Usai merapikan diri, Rani membawaku keluar kamar.
"Rani," panggilku menaruh curiga padanya.
"Nona, tenanglah! Tuan ingin mengajak anda makan bersama," katanya sambil menutup pintu kamar kembali.
"Bersama?" Aku memperlihatkan wajah tak suka kala mendengar hal itu. Aku tak mau makan bersama orang gila itu. "Aku tidak mau. Aku tidak akan makan malam hari ini."
"Nona, Tuan memintanya."
"Tidak!" Jawabku kekeh. Aku membuka pintu dan kembali ke kamar. Tidur dengan perut lapar lebih baik dari pada harus makan bersamanya.
Kutarik selimut hingga menutupi wajahku."Nona," panggil Rani kembali.
"Tidak ya tidak." Bantahku, tak mau makan bersama.
"Kumohon Nona, kasihani saya. Jika nona tid...,"
"Aku perduli padamu Rani, tapi apa kau tak kasihan padaku?" Ucapku memotong perkataan Rani. Aku tahu, tapi... arghhh. Aku benar- benar membenci situasi ini.
"Ada apa ini?" Suara seorang lelaki terdengar mengerika. Lagi- lagi Rani adalah kelemahan utamaku disini. Sial! Akupun takut.
"Tu... Tuan, maafkan sa... ya." Kudengar Rani ketakutan meminta maaf. Padahal dia tak melakukan kesalahan. Apa hidup sebagai pekerja seperti itu? Aku belum pernah bekerja. Tapi aku sangat menginginkan hal itu.
Tap... tap... tap.
Langkah kaki itu terdengar mendekat. Haruskah aku buka selimutku? Ya Tuhan, tolong aku dan Rani.
"Ambilkan cambuk di bawah!"
"Ap... ap... apa?" Ucap Rani gelagapan.
Hidungku kembang kempis. Jantung berdetak dengan cepat. "Dasar Monster!" Umpatku sangat pelan, hingga seekor semut-pun tak mampu mendengarnya."SEGERA!" Bentak Lelaki Jahanam itu.
Langkah Rani terbirit keluar. Sementara aku, tubuhku bergemetar hebat. Dia akan mencabuk tubuhku. Apa aku harus membuka selimutku. Ya aku harus menghadapi lelaki itu. Ku buka berlahan selimutku dan sedikit mengitip ke adaan. Dia berdiri tegak memandang ke arahku dengan mata elangnya. Predator dan aku adalah mangsanya.
Aku bangkit dan memilih duduk di ranjang, sambil menundukan kepalaku.Tak ada kata yang keluar darinya maupun dariku. Hingga Rani datang dengan tergesa- gesa sambil membawa cemeti yang akan di gunakan untuk mencambukku. Kuredam rasa takutku. Aku menggenggam sprei dan menggigit bibir bawahku. Pasti terlihat jelas jika aku ketakutan."Tu... an," ucap Rani sambil menyodorkan cambuk tersebut. Lelaki itu langsung mengambil dan memainkan cemeti itu di tangannya.
"Berdiri di depanku!" Kata lelaki itu.
Dengan ragu, aku langsung berdiri di hadapannya. Kaki terasa lemah dan berat untuk melangkah. Ku lirik Rani, matanya terlihat berkaca- kaca.
"Bukan kau Wanita Jalang." Perkataannya membuat mataku terbelalak. Apa? Bukan aku? Apakah Ran...,
"Rani,"
"Ya Tuan."
"Cepat berdiri di depanku, dan membungkuk!"
"Eum... mm, bai... ik." Rani bersiap melangkah. Aku tidak bisa membiarkan gadis itu terluka karena kesalahanku.
"Tunggu!" Kutatap wajah lelaki bertopeng itu dengan berani.
Dia kembali menatapku tajam."Cambuk aku saja! Dan biarkan Rani bebas.""Hehh, masih ada nyali? Ternyata kau dermawan juga. Tapi aku...," ucapnya terhenti beberapa detik, lalu kembali berkata, "Aku akan memberikan hukuman lain padamu."
Mbugggghhh
"Arrghkkk... hiks!"
Aku tercengang dengan apa yang dia lakukan, dia tidak main- main dengan ucapannya. Tanpa rasa kasihan sedikitpun ia mencambuk punggung Rani.
Saat dia ingin kembali mencambuk tubuh Rani untuk kedua kalinya. Aku segera berlari ke hadapannya untuk melindungi tubuh Rani.
Mbughhh...
Sakit, sakit sekali. Cambuk itu terjatuh setelah mengenaiku. Biarlah sakit. Aku tidak akan memohon kepadanya untuk rasa sakit ini. Pandanganku teralihkan pada sosok lelaki yang tengah bersandar di ambang pintu sambil menyedekapkan kedua tangannya di dada. Ya dia Xiloe.
"Arghhkkk...agh," erangku menahan sakit. Rani mengenggam tanganku. Sementara lelaki ini masih terdiam di posisi yang sama.
Siapa lelaki kejam ini? Ku lirik lagi ke arah pintu. Namun sudah tak ada lagi sosok lelaki itu.
"Kau keluar Rani!" Titahnya pada Rani.
"Tu... an," ucapnya sambil memadang diriku. Ku anggukan kepalaku, agar dia keluar dari tempat laknat ini. "Pergilah! Aku tak apa." Ucapku pada Rani.
"Tap..."
"Pergi!" Sanggahku acuh.
Rani pun pergi dengan jalannya yang tertatih.
Lelaki itu jongkok mendekatiku. "Kau suka?" Tanyanya padaku. Aku hanya diam.
" Sepertinya kau belum sadar siapa dirimu. Apa perlu ku ingatkan?" Dia mulai membalik tubuhku dan menyobek gaun putih yang menutupi tubuhku.
"Ap...apa mau mu?"
Aku mengekor di belakangnya menuruni anak tangga. Kata- katanya tadi, tidak bisa ku abaikan begitu saja. Untuk sekarang lebih baik mengikuti kemauannya.Begitu aku mendekat ke meja makan. Xiloe langsung manatap tajam diriku."Huh, dasar Lacur." Ejek Xiloe dengan wajah sinis.Aku hanya diam tak menggubris hinaannya. Sudah cukup sakit di punggungku. Aku tak mau menimbulkan masalah lagi. Setidaknya, tidak untuk hari ini. Itu artinya aku akan kembali berulah?!Ku tarik salah satu kursi yang berjajar mengelilingi meja makan yang lumayan besar ini. Aku memilih duduk bersebrangan dengan mereka berdua. Tapi ada hubungan apa dengan mereka berdua? Keluarga? Teman atau rekan kerja? Itu tidak penting, yang lebih penting sekarang adalah mengindari tatapan mereka berdua.Lelaki itu mulai mangambil nasi dan beberapa lauk yang tersaji. Sementara Xiloe masih melototiku dengan tajam. Aku berusaha biasa saja dengan suasana mengerikan ini. Tiba- tiba suara lelaki itu memec
"Siapa?"Aku berdiri di depan pintu menanti jawaban."Nona, ini saya Rani."Huh..., aku bernapas lega mendengarnya."Masuklah Rani!"Cklek"Nona, saya bawakan salep untuk luka, Non Seira.""Luka mu sendiri, apa sudah di obati?" Tanyaku padanya."Sudah nona.""Nanti, kalau Iblis itu tahu bagaimana? Lebih baik kau kembali ke kamar mu.""Tapi, Tuan sendiri yang menyuruh saya untuk mengobati luka nona, jadi mana mungkin Tuan marah.""Tuan yang mana?" Tanyaku sambil menyipitkan mata."Ah, itu... itu saya dilarang untuk mengatakan pada nona," jawab Rani sambil menunduk.Kuhembuskan napas dengan kasar. Segera aku berjalan menuju ranjang. Tidur tengkurap sambil menuggu Rani selesai mengoleskan salep."Nona, saya minta ma...,""Segeralah! Aku sudah mengantuk Rani." Titahku, memotong ucapan Rani.Rani segera menyelesaikan tugasnya, lalu pamit undur diri meninggalkanku. Aku kembali sendiri di kamar ini
POV XiloeSelama satu minggu ini, aku akan libur. Aku jarang sekali berada di rumah. Kerja dan kerja, mencari uang sebanyak- banyaknya untuk membangun kembali bisnis ayahku yang telah lama bangkrut. Aku tak gila harta, tapi aku harus memiliki banyak uang dan kekuasaan. Itulah Ambisiku.Seperti biasa aku akan memasak makananku sendiri dan Wanita Lacur itu. Tidakkah aku terlihat lebih baik, aku mau memasakan makanan untuk seorang tawanan seperti dia. "Cih,"Bukannya aku tak mampu memperkerjakan seorang koki, hanya saja aku tak mau. Jika aku mau 100 koki pun bisa kupekerjakan di rumah ini. Hanya saja aku tak menyukai masakan orang asing, tapi jika berada di luar aku akan memakan apa yang ada. Tentunya harus dengan pilihannku.Begitu pula dengan kondisi rumah yang terlalu ramai, aku tak menyukainya. Bagiku rumah adalah tempat untuk mencari ketenangan.Ada 7 Bodyguard yang menjaga rumah ini, beserta 2 satpam dan 1 tukang kebun di rumah ini. Itupun mer
Selesai mandi aku segera memakan makanan yang di siapkan Rani. Hampir sama tapi sedikit berbeda. Tak lagi memperdulikan rasa aku pun kembali menikmati makan di atas meja ini. Belakangan ini napsu makanku sedikit meningkat. Dulunya aku akan berpikir sedikit keras saat jam makan. Apakah aku harus memakannya atau tidak? Tapi, pilihan selalu mengharuskan aku untuk memakan makanan dari mereka."Oh, ya. Rani, apakah mereka berada di rumah?""Mereka? Apakah maksud Nona Seira, Tuan Orys dan Tuan Xiloe?" Tanya Rani."Ya, mereka.""Tadi saya lihat, Tuan Orys sedang bermain catur seorang diri. Kalau Tuan Xiloe, saya tidak melihat. Lingkup gerak saya terbatas di rumah ini, jadi saya tidak bisa memberitahu menyeluruh.""Tidak apa Rani, aku juga tak perduli tentang mereka," aku pun tersenyum kepada Rani."Tapi apa kau tahu kenapa lelaki yang bernama Orys selalu memakai topeng? Apa dia tidak waras atau semacamnya mungkin?" Tanyaku menyelidik penasaran.
Seketika itu, kupaksa tubuhku untuk bangkit. Tak kurasa rasa sakit saat jarum infusku terlepas. Dengan cepat aku menindih dan mencekik leher Lelaki Iblis ini.Kukuatkan tanganku untuk mencekiknya, namun ia malah mentertawaiku."Ugh... ugh... kau mulai berani melawanku.Apa kau sadar? posisi tubuhmu sekarang ini bisa saja membuatku tergoda. Jika di bawah sa... na bangkit, ugh... ugh... kau sendiri yang akan menanggung akibatnya."Pekataannya benar- benar membuatku murka dan jijik. Aku ingin dia mati, tapi tanganku semakin melemah. Jahitan di lenganku kembali terbuka, sementara bekas infusku terus mengeluarkan darah."Shit!"Tubuhku terkulai lemas, kini posisi kami terbalik. Ia menindih tubuhku dan mengunci kedua tanganku. Sekilas dia melirik pergelangan tanganku."Sayang, jangan terlalu kasar! Kau bisa semakin terluka.""Apa yang kau lakukan? Kenapa kau menolongku? Seharusnya kau biarkan aku mati.""Bagaima aku membalas d
Dia adalah Mr. Dave, jadi Orys adalahMr. Dave? mengapa bisa dia? Tiga hari sebelum tragedi itu terjadi dia menghilang, apakah mungkin dia? Tidak! Tidak mungkin dia tega kepadaku dan keluargaku. Selama ini dia sangat baik terhadapku maupun orang tuaku, mana mungkin dia...,"Jangan terkejut!" Ucap Xiloe. "Kedepannya masih banyak kejutan untukmu.""Kalian, siapa sebenarnya kalian? Dan kau...," ucapku sembari menatap tajam Orys. "Apa tujuanmu? Tidakkah kau yang mengajariku untuk menjadi orang yang tak salah langkah? Aghhh... ku kira kau seorang malaikat, tapi ternyata kau adalah monster penuh tipu muslihat.""Aku senang kau tahu siapa diriku sekarang. Sekarang aku tak harus memakai topeng tiap kali harus bertemu denganmu.""Tidak! Bukankah kau malu karena kelopak matamu terluka? Ahh... ha... ha, itu memang pantas untuk lelaki sepertimu.""Diam! Jika kau tahu jika orang tua mu lah yang...," potong Xiloe."Cukup!" Sanggah Orys y
Suara ketukan pintu menyadarkanku dari alam bawah sadar. Rani? Seketika aku teringat tentang gadis remaja itu. Entah mengapa perkataan Orys sangat mengganggu pikiranku.Belum sempat aku bagun, suara pintu itu sudah terbuka lebih dulu. Sosok wanita dewasa berseragam hitam dengan paduan renda putih datang membawa senampan makanan. Aku belum pernah melihatnya. Kuperkiran dia berumur 28 tahu. Dimana Rani?"Kenapa bukan Rani yang mengantarkan makanan? Dan siapa Anda?"Tidak ada jawaban darinya, ia sibuk menata makanan di meja."Silahkan Nona Seira habiskan makanan ini?"Ajakan yang terasa seperti perintah, seolah mengisyaratkan jika aku harus memakan makan itu tak perduli apapun. Tiada senyum ataupun apa, wajahnya datar sedikit formal."Aku tidak ingin makan jika bukan Rani yang memberikannya padaku," geretakku apa adanya."Tidak akan ada yang berubah meskipun bukan Rani yang mengantar makanan ini. Anda tetap harus memakannya! Bukankah melarikan
Spesial updateTapi...,Kupandang wajah Orys sekilas, wajahnya terlihat tenang dengan sebatang rokok yang ia hisap. Entah sejak kapan di merokok? Aroma khas bakaran tembakau mulai mengganggu pernapasanku.Waktu terus berjalan, dan aku belum punya pilhan. Hingga suara Orys memecah keheningan."Kau tak ada pilihan selain menikah denganku, jika kau ingin selamat. Aku pastikan, setengah jam lagi Xiloe akan turun." Mendengar nama Xiloe gini tubuhku bergidik ngeri."Mengapa kau menawarkan ini? Apa tujuanmu?" Tanyaku balik, berusaha mencari sesuatu."Waktumu tinggal 5 menit," sambil melihat jam tangan yang melingkar ditangannya. Dia tak ingin memberitahuku.Kubuang napas dengan kasar berulang kali, Sudah jelas aku tak bisa melawan Xiloe maupun Orys saat ini. Lelaki di depanku penuh dengan tipu muslihat, namun jika aku mengikuti permainannya mungkin aku...,"Ba... baik," ucapku terbata sambil menatap wajahnya.Kulihat Orys hanya m
"Kemana kita pergi?" Tanyaku pada Orys.Orys hanya menoleh tanpa bersuara. Suasana kembali hening, kuputuskan untuk bertanya kembali. "Kapan Rani, maksudku Siena akan bangun?"Lagi-lagi dia mengacuhkan pertanyaanku. "Apakah... apakah kelu... keluargaku per... nah menyakiti kalian?" Citttttt... mobil pun berhenti mendadak. "Kenapa kau semakin berani? Diamlah! jika kalian ingin selamat," Orys pun kembali melajukan mobilnya. Akupun hanya bisa diam sesuai perintahnya. *** Cukup lama perjalanan yang kami tempuh, mungkin sudah hampir 4 jam. Kulirik wajah Orys, tiada rasa lelah sedikitpun. Entah kemana arah tujuannya? Saat ini aku hanya berusaha percaya kepadanya. Laju mobil terasa semakin pelan, kurasakan jalanan bukan lagi aspal seperti tadi, melainkan batuan- batuan kecil. Terasa sangat sepi dan sunyi, suara jangkrik terdengar begitu jelas. Sedikit menakutkan, sangat gelap. "Cih, kau takut?" Tanyanya sam
Spesial updateTapi...,Kupandang wajah Orys sekilas, wajahnya terlihat tenang dengan sebatang rokok yang ia hisap. Entah sejak kapan di merokok? Aroma khas bakaran tembakau mulai mengganggu pernapasanku.Waktu terus berjalan, dan aku belum punya pilhan. Hingga suara Orys memecah keheningan."Kau tak ada pilihan selain menikah denganku, jika kau ingin selamat. Aku pastikan, setengah jam lagi Xiloe akan turun." Mendengar nama Xiloe gini tubuhku bergidik ngeri."Mengapa kau menawarkan ini? Apa tujuanmu?" Tanyaku balik, berusaha mencari sesuatu."Waktumu tinggal 5 menit," sambil melihat jam tangan yang melingkar ditangannya. Dia tak ingin memberitahuku.Kubuang napas dengan kasar berulang kali, Sudah jelas aku tak bisa melawan Xiloe maupun Orys saat ini. Lelaki di depanku penuh dengan tipu muslihat, namun jika aku mengikuti permainannya mungkin aku...,"Ba... baik," ucapku terbata sambil menatap wajahnya.Kulihat Orys hanya m
Suara ketukan pintu menyadarkanku dari alam bawah sadar. Rani? Seketika aku teringat tentang gadis remaja itu. Entah mengapa perkataan Orys sangat mengganggu pikiranku.Belum sempat aku bagun, suara pintu itu sudah terbuka lebih dulu. Sosok wanita dewasa berseragam hitam dengan paduan renda putih datang membawa senampan makanan. Aku belum pernah melihatnya. Kuperkiran dia berumur 28 tahu. Dimana Rani?"Kenapa bukan Rani yang mengantarkan makanan? Dan siapa Anda?"Tidak ada jawaban darinya, ia sibuk menata makanan di meja."Silahkan Nona Seira habiskan makanan ini?"Ajakan yang terasa seperti perintah, seolah mengisyaratkan jika aku harus memakan makan itu tak perduli apapun. Tiada senyum ataupun apa, wajahnya datar sedikit formal."Aku tidak ingin makan jika bukan Rani yang memberikannya padaku," geretakku apa adanya."Tidak akan ada yang berubah meskipun bukan Rani yang mengantar makanan ini. Anda tetap harus memakannya! Bukankah melarikan
Dia adalah Mr. Dave, jadi Orys adalahMr. Dave? mengapa bisa dia? Tiga hari sebelum tragedi itu terjadi dia menghilang, apakah mungkin dia? Tidak! Tidak mungkin dia tega kepadaku dan keluargaku. Selama ini dia sangat baik terhadapku maupun orang tuaku, mana mungkin dia...,"Jangan terkejut!" Ucap Xiloe. "Kedepannya masih banyak kejutan untukmu.""Kalian, siapa sebenarnya kalian? Dan kau...," ucapku sembari menatap tajam Orys. "Apa tujuanmu? Tidakkah kau yang mengajariku untuk menjadi orang yang tak salah langkah? Aghhh... ku kira kau seorang malaikat, tapi ternyata kau adalah monster penuh tipu muslihat.""Aku senang kau tahu siapa diriku sekarang. Sekarang aku tak harus memakai topeng tiap kali harus bertemu denganmu.""Tidak! Bukankah kau malu karena kelopak matamu terluka? Ahh... ha... ha, itu memang pantas untuk lelaki sepertimu.""Diam! Jika kau tahu jika orang tua mu lah yang...," potong Xiloe."Cukup!" Sanggah Orys y
Seketika itu, kupaksa tubuhku untuk bangkit. Tak kurasa rasa sakit saat jarum infusku terlepas. Dengan cepat aku menindih dan mencekik leher Lelaki Iblis ini.Kukuatkan tanganku untuk mencekiknya, namun ia malah mentertawaiku."Ugh... ugh... kau mulai berani melawanku.Apa kau sadar? posisi tubuhmu sekarang ini bisa saja membuatku tergoda. Jika di bawah sa... na bangkit, ugh... ugh... kau sendiri yang akan menanggung akibatnya."Pekataannya benar- benar membuatku murka dan jijik. Aku ingin dia mati, tapi tanganku semakin melemah. Jahitan di lenganku kembali terbuka, sementara bekas infusku terus mengeluarkan darah."Shit!"Tubuhku terkulai lemas, kini posisi kami terbalik. Ia menindih tubuhku dan mengunci kedua tanganku. Sekilas dia melirik pergelangan tanganku."Sayang, jangan terlalu kasar! Kau bisa semakin terluka.""Apa yang kau lakukan? Kenapa kau menolongku? Seharusnya kau biarkan aku mati.""Bagaima aku membalas d
Selesai mandi aku segera memakan makanan yang di siapkan Rani. Hampir sama tapi sedikit berbeda. Tak lagi memperdulikan rasa aku pun kembali menikmati makan di atas meja ini. Belakangan ini napsu makanku sedikit meningkat. Dulunya aku akan berpikir sedikit keras saat jam makan. Apakah aku harus memakannya atau tidak? Tapi, pilihan selalu mengharuskan aku untuk memakan makanan dari mereka."Oh, ya. Rani, apakah mereka berada di rumah?""Mereka? Apakah maksud Nona Seira, Tuan Orys dan Tuan Xiloe?" Tanya Rani."Ya, mereka.""Tadi saya lihat, Tuan Orys sedang bermain catur seorang diri. Kalau Tuan Xiloe, saya tidak melihat. Lingkup gerak saya terbatas di rumah ini, jadi saya tidak bisa memberitahu menyeluruh.""Tidak apa Rani, aku juga tak perduli tentang mereka," aku pun tersenyum kepada Rani."Tapi apa kau tahu kenapa lelaki yang bernama Orys selalu memakai topeng? Apa dia tidak waras atau semacamnya mungkin?" Tanyaku menyelidik penasaran.
POV XiloeSelama satu minggu ini, aku akan libur. Aku jarang sekali berada di rumah. Kerja dan kerja, mencari uang sebanyak- banyaknya untuk membangun kembali bisnis ayahku yang telah lama bangkrut. Aku tak gila harta, tapi aku harus memiliki banyak uang dan kekuasaan. Itulah Ambisiku.Seperti biasa aku akan memasak makananku sendiri dan Wanita Lacur itu. Tidakkah aku terlihat lebih baik, aku mau memasakan makanan untuk seorang tawanan seperti dia. "Cih,"Bukannya aku tak mampu memperkerjakan seorang koki, hanya saja aku tak mau. Jika aku mau 100 koki pun bisa kupekerjakan di rumah ini. Hanya saja aku tak menyukai masakan orang asing, tapi jika berada di luar aku akan memakan apa yang ada. Tentunya harus dengan pilihannku.Begitu pula dengan kondisi rumah yang terlalu ramai, aku tak menyukainya. Bagiku rumah adalah tempat untuk mencari ketenangan.Ada 7 Bodyguard yang menjaga rumah ini, beserta 2 satpam dan 1 tukang kebun di rumah ini. Itupun mer
"Siapa?"Aku berdiri di depan pintu menanti jawaban."Nona, ini saya Rani."Huh..., aku bernapas lega mendengarnya."Masuklah Rani!"Cklek"Nona, saya bawakan salep untuk luka, Non Seira.""Luka mu sendiri, apa sudah di obati?" Tanyaku padanya."Sudah nona.""Nanti, kalau Iblis itu tahu bagaimana? Lebih baik kau kembali ke kamar mu.""Tapi, Tuan sendiri yang menyuruh saya untuk mengobati luka nona, jadi mana mungkin Tuan marah.""Tuan yang mana?" Tanyaku sambil menyipitkan mata."Ah, itu... itu saya dilarang untuk mengatakan pada nona," jawab Rani sambil menunduk.Kuhembuskan napas dengan kasar. Segera aku berjalan menuju ranjang. Tidur tengkurap sambil menuggu Rani selesai mengoleskan salep."Nona, saya minta ma...,""Segeralah! Aku sudah mengantuk Rani." Titahku, memotong ucapan Rani.Rani segera menyelesaikan tugasnya, lalu pamit undur diri meninggalkanku. Aku kembali sendiri di kamar ini
Aku mengekor di belakangnya menuruni anak tangga. Kata- katanya tadi, tidak bisa ku abaikan begitu saja. Untuk sekarang lebih baik mengikuti kemauannya.Begitu aku mendekat ke meja makan. Xiloe langsung manatap tajam diriku."Huh, dasar Lacur." Ejek Xiloe dengan wajah sinis.Aku hanya diam tak menggubris hinaannya. Sudah cukup sakit di punggungku. Aku tak mau menimbulkan masalah lagi. Setidaknya, tidak untuk hari ini. Itu artinya aku akan kembali berulah?!Ku tarik salah satu kursi yang berjajar mengelilingi meja makan yang lumayan besar ini. Aku memilih duduk bersebrangan dengan mereka berdua. Tapi ada hubungan apa dengan mereka berdua? Keluarga? Teman atau rekan kerja? Itu tidak penting, yang lebih penting sekarang adalah mengindari tatapan mereka berdua.Lelaki itu mulai mangambil nasi dan beberapa lauk yang tersaji. Sementara Xiloe masih melototiku dengan tajam. Aku berusaha biasa saja dengan suasana mengerikan ini. Tiba- tiba suara lelaki itu memec