Share

RUMPUT TETANGGA

Penulis: ENI SUPADMI
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Romlah berkali-kali menghitung uang kontrakan dan jatah bulanan yang diberi oleh Ali. Jumlahnya tetap sama, tak berkurang dan tak berkembang biak. 

“Yaelah, jumlahnya cuam lima juta lima ratus ribu,” umpatnya kesal. “Gimana mau beli emas segede punya Munaroh.”

Ibu Ali  memujit-mijit keningnya. Mencoba mencari solusi agar cepat dapet duit banyak. Makin dicari, solusi itu malah bikin kepalanya nyut-nyutan tak karuan. Belum lagi mulut rasanya pingin ngunyah meski perut masih kenyang.

“Ngopi enak kali ya!” 

Romlah  ke luar kamar dan menuju dapur. Rumah tampak sepi hanya tinggal ia seorang. Ali pergi kerja sedang Munaroh pergi ke toko. Ibu Ali itu menggeledah setiap laci dan lemari makan untuk mencari kopi dan cemilan. Hasilnya nihil, tak ada stok.

“Miskin banget sih rumah ini?” gerutunya kesal. “Kopi atau kue aja kagak punya. Romlah cemberut.

&l

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • GANTENG-GANTENG PELIT   PONSEL PINTAR

    Ali sedang asyik merapikan sepatu-sepatu yang baru saja diambil dari gudang. Namun kedatangan leader yang langsung marah-marah tak jelas membuatnya terhenyak.“Kamu tuh gimana sih, Al!” bentak Pak Karno, sang leader. “Ditelpon ga diangkat, dikirim pesan ga dibalas.”“Memang Bapak telpon saya?” tanya Ali tanpa dosa.“Iya!” bentaknya kasar. “Ngapain saya kesini marah-marah kalau bukan karena hal itu?”“Ga ada dering hape Pak,” sahut Ali masih membela diri.“Coba cek dulu hapemu!”Ali merogoh kantong seragannya. Tampak ponsel yang sudah pecah layarnya dan diikat dengan karet. Ali menyalakan ponsel kesayangan. Tampak beberapa panggilan tak terjawab dari Pak Karno dan juga pesan yang baru saja masuk.“Baru masuk Pak, pesannya,” ucapnya santai.Pak Karno menepuk jidatnya. Geleng-geleng kepala, kesal dengan bawahannya tapi pingi

  • GANTENG-GANTENG PELIT   BIAYA LAHIRAN

    Selepas magrib, rumah Romlah disambangi oleh anak kedua dan mantunya. Tampak perut Atun sudah besar. Berjalanpun terasa berat dan melelahkan.“Wah, sudah gede aja perut loe, Tun?” seloroh Romlah.“Sudah berapa bulan, emangnya Mpok?” tanya Ali.“Bulan depan lahiran, Al,” sahut Atun membenarkan posisi duduknya.Munaroh keluar dengan membawa empat gelas minuman hangat dan sepiring gorengan.“Anak yang kedua ya, Mpok?” Munaroh ikut obrolan.“Iya,” sahut Atun ramah. “Nabila sebentar sudah kelas lima SD, jadi kangen suara bayi lagi.”“Munaroh kapan?”Tiba-tiba Karyo ikut mengakrabkan diri.“Aye sih dikasihnya sama Allah,” sahut Munaroh dengan tersenyum.“Dia mah sibuk ngurusin toko, jadi we ga hamil-hamil,” tukas Romlah dengan wajah judes.“Kurangi atuh ke tokonya!” nasihat Karyo. “L

  • GANTENG-GANTENG PELIT   MALING DI RUMAH SENDIRI

    “Kepala Enyak, sakit banget, Al,” rintih Romlah yang segera digiring untuk duduk.“Pasti darah tinggi Enyak kambuh ini,” sahut Ali langsung memberikan segelas air putih.“Bawa Enyak ke dokter, Al!” titahnya yang segera dilaksanakan. Munaroh membawa mertuanya berobat ke rumah sakit.******************Dokter memeriksa dengan seksama tubuh Romlah. Setelah beberapa saat ia menulis resep yang harus ditebus.“Darah tinggi ibu tinggi sekali,” jelas Dokter. “Ibu harus banyak istirahat, pikiran dan emosinya harus dijaga. Terus jangan makan yang asin-asin dulu ya, Bu!” pesan Dokter.“Banyak konsumsi buah dan sayur serta banyakin minum air putih.”“Gimana aye ga darah tinggi, Dok. Tiap hari diajakin berantem mlulu sama mantu saya!” curhat Romlah tanpa malu.Munaroh menunduk ketika merasa dipersalahkan karena kasus ini. Sang Dokter hanya ters

  • GANTENG-GANTENG PELIT   MERTUA VS MENANTU

    Akhirnya Munaroh mengalah. Dengan uangnya ia membiayai kebutuhan sehari-hari keluarga kecilnya. Membelikan sarapan sesuai permintaan suami dan mertuanya.“Yang, aku mau sarapan ketoprak dong!” suruh Ali.“Masaknya jangan cuma tahu tempe doang! Sering-seringlah masak ikan , daging atau ayam!” suruh Romlah.“Bosen nih, Yang, masakan rumah kalau sore! Beli kwetiaw atau nasi padang gih!” request Ali.“Kayaknya hujan-hujan gini enaknya ngopi sambil makan martabak Bangka!” usul Romlah.Semua permintaan mertua dan suaminya, Munaroh turutin. Dengan harapan bulan depan mertuanya mengembalikan jatah bulanannya lagi. Atau setidaknya sang suami membagi uang bensin gopek, gopek.Tapi nyatanya dua bulan ditunggu, mertua dan suaminya anteng saja. Setiap gajian, uangnya diambil semua oleh sang mertua setelah dipotong uang bensin Ali satu juta dan cicilan matrial dua juta.***********

  • GANTENG-GANTENG PELIT   PELIT DIBALAS PELIT

    Munaroh mampir ke warung Siti setelah membeli sarapan. Tampak ada beberapa ibu-ibu yang sudah berkerumun padahal hari masih pagi.“Mpok, Energen satu!” pesannya.“Kopinya ga sekalian, Roh?” tanya Siti.“Enggak, Mpok. Energen saja,” tolak Munaroh.“Jadi bener ya, yang dikatakan sama mertua loe kalau loe itu pelit,” ucap Siti membuat mata Munaroh membulat. “Beli sarapan satu doang.” Siti melirik kantong kresek yang ditenteng Munaroh.“Udah gaji suami diminta semua. Mertua dan suami ga dikasih makan,” imbuh Siti. “Ga takut kualat kamu, Roh?” ceramah Siti.“Berapa Mpok Energennya?” tanya Munaroh tak memperdulikan perkataan pemilik warung. Biarlah ia difitnah. Tak perlu mencari pembenaran.“Seribu maratus,” sahut Siti jutek merasa dicuekin.Munaroh membayar dengan uang pas lalu beranjak. Dia tak memperdulikan &nb

  • GANTENG-GANTENG PELIT   GENCATAN SENJATA

    “Enak saja loe minta uang kontrakan!” bentak Romlah yang sudah di depan mata menantunya sambil berkacak pinggang.“Kontrakan ini dibangun di tanah gue ya, kenapa loe yang mau duitnya?” tunjuknya ke muka sang menantu. “Matre banget sih jadi bini.”“Kalau gaji Bang Ali semua Enyak minta, uang kontrakan Enyak minta, lalu Bang Ali nafkahin Munaroh pakai apa?” jawab Munaroh nambah bikin kesel mertuanya.“Kan loe banyak duit, pakai aja duit loe sendiri!” sanggah Romlah. “Kalau sudah rumah tangga itu, uang istri ya uang suami.” Romlah mencari pembenaran atas ucapanya.“Ga kebalik, uang suami itu uang istri,” tukas Munaroh ketus.“Uang anak laki ya uang emaknya karena surge ada di telapak kaki ibu,” sahut Romlah masih tak mau kalah.“Denger tuh Bang, kata Enyak.” Munaroh menatap suaminya sebagai pelampiasan kesal. &ld

  • GANTENG-GANTENG PELIT   BIAYA RUMAH SAKIT

    Uang makin menipis, sedang hubungannya dengan Munaroh makin memanas membuat kepala Romlah cenat cenut tak karuan. Belum lagi dirasa badan sedang tak bersahabat.“Urut enak kali ya?” ucapnya sambil memijit-mijit kakinya yang kesemutan. “Duh, mules lagi.”Panggilan alam membuat Romlah bangkit ke kamar mandi. Dengan santai ia masuk ke dalam yang tak ia sadari jika lantai kamar mandi licin. Tak ayal ia langsung terpelet.“Auww!” pekiknya keras membuat Ali dan Munaroh tergopoh-gopoh menghampirinya.“Enyak!” teriak histeris Ali yang langsung membantu Romlah bangkit.“Sakit Al!” teriak Romlah saat kakinya tak bisa digerakkan.“Bang, langsung bawa ke rumah sakit saja!” titah Munaroh yang diiyakan suaminya.Romlah tampak kesakitan sepanjang jalan ke rumah sakit. Di tengah perjalanan Ali menghubungi kedua saudaranya jika Romlah jatuh di kamar mandi dan dilarik

  • GANTENG-GANTENG PELIT   MESIN UANG

    “Bang, besok kan Enyak kontrol dan terapi,” ucap Munaroh di depan meja hias.“Iya,” sahut Ali datar. “Aku besok juga ambil off kok biar bisa ngantein Enyak.”“Besok, biaya rumah sakitnya pakai uang Enyak sendiri ya!” ucapan Munaroh membuat mata suaminya terbeliak.“Kok githu?”“Ya kan setahun ini semua pakai uang Munaroh dari makan, listrik, terapi Enyak dan biaya operasi,” beber Munaroh. “Dan semua itu banyak keluar uang.”“Tapi kalau nanti Enyak suruh bayar sendiri takutnya Enyak marah dan tekanan darahnya tinggi, masuk ke rumah sakit, bagaimana?” Ali mengurai ketakutannya.“Ya, kalau gini terus ya berat di aku dong, Bang!” keluh Munaroh. Palagi semua gaji dan uang kontrakan diminta Enyak.”“Kok kamu itung-itungan sih sama, Enyak!” hardik Ali kesal. “Durhaka tahu.”“Ada

Bab terbaru

  • GANTENG-GANTENG PELIT   PEMBANTU

    Munaroh memakai jasa pembantu untuk pekerjaan rumah tangga. Ia hanya ingin fokus merawat Billar saja. Hal itu justru memicu kemarahan Romlah. Ia menganggap mantunya itu males dan buang-buang duit saja. Ia mulai cari celah untuk menjatuhkan Munaroh. Sebelum magrib sang pembantu pulang.“Enak banget ya, kerjaannya cuma tiduran dan mainan handpone,” usik Romlah saat mantunya sedang tiduran dengan sang cucu.“Kan semua sudah dikerjain sama Bibi, Nyak,” jawab Munaroh yang kemudian meletakkan hapenya di bantal.“Loe itu malas banget jadi orang!” Romlah mulai meninggi karena ucapannya berani dijawab. “Jadi bnii tuh jangan Cuma tiduran, main hape tapi harus masak, beres-beres rumah.”“Aku kan punya bayi, Nyak,” sanggah Munaroh lagi membuat mata mertuanya melotot.“Bayi jangan dijadikan alasan buat malas-malasan!” sentak Romlah. “Dulu Enyak kalau punya bayi, juga mas

  • GANTENG-GANTENG PELIT   BUKAN MALAIKAT

    “Ali, Ali!” teriak Romlah di sela isak tangisnya menggegerkan rumah Munaroh yang mulai sepi. Hanya ada Rojali dan beberapa kerabat yang masih membereskan sisa aqiqah.“Ali, Ali!” Romlah terus berteriak saat anaknya belum jua menampakkan batang hidungnya. Suaranya mulai parau karena habis menangis meraung-raung.“Ada apa, Nyak?” Tanya Ali yang tergopoh-gopoh menghampirinya yang disusul oleh Rojali dan Munaroh.“Rumah Enyak, Al,” sahut Romlah dengan isak tangis.“Kenapa dengan rumah Enyak?” Ali mulai panik yang kemudian menatap Atun dan Karyo bergantian.“Rumah Enyak, Al,” kalimat Romlah tertahan. Kalah dengan tangisannya yang kencang.Tiba-tiba Romlah merasakan tubuhnya terasa lemas. Berita duka ini membuat kakinya tak mampu menopang tubuhnya yang mulai kurus semenjak ditinggal Ali. Ali menuntun tubuh ibunya duduk di kursi. Seorang kerabat Munaroh memb

  • GANTENG-GANTENG PELIT   MANTU KERE

    Sepeninggalan Rohaye dan Malih, Romlah memanggil Atun dan Karyo. Setali dua uang dengan mantunya yang pertama, mantu kedua inipun tak bisa diandalkan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Karyo bukan tak mau menyenangkan mertuanya, tapi hasil jualan cilok hanya cukup untuk makan dan sekolah anak-anaknya saja.“Tempe lagi, tempe lagi,” gerutu Romlah saat Atun hanya menyajikan tumis kangkung dengan tempe goreng di atas meja makan.“Ikan kek, daging kek,” imbuh Romlah melirik menantunya yang taku-takut menatapnya.“Rezekinya ini, Nyak,” sahut Atun bijak.“Masa tiap hari ini doang makannya!” umpat Romlah. “Bisa-bisa stroke lagi gue makan makanan tak bergizi seperti ini.” Tunjuknya pada menu yang dimasak Atun.“Ya, udah, Enyak mau makan apa?” tanya Karyo akhirnya.“Nasi padang,” sahut Romlah.“Aku ayam goreng, Pak!” pinta kedua anakn

  • GANTENG-GANTENG PELIT   MANTU BENALU

    Karena lelah hati dengan ucapan Romlah yang setiap hari menyindirnya, Ali malah kepikiran ucapan Dadang. Dia ingat kembali kata-kata sahabatnya itu.‘Apa iya ya, aku sudah dzolim sama Munaroh selama ini?’‘Apa Munaroh marah karena aku tak pernah memberi nafkah meski dia punya uang banyak?’‘Apa aku pertahanin Munaroh demi kebahagiaan anakku kelak?’‘Tapi kalau aku milih Munaroh, Enyak pasti marah dan aku jadi anak durhaka?’Perang batin Ali dimulai. Ingin rasanya kembali memperbaiki hubungan dengan sang istri. Namun ia takut jika sang ibu marah. Tapi jika terus hidup seperti ini, diapun tak mau. Dia laki-laki normal, ingin dicinta dan diperhatikan oleh seorang wanita.“Udah gajian belum, Al?” Tiba-tiba suara Romlah membangunan anaknya dari lamunan.“Udah, Nyak,” sahut Ali yang langsung mengeluarkan uang dari dompetnya.“Kok cuma segini?&

  • GANTENG-GANTENG PELIT   SI PAHIT LIDAH

    Rencana perceraiannya dengan Munaroh membuat beban pikiran Ali. Ga tahu harus berbuat apa karena Munaroh sudah menutup pintu damainya dengan Romlah.“Kenapa loe, Al?" tanya Dadang saat sahabatnya itu mampir ke warungnya.“Gue lagi pusing nih, Dang?” keluh Ali. “Gue disuruh cerai sama Enyak.”“Apa?” pekik Dadang. “Enyak loe suruh loe cerai?”“Iya.” Ali mengangguk lemah. “Padahal Munaroh lagi hamil.”“Emang apa masalahnya?” Dadang mencoba tenang.“Enyak marah gara-gara Munarih gam au pinjemin uang buat modal usaha Mpok Rohaye.” Zuki membuka cerita.“Emang berapa?” Dadang penasaran.“Lima puluh juta.”“Jelaslah ga mau,” sahut Dadang santai. “Uang segithu banyak, belum tentu usaha kakak loe berhasil.”“Iya juga sih.” Ali setuju. “Munaroh j

  • GANTENG-GANTENG PELIT   PERANG DUNIA KEDUA

    Menjelang sore toko tampak rame. Banyak pemilik warung yang berbelanja di toko grosir milik Munaroh. Selain harganya miring, Munaroh termasuk ramah kepada pelanggannya. Tak ada satupun langganan yang ia sepelekan meski cuma belanja dalam porsi kecil.Namun di tengah kesibukannya di belakang meja kasir, mendadak perut Munaroh terasa mual-mual. Ali, yang kebetulan baru datang segera menghampiri istrinya dengan wajah cemas.“Kamu sakit, Yang?” tanyanya yang memapah tubuh Munaroh yang hampir saja jatuh karena hilang keseimbangan.“Ga tahu ini, Bang, perutnya mual-mual, pingin muntah,” sahut Munaroh dengan keringat dingin.“Kamu sakit, Yang, wajahmu pucat.” Ali makin khawatir. “Kita periksa, yuk!”“Iya, Bang.” Munaroh menurut. Ia memang tipikal wanita yang ga mau sakit berlama-lama.Beberapa menit setelah diperiksa, pasutri itu duduk di depan dokter.“Sakit apa,

  • GANTENG-GANTENG PELIT   MESIN UANG

    “Bang, besok kan Enyak kontrol dan terapi,” ucap Munaroh di depan meja hias.“Iya,” sahut Ali datar. “Aku besok juga ambil off kok biar bisa ngantein Enyak.”“Besok, biaya rumah sakitnya pakai uang Enyak sendiri ya!” ucapan Munaroh membuat mata suaminya terbeliak.“Kok githu?”“Ya kan setahun ini semua pakai uang Munaroh dari makan, listrik, terapi Enyak dan biaya operasi,” beber Munaroh. “Dan semua itu banyak keluar uang.”“Tapi kalau nanti Enyak suruh bayar sendiri takutnya Enyak marah dan tekanan darahnya tinggi, masuk ke rumah sakit, bagaimana?” Ali mengurai ketakutannya.“Ya, kalau gini terus ya berat di aku dong, Bang!” keluh Munaroh. Palagi semua gaji dan uang kontrakan diminta Enyak.”“Kok kamu itung-itungan sih sama, Enyak!” hardik Ali kesal. “Durhaka tahu.”“Ada

  • GANTENG-GANTENG PELIT   BIAYA RUMAH SAKIT

    Uang makin menipis, sedang hubungannya dengan Munaroh makin memanas membuat kepala Romlah cenat cenut tak karuan. Belum lagi dirasa badan sedang tak bersahabat.“Urut enak kali ya?” ucapnya sambil memijit-mijit kakinya yang kesemutan. “Duh, mules lagi.”Panggilan alam membuat Romlah bangkit ke kamar mandi. Dengan santai ia masuk ke dalam yang tak ia sadari jika lantai kamar mandi licin. Tak ayal ia langsung terpelet.“Auww!” pekiknya keras membuat Ali dan Munaroh tergopoh-gopoh menghampirinya.“Enyak!” teriak histeris Ali yang langsung membantu Romlah bangkit.“Sakit Al!” teriak Romlah saat kakinya tak bisa digerakkan.“Bang, langsung bawa ke rumah sakit saja!” titah Munaroh yang diiyakan suaminya.Romlah tampak kesakitan sepanjang jalan ke rumah sakit. Di tengah perjalanan Ali menghubungi kedua saudaranya jika Romlah jatuh di kamar mandi dan dilarik

  • GANTENG-GANTENG PELIT   GENCATAN SENJATA

    “Enak saja loe minta uang kontrakan!” bentak Romlah yang sudah di depan mata menantunya sambil berkacak pinggang.“Kontrakan ini dibangun di tanah gue ya, kenapa loe yang mau duitnya?” tunjuknya ke muka sang menantu. “Matre banget sih jadi bini.”“Kalau gaji Bang Ali semua Enyak minta, uang kontrakan Enyak minta, lalu Bang Ali nafkahin Munaroh pakai apa?” jawab Munaroh nambah bikin kesel mertuanya.“Kan loe banyak duit, pakai aja duit loe sendiri!” sanggah Romlah. “Kalau sudah rumah tangga itu, uang istri ya uang suami.” Romlah mencari pembenaran atas ucapanya.“Ga kebalik, uang suami itu uang istri,” tukas Munaroh ketus.“Uang anak laki ya uang emaknya karena surge ada di telapak kaki ibu,” sahut Romlah masih tak mau kalah.“Denger tuh Bang, kata Enyak.” Munaroh menatap suaminya sebagai pelampiasan kesal. &ld

DMCA.com Protection Status