Tapi ... aku sudah buat rencana untuk nanti malam. Jika kuucapkan sekarang, apa masih menjadi surprise, namanya?"Masih lupa, 'kan?" selidiknya dengan tatapan yang, entah."Habis makan, Mas antar kamu pulang, ya. Setelah itu Mas kembali ke kantor." Aku mencoba mengingatnya lagi, nanti. Hari ini hari bahagia kami, tak ingin kurusak dengan perdebatan yang aku sendiri tidak paham masalahnya.Embun mengangguk dengan reaksi yang datar. Tapi dapat kulihat kekecewaan di wajahnya. Ya Allah ... ada apa dengan istriku? Mengapa suka sekali bermain teka-teki. Padahal, aku selalu menurutinya jika memang ada hal yang dia mau.Kukecup dahinya sekilas, tak peduli kami sedang berada di restoran. Kuharap Embun akan luluh dengan sikap manisku, lalu mengatakan apa yang sebenarnya dia inginkan.**Sore ini aku merasa sangat lelah. Laporan dari tiga orang rekanku, terpaksa harus kucek hari ini juga dengan waktu yang kurang dari empat jam. Karena besok kami harus meninjau lagi lebih lanjut, maka hari ini ha
PoV AuthorDi tengah temaram cahaya lilin yang di pasang di tiap sudut restoran itu, sepasang sejoli tengah saling menyuapkan makanan ke bibir pasangannya. Senyuman haru terukir di masing-masing bibir, bersamaan dengan sukacita yang menyelimuti relung hati keduanya.Pasangan itu adalah Raffa dan Embun.Embun sangat bahagia, karena ternyata suaminya tidak lupa dengan hari spesial ini. Ia sudah sempat salah menduga. Dalam pikirannya, sang suami tidak ingat dengan hari pernikahan mereka. Ia sudah mencoba mengingatkan dengan sebuah sindiran, tetapi sang pria tetap tidak peka.Raffa sudah merencanakan kejutan ini sebagai hadiah ulang tahun pernikahan mereka berdua, sejak sebelum berangkat ke kota tersebut. Akan tetapi, banyak sekali tugas yang harus ia selesaikan, termasuk menjadi sopir sang istri ke kota itu.Seharunya Raffa dan ketiga anak buahnya pergi dengan pesawat. Tapi karena Embun ikut, ia harus membatalkannya dan beralih pada mobil. Raffa tahu betul sang istri lebih suka naik mobi
Embun menyipitkan mata, merasa silau dengan cahaya yang tiba-tiba sangat terang. Ia lantas menoleh ke belakang, di mana ada tiga orang rekan kerja suaminya yang sudah duduk dengan buku menu di tangan masing-masing."Lho, kalian di sini?" tanya Embun, melirik pada satu-satunya gadis di tempat itu."Hi hi ... iya," jawab Dita yang tersenyum seperti kuda."Sejak kapan?" tanya Embun lagi, menatap heran ke semuanya."Dari tadi. Betewe, selamat, ya, Mbak, Pak. Semoga pernikahan kalian langgeng sampai kekek nenek, bahkan sampai maut memisahkan," ucap Dita setelah menjawab."Makasih, Dit. Ini pasti ide kalian lagi, 'kan?" tuding Embun yang sudah kesekian kalinya mendapat kejutan dengan ide yang indah."Enggak, Bu. Kali ini idenya Pak Raffa. Apalagi hadiah foto figuranya. Semua atas idenya Pak Raffa, kami hanya menjalankan tugas."Embun menoleh kagum pada suaminya, tersenyum gembira menatap semuanya satu persatu.Selesai keharuan itu, mereka kembali berulah dengan berebut kue berbentuk hati un
Raffa dan Embun menjawab salamnya, lantas menatapnya penuh tanya."Ka-kalian, ngapain di sini?" tanya Nurul."Mas sudah bilang, bukan, akan berkunjung.""Kamu baru pulang? Oh, iya, sejak kami datang, Satya tidak ada di rumah. Ke mana dia?" cecar Embun, sudah sangat tak sabar ingin tahu mengapa lansia serenta Pak Sujita dibiarkan sendirian di rumah."Mas Satya kerja.""Oh, belum pulang?" tanya Raffa. Karena jika mengikuti jam kantor, seharusnya Satya sudah pulang."Baru berangkat, biasanya. Kami sengaja ambil shift berbeda, agar bisa menjaga Bapak." Gadis yang dipaksa dewasa itu pun mendekat, menarik tangan kanan ayahnya untuk diciumnya. Kemudian melakukan hal yang sama pada Embun dan Satya."Oh ... apa yang sebetulnya terjadi, Nurul? Boleh, Mas tau?" selidik Raffa, menatap sedih pada mantan adik iparnya."Ya ... beginilah hidup kami, Mas." Nurul mengedarkan bola matanya ke sekeliling rumah, seraya menyembunyikan embun kesedihan yang bergelayut di matanya, nyaris tumpah."Katakanlah ..
PoV AuthorSatu tahun yang lalu, Yulia dinyatakan menjadi korban meninggal dalam kecelakaan yang disebabkan olehnya sendiri. Sopir dan petugas keamanan yang kebetulan berada dalam satu mobil dengan Yulia, mengatakan jika Yulia ingin kabur ke rumah mertuanya. Wanita itu tahu jika mantan suaminya sedang pulang kampung karena akan mengadakan acara syukuran, juga akan pergi berbulan madu ke luar negeri."Mbak Yulia tidak rela membiarkan mantan suami yang masih sangat dicintainya harus pergi berlibur berdua dengan wanita baru di dalam hidupnya. Itu sebabnya Mbak Yulia ingin menyusul, namun kami mencoba menahan dan malah mendapatkan pu_kulan benda tumpul." Pengakuan petugas keamanan kepada keluarga Yulia.Jenazah Yulia dibawa ke rumah sakit yang pertama merawatnya dengaan sang bayi. Selain masih memiliki tunggakan, pihak rumah sakit pun mulanya ingin bertanggung jawab atas kecelakaan yang diduga disebabkan oleh sopirnya. Tapi setelah tahu kecelakaan itu diakibatkan oleh Yulia sendiri, pihak
"Kamu hebat, Nurul. Di usiamu yang masih sangat muda, kamu mampu memaknai semua ini dengan begitu sempurna sehingga tidak ada lagi benci akan keadaan yang terasa tidak adil." Embun memuji gadis di sampingnya, mengelus lembut bahu gadis itu."Nurul terlalu kecil untuk memaksa keadilan pada Tuhan. Apa yang Tuhan berikan, hanya itu yang bisa Nurul syukuri. Mas Satya benar, semua akan terasa lebih menenangkan jika kita mampu memandangnya dengan syukur."Tangisan Embun semakin pecah, memeluk tubuh gadis yang masih terbilang kecil itu. Ia pernah menderita, namun tidak pernah menyangka ada gadis lain yang jauh lebih menderita dibanding dirinya."Satya kerja di mana? Berapa gajinya?" tanya Raffa pada gadis dalam pelukan istrinya."Di minimarket, Mas. Cuma pekerjaan itu yang sedikit lebih besar gajinya di sini, dengan ijazah tinggi yang Mas Satya punya.""Ya Allah ..." Raffa menghela napas dalam-dalam. Ia merasa seharusnya Satya bisa mendapatkan pekerjaan yang jauh lebih baik. "Kamu sendiri, g
"Dasar, ya, pikiran Mas ini, ituu ... melulu. Nanti jadi kenyataan, bagaimana? Masa, anak bayi mau dikasih adik bayi," ketus Embun, mencubit pipi suaminya dengan gemas."Eh, eh, eh, sakit! Ini bulunya kecabut," keluh Raffa."Mas serius, bukan sedang becanda. Alhamdulillah, dong, kalo jadi kenyataan. Artinya, Allah kasih kita kepercayaan yang banyak, setelah sekian lama menunggu." Raffa menatap ceria sang istri, yang masih terkekeh geli.Namun di detik berikutnya, reaksi Embun tiba-tiba berubah. Wajah yang semula tampak senang, kini berubah menjadi murung."Yang nunggu lama, 'kan, Mas dengan yang terdahulu. Bukan aku," tukasnya tanpa ekspresi yang jelas. Datar."Ah, ya, maksudnya, setelah Mas menunggu lama. Sudah, ah, jangan dibahas. Semua ada saja hikmah yang bisa kita petik. Jangan pernah menyalahkan masa lalu yang mungkin terlihat buram, karena masa lalu lah kita bisa secerah ini di masa sekarang."Raffa langsung peka jika ucapannya tadi terdengar seperti sedang mengingat masa lalu.
PoV Author"Assalamu'alaikum," ucap seseorang di depan pagar rumah Raffa dan Embun.Pria berkaus putih dengan celana pendek di atas lutut sang pemilik rumah itu pun keluar, melongok dari balik pintu rumahnya untuk melihat siapa yang datang malam-malam begini.Raffa menajamkan pandangan, tak mengenal siapa yang datang sebab dua orang tersebut mengenakan helm. Dengan sangat hati-hati ia menghampiri dengan jarak yang tidak terlalu dekat."Wa'alaikumussalam ... cari siapa, Mas?" balas Raffa ramah, kemudian bertanya."Mas Raffa, ini aku, Satya!" ujar pria di luar pagarnya."Ya Allah ... Mas pikir siapa. Masuk, masuk!" Dengan segera Raffa membukakan pintu pagar rumahnya, lalu mempersilakan mantan adik iparnya masuk ke halaman.Tamu tersebut memasukan roda duanya, bersama satu penumpang wanita di belakangnya yang juga mengenakan helm.Embun menunggu di gawang pintu rumah, sudah penasaran dengan tamu yang baru saja datang.Satya dan penumpangnya turun, membuka helmnya, kemudian menghampiri Ra
PoV AuthorDengan gagah Raffa keluar dari ruang persidangan. Senyum kepuasan tersirat di wajahnya yang kali ini mengenakan kacamata hitam. Setelan jas warna hitam dengan celana senada, membuatnya terlihat sangat elegan dan misterius.Hasil putusan sidang benar-benar telah memberinya kepuasan. Jeremy mendapatkan hukuman lebih dari delapan belas tahun, karena terjerat pasal berlapis. Kekerasan hingga percobaan pem_bu_nuhan, penggunakan obat-obatan keras dan telah membuka tempat haram berkedok gym."Terima kasih banyak, Pak Endri. Sudah ke sekian kalinya Bapak membantu saya dalam proses hukum yang terpaksa saya ambil. Kalau bukan Bapak yang menjadi pengacara saya, entahlah.""Kembali kasih, Pak. Tapi saya yakin, siapa pun itu, jika Pak Raffa kliennya sudah pasti menang. Bapak tidak bersalah dan terbilang cerdik dalam mengumpulkan bukti. Juga tidak mudah terperangkap oleh lawan," puji Pak Endri pada pria di hadapannya."Ya, berdasarkan pengalaman mungkin ya, Pak." Raffa terkekeh di akhir
PoV RaffaMalam ini, di rumah sakit kembali kami berada. Sore tadi, saat tengah menemani Embun memilih tas, sambil menunggu jam tayang film yang kami tonton, tiba-tiba saja ponselku berdering."Pak, maaf, ini Cyra badannya panas banget." Suara Bi Murni di ujung telepon, sontak saja membuyarkan konsentrasiku. Kutatap Embun yang tengah memandangku penuh khawatir."Ya Allah ... oke, Bi, saya segera pulang." Tanpa memberitahu Embun lebih dulu, kuputuskan untuk membatalkan acara nonton film."Ada apa, Yah?" tanya Embun tak sabar, ketika kumatikan panggilan."Cyra sakit, Sayang. Badannya panas," jelasku."Ya Allah! Ayo, Mas, kita pulang sekarang." Embun menarik jemariku, melupakan hasratnya untuk membeli tas.Kami berjalan cepat keluar dari mal, sore tadi. Melupakan tiket menonton yang sudah terlanjur dibeli, serta meninggalkan mobil yang belum selesai dipoles di bengkel.Sepanjang perjalanan, Embun sangat gelisah. Sesekali ia mengusap ujung netranya dengan tisyu, seperti tengah merasakan p
PoV Author"Saya minta maaf, Pak atas kejadian ini. Anak saya baru belajar nyetir," ucap seorang wanita berusia kisaran 60 tahun. Sementara anaknya yang menabrak adalah seorang gadis muda berpakaian seksi."Ndin, minta maaf!" suruh sang Ibu yang dandanannya tak kalah mentereng.Embun dan Raffa yang sejak tadi diam di depan mobil mereka, tampak risih melihat kedua wanita beda usia yang terlihat kurang senonoh."Ma-maaf, Mas, aku gak sengaja," ucap gadis bertubuh tinggi itu, sedikit terbata-bata."Ya, sudah, gak pa-pa. Lain kali hati-hati," pesan Raffa, sambil berjalan ke arah belakang mobilnya untuk mengecek kerusakan yang terjadi."Nanti kami ganti rugi atas kerusakannya, Pak." Ibu dari wanita itu menyusul dan menawarkan ganti rugi.Ada yang terasa tak enak didengar oleh Embun. Ibu dari gadis itu sudah berumur, tetapi memanggil Bapak pada suaminya. Sementara gadis itu, justeru memanggil suaminya dengan sebutan Mas."Ya ... sepertinya memang harus begitu. Tergores cukup dalam bamper mo
"Bunda gak sakit, Yah." Bibir manis istriku justeru melengkungkan senyuman."Mak-maksudnya?" Aku sedikit heran. Jelas-jelas ia sakit sejak tiga hari lalu, bahkan kini sampai tak sadarkan diri dan terpaksa dilarikan ke rumah sakit. Mengapa raut wajahnya justeru menampakkan kebahagiaan?"Dareen mau punya adik. Seperti yang Ayah mau, tambah anak biar tambah ramai dan tambah rezeki. Baju-baju hamil aku juga akan terpakai lagi," kekeh Embun, sedikit menggodaku.Allah ... benarkah apa yang barusan kudengar? Embun, istriku tengah mengandung untuk yang ke tiga kalinya, di usianya yang sudah tak muda lagi. Aku sangat bahagia, akan tetapi, ada rasa takut yang menggelayut perlahan. Usianya sudah bukan usia yang pantas untuk melahirkan. Apakah Embun-ku masih mampu melahirkan anak kami? Buah cinta kami yang ke sekian."Bunda serius?" tanyaku, untuk memastikan.Embun-ku mengangguk dengan wajah teduh nun manisnya. Layaknya tetesan embun pagi yang senantiasa memberikan kesejukan, senyumannya terus te
Aku terkejut bukan main. Dalam persidangan, Jeremy mengaku telah mengenal Yulia sejak lama. Ia juga mengaku sudah mengenal Evano. Kedua pasangan selingkuh yang kini telah sama-sama meninggal itu, rupanya sudah menyisakan luka di hati Jeremy."Jika saja saat itu kamu hanya melepaskan Yulia tanpa membu_nuhnya, aku tidak akan segi_la ini ingin menghabisimu!""Apa? Yulia? Membu_nuh? Aku tidak membu_nuh siapa pun. Baik Yulia maupun Evano, sama meninggal karena ulah mereka sendiri.""Ya! Yulia ma_ti karena tergi_la ingin bertahan denganmu!""Dia kecelakaan, karena berusaha mengambil alih kendaraan dalam kondisi yang lemah, Jeremy. Kamu tahu apa soal Yulia?" selidikku saat persidangan itu."Aku tau semua tentang dia. Aku tau betapa besar lukanya karena mencintaimu. Aku tau seberapa hancur Yulia saat kau tinggalkan! Kamu terlalu naif, Baji_ngan!""Mengapa aku yang disalahkan? Mereka telah selingkuh sampai Yulia yang kala itu masih sah menjadi istriku hamil oleh selingkuhannya."Kemarin, amara
Pagi yang begitu cerah, menampakkan semburat jingganya di sela jendela kamar kami. Kubuka selimut berwarna ungu, yang mana sudah tak menampakkan keberadaan wanita tercantik yang selalu tidur di sisiku.Pastilah wanita cantik berwajah teduh itu sudah sibuk mengurus rumah, sebelum anak-anak kami terbangun. Padahal, adzan subuh saja belum berkumandang.Hari ini adalah minggu, yang artinya aku tidak pergi ke kantor. Akan kumanfaatkan hari libur ini untuk membantu meringankan tugas istriku. Salah. Semua tugas rumah adalah tugasku, namun Embun memilih berbakti padaku dan mengurusnya sebagai sebuah ungkapan kasihnya."Sayang ..." Kupanggil wanita berambut hitam sepunggung itu, di balik dinding sekat ruang makan dan dapur."Eh, Yah. Sudah bangun?" tanyanya dengan lembut. Tentu saja wanitaku tak ingin suara kami mengganggu tidur yang lainnya."Udah, dong!" Kulingkarkan tangan di perutnya, menyandarkan dagu di bahunya yang sudah menguarkan wangi sabun dan shampo."Bunda sudah mandi?" selidikku
Di kantor polisi, Raffa menyerahkan dua orang pelaku pemu_kulan terhadap dirinya. Keduanya tak menggunakan penutup wajah, sehingga dengan jelas Raffa dan pihak berwajib mengenali pelaku itu.Saat di jalan tadi, beruntung ada petugas keamanan komplek yang sedang berkeliling. Mereka melihat Raffa tengah diserang oleh dua orang pria muda yang membawa sen_jata ta_jam.Raffa dibantu oleh tiga orang petugas keamanan komplek untuk meringkus dua pemuda itu dan membawanya ke kantor polisi."Siapa nama kalian?" tanya Pak Polisi yang menginterograsi pelaku itu."Dindin, Pak," jawab salah satunya, memang tak menyebutkan nama aslinya."Saya Bimo, Pak," kata pemuda lainnya, pun sengaja menyebutkan nama yang digunakan dalam gengnya."Kalian mau mengambil apa dari Bapak Raffa ini?""U--uang, Pak. Apa saja yang bisa diuangkan," kata Dindin setengah terbata."Bohong! Saya yakin, ada orang lain yang mengendalikan kalian. Cepat, katakan!" sentak Raffa tak sabar.Bimo dan Dindin menggeleng dengan cepat. K
PoV Author"Ya Allah, Yah, ini kenapa?" tanya Embun dengan mata berkaca."Gak pa-pa, Sayang. Luka kecil," balas Raffa, menoleh pada sumber suara di mana sang istri sudah berdiri di belakangnya."Sini aku bantu," pinta Embun, merebut plester untuk merekatkan perban."Ayah bisa, kok, Bun. Kamu sudah makan?" tanya Raffa, mendongak ke wajah sang istri yang hanya berjarak beberapa senti saja dari dahinya.Embun menggeleng. Jangankan ingat makan, hati dan perasaannya sudah tak tenang sejak siang."Habis ini kita makan sama-sama. Anak-anak sudah tidur?""Sudah." Embun yang masih dipenuhi akan tanya, masih malas untuk berkata banyak. Namun ia tak dapat menutupi rasa khawatirnya setelah melihat suaminya terluka."Maaf, ya, Ayah pulang telat." Tangan Raffa beralih ke puncak kepala sang istri yang tak tertutup hijab, kemudian mendekat hendak menciumnya.Embun menjauh, tanpa melepaskan tangannya dari dada sang suami. "Jelaskan, ada apa?" pintanya dengan tatapan tak mengenakan bagi Raffa."Oke. Ta
PoV Embun"Siapa Diana, Yah?" tanyaku, segera mengurai pelukan dan menatap sepasang bola matanya dalam. Dada ini terasa bergetar, takut sekali menjadi Mas Raffa di beberapa tahun lalu.Lelakiku meraih ponselnya, lalu membuka chat yang masuk dari kontak bernama Diana itu. Ia tak segera menjawab ucapanku, malah buru-buru membalas chat itu."Siapa?" ulangku, merampas ponsel di tangannya dan menjauhkan dari jangkauannya."Ya ampun, Bunda. Bukan siapa-siapa. Coba dibaca isi chatnya," suruh Mas Raffa, seperti tidak terjadi apa-apa. Ah, ya, mungkin memang hanya ketakutanku saja yang berlebihan.[Bos, besok si Jeje minta diramein lagi gymnya. Sehari lagi saja, buat mancing pengunjung.] Aku membacanya dengan sangat hati-hati. Sekilas memang tidak ada yang aneh. Hanya saja, mengapa nama pengirimnya nama perempuan?"Diana ini teman kamu? Ikut nge-gym juga?" cecarku."Lihat saja profil kontak itu." Mas Raffa bukannya menjawab, malah memintaku memeriksa detail profil kontak bernama Diana ini."Nam