Bab 36
POV Anggi
"Papa!" teriakku terkejut. Ternyata ia menyusul kami ke sini. Mungkin papa juga penasaran dengan apa yang kami sembunyikan.
"Kaget? Maaf ya," ucap Papa Angga sambil meraih punggung tangan eyang lalu mengecupnya.
"Takut campur kaget, Pah. Aku takut Pak Alex ke sini," jawabku sembari gantian mengecup punggung tangannya.
Jujur saja aku ingin jadi penengah atas perseteruan yang salah paham ini. Sebab, semua takkan ada habisnya jika menuruti dendam, apalagi motif Pak Alex salah sasaran. Ini harus diluruskan dengan segera.
Aku meraih ponsel lalu coba menghubungi Ratih. Namun, kontak yang ia berikan sedang di luar jangkauan. Sepertinya mereka memang sedang berada di luar rumah.
Aku menarik pergelangan tangan mereka berdua, sebab rumah yang
Bab 37POV AnggiKemudian, setelah kami turun dari mobil, pengendara yang mengikuti kami pun keluar dari mobilnya. Ya, dia Pak Alex, sungguh aku acungi jempol nyalinya untuk muncul di hadapan kami, sebab ia adalah buronan polisi, seharusnya Pak Alex takut.Langkah kaki papa semakin tak gentar ketika melihat bahwa Pak Alex yang mengikuti kami tadi. Sambil melipat kedua tangannya, ia pun menghampirinya."Bagus sekali, kamu hebat, pemberani, apa sudah tak sabar masuk bui?" tanya papa dengan nada sindiran. Pak Alex pun menyambut dengan tawa lepas."Bui? Kamu pikir bisa semudah itu memasukkan aku ke penjara! Hah!" tekan Pak Alex. Kemudian, eyang melerai perdebatan sengit mereka berdua. Aku sebagai wanita ada sedikit cemas, khawatir mereka nekat."Sudahla
Bab 38POV AnggiRupanya Pak Alex sangat trauma atas kejadian yang menimpa keluarganya. Perjalanan hidupnya juga terbilang sangat tragis. Aku sangat memakluminya jika di dalam dirinya hanya dendam yang ia pikirkan. Sebab, anak mana yang tega melihat keterpurukan terpampang jelas di depan mata. Ibunya yang melahirkan dengan susah payah mengalami depresi berat atas peliknya kehidupan yang mereka jalani.Akan tetapi, kami sungguh sangat terkejut melihat kedatangan dari Pak Subroto. Ke mana saja ia selama ini? Aku pikir Pak Subroto yang mengangkatnya sebagai anak sudah karena tidak ada di dunia ini. Sebab, Pak Alex tak pernah menyebut namanya selama ini, dan Pak Subroto selama ini pun tidak pernah nongol dalam kesibukan apapun."Papa tidak habis pikir dengan ambisi kamu, Alex! Papa malu, Alex! Malu!" sentak Pak Subroto penuh dengan penekanan. Sepertinya ia marah
Bab 39POV AnggiEyang Irgi menceritakan bagaimana ia bisa menghubungi Pak Subroto pada kami. Saat itulah aku tersadar, bahwa eyangku tidak tinggal diam dan pasrah dalam meluruskan ini semua. Banyak cara yang ia lakukan untuk menyudahi balas dendam ini.Di sela-sela eyang menceritakan pertemuannya dengan Pak Subroto, tiba-tiba ponselku bergetar.[Mbak, masih lama, nggak? Aku dan Mama mau ke RS Jiwa, kami sudah dapatkan alamat tempat istri dari Pak Tyo dirawat.]Kebetulan sekali, lebih baik aku kirim saja lokasiku saat ini pada Ratih. Jarak kami di sini tak jauh dari tempat ia menunggu.[Ratih, bisa mampir ke sini. Tolong berikan pengertian pada Bu Retno untuk meluruskan ke anak dari Pak Tyo. Ini aku lampirkan lokasi kami. Terima kasih, maaf kalau ti
Bab 40POV AnggiPak Alex sontak berlari ke lantai atas tempat dimana ada yang ingin bunuh diri. Mungkin ia mengkhawatirkan ibunya. Aku pun dan yang lainnya turut mencemaskan kondisi ibunya. Namun, ketika kami hendak menaiki lift, ternyata di lift tersebut keluar sosok yang tidak aku kenal, tapi Bu Retno dan Eyang Irgi sangat mengenalnya, kami bertemu dengan Bu Raya, ibunya Pak Alex."Raya," gumam Bu Retno dengan ekspresi terperangah."Kamu wanita sialan! Pergi!" teriak Bu Raya sembari mencengkram rambutnya. Kondisinya masih sulit ditenangkan, terlebih lagi Pak Alex sedang menapaki anak tangga ke lantai atas. Ya, ia berpikir orang yang hendak bunuh diri adalah ibunya, makanya sampai rela menapaki anak tangga, sebab jika menunggu lift juga lumayan lama."Maaf Bu, jangan bikin pasien k
Bab 41POV Anggi"Karin tadi sempat sadar, dan kini kritis, dokter bilang bayinya harus dilahirkan sekarang, dokter akan menindaklanjuti dengan operasi," tutur eyang membuatku sontak berdiri. Baru saja terlintas wajah Karin, kini ia mengalami kritis lagi."Setidaknya kita harus berada di sana untuk menyemangati Karin, eyang," ucapku sambil merapikan meja kerja."Iya, kita ke sana, kasihan keluarganya juga jika ada sesuatu yang terjadi dengan Karin," ujar eyang.Aku pun mengajak eyang ke ruang kerja papa dan Mas Irfan untuk ikut bersama kami ke rumah sakit.Setelah berkumpul kami langsung menuju rumah sakit tempat Karin menjalani perawatan.Aku yang duduk di belakang mencemaskan kondisi Karin. Rasanya tidak adil jika ia yang harus menerima karma seperti ini
Bab 42 EndingPOV Anggi"Karin, kamu baik-baik saja, kan?" tanyaku ketika melepaskan pelukannya. Mata Karin sudah terpejam, aku segera menyandarkan tubuhnya ke tempat tidurnya lagi."Mas! Tolong panggil suster!" teriakku panik.Aku tak berani melakukan hal apapun, yang kulihat napas Karin tak berembus lagi. Tubuhnya yang tadi hangat kini mulai dingin perlahan. Apakah Karin telah tiada?Aku menutup mulut sembari menggelengkan kepala. Rasanya tak percaya bahwa Karin terpejam untuk selamanya. Mungkin aku salah, dokter akan memeriksanya kembali.Mas Irfan datang bersama suster dan dokter. Aku disuruh keluar dari ruangan yang penuh dengan peralatan medis."Mas, kamu nangis?" tanyaku. Apa Mas Irfan masih punya perasaan pada Kari
Bab 43POV 3Jodoh, maut, rezeki, memang ditentukan oleh Tuhan. Kita semua tidak dapat mencegah saat kematian datang.Ada rasa kecewa dalam benak keluarganya Karin. Namun, mereka tidak mampu meluapkan isi hati. Sebab, tidak punya kekuasaan dan kemampuan melawan takdir.Ibundanya Karin melarang Irfan
Bab 44Irfan saling melirik, menatap sopir itu dari kaca spion. Tidak ada tanda-tanda sopir orang jahat. Namun, pikiran mereka terbagi dua, berharap sopir itu orang baik, tapi masih ragu karena Pak Angga tak mengirimkan sopir."Kalian pasti heran, saya disuruh siapa, ya kan?" Akhirnya pertanyaan itu muncul dari mulut sopir yang tak dikenalnya."Iya, Pak. Jantung saya benar-benar berdegup kencang, khawatir dan cemas jadi satu," tutur Irfan sambil menggenggam tangan istrinya, Anggi."Iya, Pak. Saya memang bukan orang suruhan Pak Angga, saya orang suruhan Pak Irgi." Ucapan sopir membuat mereka berdua menghela napas lega."Astaga, Pak. Saya dari tadi sudah takut," tambah Anggi."Maaf ya Bu, Pak Irgi yang meminta saya untuk diam-diam, sekarang kita ke re
Bab 72Tidak lama kemudian, berselang beberapa jam kemudian, Sherina dan Satrio datang. Mereka langsung bertemu dengan Anggi dan Irfan di kantor yang nyaris hancur.Sherina mengejutkan sesuatu, ia memberikan informasi yang membuat Satrio terbelalak."Pak, saya tahu pelaku pembakaran kantor Irgi Pratama," jelas Sherina.Anggi dan Irfan tertegun, ia nyaris tak berkedip menatap wajah wanita yang sempat dituduh sebagai penerornya. Kaki Anggi melangkah ke arah Sherina, meskipun berat Sherina hanya menghela napas di hadapan Anggi."Saya tahu, pasti kamu mau menuduh saya lagi, iya kan?" sindir Sherina. Sebelum ditanya ia sudah menebak apa yang akan Anggi lakukan.Kemudian, Irfan menggandeng erat tangan istrinya. Ia tidak ingin Anggi melakukan kesalahan yang kedua kalinya.&nbs
Bab 71Angga langsung menghubungi Rendi. Namun, ia ragu-ragu sebab orang kepercayaannya itu sedang berada di rumah sakit menemani Arya.Tangan Angga dihentak-hentakkan, seraya kebingungan harus menghubungi siapa untuk menugaskan ke Jogja. Sebab, ia sudah amat kelelahan mengurusi urusan di sini.Angga menghela napas panjang. Sedangkan Anggi dan Irfan saling beradu pandangan, mereka berdua tiba-tiba mengangguk."Pah, kami berdua yang ke Jogja, besok pagi berangkat," ucap Irfan membuat mata Angga seketika berair."Apa kalian tidak lelah? Aku khawatir dengan kesehatan kalian," tutur Angga belum mengizinkan mereka berdua."Pah, kami berdua masih muda, sedangkan Papa usianya sudah tidak memungkinkan lagi untuk kecapean, jadi biarkan saja ya, kami belajar mengurus hal yang ekstrim seperti ini," rayu Anggi.Kemudian, Gita merangkul pundak lelaki yang sangat setia padanya, dilingkarkan tangan di leher Angga.
Bab 70"Baiklah, kami bebaskan Sherina dan Satrio berdasarkan bukti yang Bapak berikan, tentunya kami juga akan segera mencari keberadaan saudara Dodi," ucap komandan membuat seketika suasana mencair. Semuanya mengelus dadanya masing-masing seraya lega dengan keputusan yang diambil oleh komandan.Kemudian, komandan memerintahkan petugas untuk membebaskan Sherina dan Satrio tanpa syarat apapun. Mereka berdua dibebaskan karena terbukti tidak bersalah.Semuanya bangkit menyambut kedatangan Sherina dan Satrio. Kemudian, seketika itu juga Alex menyergap tubuh Satrio."Pah," sapa Satrio pada Alex. Meskipun ayah sambung, tapi Alex memperlakukan Satrio seperti anak kandungnya. Mereka berdua melepaskan rasa haru, air matanya pun tak terasa meleleh membasahi pipinya."Kamu sudah bebas, janji Papa sudah ditepati," timpal Alex kepada anaknya.Seisi ruangan berjabat tangan, namun senyum Sherina terlihat sangat terpaksa
Bab 69Setelah dibuka rekaman yang tersimpan. Terdengar suara di antara mereka yang berada di satu meja restoran berdebat."Kenapa kamu lakukan ini sampai terlalu jauh? Bukankah Pak Irgi telah memberikan pesangon cukup besar?" tanya istrinya Dodi. "Kamu tega melihat anak istrimu kini luntang-lantung tidak jelas?" tambahnya lagi dengan nada menekan."Sudahlah, tahu apa kamu urusan lelaki? Sekarang habiskan makanan, kita akan terbang ke Jawa Timur!" Dodi terdengar tambah marah.Kemudian, hening seketika. Setelah itu Dodi terdengar menghubungi seseorang."Candra, tolong kamu habiskan laki-laki yang bernama Arya, dia telah terlalu jauh ikut campur," suruh Dodi melalui sambungan telepon."Gila kamu, Mas! Sudah bersalah malah nyelakain orang! Bukankah janji kamu hanya menakut-nakuti keluarga Pratama? Kenapa sejauh ini?" sentak istrinya."Kamu mau ikut pergi atau di sini?" Pertanyaan terakhir y
Bab 68"Ada apa dengan Arya, Ren?" tanya Anggara. Posisinya yang tadi duduk setelah menyuruh Anggi dan Irfan masuk kini berdiri."Pah, tenang ya, duduk bicaranya biar tenang," pesan Irfan sambil mengelus-elus punggung mertuanya."Arya kecelakaan, Pak," terang Rendi memberikan informasi yang membuat keluarga Pratama kehilangan harapan."Astaga, lalu bagaimana kondisinya?" tanya Angga terkejut sekaligus panik. Lalu mulutnya komat-kamit memberikan informasi pada anak mantu dan sahabatnya yang berada di sebelah Angga."Kondisinya belum sadarkan diri, Pak. Sekarang ada di Rumah Sakit Sentosa," ucapnya membuat Angga tanpa pikir panjang mematikan sambungan teleponnya. Ia menghela napas berat seraya tidak mempercayai takdir."Yuk kita ke Rumah Sakit Sentosa!" ajaknya sambil meraih tas kecil yang ia bawa.Mereka berempat bersiap ke rumah sakit. Kali ini sepasang suami istri itu yang menenangkan p
Bab 67"Saya minta maaf atas tuduhan yang kemarin," ucap Anggi dengan kerendahan hati."Tidak salah dengar? Anggi yang bersikeras menahanku kini minta maaf?" sindir telak Sherina. Sepertinya ada dendam kesumat di dalam hati Sherina.Kemudian, Irfan membuka percakapan dengan memotong pembicaraan Sherina. Ini supaya tidak berlarut-larut dalam dendam."Ya, ini kesalahpahaman, mohon dimaklumi, Sherina. Maaf kami benar-benar baru mengetahui yang sebenarnya," tutur Irfan coba membela istrinya.Hening, seketika suasana hening, Satrio pun menatap lekat ke arah Anggi."Saya tahu, kamu seperti itu karena tuduhan anak buah peneror itu, saya paham betul," timpal Satrio."Saya janji akan membersihkan nama baik kalian nantinya," ucap Anggi.Sedangkan Sherina masih duduk terpaku bersandar dengan santai. Ia merasa menang atas ucapan maaf yang telah dilontarkan Anggi dan Irfan."Saya
Bab 66"Iya, Sayang. Ini Papa ada di kediaman rumah Alex Subroto," ucap Angga membuat Anggi mencelos. Ia sendirian, tidak ada Irfan yang berusaha menenangkan."Pah, jadi aku benar salah tahan orang? Atau bagaimana?" tanya Anggi masih ragu."Ya, ini Bu Lastri telah menceritakan pada kami, sepulang dari Bali ia bolak-balik dari rumah ke perusahaan Alex kadang perusahaan Subroto, Satrio sangat diandalkan kedua perusahaan itu jadi tidak mungkin sempat memikirkan tindakan kriminal, lagi pula, ada urusan apa Satrio dan kita, Nak," ujar Angga semakin membuat Anggi merasa bersalah.Anggi yang sudah tidak tahu lagi harus bicara apa, ia hanya menyesali perbuatannya."Pah, tolong cari peneror yang sebenarnya, aku mohon maaf pada semua," tutur Anggi lalu mematikan sambungan teleponnya.An
Bab 65"Disuruh nyelidikin yang datang mengunjungi Karto? Apa ada yang mengunjunginya?" tanya Irfan penasaran."Iya, Pak. Ini saya sedang mencari keberadaannya, saya cari dari plat nomor kendaraan dulu," jawab Arya."Ya sudah, kalau begitu, nanti saya hubungi lagi ya," ucap Irfan. Kemudian telepon pun ia putus.Dalam hening, Irfan berpikir, kalau ada yang menjenguk Karto, itu artinya Sherina dan Satrio bukanlah orang yang menjadi dalang teror keluarga Pratama. Artinya ia salah tuduh, dan merugikan dua orang.Irfan coba membicarakan hal ini pada istrinya, Anggi."Sayang, kamu tahu nggak barusan Arya bilang apa?" tanya Irfan.Anggi pun menggelengkan kepalanya."Apa itu?" tanya Anggi singkat."Kata
Bab 64"Pah, Papa keluarkan aku dari sini!" ungkap Satrio membuat wajah Sherina yang tadinya marah kini berubah kebingungan."Papa ke sini untuk bicarakan sesuatu pada kalian," jawab Alex."Papa? Ini apa-apaan, Pak? Jadi Satrio ini anak Pak Alex?" tanya Sherina disertai tawa kebingungan."Tenang dulu, Sherina, kamu duduk," suruh Alex.Kemudian, ketika Sherina sudah tenang, Alex mulai bicara padanya. Angga pun turut menyimak Alex bicara. Semua menyoroti Alex."Pertama, saya akan ungkap kenapa Satrio panggil saya Papa. Dia anak tiri saya, jujur saja memang sengaja merahasiakan ini dari perusahaan. Tapi sebagian ada yang sudah tahu," tutur Alex membuat Sherina menghela napas.Sherina duduk dengan posisi tangan menyanggah dagunya."Lalu kenapa Pak Alex rela anaknya di penjara?" tanya Sherina."Saya anggap ini adalah karma untuk saya, dulu saya juga bertindak tanpa mencari