"Aku hanya bertanya, Tuan. Aku melihat nona Cleo ada di pesta saat itu. Anda pasti merasa puas karena telah berhasil membuatnya cemburu, bukan?" Olivia memalingkan mata, menandakan ada rasa kecewa di hatinya. "Wanita itu pasti semakin tidak menyukaiku."Lalu apa urusannya denganku, hah?" Ronan merapatkan giginya dengan geram. "Bukan dia yang harusnya kau takutkan, Nyonya. Asal kau tahu, seluruh gadis di kota ini juga memujaku. Jadi berhati-hatilah, mereka bisa saja mencelakaimu agar bisa membuatku kembali bebas. Kau mengerti?!" Olivia menelan ludah. Tidak ada ancaman Ronan yang tidak membuatnya merasa ngeri."Tapi anda tidak akan membiarkan itu, kan, Tuan? Anda akan meminta seseorang untuk melindungiku, bukan?" Olivia tampak serius dengan pertanyaannya.Ronan mengusap rahangnya. Menahan senyum melihat sikap Olivia. Baginya wajah ketakutan wanita itu terlihat begitu lucu. Dan Ronan ingin sekali meremas wajah mungil itu dengan tangan besarnya."Makan sarapanmu, Nyonya." Alih-alih menye
"Kita akan berangkat ke luar negeri dengan penerbangan siang ini. Jadi persiapkan dirimu!" Ronan memerintah saat mereka menikmati pemandangan taman di lantai tujuh belas, tempat mereka sarapan tadi.Ronan mengajak Olivia berkeliling setelah menyantap habis semangkuk salad. "Ke luar negeri? Untuk apa?" Olivia mengentikan langkah dan berdiri menghadap Ronan."Tentu saja berbulan madu. Kau lupa kalau kita masih pengantin baru?""Ayolah, Tuan. Anda tidak perlu membuang-buang uang untuk itu. Lagi pula aku harus kembali bekerja." Olivia kembali berjalan.Ronan kembali mengikuti langkahnya dengan pelan."Apa profesimu sebagai pelayan jauh lebih sibuk dari aku yang seorang pebisnis, hah? Kau baru saja menikah. Apa pemilik tempat itu ingin mati? Aku bisa saja meratakan tempat itu dengan tanah agar kau punya waktu bersenang-senang sembari menunggu mereka membangunnya kembali!" Ronan tak habis pikir. Kenapa wanita itu selalu saja membuatnya kesal dengan menolak tawarannya."Aku akan menganggap
Ronan masih menyaksikan istrinya yang nyaris tenggelam. Berulang kali pria itu menatap tangan kurus Olivia yang hilang timbul di tengah kolam. Dia sedikit menggeleng, tersenyum sinis melihat istrinya begitu kepayahan. Hatinya merasa puas dengan hukuman yang diterima gadis itu.Ronan mulai tak tega melihat Olivia kelelahan dan hampir menyerah. Pria itu kemudian melompat ke dalam air dan berenang mendekati istrinya yang hampir tenggelam.Ronan langsung menangkap pinggang gadis itu, lalu merapatkan ke tubuhnya. Menahan bobot tubuh mungil itu agar bisa mengapung dan tak jatuh ke dasar kolam.Olivia menarik napas panjang. Seperti baru terbebas dari kematian. Dia menggantungkan kedua tangannya ke leher Ronan agar pria itu tak bisa melepaskannya lagi."Anda benar-benar akan membunuhku, Tuan?" Napas Olivia terengah-engah.Ronan tergelak. Menatap wajah istrinya yang sudah memerah."Bagaimana? Kau masih mengantuk?" "Bawa aku ke tepi. Aku lelah sekali.""Tidak mau!""Kenapa anda memperlakukanku
Setelah selesai, Olivia mengunci pintu kamarnya kembali. Gadis itu benar-benar hanya membawa tiga potong seragam kerjanya saja. Dia tahu Ronan pasti sudah membuat persiapan dengan pakaian apa yang akan dia gunakan selama menjadi istrinya.Olivia melirik kamar di sebelahnya. Jendela kamar Heru sedang terbuka. Menandakan bahwa ada penghuninya di dalam sana. Olivia memutuskan untuk menyapanya. Olivia mengetuk pintu kamar Heru. Tak lama sepasang mata menatapnya saat pintu terbuka. Olivia tersenyum melihat wajah Heru yang tampak terkejut."O_Oliv? Kau di sini?" "Selamat pagi, Heru. Kau libur hari ini?""Ah, tidak. Hari ini aku mendapat jadwal sore." Heru tersenyum memandang Olivia. "Oh, iya. Selamat atas pernikahanmu." Heru mengulurkan tangan pada gadis itu.Dengan senang hati Olivia menyambut baik uluran tangan dari teman baiknya itu."Terima kasih, Heru. Aku sekalian ingin berpamitan padamu. Aku hanya mengambil beberapa barang dan akan tinggal bersama suamiku."Ada raut kecewa di wajah
Melihat Ronan muncul, bibi Tina langsung membungkuk hormat. Melihat tuannya sedang tersenyum pada istrinya, membuat pelayan wanita itu tak ingin mengganggu mereka."Aku permisi, Nyonya Olivia. Jika anda butuh sesuatu, jangan sungkan untuk memanggilku."Bibi Tina kemudian keluar melewati majikannya, kemudian menutup pintu."Kenapa tak tanyakan saja padaku? Apa kau merasa malu karena ketahuan diam-diam menggali informasi tentangku?" Ronan kembali menyeringai.Wajah Olivia mendadak memerah. Harusnya dia tak pernah bertanya hal bodoh yang hanya mempermalukannya saja di hadapan pria angkuh itu."Ti_tidak. Bukan seperti itu." Olivia tampak salah tingkah.Ronan tergelak. Menunjukkan gigi putihnya yang berderet rapi. "Jawaban apa yang ingin kau dengar? Kau senang, seandainya aku bilang suka berganti-ganti wanita? Atau kau ingin menjadi satu-satunya?" Olivia menelan ludah. Siapa pun di dunia ini, sebagai seorang istri pasti ingin menjadi satu-satunya wanita di kehidupan suaminya. Juga di
"Berani sekali, kau!" Silvia semakin emosi."Tapi Tuan Ronan hanya memperbolehkan pelayan yang bertugas saja, Nona.""Kalau begitu tutup saja mulutmu itu dan jangan mengadu, bodoh!"Pelayan itu merasa kesal karena Silvia terus saja mengatakan dirinya bodoh. Sejak Silvia tinggal di rumah itu, hampir semua pelayan tidak menyukainya. Sikapnya yang arogan dan kasar membuat semua orang muak. Bahkan Nyonya besar di rumah itu tak pernah memperlakukan mereka sekasar yang Silvia lakukan."Apa anda tidak melihat cctv di sana, Nona?" Pelayan itu menoleh ke arah atas sudut ruangan. Membuat Silvia melotot dan langsung menjauh dari pintu."Dasar pelayan bodoh!" Silvia tak punya apa pun lagi untuk dia ucapkan. Dia merasa sangat malu, lalu meninggalkan tempat itu dengan sangat kesal. Padahal gadis itu ingin sekali berbaring di atas ranjang Ronan. Merasakan bau tubuhnya yang hanya bisa dia hirup dari jarak jauh.*Olivia dan Ronan tiba di kediaman Ellyas. Olivia terkejut karena ada banyak orang yang
Silvia tampak panik. Dia merasa seperti seorang pencuri yang baru saja ketahuan. Saat Ronan memperkenalkan Olivia sebagai calon istrinya, Silvia hanya mengaku mengenal Olivia sebatas rekan kerja saja. Berharap tak satu pun dari keluarganya yang berpikir bahwa dia dan Olivia tumbuh bersama.Namun perkataan Ronan tadi membuat Silvia tak bisa berkutik lagi. Silvia berpikir bahwa Olivia sudah menceritakan semuanya pada suaminya. Silvia khawatir, suatu saat Olivia juga pasti akan bercerita tentang ibunya dan juga kalung giok itu.“Tapi kurasa Silvia tidak terlalu senang melihat kehadiranku di sini, Sayang!” Olivia memandang Silvia dengan tatapan menantang.Darah silvia semakin mendidih mendengar kedua orang di hadapannya saling menyapa dengan panggilan 'sayang'. Membuat hatinya lagi-lagi terbakar api cemburu. Namun demi menjaga harga diri dan kehormatannya, dia mencoba menahan rasa itu. Seolah tak ada satu orang pun yang menyadari perasaannya pada Ronan. Selain Martin tentu saja.“Apa yang
“Apa aku tidak salah dengar, Silvia? Bukankah tempat itu adalah tempat bekerjamu dulu? Apa kalian berteman?” Anne yang tadi begitu mengagumi Olivia berubah dengan cepat dengan tatapan merendahkan.“Ayolah, Silvia. Kau pasti iri dengan Olivia, bukan? Kau hanya mengarang cerita karena Olivia terlihat begitu sempurna.”“Kenapa tidak kalian tanyakan saja langsung padanya? Agar kalian tahu apa aku berbohong atau tidak!” Silvia mendengus kesal karena ketiga gadis itu masih juga memojokkan dirinya.“Katakan kalau itu tidak benar, Olivia. Tentu saja kau bukan seorang pelayan, bukan? Atau mungkin tempat itu adalah milikmu?” Elsa bertanya dengan wajah serius.Olivia yang dari tadi terdiam dan hanya menjadi pendengar, menarik sudut bibirnya. Dia tersenyum penuh percaya diri.“Silvia benar. Aku bekerja sebagai pelayan di sana. Bahkan aku sudah harus masuk bekerja esok hari. Datanglah! Aku akan mentraktir kalian sebagai salam perkenalan. Aku akan mulai bekerja pada shift sore!”Gadis-gadis itu ter
"Kenapa baru sampai selarut ini?" Ronan mencegat Olivia saat wanita itu ingin masuk ke kamarnya.Ronan memerintahkan Kim untuk menjemput istrinya pulang dari bekerja. Namun perjalanan yang seharusnya tidak sampai tiga puluh menit menjadi lebih dari satu jam, hingga Kim terlambat membawa istri majikannya kembali ke rumah sesuai perintah Ronan."Maaf, aku mengantar temanku dulu ke rumahnya." Olivia sedikit merasa sungkan.Setelah insiden Ronan memanggil kata 'sayang' terhadap Olivia malam itu, Olivia terpaksa mengakui semuanya. Dia dan Ronan sudah menikah. Ketiganya terperanjat heran. Seperti tak percaya.Olivia memohon agar mereka merahasiakannya. Mau tak mau mereka menuruti permintaan wanita itu. Lagipula kini mereka sudah tahu bahwa suami Olivia adalah seseorang yang berpengaruh. Tentu saja mereka harus menurut jika tidak ingin berurusan dengan Ronan Ellyas. Mereka bahkan telah menyaksikan sendiri bagaimana cara pria itu menghukum orang-orang yang telah berani mengganggu istrinya.La
"Kau memberitahu suamiku bahwa sepupu-sepupunya mengerjaiku?" Olivia merasa tak percaya."Tentu saja, Oliv. Siapa lagi yang menyelamatkanmu selain aku, hah?" Silvia membanggakan dirinya.Malam itu Silvia sedang melihat-lihat akun sosial media miliknya. Dia yang kini mulai berteman dengan para kaum bangsawan di sosial media melihat rekaman siaran langsung yang dibuat oleh Elsa. Silvia tersenyum jahat menyaksikan adegan itu. Dia begitu menikmati gadis yang dia benci menjadi bulan-bulanan semua orang di dunia maya. Olivia pasti akan merasa malu sekali jika semua kerabat dan sahabat-sahabat keluarga Ellyas sampai mengetahui latar belakang Olivia yang sebenarnya.Dengan begitu Olivia akan mendapatkan penolakan dan intimidasi hingga akhirnya menyerah dan memutuskan untuk meninggalkan Ronan dan keluarganya.Namun tiba-tiba Silvia teringat. Ronan selalu saja punya cara untuk menyelamatkan istrinya. Bahkan menghukum siapa saja yang berani menyentuh Olivia. Silvia kemudian berbalik arah. Cepa
Olivia merasa takjub menatap bangunan besar dan lebar yang baru saja dia masuki. Deru mesin-mesin raksasa membuatnya berdecak kagum dengan produksi massal bahan baku tekstil dengan beraneka macam warna. Kepala Olivia bahkan berputar dan kakinya sampai berjalan mundur demi bisa memperhatikan keadaan sekeliling di pabrik tersebut.Laura tersenyum getir. Namun dia bisa melihat bahwa Olivia tampak peduli dan lebih antusias dibanding Silvia yang hanya bersikap angkuh dengan memamerkan bahwa gadis itu adalah putri pemilik pabrik demi mendapatkan pengakuan dari semua orang.Kemudian Laura menambah sedikit lagi waktu pengawasan agar Olivia bisa melihat-lihat lebih lama bagian produksi sebelum akhirnya memasuki ruangan kantor."Masuklah!" Laura meminta pada Olivia melewati pintu yang baru saja dibukakan oleh Armaya. Tanpa ragu Olivia melewati Laura dan menurut untuk masuk lebih dulu. Namun tiba-tiba Olivia tercengang saat melihat beberapa orang berpakaian rapi sudah duduk seperti menyambut k
Mau tak mau Olivia harus menuruti keinginan suaminya. Wanita itu sampai di depan bangunan pabrik milik keluarga Ellyas setelah diantar oleh Kim yang kembali menjemputnya sesudah mengantar Ronan ke kantor pusat perusahaan.Seperti instruksi Ronan, Olivia telah sampai lebih dulu hingga saat dia berdiri di depan gerbang, mobil hitam Laura berhenti di tempatnya menunggu."Selamat pagi, Bu." Olivia langsung menyapa ibu mertuanya begitu wanita itu turun dari kendaraannya.Laura menatapnya dengan dingin. Merasa bahwa dia tak memiliki janji untuk bertemu dengan menantunya itu."Apa yang kau lakukan di sini?""Hum... itu... aku...." Olivia tampak gugup. Dia tahu wanita paruh baya itu tak menyukainya. Namun dia bisa merasakan bahwa Laura tak pernah punya niat untuk berbuat jahat padanya."Ronan yang memintamu datang?" Laura seperti bisa membaca raut wajah gadis itu."Aku... ingin meminta maaf atas kejadian kemarin, Bu. Aku... bersikap lancang dengan meninggalkan meja makan begitu saja."Laura
Ronan menarik sudut bibir. Kemudian memberikan kode pada asisten pribadinya. Kim mengerti, lalu mematuhi semua perintah majikannya."Pergi dari sini, dan jangan pernah datang lagi!" Ronan memberi titah dengan tegas.Gadis-gadis itu tampak ketakutan, lalu bergegas hendak keluar."Satu lagi!" Langkah mereka kemudian terhenti mendengar suara dingin itu dari Ronan. "Ucapkan terima kasih di masing-masing akun kalian atas makanan gratis yang kalian makan!"Ketiganya mengangguk dengan cepat. Lalu saling mendorong agar bisa keluar dari tempat itu dengan segera.Ronan melirik arloji mewah di pergelangan tangannya, lalu melirik ke arah istrinya."Selesaikan pekerjaanmu, Sayang. Aku tunggu di luar!"Ronan bergegas meninggalkan tempat itu. Sengaja membiarkan Olivia menjelaskan sendiri pada ke tiga rekannya semua tentang semua yang terjadi."Wanita itu tidak bisa menyangkal lagi bahwa aku ini suaminya, bukan?" Ronan tersenyum penuh percaya diri dari kursi penumpang di mobil mewahnya."Benar, Pak.
"Apalagi yang kalian tunggu. Cepat bersihkan sepatunya!"Ketiga gadis itu langsung melotot. Kemudian masing-masing memohon kepada pria itu."Tidak, Ronan. Kenapa kau meminta kami melakukannya?" Anne lebih dulu bersuara."Benar, kakak sepupu. Kami hanya bercanda. Kami tidak sungguh-sungguh ingin mempermalukannya.""Lagipula ini idenya Elsa. Dia yang meminta kami datang dan mengganggu Olivia. Dia juga yang merekam video itu dan menyebarkannya.""Benar. Ini semua salah Elsa. Biarkan kami pulang, Ronan.""Apa yang kalian lakukan? Kenapa kalian menyalahkanku, hah?""Ini memang salahmu.""Ya. Ini salahmu!""Kalian__."Ketiga gadis itu masing-masing saling melempar kesalahan. Ronan yang sama sekali tidak peduli siapa dalang di balik semua itu terlihat cukup tenang."Tunggu apa lagi? Berlutut dan minta maaflah! Kalian menyukai hiburan? Semakin malam semakin ramai yang akan menonton, bukan?" Ronan menyeringai."Ronan, kami mohon__.""Berlutut! Atau kalian ingin ibu atau ayah kalian yang melaku
Saat sedang membersihkan meja di lantai dasar, menejer restoran memanggil Olivia. Gadis itu langsung datang menuju meja kasir."Anda memanggilku, bu Jessi?""Kau mengenal ketiga gadis di meja outdoor, Olivia?" tanya bu Jessi dengan lugas.Pikiran Olivia langsung mengarah pada Elsa, Anne dan juga Sely."Ya. Aku mengenal mereka.""Kau juga akan membayar tagihan ini? Mereka mengaku bahwa kau saudara sepupunya, dan meminta memberikan bill ini padamu." Bu Jessi menyodorkan secarik kertas.Olivia meraih kertas putih itu. Dia menarik napas panjang setelah melihat deretan angka yang jumlahnya bahkan lebih besar dari gajinya di sana."Tolong masukkan ke tagihanku saja, Bu." Olivia hanya bersikap pasrah.Bagaimanapun juga, mulut lancangnya itu juga yang berbasa-basi ingin mentraktir mereka makan jika mereka ingin datang. Olivia pikir gadis-gadis itu tidak akan hadir karena mereka sama sekali tidak akrab. Hingga tanpa perlu menunggu berhari-hari, mereka bertiga benar-benar sengaja datang untuk m
Olivia kembali bekerja seperti biasanya. Baginya tak ada yang berubah setelah pernikahannya dengan tuan muda mahakaya seperti Ronan. Tak ada jaminan uang bulanan dalam perjanjian yang mereka sepakati. Juga kartu hitam yang kemarin diberikan padanya sudah kembali ke tangan Ronan karena insiden di toko baju tempo hari.Saat malam tiba, restoran itu kedatangan beberapa tamu wanita. Dengan jalan berlenggak-lenggok, mereka mencari keberadaan Olivia. Hingga salah satu di antara mereka melihat pelayan wanita itu menghindangkan beberapa botol minuman beralkohol kepada para tamu.Gadis-gadis itu lalu mencari tempat duduk di teras outdoor lantai tiga. Menikmati angin malam di tengah kota dengan Olivia sebagai bahan untuk hiburan."Hai, Olivia!" Anne memanggil istri dari sepupunya itu untuk segera melayani mereka.Olivia menoleh kemudian mendekat."Kalian... di sini?" Olivia menyipit heran."Tentu saja, sepupu ipar. Bukankah kau sendiri yang mengundang kami ke sini?" Elsa menyahuti ucapan Olivia
"Apa yang terjadi? Kau tidak ingat apa tugasmu? Kau bahkan sudah membuat kekacauan di hari pertama menjadi menantu di hadapan orang tuaku!" Ronan terpaksa menurunkan sedikit nada bicaranya."Jadi maksud anda, aku harus diam saja saat ibuku dihina oleh pria lumpuh itu?" Olivia tampak geram tanpa memedulikan apa Ronan akan tersinggung akan hal itu."Jaga bicaramu, Nyonya." Ronan memelankan suaranya, sembari melirik area sekitar. "Apa kau ingin mati karena telah berani menghina kepala keluarga di rumah ini?"Olivia yang biasa nyalinya langsung menciut karena ancaman Ronan, kini terlihat tak peduli."Apa aku tidak boleh membela harga diri ibuku, Tuan? Tuan besar itu bahkan sama sekali tak mengenal ibuku. Bagaimana bisa dia menuduh ibuku adalah seorang wanita murahan. Ibuku orang baik. Dia selau menyayangiku selama aku bersamanya. Dia pasti punya alasan kenapa meninggalkanku di panti asuhan. Mungkin saja setelah meninggalkanku seseorang menangkapnya dan terjadi hal yang buruk pada ibuku."