Bab 16
POV Karin
"Bagaimana kondisimu?" tanya Pak Alex Subroto, saingan bisnis Pak Angga.
"Sudah lebih baik, bagaimana keadaan Anggi? Apakah ia selamat?" tanyaku dengan alis terangkat. Kemudian, Pak Alex mengeluarkan sebuah amplop coklat yang berisikan uang bagianku. Bukan waktu singkat membuat keluarga Pratama hancur, membutuhkan waktu yang sangat panjang, hingga aku harus rela mengorbankan tubuh ini untuk Mas Irfan."Dia selamat, itu juga saya baru tahu dari orang suruhan saya yang datang ke rumah sakit, entahlah saya menginginkan Angga yang terluka, tapi malah menantunya," jawab Pak Alex."Polisi pasti mencari tahu tentang ini, dan rencana kita untuk mengelabuhi mereka sepertinya berhasil, mereka pasti anggap yang menjadi incaran adalah Anggi, padahal Pak Angga.""Tapi tetap saja saya menyesal yang terkena tusukan Anggi, bukan Angga. Sebab musuh saya Angga," jelas Pak Alex."Sudahlah, ini uang unBab 17POV Irfan"Baiklah, kita ke rumah sakit tempat Karin dirawat sekarang juga," ajakku pada papa. Kemudian papa memerintahkan Rendi untuk turut ikut bersama kami.Kami pamit pada Anggi dan orang tuanya. Tidak lupa meminta Anggi untuk tidak cemas agar cepat pulih.Kami pun bergegas dengan menggunakan mobilku. Namun, Rendi yang mengendarai mobil. Dengan kecepatan tinggi, hanya kurang lebih tiga puluh menit saja kami telah tiba di rumah sakit.Ketika sudah sampai, pertama yang kami kunjungi adalah kamar inap Karin. Sebab, dari awal pembicaraan mama, yang mengejarnya adalah bodyguard dari lelaki yang mengunjungi Karin.Akan tetapi, apa yang kami harapkan tidak didapat dengan mudah, Karin masih tetap merahasiakannya. Padahal aku yakin ia tahu akan hal ini. Sampai akhirnya di depan ruan
Bab 18POV Pak AnggaraKetika aku ingin bercerita pada Gita dan Irfan, tiba-tiba Anggi menghubunginya."Pah, Anggi telepon, tunggu sebentar," ucap Irfan."Iya, silakan," jawabku. Kemudian, aku pun menunggu Irfan menerima telepon sambil mengatur kata-kata untuk mengawali cerita. Semoga saja Gita tidak kecewa dengan perbuatanku.Usai menerima telepon, Irfan pun kembali dan pamit ke rumah sakit. Itu artinya, ia takkan mendengarkan cerita itu sekarang."Pah, Anggi minta ditemani, ibu dan ayahnya ingin bicara dengan papa, jadi mereka mau pulang ke sini dulu," ucap Irfan. Aku pun mengangguk seraya menyetujui apa yang ia lakukan. Mungkin kedua orang tuanya juga berharap diceritakan sekarang juga.Aku menghela napas panjang, sedangkan Gita sudah bersiap mendengark
Bab 19POV Pak AnggaraAku sangat mencemaskan Gita, ini resikonya jika jujur padanya. Namun, ini semua juga salahku, seharusnya aku tidak merahasiakan ini pada Gita.Jam di tangan sudah menunjukkan pukul 17:05 WIB. Setibanya di rumah sakit, aku membawa Gita ke UGD. Aku membawanya ke rumah sakit tempat Anggi dirawat."Suster, tolong istri saya," ucapku pada team medis. Kemudian, ia dibawa ke dalam. Aku menunggunya sembari menghubungi Seno dan istrinya.Hanya butuh beberapa detik, Seno pun mengangkat telepon dariku."Halo, Seno. Gita dibawa ke UGD. Kamu masih di RS sini, nggak?" tanyaku sambil menyandarkan tubuh ini. Aku berharap Gita dapat menerima kenyataan ini, dan tak lagi menyalahkan dirinya. Ia pasti pingsan karena merasa bersalah atas sikapnya selama ini pada Anggi.
Bab 20POV Anggi"Sayang, maafin Mama, ya," ucap mama mertuaku masih terisak. Aku pun keheranan mendengarnya. Sebab, tidak seperti biasanya ia seperti itu. Kemudian, mama menciumi pipi kanan kiriku dengan penuh kasih sayang."Mah, ini ada apa?" tanyaku heran. Alisku mengernyit ketika menatap mama yang aneh.Aku menghela napas, lalu menatap wajah Mas Irfan yang juga heran dengan tingkah mamanya."Inikah rahasia yang Papa sembunyikan?" tanya Mas Irfan dengan tatapan sinis. Kemudian, ia menatap wajah Papa Angga dengan pandangan tajam.Aku semakin bertanya-tanya melihat perilaku semuanya yang aneh."Ini ada apa sih? Kenapa semuanya aneh?" tanyaku semakin penasaran.Kemudian, langkah papa mertuaku semakin mendekat, begitu juga dengan ayah d
Bab 21"Maksudnya cucu, Eyang ...." tanyaku terputus. Kedua alisku ditautkan ketika eyang ucap seperti itu. Kemudian, ia mendekatiku, lalu duduk di sebelah dan merangkul layaknya teman."Iya, Eyang sudah tahu semua, kamu itu cucu saya yang asli, iya kan?" tanyanya balik. Kutengok ke arah Mas Irfan yang terlihat sedih, ia mundur perlahan dari kami.Aku juga tidak habis pikir, perbuatan papa sebenarnya sangat menyakitkan. Mas Irfan pasti sangat minder ketika ia tahu bahwa Mas Irfan hanya orang asing."Eyang, Eyang tahu dari mana?" tanyaku menyelidik. Papa pun turut mendekati, sepertinya ia ingin tahu juga.Kemudian, eyang memanggil seseorang dengan teriakan. "Dody!" teriaknya.Tidak lama kemudian muncul seorang lelaki memakai jaket biru celana jeans dan menggunakan topi."Loh, ini kan yang semalam ada di dekat UGD, ia ponselnya jatuh, lalu pergi dengan tergesa-gesa," terang Papa Angga. Eyang pun
Bab 22POV IrfanHatiku hancur ketika tahu bahwa aku bukan darah daging Papa Angga. Rasanya harapan menjadi penerus keluarga Pratama sirna dan hancur.Kini aku bukan siapa-siapa keluarga Pratama, pasti setelah ini mereka akan menendangku jauh-jauh, apalagi Anggi yang telah disakiti ternyata ia adalah anak Papa Angga. Pantas saja selama aku menikah dengannya, tidak pernah sekalipun Papa memarahinya, ternyata ini alasan yang selama ini ditutup-tutupi.Setelah ini, Anggi akan bertepuk tangan, lalu mengusirku dengan penuh kebahagiaan. Ia pasti tertawa dengan apa yang pernah kulakukan padanya. 'Ya Tuhan, hamba sangat menyesal telah mengkhianatinya, adakah kesempatan satu kali lagi untuk mengobati hatinya yang luka?' gumamku dalam hati.Setelah Papa menceritakan sedikit intinya, kami malah diusir oleh Anggi. Ia begitu shock mendengar penuturan Papa Angga. Aku pikir ia akan bahagia setelah tahu bahwa ia adalah anak penerus keluar
Bab 23POV IrfanSetibanya di kantor, aku, Papa Angga, dan Eyang Irgi langsung ke ruangan. Ruangan kerja yang dikhususkan untuk Papa Angga."Pah, apa Papa yakin Alex akan datang?" tanya Papa Angga."Ya, yakin sekali, Papa penasaran dengannya, kenapa ingin menghancurkan perusahaan ini, perusahaan yang telah Papa bangun lama." Eyang sangat penasaran motif dari Pak Alex.Kemudian, selang setengah jam, Pak Alex pun datang. Ia bicara dan berperilaku layaknya seorang sahabat yang benar-benar prihatin akan terpuruknya teman karibnya. Padahal di hatinya mungkin sedang tertawa, menertawakan keberhasilannya."Hei, ada apa ini kawan?" tanyanya ketika baru saja datang, ia mengulurkan tangannya dan mengecup punggung tangan eyang yang sedang duduk di samping Papa Angga."Duduk Alex!" suruh papa dengan nada datar. Kusorot mata eyang, ia tampak mengingat-ingat wajah Pak Alex yang kini sudah berada di hadapannya.
Bab 24POV KarinKali ini aku dipaksa ke rumah sakit. Pak Alex terus menerus mengancam ketenangan keluargaku. Sebenarnya lelah menjalankan tugas seperti ini. Rasanya ingin kusudahi semuanya."Kamu harus mengalihkan mereka di rumah sakit, aku ingin acak-acak kantornya," suruh Pak Alex. Aku menghela napas berat. Sebenarnya ia sudah terlalu banyak membuatku ikut masuk pada dendam yang ia pendam."Baik, Pak, setelah ini, saya mohon, izinkan saya pergi dan tidak ikut campur lagi dengan urusan Pak Alex. Kasihan keluarga saya," lirihku.Seandainya Pak Alex melepaskan aku, rasanya lelah melakukan tugas yang tidak sesuai dengan hatiku. Ya, aku benar-benar sudah mencintai Mas Irfan."Selesaikan tugasmu, uang yang saya berikan sudah terlalu banyak, masih belum cukupkah?" tanya Pak Alex. Kalau disuruh mengemba
Bab 72Tidak lama kemudian, berselang beberapa jam kemudian, Sherina dan Satrio datang. Mereka langsung bertemu dengan Anggi dan Irfan di kantor yang nyaris hancur.Sherina mengejutkan sesuatu, ia memberikan informasi yang membuat Satrio terbelalak."Pak, saya tahu pelaku pembakaran kantor Irgi Pratama," jelas Sherina.Anggi dan Irfan tertegun, ia nyaris tak berkedip menatap wajah wanita yang sempat dituduh sebagai penerornya. Kaki Anggi melangkah ke arah Sherina, meskipun berat Sherina hanya menghela napas di hadapan Anggi."Saya tahu, pasti kamu mau menuduh saya lagi, iya kan?" sindir Sherina. Sebelum ditanya ia sudah menebak apa yang akan Anggi lakukan.Kemudian, Irfan menggandeng erat tangan istrinya. Ia tidak ingin Anggi melakukan kesalahan yang kedua kalinya.&nbs
Bab 71Angga langsung menghubungi Rendi. Namun, ia ragu-ragu sebab orang kepercayaannya itu sedang berada di rumah sakit menemani Arya.Tangan Angga dihentak-hentakkan, seraya kebingungan harus menghubungi siapa untuk menugaskan ke Jogja. Sebab, ia sudah amat kelelahan mengurusi urusan di sini.Angga menghela napas panjang. Sedangkan Anggi dan Irfan saling beradu pandangan, mereka berdua tiba-tiba mengangguk."Pah, kami berdua yang ke Jogja, besok pagi berangkat," ucap Irfan membuat mata Angga seketika berair."Apa kalian tidak lelah? Aku khawatir dengan kesehatan kalian," tutur Angga belum mengizinkan mereka berdua."Pah, kami berdua masih muda, sedangkan Papa usianya sudah tidak memungkinkan lagi untuk kecapean, jadi biarkan saja ya, kami belajar mengurus hal yang ekstrim seperti ini," rayu Anggi.Kemudian, Gita merangkul pundak lelaki yang sangat setia padanya, dilingkarkan tangan di leher Angga.
Bab 70"Baiklah, kami bebaskan Sherina dan Satrio berdasarkan bukti yang Bapak berikan, tentunya kami juga akan segera mencari keberadaan saudara Dodi," ucap komandan membuat seketika suasana mencair. Semuanya mengelus dadanya masing-masing seraya lega dengan keputusan yang diambil oleh komandan.Kemudian, komandan memerintahkan petugas untuk membebaskan Sherina dan Satrio tanpa syarat apapun. Mereka berdua dibebaskan karena terbukti tidak bersalah.Semuanya bangkit menyambut kedatangan Sherina dan Satrio. Kemudian, seketika itu juga Alex menyergap tubuh Satrio."Pah," sapa Satrio pada Alex. Meskipun ayah sambung, tapi Alex memperlakukan Satrio seperti anak kandungnya. Mereka berdua melepaskan rasa haru, air matanya pun tak terasa meleleh membasahi pipinya."Kamu sudah bebas, janji Papa sudah ditepati," timpal Alex kepada anaknya.Seisi ruangan berjabat tangan, namun senyum Sherina terlihat sangat terpaksa
Bab 69Setelah dibuka rekaman yang tersimpan. Terdengar suara di antara mereka yang berada di satu meja restoran berdebat."Kenapa kamu lakukan ini sampai terlalu jauh? Bukankah Pak Irgi telah memberikan pesangon cukup besar?" tanya istrinya Dodi. "Kamu tega melihat anak istrimu kini luntang-lantung tidak jelas?" tambahnya lagi dengan nada menekan."Sudahlah, tahu apa kamu urusan lelaki? Sekarang habiskan makanan, kita akan terbang ke Jawa Timur!" Dodi terdengar tambah marah.Kemudian, hening seketika. Setelah itu Dodi terdengar menghubungi seseorang."Candra, tolong kamu habiskan laki-laki yang bernama Arya, dia telah terlalu jauh ikut campur," suruh Dodi melalui sambungan telepon."Gila kamu, Mas! Sudah bersalah malah nyelakain orang! Bukankah janji kamu hanya menakut-nakuti keluarga Pratama? Kenapa sejauh ini?" sentak istrinya."Kamu mau ikut pergi atau di sini?" Pertanyaan terakhir y
Bab 68"Ada apa dengan Arya, Ren?" tanya Anggara. Posisinya yang tadi duduk setelah menyuruh Anggi dan Irfan masuk kini berdiri."Pah, tenang ya, duduk bicaranya biar tenang," pesan Irfan sambil mengelus-elus punggung mertuanya."Arya kecelakaan, Pak," terang Rendi memberikan informasi yang membuat keluarga Pratama kehilangan harapan."Astaga, lalu bagaimana kondisinya?" tanya Angga terkejut sekaligus panik. Lalu mulutnya komat-kamit memberikan informasi pada anak mantu dan sahabatnya yang berada di sebelah Angga."Kondisinya belum sadarkan diri, Pak. Sekarang ada di Rumah Sakit Sentosa," ucapnya membuat Angga tanpa pikir panjang mematikan sambungan teleponnya. Ia menghela napas berat seraya tidak mempercayai takdir."Yuk kita ke Rumah Sakit Sentosa!" ajaknya sambil meraih tas kecil yang ia bawa.Mereka berempat bersiap ke rumah sakit. Kali ini sepasang suami istri itu yang menenangkan p
Bab 67"Saya minta maaf atas tuduhan yang kemarin," ucap Anggi dengan kerendahan hati."Tidak salah dengar? Anggi yang bersikeras menahanku kini minta maaf?" sindir telak Sherina. Sepertinya ada dendam kesumat di dalam hati Sherina.Kemudian, Irfan membuka percakapan dengan memotong pembicaraan Sherina. Ini supaya tidak berlarut-larut dalam dendam."Ya, ini kesalahpahaman, mohon dimaklumi, Sherina. Maaf kami benar-benar baru mengetahui yang sebenarnya," tutur Irfan coba membela istrinya.Hening, seketika suasana hening, Satrio pun menatap lekat ke arah Anggi."Saya tahu, kamu seperti itu karena tuduhan anak buah peneror itu, saya paham betul," timpal Satrio."Saya janji akan membersihkan nama baik kalian nantinya," ucap Anggi.Sedangkan Sherina masih duduk terpaku bersandar dengan santai. Ia merasa menang atas ucapan maaf yang telah dilontarkan Anggi dan Irfan."Saya
Bab 66"Iya, Sayang. Ini Papa ada di kediaman rumah Alex Subroto," ucap Angga membuat Anggi mencelos. Ia sendirian, tidak ada Irfan yang berusaha menenangkan."Pah, jadi aku benar salah tahan orang? Atau bagaimana?" tanya Anggi masih ragu."Ya, ini Bu Lastri telah menceritakan pada kami, sepulang dari Bali ia bolak-balik dari rumah ke perusahaan Alex kadang perusahaan Subroto, Satrio sangat diandalkan kedua perusahaan itu jadi tidak mungkin sempat memikirkan tindakan kriminal, lagi pula, ada urusan apa Satrio dan kita, Nak," ujar Angga semakin membuat Anggi merasa bersalah.Anggi yang sudah tidak tahu lagi harus bicara apa, ia hanya menyesali perbuatannya."Pah, tolong cari peneror yang sebenarnya, aku mohon maaf pada semua," tutur Anggi lalu mematikan sambungan teleponnya.An
Bab 65"Disuruh nyelidikin yang datang mengunjungi Karto? Apa ada yang mengunjunginya?" tanya Irfan penasaran."Iya, Pak. Ini saya sedang mencari keberadaannya, saya cari dari plat nomor kendaraan dulu," jawab Arya."Ya sudah, kalau begitu, nanti saya hubungi lagi ya," ucap Irfan. Kemudian telepon pun ia putus.Dalam hening, Irfan berpikir, kalau ada yang menjenguk Karto, itu artinya Sherina dan Satrio bukanlah orang yang menjadi dalang teror keluarga Pratama. Artinya ia salah tuduh, dan merugikan dua orang.Irfan coba membicarakan hal ini pada istrinya, Anggi."Sayang, kamu tahu nggak barusan Arya bilang apa?" tanya Irfan.Anggi pun menggelengkan kepalanya."Apa itu?" tanya Anggi singkat."Kata
Bab 64"Pah, Papa keluarkan aku dari sini!" ungkap Satrio membuat wajah Sherina yang tadinya marah kini berubah kebingungan."Papa ke sini untuk bicarakan sesuatu pada kalian," jawab Alex."Papa? Ini apa-apaan, Pak? Jadi Satrio ini anak Pak Alex?" tanya Sherina disertai tawa kebingungan."Tenang dulu, Sherina, kamu duduk," suruh Alex.Kemudian, ketika Sherina sudah tenang, Alex mulai bicara padanya. Angga pun turut menyimak Alex bicara. Semua menyoroti Alex."Pertama, saya akan ungkap kenapa Satrio panggil saya Papa. Dia anak tiri saya, jujur saja memang sengaja merahasiakan ini dari perusahaan. Tapi sebagian ada yang sudah tahu," tutur Alex membuat Sherina menghela napas.Sherina duduk dengan posisi tangan menyanggah dagunya."Lalu kenapa Pak Alex rela anaknya di penjara?" tanya Sherina."Saya anggap ini adalah karma untuk saya, dulu saya juga bertindak tanpa mencari