Bab 29
POV Anggara
Aku menunggu jawaban dari dokter yang menangani Karin. Semoga saja ia dan bayinya selamat.
"Baiklah, Pak. Sudah dua jam kurang lebihnya Bu Karin tidak sadarkan diri, saya akan membawanya ke ruang ICU, Bu Karin koma, Pak. Kami tidak dapat prediksi apakah bayi yang ia kandung akan bertahan lama atau tidak, tapi, sekuat tenaga kami, akan memberikan asupan nutrisi melalui selang infus Bu Karin," ungkap dokter membuat Irfan seketika terperangah.
Aku tahu ia masih berat pada bayi yang dikandung oleh Karin. Meskipun sebagai orang tua kandung Anggi, aku pun dapat merasakan ketika menjadi sebagai calon ayah juga. Ia pasti masih mengharapkan bayi itu selamat dan dapat melihatnya ke dunia.
"Terima kasih, Dok, kalau begitu, saya akan urus administrasi untuk ke ruang ICU." Dokter pun mengangguk lalu meninggalkan kami u
Bab 30POV Anggi"Selamat pagi, Mbak. Saya adalah sekretaris Irfan Pratama yang baru. Jadi gini, kemarin ada kesalahan pada jadwal meeting itu karena sudah dimanipulasi oleh seseorang pesaing bisnis kami, yang sengaja mengancam sekretaris yang bernama Karin. Kalau tidak percaya, silakan cek berita terkini mengenai Alex Subroto, ia kini menjadi buronan polisi," jelasku ketika menghubungi salah satu vendor."Oh, baik, Mbak, saya akan coba bicarakan ini kepada atasan kami, nanti akan dikabari segera mengenai kerjasama yang telah terlanjur diputus," jawabnya. Aku menghela napas lega. Kemudian, menghubungi perusahaan-perusahaan lainnya yang sudah diberikan oleh Elin.Tidak lama kemudian, Eyang Irgi menghubungi Papa Angga. Ia ingin menceritakan mengenai sedikit tentang Pak Alex. Namun, ia bilang akan cerita setelah tiba di Jakarta.
Bab 31POV AnggiKami menuju kantor polisi. Kemudian, Mas Irfan menginjak rem secara mendadak."Ada apa, Mas?" tanyaku sambil melihat ke kanan kiri yang ternyata sepi."Dari tadi ada yang ngikutin kita," sahut Mas Irfan. Tidak lama kemudian, hanya selang beberapa detik Mas Irfan bicara, ada segerombolan preman menghampiri. Ia mengetuk keras kaca mobil, dan menyuruhku turun."Turun kamu!" teriaknya."Jangan turun, Anggi," pesan Mas Irfan. Aku menghela napas panjang. Kemudian menyoroti preman-preman yang ada di luar sana satu persatu."Mas, mereka bawa batu, aku buka kaca mobilnya ya," ucapku. Meskipun memakai kursi roda, aku penasaran dengan tujuan mereka menyuruhku turun."Kamu tunggu sini, aku akan bicarakan padanya baik-baik, ya," pe
Bab 32POV Eyang IrgiAku belum menceritakan semuanya pada mereka. Namun, dokter yang menangani Irfan telah keluar dari ruangan tindakan."Itu Dokter keluar dari ruangan," celetuk Anggi sembari menunjuk ke arahnya. Kami pun menoleh dan menghampirinya.Ceritanya dilanjutkan nanti lagi ketika suasana sudah mulai mencair. Saat ini suasana sungguh amat tegang. Setelah beberapa hari kami mengharapkan pelaku penusukan ditahan, kini justru ada musibah lagi tertuju pada Irfan."Bagaimana, Dok?" Kami bertiga tetap mencemaskan Irfan, meskipun ia adalah bukan siapa-siapa keluarga Pratama."Pak Irfan hanya ada pengelupasan di wajah, matanya agak ketutup sedikit sebelah kiri tapi retina masih aman, mungkin tadi Pak Irfan menutup matanya ketika peristiwa itu terjadi, di tangannya juga agak melepuh,
Bab 33POV AnggiEyang Irgi telah menceritakan sebagian masa lalunya, dan itu sungguh di luar pikiran kami. Semua yang terjadi saat ini bukan karena iri atau dengki atas persaingan bisnis, ternyata karena dendam kesumatnya Alex lah yang menyebabkan masalah kami tak sudah-sudah.Eyang terus menerus menyebutkan bahwa wanita sebayanya yang berada di depan kasir adalah sekretaris almarhum papanya Alex terdahulu. Hingga akhirnya menyeretku paksa untuk ikut menemuinya."Anggi, kita samperin Retno, kamu yang bicara padanya, ya," suruh Eyang. Aku pun mengangguk, lalu bangkit mengikuti arah langkah eyang berjalan.Di sudut keramaian kantin rumah sakit, aku pun menghampirinya dengan perlahan bersama eyang, juga dibuntuti oleh papa yang ingin membayar ke kasir.
Bab 34POV AnggiAda sesuatu yang menjanggal ketika aku menyebut nama Irgi Pratama. Bu Retno tampak berkaca-kaca ketika aku menyebut nama eyang."Di mana Irgi? Kamu siapanya Irgi?" tanyanya penuh selidik. Sederet pertanyaan ia lontarkan untuk menutupi rasa penasaran.Tiba-tiba suster keluar dari ruangan, dan memanggil namanya untuk bergiliran konsultasi."Pasien Retno!" teriak suster.Kemudian, Ratih berdiri, lalu menggandeng tangan mamanya."Mbak, aku ke dalam dulu, jangan ke mana-mana, ya. Nanti kita lanjutkan lagi," pesan Ratih ketika hendak melangkah. Kemudian, Bu Retno terlihat mengangguk sambil tersenyum tipis.Ia melangkah ke depan. Namun, raut wajahnya masih menoleh ke arahku. Kemudian, Bu Retno melambaikan tangannya.
Bab 35POV AnggiBagaimana tidak terkejut ketika melihat alamat yang dikirim oleh Ratih melalui share lokasi. Ternyata lokasinya masih di dekat rumahku saat masih bersama Mas Irfan. Masa iya aku tidak mengenal tetangga yang tinggal di dekat kami? Apa ia tetangga baru?Aku balas pesannya dengan menghubunginya langsung. Ya, aku akan menanyakan padanya sejak kapan menjadi penghuni Perumahan Satelit Green?"Halo, assalamualaikum, sudah sampai Ratih?" tanyaku sopan."Sudah, Mbak. Baru saja sampai rumah," jawabnya terdengar sedang berjalan."Oh ya, Mbak boleh tanya, sejak kapan kamu ada di kota ini? Lebih tepatnya tinggal di perumahan yang kamu tempati." Aku menyelidiki sambil interogasi."Sejujurnya kami hanya sewa rumah ini, karena Mama tidak mau tinggal di Ja
Bab 36POV Anggi"Papa!" teriakku terkejut. Ternyata ia menyusul kami ke sini. Mungkin papa juga penasaran dengan apa yang kami sembunyikan."Kaget? Maaf ya," ucap Papa Angga sambil meraih punggung tangan eyang lalu mengecupnya."Takut campur kaget, Pah. Aku takut Pak Alex ke sini," jawabku sembari gantian mengecup punggung tangannya.Jujur saja aku ingin jadi penengah atas perseteruan yang salah paham ini. Sebab, semua takkan ada habisnya jika menuruti dendam, apalagi motif Pak Alex salah sasaran. Ini harus diluruskan dengan segera.Aku meraih ponsel lalu coba menghubungi Ratih. Namun, kontak yang ia berikan sedang di luar jangkauan. Sepertinya mereka memang sedang berada di luar rumah.Aku menarik pergelangan tangan mereka berdua, sebab rumah yang
Bab 37POV AnggiKemudian, setelah kami turun dari mobil, pengendara yang mengikuti kami pun keluar dari mobilnya. Ya, dia Pak Alex, sungguh aku acungi jempol nyalinya untuk muncul di hadapan kami, sebab ia adalah buronan polisi, seharusnya Pak Alex takut.Langkah kaki papa semakin tak gentar ketika melihat bahwa Pak Alex yang mengikuti kami tadi. Sambil melipat kedua tangannya, ia pun menghampirinya."Bagus sekali, kamu hebat, pemberani, apa sudah tak sabar masuk bui?" tanya papa dengan nada sindiran. Pak Alex pun menyambut dengan tawa lepas."Bui? Kamu pikir bisa semudah itu memasukkan aku ke penjara! Hah!" tekan Pak Alex. Kemudian, eyang melerai perdebatan sengit mereka berdua. Aku sebagai wanita ada sedikit cemas, khawatir mereka nekat."Sudahla
Bab 72Tidak lama kemudian, berselang beberapa jam kemudian, Sherina dan Satrio datang. Mereka langsung bertemu dengan Anggi dan Irfan di kantor yang nyaris hancur.Sherina mengejutkan sesuatu, ia memberikan informasi yang membuat Satrio terbelalak."Pak, saya tahu pelaku pembakaran kantor Irgi Pratama," jelas Sherina.Anggi dan Irfan tertegun, ia nyaris tak berkedip menatap wajah wanita yang sempat dituduh sebagai penerornya. Kaki Anggi melangkah ke arah Sherina, meskipun berat Sherina hanya menghela napas di hadapan Anggi."Saya tahu, pasti kamu mau menuduh saya lagi, iya kan?" sindir Sherina. Sebelum ditanya ia sudah menebak apa yang akan Anggi lakukan.Kemudian, Irfan menggandeng erat tangan istrinya. Ia tidak ingin Anggi melakukan kesalahan yang kedua kalinya.&nbs
Bab 71Angga langsung menghubungi Rendi. Namun, ia ragu-ragu sebab orang kepercayaannya itu sedang berada di rumah sakit menemani Arya.Tangan Angga dihentak-hentakkan, seraya kebingungan harus menghubungi siapa untuk menugaskan ke Jogja. Sebab, ia sudah amat kelelahan mengurusi urusan di sini.Angga menghela napas panjang. Sedangkan Anggi dan Irfan saling beradu pandangan, mereka berdua tiba-tiba mengangguk."Pah, kami berdua yang ke Jogja, besok pagi berangkat," ucap Irfan membuat mata Angga seketika berair."Apa kalian tidak lelah? Aku khawatir dengan kesehatan kalian," tutur Angga belum mengizinkan mereka berdua."Pah, kami berdua masih muda, sedangkan Papa usianya sudah tidak memungkinkan lagi untuk kecapean, jadi biarkan saja ya, kami belajar mengurus hal yang ekstrim seperti ini," rayu Anggi.Kemudian, Gita merangkul pundak lelaki yang sangat setia padanya, dilingkarkan tangan di leher Angga.
Bab 70"Baiklah, kami bebaskan Sherina dan Satrio berdasarkan bukti yang Bapak berikan, tentunya kami juga akan segera mencari keberadaan saudara Dodi," ucap komandan membuat seketika suasana mencair. Semuanya mengelus dadanya masing-masing seraya lega dengan keputusan yang diambil oleh komandan.Kemudian, komandan memerintahkan petugas untuk membebaskan Sherina dan Satrio tanpa syarat apapun. Mereka berdua dibebaskan karena terbukti tidak bersalah.Semuanya bangkit menyambut kedatangan Sherina dan Satrio. Kemudian, seketika itu juga Alex menyergap tubuh Satrio."Pah," sapa Satrio pada Alex. Meskipun ayah sambung, tapi Alex memperlakukan Satrio seperti anak kandungnya. Mereka berdua melepaskan rasa haru, air matanya pun tak terasa meleleh membasahi pipinya."Kamu sudah bebas, janji Papa sudah ditepati," timpal Alex kepada anaknya.Seisi ruangan berjabat tangan, namun senyum Sherina terlihat sangat terpaksa
Bab 69Setelah dibuka rekaman yang tersimpan. Terdengar suara di antara mereka yang berada di satu meja restoran berdebat."Kenapa kamu lakukan ini sampai terlalu jauh? Bukankah Pak Irgi telah memberikan pesangon cukup besar?" tanya istrinya Dodi. "Kamu tega melihat anak istrimu kini luntang-lantung tidak jelas?" tambahnya lagi dengan nada menekan."Sudahlah, tahu apa kamu urusan lelaki? Sekarang habiskan makanan, kita akan terbang ke Jawa Timur!" Dodi terdengar tambah marah.Kemudian, hening seketika. Setelah itu Dodi terdengar menghubungi seseorang."Candra, tolong kamu habiskan laki-laki yang bernama Arya, dia telah terlalu jauh ikut campur," suruh Dodi melalui sambungan telepon."Gila kamu, Mas! Sudah bersalah malah nyelakain orang! Bukankah janji kamu hanya menakut-nakuti keluarga Pratama? Kenapa sejauh ini?" sentak istrinya."Kamu mau ikut pergi atau di sini?" Pertanyaan terakhir y
Bab 68"Ada apa dengan Arya, Ren?" tanya Anggara. Posisinya yang tadi duduk setelah menyuruh Anggi dan Irfan masuk kini berdiri."Pah, tenang ya, duduk bicaranya biar tenang," pesan Irfan sambil mengelus-elus punggung mertuanya."Arya kecelakaan, Pak," terang Rendi memberikan informasi yang membuat keluarga Pratama kehilangan harapan."Astaga, lalu bagaimana kondisinya?" tanya Angga terkejut sekaligus panik. Lalu mulutnya komat-kamit memberikan informasi pada anak mantu dan sahabatnya yang berada di sebelah Angga."Kondisinya belum sadarkan diri, Pak. Sekarang ada di Rumah Sakit Sentosa," ucapnya membuat Angga tanpa pikir panjang mematikan sambungan teleponnya. Ia menghela napas berat seraya tidak mempercayai takdir."Yuk kita ke Rumah Sakit Sentosa!" ajaknya sambil meraih tas kecil yang ia bawa.Mereka berempat bersiap ke rumah sakit. Kali ini sepasang suami istri itu yang menenangkan p
Bab 67"Saya minta maaf atas tuduhan yang kemarin," ucap Anggi dengan kerendahan hati."Tidak salah dengar? Anggi yang bersikeras menahanku kini minta maaf?" sindir telak Sherina. Sepertinya ada dendam kesumat di dalam hati Sherina.Kemudian, Irfan membuka percakapan dengan memotong pembicaraan Sherina. Ini supaya tidak berlarut-larut dalam dendam."Ya, ini kesalahpahaman, mohon dimaklumi, Sherina. Maaf kami benar-benar baru mengetahui yang sebenarnya," tutur Irfan coba membela istrinya.Hening, seketika suasana hening, Satrio pun menatap lekat ke arah Anggi."Saya tahu, kamu seperti itu karena tuduhan anak buah peneror itu, saya paham betul," timpal Satrio."Saya janji akan membersihkan nama baik kalian nantinya," ucap Anggi.Sedangkan Sherina masih duduk terpaku bersandar dengan santai. Ia merasa menang atas ucapan maaf yang telah dilontarkan Anggi dan Irfan."Saya
Bab 66"Iya, Sayang. Ini Papa ada di kediaman rumah Alex Subroto," ucap Angga membuat Anggi mencelos. Ia sendirian, tidak ada Irfan yang berusaha menenangkan."Pah, jadi aku benar salah tahan orang? Atau bagaimana?" tanya Anggi masih ragu."Ya, ini Bu Lastri telah menceritakan pada kami, sepulang dari Bali ia bolak-balik dari rumah ke perusahaan Alex kadang perusahaan Subroto, Satrio sangat diandalkan kedua perusahaan itu jadi tidak mungkin sempat memikirkan tindakan kriminal, lagi pula, ada urusan apa Satrio dan kita, Nak," ujar Angga semakin membuat Anggi merasa bersalah.Anggi yang sudah tidak tahu lagi harus bicara apa, ia hanya menyesali perbuatannya."Pah, tolong cari peneror yang sebenarnya, aku mohon maaf pada semua," tutur Anggi lalu mematikan sambungan teleponnya.An
Bab 65"Disuruh nyelidikin yang datang mengunjungi Karto? Apa ada yang mengunjunginya?" tanya Irfan penasaran."Iya, Pak. Ini saya sedang mencari keberadaannya, saya cari dari plat nomor kendaraan dulu," jawab Arya."Ya sudah, kalau begitu, nanti saya hubungi lagi ya," ucap Irfan. Kemudian telepon pun ia putus.Dalam hening, Irfan berpikir, kalau ada yang menjenguk Karto, itu artinya Sherina dan Satrio bukanlah orang yang menjadi dalang teror keluarga Pratama. Artinya ia salah tuduh, dan merugikan dua orang.Irfan coba membicarakan hal ini pada istrinya, Anggi."Sayang, kamu tahu nggak barusan Arya bilang apa?" tanya Irfan.Anggi pun menggelengkan kepalanya."Apa itu?" tanya Anggi singkat."Kata
Bab 64"Pah, Papa keluarkan aku dari sini!" ungkap Satrio membuat wajah Sherina yang tadinya marah kini berubah kebingungan."Papa ke sini untuk bicarakan sesuatu pada kalian," jawab Alex."Papa? Ini apa-apaan, Pak? Jadi Satrio ini anak Pak Alex?" tanya Sherina disertai tawa kebingungan."Tenang dulu, Sherina, kamu duduk," suruh Alex.Kemudian, ketika Sherina sudah tenang, Alex mulai bicara padanya. Angga pun turut menyimak Alex bicara. Semua menyoroti Alex."Pertama, saya akan ungkap kenapa Satrio panggil saya Papa. Dia anak tiri saya, jujur saja memang sengaja merahasiakan ini dari perusahaan. Tapi sebagian ada yang sudah tahu," tutur Alex membuat Sherina menghela napas.Sherina duduk dengan posisi tangan menyanggah dagunya."Lalu kenapa Pak Alex rela anaknya di penjara?" tanya Sherina."Saya anggap ini adalah karma untuk saya, dulu saya juga bertindak tanpa mencari