap kertas putih dengan tangan yang bergetar._Kazumi tersayang_Sengaja aku menuliskan surat ini. Bila suatu saat kondisi kamu terdesak. Lakukan apa yang aku tuliskan ini.Pedang yang aku berikan padamu, adalah pedang kematian. Memakai baja hitam dan memiliki kekuatan energi hitam. Bila kamu ingin membalaskan dendam pada Hayato. Ikatlah jiwamu pada pedang itu.Teteskan darahmu perlahan dari ujung pedang hingga ke ujung yang lain. Setelah itu sarungkan kembali pedangnya.&
"Sepertinya ini sudah bukan hal yang main-main lagi. Kita harus cari seseorang yang memang ahli menangani hal supranatural seperti ini," lanjut Lazuarrdi. "Apa seperti orang pinter gitu, Mas?" "Iya, Sat! Kita harus bisa lenyapkan ikatan jiwa Kazumi dengan pedang ini." "Tapi, siapa?" tanya Danang. Mereka bertiga saling berpandangan. "Nang! Teman lu yang paham soal pedang itu masih di Surabaya?" "Gue rasa masih. Apa gue harus cari informasi di sana?" "Yup, Nang. Harus, supaya kita tahu siapa yang kita lawan ini. Di balik sosok Kazumi." "Oke." "Gue jadi ingat sama Shasy. Dia pernah bilang kalau ada sosok lain yang sangat jahat di belakang Kazumi. Mungkin sosok jahat ini mengendalikan jiwa yang Kazumi." "Lu bener, Bro. Ehhh, nanti gue pinjem mobil. Buat nyemperin temen gue itu." "Ya udah, lu pakai aja. Yang mana lu suka." Saat Lazuarrdi hendak bangkit dari duduknya di lantai. Dari
Satriyo yang mendengar teriakan Lazuarrdi. Berlari kencang menerobos kamar. Dia melihat tuannya sudah berada di lantai."Mas ... Mas! Ada apa? Mimpi ya?"Lazuarrdi memegang kepala yang terasa pening."Kazumi datang dalam mimpiku, Sat. Entah kenapa, aku punya firasat sangat buruk.""Maksud Mas Ardi?""Kazumi sepertinya tidak suka kalau kita mencari tahu tentang pedang itu. Sosoknya terlihat marah dan menyeramkan, Sat. Tak seperti biasanya.""Mas Ardi yakin dia bermaksud seperti itu?""Aku sering bertemu dengan Kazumi, Sat. Jadi tahu betul perbedaannya. Tadi itu, dia bener-bener menyeramkan."Satriyo pun tercenung dalam diam. Lalu menyodorkan segelas air putih pada Lazuarrdi yang masih tersengal-sengal. Embusan napasnya masih terdengar menderu."Sekarang mending Mas Ardi tidur. Istirahat sebentar. Kelihatan banget Mas Ardi itu masih capek sama ngantuk.""Iya, Sat."Lazuarrdi beranjak naik ke atas kasur. Dan m
"Isi?""Iya. Ada kekuatan iblis di dalamnya. Dan Kazumi mengikatkan jiwanya pada iblis ini. Makanya pedang yang ada sama Lazuarrdi itu selalu haus darah. Iblis itu selalu menginginkan darah siapa saja.""Kok seram gitu Bro."Fachri menganggukkan kepala pelan."Ayo kamu ikut aku, Nang!""Ke mana?""Aku ajak ke rumah orang yang lebih paham hal ini. Namanya Mbah Sukro.""Mbah Sukro? Emang jauh rumahnya?"Kembali Fachri hanya menggelengkan kepala."Mobil kamu parkir sini aja! Naik motor aku, kita naik ke atas.""Oke ... oke!"Setelah memasukkan mobil ke halaman rumah. Fachri mengeluarkan motornya. Tak lama, keduanya telah melaju dengan motor menuju rumah Mbah Sukro."Wahhh, jalannya makin naik gini?""Iya. Rumahnya di pucuk. Tapi, jangan kaget nanti.""Kenapa?""Cucunya cewek, cantik lagi.""Wahhh, ini yang bikin mood gue membaik.""Dasar kelakuan enggak berubah."
Tepat pukul dua belas siang. Mereka baru terbangun. Dan bergegas berkemas. Annisa yang sudah sedari tadi siapa sedang berjongkok di makam Kazumi atau Karmila.Dia membacakan Yasin dan doa untuknya. Dari ambang pintu Lazuarrdi melihat ke arahnya dengan wajah yang segar. Lalu berjalan mendekati Annisa."Maaf, enggak bisa seperti rencana semula Nis.""Enggak apa-apa kok Mas Ardi. Saya juga baru bangun kok. Buru-buru mandi terus ke sini sebentar.""Berarti belum makan?"Annisa menggeleng."Yuk, makan dulu. Kayaknya Marni sudah siapkan semuanya.""Baik, Mas."Langkah keduanya menuju ruang makan. Terlihat Marni yang sibuk menata piring."Kamu masak apa beli, Mbak?""Saya beli nasi padang Mas. Takut kalau di warung yang lain, Mas Ardi enggak suka. Soalnya agak manis masakannya."Apa yang dikatakan Marni dibenarkan Lazuarrdi. Segera dia duduk dan memanggil Satriyo yang sibuk memasukkan barang-barang."Kamu m
Hampir satu jam mereka merawat jasad yang sudah jadi tengkorak itu. Tepat pukul tiga pagi. Mereka kembali mengebumikan Kazumi atau Karmila."Innalillahi Wainna Ilaihi Rojiun!" ucap para warga serempak."Bahwa apa yang berasal dari-Nya. Pasti akan kembali kepada pemilik-NYa."Setelah prosesi pemakaman selesai. Beberapa warga beristirahat dengan suguhan yang dibikin oleh Marni."Annisa! Apa yang sebenarnya terjadi saat di dekat sungai tadi?""Maksud Mas Lazuarrdi?""Apa benar Kazumi meminta kamu mencari Kenanga?"Cukup lama Annisa terdiam."Kenapa kamu diam?""Ehhh ...."Wanita cantik menghela napas panjang. Lalu mengangguk."Tapi saya tak mau berjanji padanya. saya sudah tegaskan itu Mas. Akan semakin panjang kalau kita mencari Kenanga. Kita enggak tau harus bermulai dari mana juga 'kan?""Cuman yang aku takutkan, suatu saat nanti. Dia akan menganggu kita lagi, dengan meminta janji itu.""Mas,
"Mas Satriyo! Bisakah ambilkan dua lembar daun itu?""Bisa, Mbak. Sebentar!"Kedua kakinya berlari kecil meninggalkan Annisa dan Lazuarrdi yang masih terduduk di tanah."Kenapa perasaan aku sedih sekali, Nis? Seperti hancur, gelap, tak berdaya. Seolah hidup aku ini tak ada artinya lagi.""Mas Ardi banyak istigfar ya. Terus baca aya Qursi tiga kali, serta surat pendek tiga Qul. Mas Ardi bisa?"Lelaki tampan menggeleng dengan pandangan yang mengarah pada Annisa."Kalau begitu sholawat yang banyak saja Mas. Sama istigfar ya, biar perasaan Kazumi enggak terbawa Mas Lazuarrdi.""Baik, Nis."Tak lama. Satriyo sudah datang dengan memebawa dua lembvar daun keladi. Lantas memberikan pada Annisa.Sebelum mengambil kepala Kazumi, Annisa membaca doa terlebih dahulu. Setelah selesai. Dia memungut dengan kedua tangan beralaskan daun talas."Biar saya yang bawa!" tegas Annisa.Mereka pun berjalan pulang menuju rumah
"Kazumi sangat terluka. Aku kesakitan bukan saja raga aku. Tapi, jiwa aku. Apalagi saat aku mendengar kabar, Hayato membunuh semua keluargaku. Saat itu kehidupanku seperti runtuh. Aku ingin mati ... aku ingin mati! Apalagi Takashimo yang menyayangi aku penuh ketulusan. Dibunuh oleh bajingan laknat itu! Belum lagi Kenanga. Di manakah Kenanga berada? Sampai kematian aku pun tak mendapatkan lagi kabar tentang dia. Di mana diaaa ... Kenanga saat itu masih berumur muda sekali. Dan Hayato sudah menjadikannya Jugun Ianfu. Karena kemarahannya padaku," isak tangis Lazuarrdi dengan suara yang berbeda. "Apa aku salah membunuhnya dengan keji?!"Kali ini Lazuarrdi yang duduk bersimpuh menoleh perlahan ke arah Annisa yang berdiri di sampingnya. Sorot matanya tajam, menatap Annisa dengan berurai air mata."Jika memang kau ingin memakamkan aku dengan layak. Ada satu syarat yang aku pinta!"Annisa yang masih terperanjat tak langsung menjawab. Dia masih terpaku dengan mata yang m
"Ke-kenapa, Mas?"Dia terus menggeleng dengan raut wajah yang sangat tegang. Tarikan napasnya terdengar memburu. Lazuarrdi ikut merebahkan tubuhnya di sebelah Annisa yang terus menatap lelaki tampan itu."Mas Ardi kenapa sih?""A-aku lihat dia Nisa.""Terus?""Awalnya dia terlihat layaknya seorang wanita berkimono. Tapi ... tiba-tiba, kepalanya kayak terpenggal begitu saja. Dan jatuh ke tanah."Sontak mendengar penjelasan seperti itu. Annisa langsung berusaha bangkit dari tempat dia berbaring. Membuat Lazuarrdi menatap tajam ke arahnya, dengan pandangan heran."Mau ke mana kamu?""Ayo, Mas! Aku sudah tau di mana letak kepalanya.""Maksud kamu?""Ayo, Mas!"Dibantu Lazuarrdi, Annisa berjalan lembat menuju pohon gayam itu. Diikuti oleh Satriyo yang terus menyorot ke arah mereka."Tunjukkan di mana Kazumi berdiri Mas!""Di tempat aku berdiri sekarang.""Oke, tunggu bentar Mas!"Anni
Dia mengangkat botol yang diberikan Mbah Sukro. Lalu mulai memercikkan air di sekitaran pohon gayam yang terlihat kokoh beridri di hadapan mereka.Saat Annisa sibuk mengucurkan air. Dedaunan pohon gayam seperti bergerak-gerak. Sampai menjatuhkan dedaunan yang kering.Sontak ketiganya melihat ke atas. Mereka seperti melihat dua titik cahaya merah. Seperti bola mata yang terus menatap ke arah mereka."I-itu ... apa Mbak Annisa?" teriak Satriyo membuat mereka berlari sedikit menjauh. Diikuti Annisa.Saat Annisa mendongak, dua titik berwarna kemerahan tak lagi terlihat."Aku masih belum selesai Mas. Kurang sisi utara aja," bisik Annisa."Ayo, kita kembali ke pohon itu!" ajak Lazuarrdi.Suasana benar-benar mencekam. Angin semakin berembus kencang."Bismillah, ya Allah bantu kami," bisik Annisa.Saat mereka kembali mendekati pohon gayam itu. Annisa merasa ada seseorang yang tengah memandang mereka. Sontak dia
Rupa-rupanya sosok hitam pekat itu, kembali akan melayangkan hantaman untuk yang keempat kalinya. Namun, sekilas cahaya putih menangkis serangan itu. Cahaya berbentuk butiran-butiran kecil menyerupai tasbih, menghalangi tubuh Mbah Sukro dari kekuatan hitam.Dalam genggaman tangan Mbah Sukro, dia terus menggulirkan tasbih yang sedari tadi dipegangnya. Terdengar lelaki itu mulai bergumam lirih. Dia terus berdzikir menghadapi serangan makhluk iblis itu.Sontak membuat kedua bayangan hitam itu, menghentikan serangannya dan mundur. Mbah Sukro memejamkan kedua mata dengan rapat. Tak henti bibirnya berdzikir. Walau tubuh tua terasa sakit akibat serangan itu. Dia terus berusaha untk membantu Annisa. Yang jauh darinya."Semoga kamu segera menemukannya, Nduk! Mbah akan mengawal kamu dari sini dengan doa."***Terlihat Annisa masih duduk dengan tafakur. Tiba-tiba dalam bayangan yang samar. Dirinya seperti melihat cahaya kemerahan yang berkelebat melintas Seir
Hanya dalam hitungan sekian detik. Sosok wanita itu sudah berdiri di hadapan lelaki itu. Wajah mereka begitu dekat. Tanpa jeda. Sampai Mbah Sukro bisa mencium embusan napas makhluk yang berada di hadapannya.Manik mata mereka salling beradu. Hingga sorot mata yang tajam tak bisa membuat Mbah Sukro tunduk.Tiba-tiba, di alam yang nyata. Pintu rumah terbuka lebar dengan sendirinya. Bagai ada seseorang yang telah membuka dengan paksa. Namun, tak terlihat siapa pun juga."Mau apa kamu ke rumahku? Kedatanganmu, secara paksa seperti ini apa maksudnya?" Mbah Sukro dengan mata yang terpejam."Hentikan pencarianmu! Atau kau akan mati! Sama seperti mereka semua." Terlihat bayanganhitam yang tak tampak perwujudannya.Masih dengan mata yang terpejam, Mbah Sukro melempar kembang-kembang itu dengan pelan."Mrene ... mrene! Ini makanan kamu!" seru Mbah Sukro.(Mrene = ke sini)Tampak gumpalan asap yang menyerupai sosok seorang lak
Seketika Satriyo mengarahkan senter yang ada di tangannya. Saat cahaya mulai menerangi pohon itu. Sontak dia melemparkan senter jumbo ke tanah. Dengan tubuh yang hampir terjungkal. Untung Lazuarrdi menahan keseimbangan tubuhnya, dengan menarik lengan Satriyo."Aaaaarghhhh!"Tubuh Satriyo akhirnya terduduk di dekat kaki Lazuarrdi. Napasnya tersengal-sengal."A-ada apa kamu?""Ayo, Mas. Kita pergi dari sini. Ini lebih seram dari rumah kita, Mas!" tegas Satriyo."Memangnya apa yang kamu lihat?"Satriyo tak mau menjawab. Dia menggeleng kuat-kuat. Lazuarrdi mengambil senter jumbo yang terbalik dan mati. Sekali tekan dan sedikit mengguncang akhirnya, senter menyala lagi.Lazuarrdi kembali menyorotkan cahaya pada pohon kelapa yang tak jauh dari mereka. Tak terlihat apa pun. Lalu dia menundukkan kepala."Kamu kenapa Sat? Coba bilang!""Ta-tanyakan Mbak Annisa, Mas!" Dengan suara bergetar dan tubuh Satriyo seperti orang yang kedi