Pikiran Olivia penuh tanda tanya. Apa yang sebenarnya terjadi. Ada apa dengan saudara dan kekasihnya saat ini. Sejak kapan mereka menusuk Olivia dari belakang. Dan kenapa tiba-tiba memutuskan menikah secepat ini.
Olivia meneguk air putih dengan sekali tegukan hingga tandas. Lalu mengembalikan gelas pada Heru yang mempersilakannya duduk di dinding teras.
"Maaf, aku tak tahu kalau kata-kataku tadi ada yang salah." Heru merasa tidak enak telah membuat Olivia menjadi seperti itu.
"Tidak. Justru aku berterima kasih padamu. Aku hanya tak menyangka. Ini benar-benar tidak masuk akal." Olivia mencoba menenangkan diri.
Heru mengangguk, mengusap tengkuknya. Memiliki firasat, bahwa ini adalah tentang cinta segitiga.
"Kau bilang, gadis itu sering kemari? Dia masuk ke kamar David?"
"Ya. David selalu di dalam tiap kali gadis itu datang."
Olivia kembali merasakan jantungnya teremas. Dia tak habis pikir, apa saja yang mereka lakukan di dalam sana. Sementara selama ini Silvia bersikap acuh tak acuh saat David mengantar gadis itu pulang. Dia hanya menyapa sekilas saat berpapasan dan melihat mereka berbincang di teras rumah.
Olivia benar-benar tak mengerti. Dan kini, dia mendengar bahwa kekasih dan saudaranya itu akan melangsungkan pernikahan tanpa memberitahunya. Bahkan terkesan sembunyi-sembunyi. Lebih parahnya lagi, meninggalkan masalah bagi Olivia.
Olivia benar-benar tak mengerti.
"Kau tahu di mana kampung halaman David?"
"Maaf, bukannya aku ikut campur." David sedikit gugup. "Kau akan menghadiri pernikahan mereka?"
Olivia tahu Heru pasti menganggapnya bodoh. Heru merasa tidak enak, tapi dia tetap menanyakannya. Dengan berat hati Olivia juga harus memberikan jawaban karena Heru sudah berbaik hati memberikan informasi dan juga memberikannya segelas air.
"Silvia membawa milikku yang paling berharga. Aku ingin mengambilnya kembali."
*
"Gadis itu punya kekasih." Kim kembali melaporkan apa yang dia dapat.
Ronan menyandarkan punggung ke kursi kantornya. Tentu saja dia tidak bisa berlama-lama meninggalkan pekerjaan meski keningnya masih terbalut kain kasa.
Dua jahitan cukup membuatnya frustasi beberapa hari ini. Orang-orang di kantor menatapnya penuh tanya, meski tak berani mengulang pada tatapan ke dua. Ronan cukup tegas bahkan arogan dalam menindak apa yang tidak dia sukai dari semua yang menggantungkan nasib pada perusahaannya.
"Lalu kenapa kau masih di sini? Cepat bawa dia. Gadis itu pasti tinggal bersamanya." Tangan Ronan mengepal kuat. Seolah kata-kata Kim mengejeknya.
"Pemuda itu...." Ucapan Kim terjeda.
"Lanjutkan."
"Dia salah satu buruh di pabrik Anda."
Ronan menarik sudut bibir. Terkekeh geli, setelah tahu kekasih yang gadis itu harap bisa melindunginya hanya buruh rendahan yang sekali injak langsung mati.
"Apa lagi yang kau tunggu! Bawa keduanya padaku!"
Kim mengangguk dan segera keluar.
Ronan memejam mata dengan perlahan. Masih tak habis pikir dengan kelakuan gadis itu. Tiga hari sudah dia berusaha mencarinya. Alih-alih menyerahkan diri, gadis itu malah menghilang bak ditelan bumi.
Betapa banyak gadis murahan, bahkan dari kalangan atas sekali pun yang berusaha merangkak ke atas ranjang agar bisa tidur bersama pria tampan itu. Meski tak satu pun dari mereka yang berhasil membersamainya.
Ronan telah lama menjauhkan diri dari urusan percintaan. Di usianya yang sudah genap tiga puluh tahun, dia masih betah melajang. Gagal menikah membuatnya membenci wanita untuk waktu yang sangat lama.
Gadis yang dijodohkan oleh orang tua mereka karena urusan bisnis, nyatanya kabur bersama pria pilihannya tepat di hari pernikahan mereka. Dan itu melukai harga dirinya. Andai keluarga gadis itu bukan salah satu dari pendukung yang pernah menyelamatkan perusahaan keluarganya, Ronan pasti telah menghabisi seluruh keluarga itu.
Tapi lihatlah kini. Seperti merasa dejavu, kejadian itu seperti melintasi kembali di depannya. Gadis liar itu berani membelah kepalanya hanya karena tak ingin Ronan menyentuhnya. Dan sekali lagi, itu merendahkan harga dirinya.
Sayangnya Olivia hanya seorang gadis miskin dan yatim piatu. Hingga Ronan dengan mudah bisa menjadikannya mainan untuk dia siksa sebelum mati.
*
Setelah Heru mendapatkan alamat David dari teman dekatnya, Olivia pamit.Olivia sangat berterima kasih pada Heru karena telah berbaik hati mengizinkannya menginap tanpa berbuat yang macam-macam padanya. Olivia sangat menghargai itu. Ditambah lagi, Heru dengan tenang meminjaminya uang, meski mereka baru kenal tiga hari ini."Setelah urusanku selesai, aku berjanji akan membayarmu kembali." Olivia bersungguh-sungguh.Setelah mendapatkan jawaban dari Silvia, dia akan kembali menemui pria yang dipukulnya waktu itu. Lalu kembali membayar Heru. Dia bahkan tak bisa meminta gajinya bulan ini ke restoran. Orang-orang itu pasti masih mengawasi. Hingga dia tidak bisa bebas kembali ke mana pun. Baik ke tempat kerja, ataupun tempat tinggalnya.Olivia memesan tiket kereta untuk keberangkatan pagi ini. Air matanya tak berhenti mengalir memikirkan nasibnya saat ini. Bahkan ketakutannya pada pria bernama Ronan dapat dikalahkan oleh pengkhianat saudara dan juga kekasihnya.Dan Olivia menangis karena itu
David dengan cepat menarik tangannya dari Pak tua. Lalu berdiri dan menghampiri Olivia. Silvia juga sama. Seperti melihat hantu, keduanya tampak memucat. Hingga para keluarga dan tamu menatap heran."Aku bisa jelaskan, Oliv." Suara David tercekat. Dia tampak menyesali perbuatannya. "Apa yang ingin kau jelaskan? Bahwa selama ini kalian menertawakanku dari belakang?" Olivia terlihat santai. Berusaha tidak berapi-api di hadapan mereka. Padahal hatinya kini remuk redam melihat sepasang pengantin yang belum sah itu."Olive, maaf...." David seperti tak mampu mengucapkan apa pun. "Silvia... hamil."Olivia melirik Silvia yang tertunduk. Ingin sekali rasanya dia mencekik leher gadis itu. Dan juga membunuh David dengan tangannya sendiri. Selama berbulan-bulan Olivia menjaga dirinya dari pria itu. Dan David tak pernah memaksanya. Lalu kini dia bilang Silvia hamil. Benar-benar Olivia tak bisa mempercayainya."Kau yakin dia anakmu, David?" Olivia sedikit bermain-main dan berusaha mempermalukan k
Tubuh Olivia sedikit limbung. Tapi dia berusaha untuk tetap terlihat tidak takut. Apa yang pria itu inginkan sudah dia dapatkan. Silvia telah muncul di hadapannya. Kesalahpahaman akan segera berakhir.Mata Ronan melirik ke arah dada Silvia. Kerah baju dengan model rendah itu jelas memperlihatkan leher jenjangnya yang putih bersih. Olivia tidak lagi merasa heran dengan tatapan itu. Pria seperti Ronan tak akan puas jika tak melucuti semuanya.Ronan tampak mengangguk pada Kim yang berada di sebelahnya. Kim mengerti. "Bawa gadis itu!" Kim memerintah bawahannya."Apa yang kalian lakukan? Lepaskan aku." Silvia tampak ketakutan. Sepertinya dia juga tahu siapa orang-orang itu dan kenapa mereka menangkapnya.Silvia diseret keluar. Para tamu merasa heran, namun tak bisa berbuat apa-apa."David, tolong aku. Suruh mereka melepaskan aku." Silvia berteriak pada David. David hanya terdiam. Dia telah mendengar dari salah satu orang asing itu, bahwa Silvia melarikan uang dari majikan mereka sebelum
David kembali masuk dan mendapati Olivia sedang terduduk lemas di lantai. David tahu, ketegaran kekasih yang masih dia cintai di depan orang-orang itu hanyalah kepalsuan. Olivia begitu bersedih.David begitu merasa bersalah. Dia tak menyalahkan Olivia jika gadis itu kini membencinya. Tapi dia masih berharap Olivia masih mau memaafkan dan menerimanya kembali."Jangan bermimpi!" Olivia mencebik saat David mengutarakan harapannya."Aku akan bersabar menunggumu, Oliv. Aku tidak minta sekarang. Kau bisa menanangkan dirimu. Tak perlu menjawabnya saat ini juga.""Sampai mati pun aku tidak akan pernah kembali padamu!" Ingin sekali rasanya Olivia meludahi wajah pengkhianat itu. Mati-matian dia mempertahankan kehormatan, meski dengan mengorbankan keselamatannya sendiri. Hal itu hanya demi bisa memberikan kesucian pada pria yang akan menikahinya kelak. Tentu saja pada David yang saat itu sangat dia cintai.Tapi kini, perasaan itu benar-benar telah lenyap. Yang ada hanya rasa benci dan juga amar
Pagi harinya Olivia mengunjungi Heru setelah menghubunginya. Kebetulan pemuda yang bekerja sebagai buruh di pabrik yang sama dengan David itu mendapat shift malam. Sehingga dia dapat menemui Olivia di pagi hari."Kau mengembalikannya terlalu cepat." Heru dengan segan menerima amplop coklat dari Olivia."Aku sudah mendapatkan gajiku. Tak ada alasan menahan uangmu lebih lama lagi. Terima kasih banyak atas bantuanmu, Heru." Olivia berkata tulus."Ya. Katakan kalau kau butuh yang lain. Aku akan berusaha membantumu.""Benarkah?" Olivia berpikir sejenak. "Apa kamar di sebelahmu masih kosong?"Olivia berpikir dia harus pindah. Rumah yang dia sewa saat ini cukup besar utuk dia tempati seorang diri. Lagi pula dia tak punya teman lagi untuk berbagi biaya sewa bulanan. Dia hanya butuh kamar yang lebih kecil dan juga murah.Heru tersenyum senang."Ya. Kurasa kau bisa pindah ke sana."*Olivia tak lupa dengan janjinya pada Ronan. Lebih tepatnya perintah dari pria itu agar urusan mereka cepat seles
Olivia memegang dadanya sendiri. Kepalanya terasa begitu pusing. Gadis itu berpikir bahwa Ronan sengaja menyuruhnya menemui Roy untuk melihat apa yang sudah pria itu lakukan.Ronan hanya ingin menunjukkan bahwa ancamannya tidak main-main. Kata-katanya bukan sekedar kiasan untuk menakut-nakuti. Tiba-tiba saja Olivia teringat akan ancaman Ronan dengan membelah kepala.Dia memegangi keningnya sendiri. Tempat yang sama saat darah mengalir hingga mengotori wajah pria menakutkan itu. Ingin sekali rasanya gadis itu mematahkan tangannya sendiri karena telah lancang membuat kepala pria itu berakhir dengan dua jahitan.Olivia kembali ke rumah. Dia akan memikirkan apa yang akan dilakukannya untuk Ronan nanti.*"Gadis itu belum datang?" Ronan mengisap cerutu di ruang kerja di kediamannya."Anda memberinya waktu tiga hari, Pak." Kim menjawab apa adanya.Dia merasa ada yang tidak beres dengan majikannya. Dia bahkan tak pernah merasa tidak sesabar ini saat menandatangani kontrak bernilai milyaran.
"Anda mempermainkanku, Pak. Anda tahu uang itu tidak ada padanya. Anda hanya ingin membuatku melihat betapa kejamnya anda." Olivia berhasil menghafal dengan baik apa yang ingin dia katakan.Ronan tertawa sumbang."Kau bilang aku kejam? Bukankah harusnya kau merasa senang karena pria yang menjualmu mendapat hukuman?""Roy juga dijebak. Silvia melarikan diri dan menunjukku sebagai gantinya tanpa persetujuan. Anda bahkan sudah menangkapnya. Anda sudah berhasil mendapatkannya. Uang itu juga ada pada Silvia. Kenapa masih melibatkanku dalam transaksi kalian? Urusan kita hanya soal melukai anda. Itu pun karena tindakan membela diri. Harusnya anda juga tahu soal itu."Olivia sejenak terdiam. Dia bahkan tak berani bertanya bagaimana keadaan Silvia. Apakah setelah tidur dengannya, Ronan membuang atau mungkin memeliharanya. Angka dua puluh lima terlalu besar untuk wanita penghibur sekelas Silvia. Olivia berpikir, pria itu pasti begitu tergila-gila pada saudari angkatnya."Kau banyak bicara rupan
Ronan menyapu bersih benda-benda di atas meja dengan tangannya. Semuanya jatuh berserakan ke lantai. Semua itu dia lakukan setelah mengusir Olivia dengan kejam. Memberi perintah agar gadis itu jangan pernah lagi menunjukkan wajah ke hadapannya.Ronan mengatakan kalau gadis itu tak perlu membayar sepeser pun karena apa yang Ronan inginkan sudah berhasil dia dapatkan. Lalu urusan mereka telah selesai malam itu.Ronan menjatuhkan bobot tubuhnya ke atas kursi. Membayangkan wajah angkuh Olivia yang masih mencoba melawan dengan sisa tenaga yang tidak ada apa-apanya. Alih-alih memohon, berulang kali dia meludahi wajah Ronan yang tengah buas.Sekian lama hidup dalam kesendirian, gadis miskin itu yang membuatnya tak mampu lagi mengendalikan diri. Ronan menyesali apa yang sudah terjadi. Melanggar prinsip dan termakan ucapannya sendiri. Dia telah menodai gadis itu.*Olivia masih memikirkan kalung miliknya yang ada pada Silvia. Satu-satunya barang berha
"Kenapa baru sampai selarut ini?" Ronan mencegat Olivia saat wanita itu ingin masuk ke kamarnya.Ronan memerintahkan Kim untuk menjemput istrinya pulang dari bekerja. Namun perjalanan yang seharusnya tidak sampai tiga puluh menit menjadi lebih dari satu jam, hingga Kim terlambat membawa istri majikannya kembali ke rumah sesuai perintah Ronan."Maaf, aku mengantar temanku dulu ke rumahnya." Olivia sedikit merasa sungkan.Setelah insiden Ronan memanggil kata 'sayang' terhadap Olivia malam itu, Olivia terpaksa mengakui semuanya. Dia dan Ronan sudah menikah. Ketiganya terperanjat heran. Seperti tak percaya.Olivia memohon agar mereka merahasiakannya. Mau tak mau mereka menuruti permintaan wanita itu. Lagipula kini mereka sudah tahu bahwa suami Olivia adalah seseorang yang berpengaruh. Tentu saja mereka harus menurut jika tidak ingin berurusan dengan Ronan Ellyas. Mereka bahkan telah menyaksikan sendiri bagaimana cara pria itu menghukum orang-orang yang telah berani mengganggu istrinya.La
"Kau memberitahu suamiku bahwa sepupu-sepupunya mengerjaiku?" Olivia merasa tak percaya."Tentu saja, Oliv. Siapa lagi yang menyelamatkanmu selain aku, hah?" Silvia membanggakan dirinya.Malam itu Silvia sedang melihat-lihat akun sosial media miliknya. Dia yang kini mulai berteman dengan para kaum bangsawan di sosial media melihat rekaman siaran langsung yang dibuat oleh Elsa. Silvia tersenyum jahat menyaksikan adegan itu. Dia begitu menikmati gadis yang dia benci menjadi bulan-bulanan semua orang di dunia maya. Olivia pasti akan merasa malu sekali jika semua kerabat dan sahabat-sahabat keluarga Ellyas sampai mengetahui latar belakang Olivia yang sebenarnya.Dengan begitu Olivia akan mendapatkan penolakan dan intimidasi hingga akhirnya menyerah dan memutuskan untuk meninggalkan Ronan dan keluarganya.Namun tiba-tiba Silvia teringat. Ronan selalu saja punya cara untuk menyelamatkan istrinya. Bahkan menghukum siapa saja yang berani menyentuh Olivia. Silvia kemudian berbalik arah. Cepa
Olivia merasa takjub menatap bangunan besar dan lebar yang baru saja dia masuki. Deru mesin-mesin raksasa membuatnya berdecak kagum dengan produksi massal bahan baku tekstil dengan beraneka macam warna. Kepala Olivia bahkan berputar dan kakinya sampai berjalan mundur demi bisa memperhatikan keadaan sekeliling di pabrik tersebut.Laura tersenyum getir. Namun dia bisa melihat bahwa Olivia tampak peduli dan lebih antusias dibanding Silvia yang hanya bersikap angkuh dengan memamerkan bahwa gadis itu adalah putri pemilik pabrik demi mendapatkan pengakuan dari semua orang.Kemudian Laura menambah sedikit lagi waktu pengawasan agar Olivia bisa melihat-lihat lebih lama bagian produksi sebelum akhirnya memasuki ruangan kantor."Masuklah!" Laura meminta pada Olivia melewati pintu yang baru saja dibukakan oleh Armaya. Tanpa ragu Olivia melewati Laura dan menurut untuk masuk lebih dulu. Namun tiba-tiba Olivia tercengang saat melihat beberapa orang berpakaian rapi sudah duduk seperti menyambut k
Mau tak mau Olivia harus menuruti keinginan suaminya. Wanita itu sampai di depan bangunan pabrik milik keluarga Ellyas setelah diantar oleh Kim yang kembali menjemputnya sesudah mengantar Ronan ke kantor pusat perusahaan.Seperti instruksi Ronan, Olivia telah sampai lebih dulu hingga saat dia berdiri di depan gerbang, mobil hitam Laura berhenti di tempatnya menunggu."Selamat pagi, Bu." Olivia langsung menyapa ibu mertuanya begitu wanita itu turun dari kendaraannya.Laura menatapnya dengan dingin. Merasa bahwa dia tak memiliki janji untuk bertemu dengan menantunya itu."Apa yang kau lakukan di sini?""Hum... itu... aku...." Olivia tampak gugup. Dia tahu wanita paruh baya itu tak menyukainya. Namun dia bisa merasakan bahwa Laura tak pernah punya niat untuk berbuat jahat padanya."Ronan yang memintamu datang?" Laura seperti bisa membaca raut wajah gadis itu."Aku... ingin meminta maaf atas kejadian kemarin, Bu. Aku... bersikap lancang dengan meninggalkan meja makan begitu saja."Laura
Ronan menarik sudut bibir. Kemudian memberikan kode pada asisten pribadinya. Kim mengerti, lalu mematuhi semua perintah majikannya."Pergi dari sini, dan jangan pernah datang lagi!" Ronan memberi titah dengan tegas.Gadis-gadis itu tampak ketakutan, lalu bergegas hendak keluar."Satu lagi!" Langkah mereka kemudian terhenti mendengar suara dingin itu dari Ronan. "Ucapkan terima kasih di masing-masing akun kalian atas makanan gratis yang kalian makan!"Ketiganya mengangguk dengan cepat. Lalu saling mendorong agar bisa keluar dari tempat itu dengan segera.Ronan melirik arloji mewah di pergelangan tangannya, lalu melirik ke arah istrinya."Selesaikan pekerjaanmu, Sayang. Aku tunggu di luar!"Ronan bergegas meninggalkan tempat itu. Sengaja membiarkan Olivia menjelaskan sendiri pada ke tiga rekannya semua tentang semua yang terjadi."Wanita itu tidak bisa menyangkal lagi bahwa aku ini suaminya, bukan?" Ronan tersenyum penuh percaya diri dari kursi penumpang di mobil mewahnya."Benar, Pak.
"Apalagi yang kalian tunggu. Cepat bersihkan sepatunya!"Ketiga gadis itu langsung melotot. Kemudian masing-masing memohon kepada pria itu."Tidak, Ronan. Kenapa kau meminta kami melakukannya?" Anne lebih dulu bersuara."Benar, kakak sepupu. Kami hanya bercanda. Kami tidak sungguh-sungguh ingin mempermalukannya.""Lagipula ini idenya Elsa. Dia yang meminta kami datang dan mengganggu Olivia. Dia juga yang merekam video itu dan menyebarkannya.""Benar. Ini semua salah Elsa. Biarkan kami pulang, Ronan.""Apa yang kalian lakukan? Kenapa kalian menyalahkanku, hah?""Ini memang salahmu.""Ya. Ini salahmu!""Kalian__."Ketiga gadis itu masing-masing saling melempar kesalahan. Ronan yang sama sekali tidak peduli siapa dalang di balik semua itu terlihat cukup tenang."Tunggu apa lagi? Berlutut dan minta maaflah! Kalian menyukai hiburan? Semakin malam semakin ramai yang akan menonton, bukan?" Ronan menyeringai."Ronan, kami mohon__.""Berlutut! Atau kalian ingin ibu atau ayah kalian yang melaku
Saat sedang membersihkan meja di lantai dasar, menejer restoran memanggil Olivia. Gadis itu langsung datang menuju meja kasir."Anda memanggilku, bu Jessi?""Kau mengenal ketiga gadis di meja outdoor, Olivia?" tanya bu Jessi dengan lugas.Pikiran Olivia langsung mengarah pada Elsa, Anne dan juga Sely."Ya. Aku mengenal mereka.""Kau juga akan membayar tagihan ini? Mereka mengaku bahwa kau saudara sepupunya, dan meminta memberikan bill ini padamu." Bu Jessi menyodorkan secarik kertas.Olivia meraih kertas putih itu. Dia menarik napas panjang setelah melihat deretan angka yang jumlahnya bahkan lebih besar dari gajinya di sana."Tolong masukkan ke tagihanku saja, Bu." Olivia hanya bersikap pasrah.Bagaimanapun juga, mulut lancangnya itu juga yang berbasa-basi ingin mentraktir mereka makan jika mereka ingin datang. Olivia pikir gadis-gadis itu tidak akan hadir karena mereka sama sekali tidak akrab. Hingga tanpa perlu menunggu berhari-hari, mereka bertiga benar-benar sengaja datang untuk m
Olivia kembali bekerja seperti biasanya. Baginya tak ada yang berubah setelah pernikahannya dengan tuan muda mahakaya seperti Ronan. Tak ada jaminan uang bulanan dalam perjanjian yang mereka sepakati. Juga kartu hitam yang kemarin diberikan padanya sudah kembali ke tangan Ronan karena insiden di toko baju tempo hari.Saat malam tiba, restoran itu kedatangan beberapa tamu wanita. Dengan jalan berlenggak-lenggok, mereka mencari keberadaan Olivia. Hingga salah satu di antara mereka melihat pelayan wanita itu menghindangkan beberapa botol minuman beralkohol kepada para tamu.Gadis-gadis itu lalu mencari tempat duduk di teras outdoor lantai tiga. Menikmati angin malam di tengah kota dengan Olivia sebagai bahan untuk hiburan."Hai, Olivia!" Anne memanggil istri dari sepupunya itu untuk segera melayani mereka.Olivia menoleh kemudian mendekat."Kalian... di sini?" Olivia menyipit heran."Tentu saja, sepupu ipar. Bukankah kau sendiri yang mengundang kami ke sini?" Elsa menyahuti ucapan Olivia
"Apa yang terjadi? Kau tidak ingat apa tugasmu? Kau bahkan sudah membuat kekacauan di hari pertama menjadi menantu di hadapan orang tuaku!" Ronan terpaksa menurunkan sedikit nada bicaranya."Jadi maksud anda, aku harus diam saja saat ibuku dihina oleh pria lumpuh itu?" Olivia tampak geram tanpa memedulikan apa Ronan akan tersinggung akan hal itu."Jaga bicaramu, Nyonya." Ronan memelankan suaranya, sembari melirik area sekitar. "Apa kau ingin mati karena telah berani menghina kepala keluarga di rumah ini?"Olivia yang biasa nyalinya langsung menciut karena ancaman Ronan, kini terlihat tak peduli."Apa aku tidak boleh membela harga diri ibuku, Tuan? Tuan besar itu bahkan sama sekali tak mengenal ibuku. Bagaimana bisa dia menuduh ibuku adalah seorang wanita murahan. Ibuku orang baik. Dia selau menyayangiku selama aku bersamanya. Dia pasti punya alasan kenapa meninggalkanku di panti asuhan. Mungkin saja setelah meninggalkanku seseorang menangkapnya dan terjadi hal yang buruk pada ibuku."