Mobil kembali melaju ke jalanan. Suasana menjadi hening di dalam mobil. Ronan menyandarkan diri pada sandaran kursi penumpang melirik gadisnya yang menatap ke arah jendela.Ronan teringat saat ibu dan ayahnya memintanya datang untuk makan malam di rumah besar mereka. Saat itu Silvia baru beberapa hari diterima oleh keluarga itu. Ayahnya ingin Ronan juga bisa akrab dan menjadi kakak laki-laki yang baik terhadap adiknya."Kau suka makanannya, Sayang?" Martin yang biasanya tegas dan arogan, terlihat sangat lembut pada putrinya.Laura dan Ronan saling melirik, risih melihat pria tua itu terlalu berlebihan dalam memperlakukan anak kandungnya."Makanannya enak, Ayah. Aku bisa memakan semuanya tanpa harus takut memikirkan, apakah besok aku masih bisa makan atau tidak." Silvia mulai berakting sedih."Tahukah Ayah, aku bahkan tak pernah sarapan pagi selama ini. Aku selalu menghemat uangku agar bisa bertahan hidup. Jika sedang tidak bekerja, aku akan bangun tidur lebih lama agar tidak terasa la
Ronan langsung mengalihkan pandangan dari wanita yang baru saja dia lihat. Lalu menyapa ibunya tanpa mendekat. Pria itu seperti biasa selalu bersikap dingin pada siapa saja yang dia temui. Terlebih lagi orang yang dia benci."Aku harap Ibu tidak terlalu lama menunggu kami." Ronan berbicara dengan ibunya dengan mata menyipit.Pria itu butuh penjelasan, kenapa ada wanita lain selain Armaya yang mendampingi ibunya kali ini."Kita bertemu lagi, Ronan. Aku tidak tahu kalau kau juga akan menemui Bibi Laura di sini." Wanita berambut pendek dan berpenampilan serba elegan itu tersenyum ramah pada Ronan."Ronan hanya melirik sinis. Sama sekali tak menggubris sapaan dari lawan bicaranya.""Ronan yang memintaku datang, Cleo." Laura menyahut. Tahu bahwa Ronan enggan berbicara lagi pada wanita itu. "Kami akan memilih gaun pengantin untuk pernikahan Ronan." Laura menarik sudut bibirnya dengan lirikan yang tajam pada Cleo."Menikah?" Cleo menatap Laura dengan heran. Kemudian wanita itu berjalan pelan
Laura sampai mengernyit mendengar jawaban polos gadis itu. Bukannya memohon, bersikap baik atau menjilat, gadis itu hanya pasrah seolah penilaian wanita itu tidak ada artinya buat dia.Tentu saja Olivia bersikap tenang. Bagaimanapun cara orang-orang kaya itu bersikap dan memperlakukannya, sudah pasti memiliki maksud dan tujuan. Baik Ronan ataupun Laura, Olivia tak lagi peduli mereka memanfaatkannya untuk apa.Hanya enam bulan. Setelah itu dia akan bebas dan tak akan lagi berurusan dengan satu pun di antara mereka.*"Ibu sengaja membawa Cleo ke sini untuk membuatku berubah pikiran?" Ronan memberikan pertanyaan berupa sindiran saat Olivia pergi ke ruangan lain untuk mengganti pakaian."Kau menuduh Ibu?""Bukankah itu sudah lima tahun yang lalu? Lalu tiba-tiba saja kalian bertemu. Ibu ingin menunjukkan pada Olivia bahwa wanita seperti itu yang pantas menikah denganku?""Ronan, Ibu__""Ibu bisa meihat bagaimana cara Cleo memandang jijik pada Olivia!" Ronan tampak murka. "Kau mengintimid
"Kenapa anda tidak jadi menikahi wanita itu, Pak?" Olivia memberanikan diri bertanya saat mobil sedang melaju."Apa pedulimu?" Seperti biasa Ronan selalu bersikap dingin."Aku hanya bertanya." Olivia berucap pelan, lalu membuang pandangan ke arah jendela.Gadis itu menyadari, wanita yang tadi dilihatnya membuat pikiran pria di sampingnya jadi terganggu. Bahkan kini terlihat marah, meski Olivia tak membuat kesalahan."Karena wanita itu, kan?" Olivia kembali menoleh ke arah Ronan. "Anda menikahiku hanya untuk membalas dendam padanya, bukan? Wanita itu pasti wanita yang gagal anda dapatkan. Hingga anda memaksaku menikah hanya untuk membuatnya merasa cemburu. Bukankah begitu?" Olivia berusaha meyakinkan dirinya sendiri."Bicara apa kau?" "Seharusnya anda mencari gadis yang lebih dari wanita itu. Bukan aku."Ronan menoleh dan menatapnya dengan tatapan hendak membunuh."Jangan sok tahu. Diamlah, atau kerobek mulutmu itu!""Anda pikir wanita itu akan marah melihat anda menikahiku? Justru di
Pria itu menyipit, lalu mengambil benda tipis itu dari tangan Olivia."Pelan-pelan, Pak Steve." Olivia melirik nametag di dada kiri petugas itu. "Kau bisa saja merusaknya."Steve berdecak."Tunggu di sini!" Steve memberi perintah, lalu berjalan untuk menemui seorang wanita penjaga kasir."Tolong periksa ini, cantik!" Steve memberikan kartu itu pada wanita yang berdiri di balik meja dengan tatapan menggoda.Hanya butuh beberapa detik saja, wanita itu tercengang. Hanya dengan memegangnya saja kasir itu tahu milik siapa benda yang dia pegang.Dia meminta Steve mendekat dan membisikkan sesuatu.Mata Olivia berkeliling ke setiap sudut bangunan. Lalu berhenti saat Steve kembali dan memintanya untuk segera masuk.Olivia tersenyum puas, lalu berjalan mengikuti arahan Steve. Olivia digiring menuju sebuah ruangan. Hingga Olivia sadar ada sesuatu yang aneh yang dia rasakan.Dua orang petugas lagi datang dan ikut menggiringnya. Hingga akhirnya Olivia didorong paksa ke sebuah ruangan sempit."Kena
Suara dering ponsel terdengar dari saku jas milik Ronan. Pria itu langsung melirik arloji setelah melihat nomor telepon dari kantor yang memanggil."Aku belum terlambat, kan?" Ronan langsung bertanya karena dia masih memiliki waktu untuk memimpin rapat."Maafkan aku, Pak. Aku tidak bermaksud mengganggu anda. Tapi bukan itu yang ingin aku sampaikan," sahut suara wanita dari seberang sana."Jangan bertele-tele. Ada masalah apa?""Seseorang dari toko pakaian memberitahu bahwa mereka menangkap maling yang sudah mencuri kartu debit anda. Sekarang mereka sedang mengurungnya di gudang. Apa yang harus aku katakan pada mereka, Pak? Anda ingin menyerahkannya pada polisi?""Apa katamu? Mereka mengurungnya?" Tangan Ronan mengepal kuat. "Batalkan rapat hari ini!" Ronan langsung menutup sambungan telepon."Kim! Kembali ke toko!"Kim mengerti, lalu membanting stir untuk memutar arah. Dia mengerti, bahwa calon Nyonya mudanya sedang berada dalam masalah. Tak perlu lagi Ronan memberi perintah untuk m
Steve terbelalak. Lalu bersujud hingga tangannya menyentuh lantai."Maafkan aku, Tuan. Aku tidak tahu semua itu. Aku tidak tahu kalau gadis itu adalah tunangan anda. Ampuni aku, Tuan." Steve berteriak histeris, hingga kedua rekannya terkejut. Lalu ikut memohon dan memelas."Bawa aku pergi!" Olivia membuang pandangan, lalu memejamkan mata dengan air yang masih keluar dari sudut matanya."Urus mereka!" Ronan kembali menegaskan pada Kim tentang hukuman ke tiga orang itu. Lalu berjalan menuju pintu keluar.Di balik pintu, Ronan mengentikan langkah. Melihat Sally berdiri ketakutan dengan kaki yang gemetar."Kim!" Ronan berteriak dari luar sana. "Kirim wanita ini ke rumah pelacuran. Pastikan dia tidak bisa keluar dari sana sampai monopouse!"Sally menangis histeris. Berlutut dan memohon ampun. Dia tahu bahwa perintah dari keluarga Ellyas adalah mutlak dan tak akan bisa tersentuh oleh hukum. Dia bahkan berjalan dengan lututnya untuk memohon keringanan hukuman.Ronan tak lagi memedulikan. Dia
Olivia membuka matanya setelah tertidur selama beberapa jam. Dia mendapati dirinya masih berada di ranjang nyaman milik Ronan. Dia memegangi tubuhnya yang masih berbalut dengan jas milik pria itu. Pakaian yang terasa begitu longgar di tubuh mungilnya. Bahkan rok celana pendek yang dia kenakan hampir tak terlihat.Olivia beranjak dari tempat tidur. Melirik jam beker digital di atas nakas. Hari sudah sangat sore. Dia berpikir harus segera pergi dari rumah itu.Olivia mengambil tas lusuhnya di sebelah jam beker, lalu berjalan menuju pintu. Baru saja tangannya bergerak menyentuh pegangan berwarna emas itu, pintu sudah terbuka dari luar."Anda sudah bangun, Nona Olivia?" Bibi Tina tersenyum hangat pada gadis itu dengan membawa nampan berisi steak dan segelas air lemon hangat."Ya, aku harus pulang." Olivia bersikap dengan sopan. "Terima kasih karena telah mengurusku, Bibi... Tina." Olivia berusaha bersikap ramah dengan menyebut namanya."Tuan Ronan meminta anda menunggu. Kurasa sebentar l
"Kenapa baru sampai selarut ini?" Ronan mencegat Olivia saat wanita itu ingin masuk ke kamarnya.Ronan memerintahkan Kim untuk menjemput istrinya pulang dari bekerja. Namun perjalanan yang seharusnya tidak sampai tiga puluh menit menjadi lebih dari satu jam, hingga Kim terlambat membawa istri majikannya kembali ke rumah sesuai perintah Ronan."Maaf, aku mengantar temanku dulu ke rumahnya." Olivia sedikit merasa sungkan.Setelah insiden Ronan memanggil kata 'sayang' terhadap Olivia malam itu, Olivia terpaksa mengakui semuanya. Dia dan Ronan sudah menikah. Ketiganya terperanjat heran. Seperti tak percaya.Olivia memohon agar mereka merahasiakannya. Mau tak mau mereka menuruti permintaan wanita itu. Lagipula kini mereka sudah tahu bahwa suami Olivia adalah seseorang yang berpengaruh. Tentu saja mereka harus menurut jika tidak ingin berurusan dengan Ronan Ellyas. Mereka bahkan telah menyaksikan sendiri bagaimana cara pria itu menghukum orang-orang yang telah berani mengganggu istrinya.La
"Kau memberitahu suamiku bahwa sepupu-sepupunya mengerjaiku?" Olivia merasa tak percaya."Tentu saja, Oliv. Siapa lagi yang menyelamatkanmu selain aku, hah?" Silvia membanggakan dirinya.Malam itu Silvia sedang melihat-lihat akun sosial media miliknya. Dia yang kini mulai berteman dengan para kaum bangsawan di sosial media melihat rekaman siaran langsung yang dibuat oleh Elsa. Silvia tersenyum jahat menyaksikan adegan itu. Dia begitu menikmati gadis yang dia benci menjadi bulan-bulanan semua orang di dunia maya. Olivia pasti akan merasa malu sekali jika semua kerabat dan sahabat-sahabat keluarga Ellyas sampai mengetahui latar belakang Olivia yang sebenarnya.Dengan begitu Olivia akan mendapatkan penolakan dan intimidasi hingga akhirnya menyerah dan memutuskan untuk meninggalkan Ronan dan keluarganya.Namun tiba-tiba Silvia teringat. Ronan selalu saja punya cara untuk menyelamatkan istrinya. Bahkan menghukum siapa saja yang berani menyentuh Olivia. Silvia kemudian berbalik arah. Cepa
Olivia merasa takjub menatap bangunan besar dan lebar yang baru saja dia masuki. Deru mesin-mesin raksasa membuatnya berdecak kagum dengan produksi massal bahan baku tekstil dengan beraneka macam warna. Kepala Olivia bahkan berputar dan kakinya sampai berjalan mundur demi bisa memperhatikan keadaan sekeliling di pabrik tersebut.Laura tersenyum getir. Namun dia bisa melihat bahwa Olivia tampak peduli dan lebih antusias dibanding Silvia yang hanya bersikap angkuh dengan memamerkan bahwa gadis itu adalah putri pemilik pabrik demi mendapatkan pengakuan dari semua orang.Kemudian Laura menambah sedikit lagi waktu pengawasan agar Olivia bisa melihat-lihat lebih lama bagian produksi sebelum akhirnya memasuki ruangan kantor."Masuklah!" Laura meminta pada Olivia melewati pintu yang baru saja dibukakan oleh Armaya. Tanpa ragu Olivia melewati Laura dan menurut untuk masuk lebih dulu. Namun tiba-tiba Olivia tercengang saat melihat beberapa orang berpakaian rapi sudah duduk seperti menyambut k
Mau tak mau Olivia harus menuruti keinginan suaminya. Wanita itu sampai di depan bangunan pabrik milik keluarga Ellyas setelah diantar oleh Kim yang kembali menjemputnya sesudah mengantar Ronan ke kantor pusat perusahaan.Seperti instruksi Ronan, Olivia telah sampai lebih dulu hingga saat dia berdiri di depan gerbang, mobil hitam Laura berhenti di tempatnya menunggu."Selamat pagi, Bu." Olivia langsung menyapa ibu mertuanya begitu wanita itu turun dari kendaraannya.Laura menatapnya dengan dingin. Merasa bahwa dia tak memiliki janji untuk bertemu dengan menantunya itu."Apa yang kau lakukan di sini?""Hum... itu... aku...." Olivia tampak gugup. Dia tahu wanita paruh baya itu tak menyukainya. Namun dia bisa merasakan bahwa Laura tak pernah punya niat untuk berbuat jahat padanya."Ronan yang memintamu datang?" Laura seperti bisa membaca raut wajah gadis itu."Aku... ingin meminta maaf atas kejadian kemarin, Bu. Aku... bersikap lancang dengan meninggalkan meja makan begitu saja."Laura
Ronan menarik sudut bibir. Kemudian memberikan kode pada asisten pribadinya. Kim mengerti, lalu mematuhi semua perintah majikannya."Pergi dari sini, dan jangan pernah datang lagi!" Ronan memberi titah dengan tegas.Gadis-gadis itu tampak ketakutan, lalu bergegas hendak keluar."Satu lagi!" Langkah mereka kemudian terhenti mendengar suara dingin itu dari Ronan. "Ucapkan terima kasih di masing-masing akun kalian atas makanan gratis yang kalian makan!"Ketiganya mengangguk dengan cepat. Lalu saling mendorong agar bisa keluar dari tempat itu dengan segera.Ronan melirik arloji mewah di pergelangan tangannya, lalu melirik ke arah istrinya."Selesaikan pekerjaanmu, Sayang. Aku tunggu di luar!"Ronan bergegas meninggalkan tempat itu. Sengaja membiarkan Olivia menjelaskan sendiri pada ke tiga rekannya semua tentang semua yang terjadi."Wanita itu tidak bisa menyangkal lagi bahwa aku ini suaminya, bukan?" Ronan tersenyum penuh percaya diri dari kursi penumpang di mobil mewahnya."Benar, Pak.
"Apalagi yang kalian tunggu. Cepat bersihkan sepatunya!"Ketiga gadis itu langsung melotot. Kemudian masing-masing memohon kepada pria itu."Tidak, Ronan. Kenapa kau meminta kami melakukannya?" Anne lebih dulu bersuara."Benar, kakak sepupu. Kami hanya bercanda. Kami tidak sungguh-sungguh ingin mempermalukannya.""Lagipula ini idenya Elsa. Dia yang meminta kami datang dan mengganggu Olivia. Dia juga yang merekam video itu dan menyebarkannya.""Benar. Ini semua salah Elsa. Biarkan kami pulang, Ronan.""Apa yang kalian lakukan? Kenapa kalian menyalahkanku, hah?""Ini memang salahmu.""Ya. Ini salahmu!""Kalian__."Ketiga gadis itu masing-masing saling melempar kesalahan. Ronan yang sama sekali tidak peduli siapa dalang di balik semua itu terlihat cukup tenang."Tunggu apa lagi? Berlutut dan minta maaflah! Kalian menyukai hiburan? Semakin malam semakin ramai yang akan menonton, bukan?" Ronan menyeringai."Ronan, kami mohon__.""Berlutut! Atau kalian ingin ibu atau ayah kalian yang melaku
Saat sedang membersihkan meja di lantai dasar, menejer restoran memanggil Olivia. Gadis itu langsung datang menuju meja kasir."Anda memanggilku, bu Jessi?""Kau mengenal ketiga gadis di meja outdoor, Olivia?" tanya bu Jessi dengan lugas.Pikiran Olivia langsung mengarah pada Elsa, Anne dan juga Sely."Ya. Aku mengenal mereka.""Kau juga akan membayar tagihan ini? Mereka mengaku bahwa kau saudara sepupunya, dan meminta memberikan bill ini padamu." Bu Jessi menyodorkan secarik kertas.Olivia meraih kertas putih itu. Dia menarik napas panjang setelah melihat deretan angka yang jumlahnya bahkan lebih besar dari gajinya di sana."Tolong masukkan ke tagihanku saja, Bu." Olivia hanya bersikap pasrah.Bagaimanapun juga, mulut lancangnya itu juga yang berbasa-basi ingin mentraktir mereka makan jika mereka ingin datang. Olivia pikir gadis-gadis itu tidak akan hadir karena mereka sama sekali tidak akrab. Hingga tanpa perlu menunggu berhari-hari, mereka bertiga benar-benar sengaja datang untuk m
Olivia kembali bekerja seperti biasanya. Baginya tak ada yang berubah setelah pernikahannya dengan tuan muda mahakaya seperti Ronan. Tak ada jaminan uang bulanan dalam perjanjian yang mereka sepakati. Juga kartu hitam yang kemarin diberikan padanya sudah kembali ke tangan Ronan karena insiden di toko baju tempo hari.Saat malam tiba, restoran itu kedatangan beberapa tamu wanita. Dengan jalan berlenggak-lenggok, mereka mencari keberadaan Olivia. Hingga salah satu di antara mereka melihat pelayan wanita itu menghindangkan beberapa botol minuman beralkohol kepada para tamu.Gadis-gadis itu lalu mencari tempat duduk di teras outdoor lantai tiga. Menikmati angin malam di tengah kota dengan Olivia sebagai bahan untuk hiburan."Hai, Olivia!" Anne memanggil istri dari sepupunya itu untuk segera melayani mereka.Olivia menoleh kemudian mendekat."Kalian... di sini?" Olivia menyipit heran."Tentu saja, sepupu ipar. Bukankah kau sendiri yang mengundang kami ke sini?" Elsa menyahuti ucapan Olivia
"Apa yang terjadi? Kau tidak ingat apa tugasmu? Kau bahkan sudah membuat kekacauan di hari pertama menjadi menantu di hadapan orang tuaku!" Ronan terpaksa menurunkan sedikit nada bicaranya."Jadi maksud anda, aku harus diam saja saat ibuku dihina oleh pria lumpuh itu?" Olivia tampak geram tanpa memedulikan apa Ronan akan tersinggung akan hal itu."Jaga bicaramu, Nyonya." Ronan memelankan suaranya, sembari melirik area sekitar. "Apa kau ingin mati karena telah berani menghina kepala keluarga di rumah ini?"Olivia yang biasa nyalinya langsung menciut karena ancaman Ronan, kini terlihat tak peduli."Apa aku tidak boleh membela harga diri ibuku, Tuan? Tuan besar itu bahkan sama sekali tak mengenal ibuku. Bagaimana bisa dia menuduh ibuku adalah seorang wanita murahan. Ibuku orang baik. Dia selau menyayangiku selama aku bersamanya. Dia pasti punya alasan kenapa meninggalkanku di panti asuhan. Mungkin saja setelah meninggalkanku seseorang menangkapnya dan terjadi hal yang buruk pada ibuku."