Bab 24
POV Karin
Kali ini aku dipaksa ke rumah sakit. Pak Alex terus menerus mengancam ketenangan keluargaku. Sebenarnya lelah menjalankan tugas seperti ini. Rasanya ingin kusudahi semuanya.
"Kamu harus mengalihkan mereka di rumah sakit, aku ingin acak-acak kantornya," suruh Pak Alex. Aku menghela napas berat. Sebenarnya ia sudah terlalu banyak membuatku ikut masuk pada dendam yang ia pendam.
"Baik, Pak, setelah ini, saya mohon, izinkan saya pergi dan tidak ikut campur lagi dengan urusan Pak Alex. Kasihan keluarga saya," lirihku.
Seandainya Pak Alex melepaskan aku, rasanya lelah melakukan tugas yang tidak sesuai dengan hatiku. Ya, aku benar-benar sudah mencintai Mas Irfan.
"Selesaikan tugasmu, uang yang saya berikan sudah terlalu banyak, masih belum cukupkah?" tanya Pak Alex. Kalau disuruh mengemba
Bab 25POV Anggi"Pah, jangan gitu ah, memangnya Pak Alex tak punya hati nurani sampai nekat menghilangkan nyawa Karin beserta bayi yang di kandungnya?" Aku berusaha menghilangkan perasaan menduga-duga yang tidak jelas pada Papa Angga."Ya, memang terlalu jahat sih kalau itu memang benar, tapi tidak ada salahnya kita berhati-hati terhadap Alex," jawab Papa Angga.Kami semua duduk, tidak langsung ke rumah sakit yang disebutkan pihak kepolisian. Kulihat Mas Irfan mengecup jarinya seraya cemas. Lalu mata ini pindah menatap wajah Mama Gita yang sama seperti Mas Irfan."Kalian khawatir dengan bayi di kandungannya Karin?" tanyaku menyoroti keduanya.Kemudian, Mas Irfan membuang jarinya dari mulutnya lalu menghampiriku."Tidak seperti itu, aku memikirkan apa kecelakaan i
Bab 26POV Eyang IrgiFlashback ketika di rumah sakit.Sosok Karin mengejutkanku. Ia memberikan kabar bahwa dirinya tengah hamil anaknya Irfan. Namun, aku harus bertindak, aku suruh orang-orangku mencari tahu informasi mengenai Karin.[Kamu cari tahu wanita ini, tentang keluarganya juga, setelah mendapat informasinya, segera balas chat ini. Jangan telepon! Setengah jam harus sudah dapat. Sebar ke beberapa anak buahmu di daerah.] Aku kirim chat ini pada salah satu orang kepercayaanku dengan melampirkan foto Karin.Hanya selang lima belas menit, informasi itu sudah kudapatkan.[Pak Santoso, selaku kepala daerah, akan segera terjun ke rumahnya. Kebetulan, ia dekat dengan rumah ibunya Karin.] Balasan chat dari Jordi sampai.[Informasikan ke Santoso, bawa keluarganya ke tempat aman, perlakukan dengan baik.][Baik, Pak.]Sepuluh menit kemudian, Santoso gantian menghubungiku.
Bab 27POV Alex"Sudah saya laksanakan, Bos," ucap Regi melalui sambungan telepon."Oke, setelah itu, ikuti kata-kata saya, kamu harus mengikuti mobilnya Karin dan pastikan ia mati," tekanku."Siap, Bos," jawabnya kemudian telepon pun aku putus. Ya, urusan Karin sudah beres, anak buahku sudah menyabotase mobilnya dengan memutuskan kabel rem. Sekarang saatnya aku menginjakkan kaki ke rumah sakit, untuk mengelabui ketiga lelaki itu. Saat ini posisiku sudah mendekati rumah sakit, jadi inilah saatnya agar Karin tidak jadi bercerita pada mereka.Setelah aku berhasil membuat mereka ketakutan, akhirnya kulihat mereka datang ke rumah sakit. Ya, aku berada di depan menyaksikan betapa paniknya mereka.Katanya orang kaya raya, keluarga Pratama yang dulu membodohi orang lain, kini ia dibodohiku. Rasany
Bab 28POV AnggaraKetika hendak ke kantor, aku pun sudah berbisik pada Rendi untuk membantu mencari Karin. Ia harus ditemukan, sebagai saksi kunci atas kebusukan Alex. Hanya dia yang tahu motif apa yang membuat Alex menghancurkan perusahaan dan rumah tangga kami jadi kacau."Rendi, tolong kerahkan anak buahmu untuk mencari keberadaan Karin, saya khawatir ia mati sebelum memberikan informasi padaku," suruhku pada anak buah setelah mengetahui bahwa Karin telah dipindahkan ke rumah sakit."Pak, kalau ini dilakukan sengaja, itu artinya mereka tidak mungkin membawa Bu Karin ke rumah sakit, saya akan pastikan Bu Karin ditemukan secepatnya." Rendi yang sedang mengawal anak dan istriku pun pergi. Ia akan mengawal mereka sampai rumah, setelah itu turut mencari keberadaan Karin."Baiklah, kalau gitu dipecah saja, anak buah Papa Irgi
Bab 29POV AnggaraAku menunggu jawaban dari dokter yang menangani Karin. Semoga saja ia dan bayinya selamat."Baiklah, Pak. Sudah dua jam kurang lebihnya Bu Karin tidak sadarkan diri, saya akan membawanya ke ruang ICU, Bu Karin koma, Pak. Kami tidak dapat prediksi apakah bayi yang ia kandung akan bertahan lama atau tidak, tapi, sekuat tenaga kami, akan memberikan asupan nutrisi melalui selang infus Bu Karin," ungkap dokter membuat Irfan seketika terperangah.Aku tahu ia masih berat pada bayi yang dikandung oleh Karin. Meskipun sebagai orang tua kandung Anggi, aku pun dapat merasakan ketika menjadi sebagai calon ayah juga. Ia pasti masih mengharapkan bayi itu selamat dan dapat melihatnya ke dunia."Terima kasih, Dok, kalau begitu, saya akan urus administrasi untuk ke ruang ICU." Dokter pun mengangguk lalu meninggalkan kami u
Bab 30POV Anggi"Selamat pagi, Mbak. Saya adalah sekretaris Irfan Pratama yang baru. Jadi gini, kemarin ada kesalahan pada jadwal meeting itu karena sudah dimanipulasi oleh seseorang pesaing bisnis kami, yang sengaja mengancam sekretaris yang bernama Karin. Kalau tidak percaya, silakan cek berita terkini mengenai Alex Subroto, ia kini menjadi buronan polisi," jelasku ketika menghubungi salah satu vendor."Oh, baik, Mbak, saya akan coba bicarakan ini kepada atasan kami, nanti akan dikabari segera mengenai kerjasama yang telah terlanjur diputus," jawabnya. Aku menghela napas lega. Kemudian, menghubungi perusahaan-perusahaan lainnya yang sudah diberikan oleh Elin.Tidak lama kemudian, Eyang Irgi menghubungi Papa Angga. Ia ingin menceritakan mengenai sedikit tentang Pak Alex. Namun, ia bilang akan cerita setelah tiba di Jakarta.
Bab 31POV AnggiKami menuju kantor polisi. Kemudian, Mas Irfan menginjak rem secara mendadak."Ada apa, Mas?" tanyaku sambil melihat ke kanan kiri yang ternyata sepi."Dari tadi ada yang ngikutin kita," sahut Mas Irfan. Tidak lama kemudian, hanya selang beberapa detik Mas Irfan bicara, ada segerombolan preman menghampiri. Ia mengetuk keras kaca mobil, dan menyuruhku turun."Turun kamu!" teriaknya."Jangan turun, Anggi," pesan Mas Irfan. Aku menghela napas panjang. Kemudian menyoroti preman-preman yang ada di luar sana satu persatu."Mas, mereka bawa batu, aku buka kaca mobilnya ya," ucapku. Meskipun memakai kursi roda, aku penasaran dengan tujuan mereka menyuruhku turun."Kamu tunggu sini, aku akan bicarakan padanya baik-baik, ya," pe
Bab 32POV Eyang IrgiAku belum menceritakan semuanya pada mereka. Namun, dokter yang menangani Irfan telah keluar dari ruangan tindakan."Itu Dokter keluar dari ruangan," celetuk Anggi sembari menunjuk ke arahnya. Kami pun menoleh dan menghampirinya.Ceritanya dilanjutkan nanti lagi ketika suasana sudah mulai mencair. Saat ini suasana sungguh amat tegang. Setelah beberapa hari kami mengharapkan pelaku penusukan ditahan, kini justru ada musibah lagi tertuju pada Irfan."Bagaimana, Dok?" Kami bertiga tetap mencemaskan Irfan, meskipun ia adalah bukan siapa-siapa keluarga Pratama."Pak Irfan hanya ada pengelupasan di wajah, matanya agak ketutup sedikit sebelah kiri tapi retina masih aman, mungkin tadi Pak Irfan menutup matanya ketika peristiwa itu terjadi, di tangannya juga agak melepuh,
Bab 72Tidak lama kemudian, berselang beberapa jam kemudian, Sherina dan Satrio datang. Mereka langsung bertemu dengan Anggi dan Irfan di kantor yang nyaris hancur.Sherina mengejutkan sesuatu, ia memberikan informasi yang membuat Satrio terbelalak."Pak, saya tahu pelaku pembakaran kantor Irgi Pratama," jelas Sherina.Anggi dan Irfan tertegun, ia nyaris tak berkedip menatap wajah wanita yang sempat dituduh sebagai penerornya. Kaki Anggi melangkah ke arah Sherina, meskipun berat Sherina hanya menghela napas di hadapan Anggi."Saya tahu, pasti kamu mau menuduh saya lagi, iya kan?" sindir Sherina. Sebelum ditanya ia sudah menebak apa yang akan Anggi lakukan.Kemudian, Irfan menggandeng erat tangan istrinya. Ia tidak ingin Anggi melakukan kesalahan yang kedua kalinya.&nbs
Bab 71Angga langsung menghubungi Rendi. Namun, ia ragu-ragu sebab orang kepercayaannya itu sedang berada di rumah sakit menemani Arya.Tangan Angga dihentak-hentakkan, seraya kebingungan harus menghubungi siapa untuk menugaskan ke Jogja. Sebab, ia sudah amat kelelahan mengurusi urusan di sini.Angga menghela napas panjang. Sedangkan Anggi dan Irfan saling beradu pandangan, mereka berdua tiba-tiba mengangguk."Pah, kami berdua yang ke Jogja, besok pagi berangkat," ucap Irfan membuat mata Angga seketika berair."Apa kalian tidak lelah? Aku khawatir dengan kesehatan kalian," tutur Angga belum mengizinkan mereka berdua."Pah, kami berdua masih muda, sedangkan Papa usianya sudah tidak memungkinkan lagi untuk kecapean, jadi biarkan saja ya, kami belajar mengurus hal yang ekstrim seperti ini," rayu Anggi.Kemudian, Gita merangkul pundak lelaki yang sangat setia padanya, dilingkarkan tangan di leher Angga.
Bab 70"Baiklah, kami bebaskan Sherina dan Satrio berdasarkan bukti yang Bapak berikan, tentunya kami juga akan segera mencari keberadaan saudara Dodi," ucap komandan membuat seketika suasana mencair. Semuanya mengelus dadanya masing-masing seraya lega dengan keputusan yang diambil oleh komandan.Kemudian, komandan memerintahkan petugas untuk membebaskan Sherina dan Satrio tanpa syarat apapun. Mereka berdua dibebaskan karena terbukti tidak bersalah.Semuanya bangkit menyambut kedatangan Sherina dan Satrio. Kemudian, seketika itu juga Alex menyergap tubuh Satrio."Pah," sapa Satrio pada Alex. Meskipun ayah sambung, tapi Alex memperlakukan Satrio seperti anak kandungnya. Mereka berdua melepaskan rasa haru, air matanya pun tak terasa meleleh membasahi pipinya."Kamu sudah bebas, janji Papa sudah ditepati," timpal Alex kepada anaknya.Seisi ruangan berjabat tangan, namun senyum Sherina terlihat sangat terpaksa
Bab 69Setelah dibuka rekaman yang tersimpan. Terdengar suara di antara mereka yang berada di satu meja restoran berdebat."Kenapa kamu lakukan ini sampai terlalu jauh? Bukankah Pak Irgi telah memberikan pesangon cukup besar?" tanya istrinya Dodi. "Kamu tega melihat anak istrimu kini luntang-lantung tidak jelas?" tambahnya lagi dengan nada menekan."Sudahlah, tahu apa kamu urusan lelaki? Sekarang habiskan makanan, kita akan terbang ke Jawa Timur!" Dodi terdengar tambah marah.Kemudian, hening seketika. Setelah itu Dodi terdengar menghubungi seseorang."Candra, tolong kamu habiskan laki-laki yang bernama Arya, dia telah terlalu jauh ikut campur," suruh Dodi melalui sambungan telepon."Gila kamu, Mas! Sudah bersalah malah nyelakain orang! Bukankah janji kamu hanya menakut-nakuti keluarga Pratama? Kenapa sejauh ini?" sentak istrinya."Kamu mau ikut pergi atau di sini?" Pertanyaan terakhir y
Bab 68"Ada apa dengan Arya, Ren?" tanya Anggara. Posisinya yang tadi duduk setelah menyuruh Anggi dan Irfan masuk kini berdiri."Pah, tenang ya, duduk bicaranya biar tenang," pesan Irfan sambil mengelus-elus punggung mertuanya."Arya kecelakaan, Pak," terang Rendi memberikan informasi yang membuat keluarga Pratama kehilangan harapan."Astaga, lalu bagaimana kondisinya?" tanya Angga terkejut sekaligus panik. Lalu mulutnya komat-kamit memberikan informasi pada anak mantu dan sahabatnya yang berada di sebelah Angga."Kondisinya belum sadarkan diri, Pak. Sekarang ada di Rumah Sakit Sentosa," ucapnya membuat Angga tanpa pikir panjang mematikan sambungan teleponnya. Ia menghela napas berat seraya tidak mempercayai takdir."Yuk kita ke Rumah Sakit Sentosa!" ajaknya sambil meraih tas kecil yang ia bawa.Mereka berempat bersiap ke rumah sakit. Kali ini sepasang suami istri itu yang menenangkan p
Bab 67"Saya minta maaf atas tuduhan yang kemarin," ucap Anggi dengan kerendahan hati."Tidak salah dengar? Anggi yang bersikeras menahanku kini minta maaf?" sindir telak Sherina. Sepertinya ada dendam kesumat di dalam hati Sherina.Kemudian, Irfan membuka percakapan dengan memotong pembicaraan Sherina. Ini supaya tidak berlarut-larut dalam dendam."Ya, ini kesalahpahaman, mohon dimaklumi, Sherina. Maaf kami benar-benar baru mengetahui yang sebenarnya," tutur Irfan coba membela istrinya.Hening, seketika suasana hening, Satrio pun menatap lekat ke arah Anggi."Saya tahu, kamu seperti itu karena tuduhan anak buah peneror itu, saya paham betul," timpal Satrio."Saya janji akan membersihkan nama baik kalian nantinya," ucap Anggi.Sedangkan Sherina masih duduk terpaku bersandar dengan santai. Ia merasa menang atas ucapan maaf yang telah dilontarkan Anggi dan Irfan."Saya
Bab 66"Iya, Sayang. Ini Papa ada di kediaman rumah Alex Subroto," ucap Angga membuat Anggi mencelos. Ia sendirian, tidak ada Irfan yang berusaha menenangkan."Pah, jadi aku benar salah tahan orang? Atau bagaimana?" tanya Anggi masih ragu."Ya, ini Bu Lastri telah menceritakan pada kami, sepulang dari Bali ia bolak-balik dari rumah ke perusahaan Alex kadang perusahaan Subroto, Satrio sangat diandalkan kedua perusahaan itu jadi tidak mungkin sempat memikirkan tindakan kriminal, lagi pula, ada urusan apa Satrio dan kita, Nak," ujar Angga semakin membuat Anggi merasa bersalah.Anggi yang sudah tidak tahu lagi harus bicara apa, ia hanya menyesali perbuatannya."Pah, tolong cari peneror yang sebenarnya, aku mohon maaf pada semua," tutur Anggi lalu mematikan sambungan teleponnya.An
Bab 65"Disuruh nyelidikin yang datang mengunjungi Karto? Apa ada yang mengunjunginya?" tanya Irfan penasaran."Iya, Pak. Ini saya sedang mencari keberadaannya, saya cari dari plat nomor kendaraan dulu," jawab Arya."Ya sudah, kalau begitu, nanti saya hubungi lagi ya," ucap Irfan. Kemudian telepon pun ia putus.Dalam hening, Irfan berpikir, kalau ada yang menjenguk Karto, itu artinya Sherina dan Satrio bukanlah orang yang menjadi dalang teror keluarga Pratama. Artinya ia salah tuduh, dan merugikan dua orang.Irfan coba membicarakan hal ini pada istrinya, Anggi."Sayang, kamu tahu nggak barusan Arya bilang apa?" tanya Irfan.Anggi pun menggelengkan kepalanya."Apa itu?" tanya Anggi singkat."Kata
Bab 64"Pah, Papa keluarkan aku dari sini!" ungkap Satrio membuat wajah Sherina yang tadinya marah kini berubah kebingungan."Papa ke sini untuk bicarakan sesuatu pada kalian," jawab Alex."Papa? Ini apa-apaan, Pak? Jadi Satrio ini anak Pak Alex?" tanya Sherina disertai tawa kebingungan."Tenang dulu, Sherina, kamu duduk," suruh Alex.Kemudian, ketika Sherina sudah tenang, Alex mulai bicara padanya. Angga pun turut menyimak Alex bicara. Semua menyoroti Alex."Pertama, saya akan ungkap kenapa Satrio panggil saya Papa. Dia anak tiri saya, jujur saja memang sengaja merahasiakan ini dari perusahaan. Tapi sebagian ada yang sudah tahu," tutur Alex membuat Sherina menghela napas.Sherina duduk dengan posisi tangan menyanggah dagunya."Lalu kenapa Pak Alex rela anaknya di penjara?" tanya Sherina."Saya anggap ini adalah karma untuk saya, dulu saya juga bertindak tanpa mencari