7. KESEDIHAN MENDALAM
AIRA
“Turunlah.’ Perintah Ardi saat taxi yang kami tumpangi tiba di depan rumah. Pria yang sangat kucintai tak menatap sedikitpun ke arahku. Wajahnya terlihat datar dan dingin.
“Bisakah kau mengantarku sampai depan pintu. Aku masih ....”
“Tidak bisa! cepat turunlah!” Ardi membuang pandangan jauh.
“Tapi Ardi, aku butuh bantuanmu. Kau tahu’kan aku baru saja mengalami ....”
“Cukup Aira! Jangan mencoba mengingatkanku dengan kejadian buruk itu! Cepat turun dan pergilah!”
“Ardi. Aku ....”
Belum selesai berbicara, dia sudah turun dari mobil dan menutup pintu dengan kasar. Tanpa kusadari, ardi sudah membukakan pintu mobil untukku. Aku pikir dia akan berbaik hati dengan mengantar hingga depan rumah. Namun apa yang dilakukannya sangat membuat hatiku tersayat. Lelaki yang sangat kucintai menarik lengan dan memaksaku unrtuk keluar. Setelah berhasil, dia langsung masuk mobil tanpa berpesan apapun padaku. Sakit sekali bagai di sayat ribuan pisau.
Kenapa dia bisa berubah secepat itu. Bukankah dia sendiri penyebab dari kehancuran diriku. Dia yang menodai gadis lain, malah aku yang harus menanggung dosanya.
Secara tidak langsung, Ardi juga sudah menghianatiku. Berselingkuh tanpa kuketahui.
Meremas dada yang terasa amat sakit. Ingin menjerit dalam kekalutan. Harus mengadu kepada siapa. Oh Tuhan, kenapa aku di hukum seperti ini. Apa kesalahan besar yang sudah kuperbuat.
Menjatuhkan diri ke tanah. Hanya aliran airmata yang deras menggambarkan bagaimana tersiksanya diriku menanggung beban ini sendirian. Aku bahkan tak punya muka walau hanya untuk bertemu dengan kedua orangtuaku. Apa jadinya kalau mereka tahu aku telah ternoda.
“Aira. Kamu kenapa?” tanpa kusadari wanita yang melahirkanku sudah berada di hadapan. Tergambar kecemasan pada wajah tirusnya. Segera menghambur ke pelukan wanita yang sangat kucintai dan menumpahkan kesedihan pada pundaknya. Bak seorang anak yang kehilangan orangtua seperti itulah tangisanku..
“Ada apa, Nak? Katakan pada ibu.” Ibu melonggarkan pelukan. Dadaku naik turun menahan kesedihan, emosi dan amarah yang nyaris meledak dalam dada.
“Aku kotor bu, aku kotor.” memukuli dadaku dengan kembali meledakkan tangis kepedihan.
“Astaghfirulloh hal’adzim.’ Ibu menutup mulutnya yang menganga lebar dan mundur beberapa langkah. Tubuhnya bergetar. Kelopak mata mengembun. Ibu pasti sangat syok, sama seperti diriku.
“Gak mungkin, Aira. Bagaimana itu bisa terjadi? Kau sudah menghianati kepercayaan ayah dan ibumu, Nak. Tega sekali kau melakukan perbuatan serendah itu!” ibu mengguncang tubuhku dengan keras. Airmata mengalir deras bak anak sungai yang tak bertepi.
“Bukan kemauan Aira, Bu. Aku di pe***sa!” aku mencoba membela diri.
Cengkeraman ibu pada lenganku mulai mengendur. Tak berani menatap mata dan juga ekspresi wajahnya saat mendengar kenyataan pahit ini. Aku hanya bisa menundukkan kepala lebih dalam.
’Siapa pelakunya?! Ardi?!”
Aku menggeleng dengan cepat.
“Kalau bukan dia lalu siapa?!” ibu kembali mencekal lenganku dan mengoyangkan tubuhku dengan keras.
“Aira tidak tahu, bu. Yang aku tahu, pria itu berniat membalas dendam karena adiknya sudah di nodai oleh Ardi.”
“Apa?! Jadi karena kesalahan Ardi, kau yang harus menanggung akibatnya. Ini tidak adil bagimu, Nak. Sekarang mana Ardi. Dia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya! Kita datangi saja rumah orang itu! Mana Ardi. Mana?” ibu mlihat ke arah belakangku. Dia mencari-cari sosok Ardi.
“Percuma, Bu. Ardi juga tidak mengenal laki-laki itu.”
“Bagaimana mungkin?! Sekarang di mana dia. Di mana Ardi?”
“Dia sudah pergi.”
“Apa dia tidak mengantarmu?”
Aku hanya bisa menggeleng. Kembali airmata tumpah kala mengingat perlakuan Ardi. Ibarat terjatuh, tertimpa tangga pula. Ibarat luka yang masih berdarah, harus di siram dengan air cuka. Sakit yang teramat sakit. Rasanya diri ini tak mampu lagi menjalani hidup setelah ini.
“Bagaimana bisa?! semua yang menimpamu karena dia. Kenapa tega dia meninggalkanmu sendirian.”
“Aku tidak tahu. Ibu. Tolong, aku mau masuk ke rumah.”
“Iya, Nak. Tapi tolong jangan sampai ayahmu tahu. Ibu khawatir sakit jantungnya kambuh. Juga adikmu. Kalo sampai tahu, dia bisa menghajar orang itu sampai mati. Ibu tak mau adikmu masuk penjara. Biar pria itu saja yang membusuk di dalam penjara. Kau mengerti, nak?” ibu membelai rambutku.
“Iya.” Aku mengangguk.
“Tenanglah. Ibu selalu ada di sampingmu. Kau tak pernah sendiri.” Mengecup keningku dengan lembut. Kecupan itu terasa begitu hangat. Sejenak aku mampu melupakan kesedihan.
Aku tahu hati ibu sangat teluka melebihi diriku. Namun dia berusaha terlihat tegar. Beliau pasti tidak ingin memperlihatkan kesedihannya di hadapanku. Dengan begitu, semoga bisa seperti ibu yang tak pernah berhenti berharap untuk bisa bangkit dari keterpurukan.
***
Memicingkan mata saat melihat cahaya mentari masuk ke dalam kamar. Kulihat ibu sedang membuka jendela. Terlintas kembali kejadian semalam.
Tubuh menggigil. Menyilangkan kedua tangan di depan dada. Aku sangat takut. Peristiwa itu selalu menghantui. Semalaman tak bisa tidur. Baru setelah subuh mata ini mampu terpejam. Aku benar-benar sangat ketakutan.
Saat melihat gordyn kamar yang bergerak karena tertiup angin saja, aku sudah ketakutan. Bayangan pria durjana itu akan muncul dari balik jendela. Walau telah membersihkan diri semalam, tubuh ini tetap terasa kotor.
“Aku jijik sama tubuh ini, jijik.” Aku mencakar beberapa bagian tubuh dengan kasar. Tak peuli dengan rasa sakit akibat tergores oleh kuku. Hati lebih terkoyak. Rasa sakit pada jiwaku melebihi dari luka ini.
“Aira! Apa yang kamu lakukan, Nak?” Ibu mencekal lenganku dengan kuat. Aku terus meronta dan berusaha melepaskan diri.
“Lepaskan, bu. Aira mau mati saja.”
“Istighfar, Nak. Kau tak boleh bicara begitu. Ini sudah takdir yang harus kau jalani.” Ibu mengelus pipiku dengan lembut. Beliau mencoba untuk membuatku tenang. Rasanya sulit untuk bisa mengembalikan kepercayaan diri ini. Harga diri sudah terkoyak dan takkan mungkin bisa kembali seperti semula.
“Kenapa harus aku yang menjalani takdir seburuk ini, bu? Kenapa Tuhan tidak adil kepadaku?!” aku menghambur ke pelukan ibu.
“Artinya kau adalah manusia yang terpilih. Alloh pasti akan memberikan cobaan sekaligus dengan penawarnya. Suatu saat nanti, kau pasti akan mendapatkan kebahagiaan setelah ini. Percayalah. Badai pasti segera berlalu. Kau hanya perlu waktu untuk bisa memulihkan kepercayaan dirimu kembali.”
“Tapi Aira sudah tak bermahkota. Artinya sudah tidak punya harga diri. Aku sudah kotor. Aku sudah ternoda.”
“Benar itu kakak?! Lalu siapa pelakunya?! Katakan padaku!”
Suara itu bak petir menggelegar. Tanpa menyadari, adik lelakiku satu-satunya sudah berdiri di pintu dan mendengar semuanya. Bagaimana ini. Dia pasti akan berusaha mencari dan menghukum orang itu. Ryan, selalu berusaha membela keluarga. Walau usianya masih enam belas tahun, dia seorang yang sangat berani. Demi membela keluarga, dia mampu melakukan apapun dan tak peduli dengan dirinya sendiri. Diusianya yang masih labil sangat mudah terpicu oleh emosinya.
Aku hanya terdiam. Tak tahu apa yang harus kujawab. Namun ibu bergerak cepat. Beliau segera menenangkan anak bungsunya.
“Ryan. Sabar, Nak. Kamu pasti salah mendengar. Sudahlah. Kamu sekarang sarapan lalu berangkat saja ke sekolah. Ibu sudah masak nasi goreng kesukaanmu.” Ibu mengelus dada adikku. Namun Ryan menepisnya dengan kasar.
‘Tidak, Ibu! Kupingku masih sehat. Aku mendengar sendiri ucapan Kak Aira!“ Ryan mendekat ke arahku. Aku terus menundukkan kepala lebih dalam. Hanya airmata yang mampu menjawab semua pertanyaan adikku.
“Apa Kak Ardi yang melakukannya?! Jawab aku, Kak. Jawab aku?!”
Bukannya menjawab pertanyaannya aku semakin larut dalam tangis.
“Dasar kurangajar!”
Belum sempat aku menjawab pertanyaannya, Ryan berlalu pergi secepat kilat. Bahkan tak peduli saat ibu berusaha untuk menahan kepergiannya.
Aku dan ibu sangat khawatir. Kami saling pandang dan tak mengerti apa yang harus di lakukan.
“Bu. Bagaimana ini? Aku tak mau Ryan salah langkah. Ardi tidak bersalah. Jangan sampai dia yang jadi sasaran kemarahan Ryan. Kasihan, bu.”
‘Ibu juga tidak tahu, Aira.”
“Tolong kejar dia, bu. Cegah Ryan. Tolong.”
“Baik, sayang.”
Ibu berlari mencapai arah pintu. Namun langkahnya terhenti seiring dengan suara deru motor milik Ryan yang sudah melesat dengan cepat. Ibu menjatuhkan diri ke lantai. Tubuhnya berguncang hebat tanda kesedihan yang mendalam. Aku segera memeluk ibu. Kami berdua saling bertangisan. Entah apa yang akan terjadi. Ryan pasti akan menghajar Ardi habis-habisan. Aku sangat takut kalau sampai Ardi tidak terima dan melaporkannya ke polisi. Bisa menjadi masalah baru nantinya.
8. KEHILANGAN AYAHBraak. Pintu rumah terbuka dengan paksa. Pasti Ryan yang menendang pintu dengan kasar.Bugg. Kembali terdengar suara di iringi oleh jeritan ibu.“Astaghfirulloh hal’adzim. Ryan, apa yang kamu lakukan, nak?”Penasaran dengan apa yang terjadi. Walau masih merasakan sakit di sekujur tubuh, aku berusaha untuk melihat apa yang terjadi. Berusaha bangkit dan melangkah dengan tertatih.Rumah yang kecil membuat jarak antara kamar dan ruang tamu hanya beberapa jengkal saja. Tanpa menunggu lama, aku sangat terkejut melihat apa yang terjadi. Ardi tersungkur di lantai dengan wajah babak belur. Terlihat ibu sedang membantu untuk bangkit.“Astaghfirulloh hal’adzim. Ryan! Apa yang kamu lakukan?!” aku berlari ke arah Ardi dan meraih tangannya. Namun dia menepis tanganku dengan kasar.“Kau ingin tahu apa yang dilakukan adikmu?! Tak ada angin tak ada hujan, Dia datang kerumah dan menghaj
9. PENYESALAN MENDALAMSultan Bima syailendraHampir semalaman mata ini tak mampu terpejam. Rasa bersalah membuat hidup tak tenang.Membayangkan gadis itu pasti sedang menangis. Aku seperti merasakan kepedihan itu. Ya, ada denyutan nyeri jauh dari dalam dada. Memegang dada yang terasa agak nyeri.“Sayang, ayo di makan.” Suara istriku membuyarkan lamunan. Tanpa kusadari aku hanya mengacak-acak nasi tanpa memakannya. Hidangan yang tersedia di meja, sama sekali tak mengundang selera makanku.“Ayo di makan. Sudah siang, nanti kamu telat ke kantor. Sini, aku suapin ya.” Marina mengambil piring yang ada di hadapan. Itulah kenapa aku sangat mencintainya. Dia selalu mengerti apa yang ada dalam pikiran. Saat ada masalah, dia berhasil menenangkan. Seperti saat ini, aku sedang sangat gelisah dan tak ingin makan. Dengan sigap dia menyuapiku. Kalau sudah begini, aku tak bisa menolak. Bagai anak kecil yang menurut apa kata orangtua.&ldquo
1O. RYAN MENGHAJAR SULTANMata Leo menatap nyalang ke arahku. Api kemarahan terlihat dari bolamatanya yang bersinar. Apa sebenarnya yang terjadi. Perasaan, aku tidak mengeluarkan kata-kata yang menyakitinya. Lebiha baik aku bertanya saja kepadanya.“Leo kau ....”“Dengar Sultan! Mudah sekali kau berbicara tentang takdir! Apa kau tak berfikir kalau semua penyebabnya adalah kau!” Leo mendorong dadaku dengan telunjuknya. Aku tak mengerti kenapa dia bisa semarah ini.“Oke, aku memang salah. Tapi....”“Sudah diam! Ingat, aku melakukannya bukan untukmu! Melainkan rasa kemanusiaan! Aku kasihan kepada gadis itu dan keluarganya!”“Iya tapi ....”“Ssst. Diamlah!”Leo kembali memacu kendaraan dengan cepat. Aku tahu hatinya sedang tidak baik. Biarlah, aku hanya bisa berdo’a untuk keselamatan kami.***Aku hanya duduk di mobil dan
RAHASIA TERBONGKAR“Beraninya kau memukuli suamiku! Apa kau tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa?!” seru Marina dengan wajah merah padam. Amarah tergambar jelas pada wajahnya.“Gue gak peduli siapapun kalian! gue gak takut! Laki-laki ini sudah melakukan kesalahan besar. Gara-gara perbuatan suami lo, ayah gue meninggal. Jadi sudah sepantasnya gue hajar sampai mampus!” jawab anak muda itu dengan tegas.“Diam kamu bocah! Sudah jelas kau yang salah! Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri kau memukulinya! Aku akan melaporkanmu kepada polisi. Kau pasti akan menyesal!”“Jangan Marina. Tolong, jangan lakukan itu.” Aku mencoba mencegah istriku. Dengan susah payah aku berusaha untuk bangkit. Sekujur tubuh seperti tersayat ribuan pisau. Sangat sakit.“Kenapa? Anak ingusan itu sudah berani memukulimu. Jadi tak ada ampun baginya karena sudah menyakiti dirimu, Sultan! Aku akan m
12. PENANGKAPAN RYAN“Ada apa ini pak?” tanya ibu ketika membuka pintu dan melihat beberapa orang berseragam warna coklat berdiri di depan pintu. Satu mobil polisi juga terparkir tak jauh dari rumah.Aku yang penasaran juga ikut menemui para petugas.Entah apalagi yang akan menimpa keluargaku. Kami masih dalam suasana duka. Entah siapa yang tidak suka dan pasti memberikan laporan yang tidak sesuai.“Benar ini rumah saudara Ryan Effendi?” tanya salah satu petugas kepolisian.“Benar. Saya ibunya. Ada apa ya pak. Apa anak saya bersalah?” tanya ibu dengan gemetar. Aku mengusap kedua bahunya untuk menenangkannya.“Kami akan membawa anak ibu untuk dimintai keterangan. Ada laporan tentang penganiayaan kepada bapak Sultan bima syailendra. Dugaan sementara dilakukan oleh putra anda.”“Ini salah paham, Pak. Adik saya memang bersalah telah memukulnya. Tapi semua dilakukan karena memang
13. BANTUAN SULTAN“Berhati-hatilah. Orang seperti mereka bisa melakukan segalanya. Yang benar bisa menjadi salah. Begitu pula sebaliknya.” Nasihat bu amir kepadaku. Beliau mulai menjalankan kendaraannya.“Lalu apa yang harus saya lakukan, bu?” tanyaku kepada bu amir.“Yang terpenting kita buat laporan dulu tentang kejadian keji yang kau alami. Gunakan hal ini untuk menekan mereka. Jangan mau kalah. Walau mereka mengandalkan harta yang mereka miliki, tetap saja tidak ada orang yang kebal hukum. Minimal orang tersebut akan memikirkan reputasinya. Sedikit saja kasus ini diketahui publik, bisa hancur karirnya.”Aku menghela nafas panjang lalu menghembuskan perlahan. Apa yang aku alami benar-benar membuat kepala hampir pecah. Di satu sisi aku tak ingin terjadi apa-apa dengan adikku.Yang dikatakan bu Amir itu benar. Posisiku bisa saja terjepit. Mereka bisa memutarbalikkan fakta. Tapi jika hukum sudah berbicara, tidak
GAIRAH YANG TERTUNDA SULTAN “Sultan! Lepaskan tanganku!” seru istriku sambil berusaha melepaskan tangannya dariku. Aku tak peduli dan terus menarik lengannya dengan kesal. Sesampainya di kamar, aku mendorong istriku hingga terjatuh di atas ranjang. “Beraninya kau melakukan ini padaku, Sultan!” “Kau yang beraninya melakukan tindakan tanpa persetujuanku! Apa kau tak punya perasaan iba sedikit saja kepada mereka. Bagiamana perasaan Aira!” “kenapa kau menyalahkanku?! Apa yang kulakukan salah? Aku hanya ingin membelamu! Kau tahu’kan perbuatan yang kau lakukan itu bisa membuat harga dirimu hancur! Bukan hanya penjara, tapi karier dan nama baikmu juga hancur! Tak berpikirkah kau sejauh itu! Aku melakukannya karena ingin menyelamatkanmu dari kehancuran! Itu karena aku sangat mencintaimu!” “Aku tahu itu dan juga konsekuensinya! Tapi tidak dengan membuat keluarga aira menderita! Kasihan mereka! Kita bisa bicara
SUMPAH AIRASULTAN“Marina! Kenpa kau mendorongku?!” tanyaku sambil berusaha kembali menyerangnya lagi. Namun Marina malah menendangku dengan kuat hingga aku terjungkal. Rasa kesal kembali membuatku naik darah.“Marina! Apa-apa an kamu!” hardikku kepadanya.“Mulai sekarang, jangan pernah menyentuhhku!”“Apa maksudmu?”“Aku jijik dengan milikmu yang sudah pernah di pakai untuk wanita lain! Cuih! Menjijikkan!” Marina bergidik jijik melihatku.‘Tapi kau tadi juga menikmatinya! Jangan munafik!”“Iya. Tapi begitu mengingat hal itu, membuatku jijik dan mual!”“Tolonglah, aku sudah tidak bisa menahannya. Untuk kali ini saja,” pintaku kepadanya. Sebagai lelaki sangat tersiksa dengan keadaan seperti ini.“Aku bilang tidak, ya tidak! jangan memaksaku! mengingat saat kau menggerayangi tubuh wanita itu
“Bu, pria ini adalah ....”‘Rani! Apa saja pekerjaanmu di dalam! Kau tidak tahu apa yang dilakukan wanita ini? dia sudah berani menamparku karena tak sengaja menyentuh dadanya. Aku sudah minta maaf, tapi gadis itu terus memakiku!” aku sedikit berbohong untuk melindungi reputasiku.“Enak saja kau bicara! Kau itu ....”“Rani! Aku tunggu di ruanganku sekarang juga!” mencoba terus memutus pembicaraan Aira supaya dia tak kelepasan bicara.“Baik, pak!”‘Bu, kenapa ibu hormat kepada pria bejat itu?!”“Yang sopan kalau berbicara padanya Aira! Kalau kau tak bisa menjaga lisanmu, kau akan kupecat sebelum Pak Sultan yang memecatku! Kau mengerti?!”Aku mencoba mengamati riak gelombang pada wajah Aira. Wajahnya memucat. Sepertinya dia sangat terkejut dengan apa yang baru saja di dengarnya. Kepalanya menggeleng cepat.‘Tidak! tidak m
TERNYATA AIRA SALAH SATU KARYAWANKUSULTANYa. Wanita itu adalah gadis yang membuatku tak nyenyak tidur karena terus memikirkannya. Dan dia kini berada di hadapanku. Apa yang harus kulakukan. Bahkan Aira terlihat sangat ketakutan. Dia menoleh ke arah kanan dan kiri mencoba mencari pertolongan. Apa dia pikir aku akan menyakitinya lagi. Dia salah sangka, aku harus menghilangkan rasa ketakutannya.“Tenang, Aira! Saya tak akan menyakitimu.”“Pergi kamu! kenapa sih kau selalu saja mengganguku?”“Saya tidak mengganggumu, saya hanya ....”“Aku berjanji tak akan menuntutmu! Tapi aku mohon, berjanjilah untuk tidak menemuiku lagi. Aku mohon, pergilah dari kehidupanku selamanya! Biarkan aku dan keluargaku hidup tenang! Aku mohon!” Gadis itu terus memohon. Bahkan dia beringsut ketakutan saat aku sedikit demi sedikit terus mendekatinya. Mungkin rasa trauma itu masih membekas da
SUMPAH AIRASULTAN“Marina! Kenpa kau mendorongku?!” tanyaku sambil berusaha kembali menyerangnya lagi. Namun Marina malah menendangku dengan kuat hingga aku terjungkal. Rasa kesal kembali membuatku naik darah.“Marina! Apa-apa an kamu!” hardikku kepadanya.“Mulai sekarang, jangan pernah menyentuhhku!”“Apa maksudmu?”“Aku jijik dengan milikmu yang sudah pernah di pakai untuk wanita lain! Cuih! Menjijikkan!” Marina bergidik jijik melihatku.‘Tapi kau tadi juga menikmatinya! Jangan munafik!”“Iya. Tapi begitu mengingat hal itu, membuatku jijik dan mual!”“Tolonglah, aku sudah tidak bisa menahannya. Untuk kali ini saja,” pintaku kepadanya. Sebagai lelaki sangat tersiksa dengan keadaan seperti ini.“Aku bilang tidak, ya tidak! jangan memaksaku! mengingat saat kau menggerayangi tubuh wanita itu
GAIRAH YANG TERTUNDA SULTAN “Sultan! Lepaskan tanganku!” seru istriku sambil berusaha melepaskan tangannya dariku. Aku tak peduli dan terus menarik lengannya dengan kesal. Sesampainya di kamar, aku mendorong istriku hingga terjatuh di atas ranjang. “Beraninya kau melakukan ini padaku, Sultan!” “Kau yang beraninya melakukan tindakan tanpa persetujuanku! Apa kau tak punya perasaan iba sedikit saja kepada mereka. Bagiamana perasaan Aira!” “kenapa kau menyalahkanku?! Apa yang kulakukan salah? Aku hanya ingin membelamu! Kau tahu’kan perbuatan yang kau lakukan itu bisa membuat harga dirimu hancur! Bukan hanya penjara, tapi karier dan nama baikmu juga hancur! Tak berpikirkah kau sejauh itu! Aku melakukannya karena ingin menyelamatkanmu dari kehancuran! Itu karena aku sangat mencintaimu!” “Aku tahu itu dan juga konsekuensinya! Tapi tidak dengan membuat keluarga aira menderita! Kasihan mereka! Kita bisa bicara
13. BANTUAN SULTAN“Berhati-hatilah. Orang seperti mereka bisa melakukan segalanya. Yang benar bisa menjadi salah. Begitu pula sebaliknya.” Nasihat bu amir kepadaku. Beliau mulai menjalankan kendaraannya.“Lalu apa yang harus saya lakukan, bu?” tanyaku kepada bu amir.“Yang terpenting kita buat laporan dulu tentang kejadian keji yang kau alami. Gunakan hal ini untuk menekan mereka. Jangan mau kalah. Walau mereka mengandalkan harta yang mereka miliki, tetap saja tidak ada orang yang kebal hukum. Minimal orang tersebut akan memikirkan reputasinya. Sedikit saja kasus ini diketahui publik, bisa hancur karirnya.”Aku menghela nafas panjang lalu menghembuskan perlahan. Apa yang aku alami benar-benar membuat kepala hampir pecah. Di satu sisi aku tak ingin terjadi apa-apa dengan adikku.Yang dikatakan bu Amir itu benar. Posisiku bisa saja terjepit. Mereka bisa memutarbalikkan fakta. Tapi jika hukum sudah berbicara, tidak
12. PENANGKAPAN RYAN“Ada apa ini pak?” tanya ibu ketika membuka pintu dan melihat beberapa orang berseragam warna coklat berdiri di depan pintu. Satu mobil polisi juga terparkir tak jauh dari rumah.Aku yang penasaran juga ikut menemui para petugas.Entah apalagi yang akan menimpa keluargaku. Kami masih dalam suasana duka. Entah siapa yang tidak suka dan pasti memberikan laporan yang tidak sesuai.“Benar ini rumah saudara Ryan Effendi?” tanya salah satu petugas kepolisian.“Benar. Saya ibunya. Ada apa ya pak. Apa anak saya bersalah?” tanya ibu dengan gemetar. Aku mengusap kedua bahunya untuk menenangkannya.“Kami akan membawa anak ibu untuk dimintai keterangan. Ada laporan tentang penganiayaan kepada bapak Sultan bima syailendra. Dugaan sementara dilakukan oleh putra anda.”“Ini salah paham, Pak. Adik saya memang bersalah telah memukulnya. Tapi semua dilakukan karena memang
RAHASIA TERBONGKAR“Beraninya kau memukuli suamiku! Apa kau tidak tahu sedang berhadapan dengan siapa?!” seru Marina dengan wajah merah padam. Amarah tergambar jelas pada wajahnya.“Gue gak peduli siapapun kalian! gue gak takut! Laki-laki ini sudah melakukan kesalahan besar. Gara-gara perbuatan suami lo, ayah gue meninggal. Jadi sudah sepantasnya gue hajar sampai mampus!” jawab anak muda itu dengan tegas.“Diam kamu bocah! Sudah jelas kau yang salah! Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri kau memukulinya! Aku akan melaporkanmu kepada polisi. Kau pasti akan menyesal!”“Jangan Marina. Tolong, jangan lakukan itu.” Aku mencoba mencegah istriku. Dengan susah payah aku berusaha untuk bangkit. Sekujur tubuh seperti tersayat ribuan pisau. Sangat sakit.“Kenapa? Anak ingusan itu sudah berani memukulimu. Jadi tak ada ampun baginya karena sudah menyakiti dirimu, Sultan! Aku akan m
1O. RYAN MENGHAJAR SULTANMata Leo menatap nyalang ke arahku. Api kemarahan terlihat dari bolamatanya yang bersinar. Apa sebenarnya yang terjadi. Perasaan, aku tidak mengeluarkan kata-kata yang menyakitinya. Lebiha baik aku bertanya saja kepadanya.“Leo kau ....”“Dengar Sultan! Mudah sekali kau berbicara tentang takdir! Apa kau tak berfikir kalau semua penyebabnya adalah kau!” Leo mendorong dadaku dengan telunjuknya. Aku tak mengerti kenapa dia bisa semarah ini.“Oke, aku memang salah. Tapi....”“Sudah diam! Ingat, aku melakukannya bukan untukmu! Melainkan rasa kemanusiaan! Aku kasihan kepada gadis itu dan keluarganya!”“Iya tapi ....”“Ssst. Diamlah!”Leo kembali memacu kendaraan dengan cepat. Aku tahu hatinya sedang tidak baik. Biarlah, aku hanya bisa berdo’a untuk keselamatan kami.***Aku hanya duduk di mobil dan
9. PENYESALAN MENDALAMSultan Bima syailendraHampir semalaman mata ini tak mampu terpejam. Rasa bersalah membuat hidup tak tenang.Membayangkan gadis itu pasti sedang menangis. Aku seperti merasakan kepedihan itu. Ya, ada denyutan nyeri jauh dari dalam dada. Memegang dada yang terasa agak nyeri.“Sayang, ayo di makan.” Suara istriku membuyarkan lamunan. Tanpa kusadari aku hanya mengacak-acak nasi tanpa memakannya. Hidangan yang tersedia di meja, sama sekali tak mengundang selera makanku.“Ayo di makan. Sudah siang, nanti kamu telat ke kantor. Sini, aku suapin ya.” Marina mengambil piring yang ada di hadapan. Itulah kenapa aku sangat mencintainya. Dia selalu mengerti apa yang ada dalam pikiran. Saat ada masalah, dia berhasil menenangkan. Seperti saat ini, aku sedang sangat gelisah dan tak ingin makan. Dengan sigap dia menyuapiku. Kalau sudah begini, aku tak bisa menolak. Bagai anak kecil yang menurut apa kata orangtua.&ldquo