"Aku masih ingat semuanya, Sayang, semua detailnya."
Lizie benar-benar jijik mendapati tubuhnya di pandangi dengan cara seperti itu.
"Apa maumu?" Lizie langsung waspada menanggapi seringai jahat dan licik dari senyum Mark.
Dengan santai pria itu mengeluarkan kartu nama dari kantongnya. "Simpan dulu nomorku, karena sepertinya ada yang sedang mencarimu." Pria itu mengedikkan pandanganya ke arah Sky yang memang sedang terlihat bertanya pada beberapa tamu untuk mencari Lizie.
Jantung Lizie berdegup semakin kencang begitu melihat Sky.
"Jangan lupa segera hubungi aku setelah nanti kalian sampai di rumah," pesan Mark sebelum kemudian berjalan pergi sambil memberi isyarat jari telunjukn
YUK VOTE DULU YA BIAR CERITA INI BISA NAIK LEVEL ^.^
Sky terus mencumbu ke sekujur tubuh Lizie, tapi kali ini posisi Sky sudah berada di atas tubuh Lizie yang bergeliat lembut, hangat, dan penuh gairah. Seharusnya Sky tidak berbuat demikian namun desakan napas lembut Lizie membuat Sky ikut luluh untuk hancur bersama gairah gadis mudanya. "Sky...." Lize meraih rambut di kepala Sky dan mencengkeramnya dengan erat tapi juga tidak ingin pria itu berhenti meskipun pinggulnya sudah terangkat kaku berdenyut-denyut. Rasanya seperti lelehan dosa yang sangat tidak beradap, bagaimana Lizie membiarkan Sky berbuat seperti itu. Mereka memang pria dan wanita yang tinggal bersama dan hanya berdua tapi bukan berarti mereka boleh seperi ini. Sky mencumbu Lizie sampai lemas dan tidak berdaya, memberinya beberapa klimaks meskipun tanpa melakukan penetrasi.
"Sekali lagi aku ingin memastikan kau sudah mengirim foto kepada Mark apa belum?" "Belum, aku belum mengirimnya." Lizie buru-buru menggeleng setelah tadi sempat syok cukup lama. "Bagus lah, sekarang tenangkan dirimu dulu. Aku sudah tahu siapa di balik semua itu dan aku juga tahu siapa yang bisa membantu kita." Geby menyentuh bahu Lizie untuk memberikan kepercayaan padanya. "Jeremy akan membantu kita." Geby yakin itu semua pasti ulah Victor pria penjilat yang kemarin dia usir dari hadapan suaminya. "Dengarkan aku, Lizie..." Geby bicara pelan-pelan, " kau harus tenang jangan sampai Sky curiga dan aku bersumpah Sky tidak perlu tahu mengenai semua hal ini, kau cukup percaya padaku."
"Sudah kuingatkan, pertimbangkan putra tampanmu," sinis Celine ketika mendapati ibunya baru masuk ke kamarnya. "Kita sama-sama butuh uang itu untuk survive tapi kau hanya duduk-duduk menyepelekan masalahmu!" Kesal Vivian dengan tingkah putrinya. Bahkan kemarin Celine juga tidak bergeming sama sekali dari tempat duduknya ketika menyaksikan ibunya dipermalukan di depan semua orang. Celine memang kurang perduli dengan semua akal licik Victor yang sudah seperti iblis laki-laki di belakang ibunya. "Berhentilah mendengarkan laki-laki tidak berguna itu!" tegas Celine yang selama ini juga tidak pernah menyukai Victor berada di sekitar ibunya. "Dia berada di pihak kita!" tegas Vivian. "B
Lizie benar-benar tidak tahu apa masalah Geby dan suaminya karena selama ini yang Lizie lihat mereka baik-bai saja. Tapi apapun itu sepertinya masalah mereka memang tidak main-main dan Lizie tidak mau ikut menambah masalah lagi bagi mereka. Nampaknya kali ini Lizie harus bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Walaupun masih sangat takut dan cemas luar biasa Lizie kembali berjalan pulang. "Kau dari mana?" sambut Sky begitu Lizie masuk ke dalam rumah. "Mencari Geby," jawab gadis itu ketika berhenti di depan Sky. "Mark mengundang kita untuk makan malam." Lizie berusaha tetap terlihat santai meskipun mendengar nama Mark disebut saja tengkuknya sudah merinding.
Lizie sedang mengayun sepedanya buru-buru karena dia sudah terlambat, David pasti sudah menunggunya. Semua karena tadi mata Lizie masih sembab jadi dia belum berani keluar rumah. Lizie sudah terlalu banyak menangis hari ini dan jadi semakin cengeng akhir-akhir ini. Tapi Jika bukan karena hal itu mungkin Sky juga tidak akan mengijinkannya bertemu David. Sky paham Lizie butuh lingkungan baru selain dirinya karena semua tekatnya hanya akan jadi omong kosong jika faktanya dia hanya ingin menyimpan gadis itu untuk dirinya sendiri. Kira-kira sekitar seratus meter dari area parkir Gin Beach tiba -tiba sebuah mobil sport dengan atap terbuka menyelipnya dan berhenti tepat beberapa meter di depan roda sepedanya. "Apa sekarang kau juga mengikutiku!" tuduh Lizie sama sekali bukan pertanyaan untuk Mark yang baru turun dari mobilnya.
Lizie buru-buru naik dari sisi kolam yang lain tapi Mark juga segera mengejar dan mencekal lengannya. "Hentikan, Mark!" Lizie menyentak lengannya. "Sky!" teriak Lizie sambil berlari ke dalam rumah "Sky!" Gadis itu semakin panik. "Sudah kubilang dia tidak ada." Mark berjalan tenang mengikutinya masuk ke dalam rumah dan menutup pintu. "Apa maumu!" teriak Lizie sudah sangat waspada dan sadar jika dirinya dalam bahaya. Mark langsung mengejar dan menangkapnya, mendorong Lizie ke dinding dan mencekal dagunya dengan kasar. "Lepaskan brengsek!" Lizie mengumpat karena pria kotor itu
Setelah Lizie cukup tenang Sky menunjukkan rekaman video yang diberikan Tobias Harlot. Video saat ibunya berteriak-teriak seperti wanita sinting yang ingin mencakar Mark sampai kemudian beberapa pria bertubuh tinggi besar menyeretnya keluar dan seketika tidak terdengar suara teriakan lagi. Sudah beberapa hari Lizie berulang-ulang menyaksikan video tersebut tanpa bicara apa-apa. Sky juga mulai khawatir jika gadis itu hanya diam seperti itu. Karena seharusnya dia menangis atau marah. "Kenapa aku selalu bertemu orang jahat?" tanya Lize masih sambil memperhatikan layar ponselnya. "Karena kau tidak tahu jika mereka jahat," jawab Sky yang baru meletakkan cup coklat panas di depan Lizie. "Apa tidak ada yang lebih keras?" sarkas Lizie ketika mendongak pada Sky yang masih berdiri di de
"Sky aku akan ke tempat David dan akan pulang sebelum makan siang!" teriak Lizie dari lantai bawah, sementara Sky ada di lantai dua. Meski tidak ada jawaban tapi Lizie tahu Sky mendengarnya. Pagi hari seperti ini kegiatan Sky masih berada di ruang gym dan sedang tidak bisa diganggu. Lizie sedang sangat bersemangat untuk kembali belajar membuat makanan untuk Sky dan rencananya dia akan membuat makan siang untuk mereka. Kemarin David sudah berjanji akan mengajarinya hari ini. Lizie kembali menyeret sepedanya dari garasi dan bersemangat untuk pergi ke Gin Beach. David sudah menunggunya karena kemarin dia sudah memberi tahu akan ke sana pagi-pagi. Dua hari yang lalau David kembali mengajari Lizie memanggang daging dan menyuruh Lizie mencobanya sendiri karena itu hari ini dia sudah cukup percaya diri jika ia bisa memamerkan keahlian
"Selamat ulang tahun. " Di musim semi ulang tahun Lizie yang ke sembilan belas. Sky mengangkat Lizie untuk duduk di atas pangkuannya, mereka hanya berdua memandang ke luar dari jendela kaca besar yang menghadap langsung ke sisi pegunungan Alpen. "Aku ingin kita seperti ini dulu," bisik Sky ketika mempererat lengannya di pinggang Lizie dan menghirup puncak kepalanya dengan tarikan napas dalam. "Aku ingin memilikimu untuk diriku sendiri." Sky menyarukkan rahangnya yang terasa kasar dan menggelitik sisi leher gadis mudanya yang hangat dan lembut. "Aku adalah milikmu, kau boleh memilikiku sesuka hatimu." Sentuhan Sky adalah apa yang juga akan selalu Lizie inginkan.
Walaupun tangan kirinya masih di perban tapi Sky bersikeras bisa menyetir sendiri untuk membawa lizie pulang bersamanya. Sky memang keras kepala, padahal Tobias sudah sengaja datang pagi-pagi untuk mengantarkan mereka pulang. Lizie terpaksa masuk ke dalam mobil Sky dan melambai pada Tobias Harlot untuk sekaligus minta maaf. Lizie benar-benar merasa tidak enak karena bagaimanapun selama ini Tobias sudah sangat baik pada mereka. "Tulangku hanya retak bukan cacat!" kata Sky setelah Lizie duduk di sampingnya. "Ya, aku percaya." Lizie pilih setuju saja dibanding harus berdebat karena dia tahu Sky tidak suka diremehkan dan hal itu sudah jadi sifat dasarnya yang sulit dirubah. Sky memang masih bisa mengemudi dengan baik, lengan kirinya j
Tobias Harlot sudah coba menjelaskan dengan tenang tapi nyatanya air mata Lizie tetap merembas hangat dari masing-masing sudut matanya. Lizie meraba kembali perutnya yang sudah kembali rata dengan jemari tangannya yang agak kurus. Rasanya tetap pedih walaupun sudah tidak ada yang terasa perih lagi. "Jadi bayiku tidak selamat? " Tobias hanya berani mengangguk pelan. "Anak-anak akan berada di surga kau tidak perlu cemas." "Aku bahkan tidak sempat melihatnya." "Kau sudah berjuang dengan hebat, Sky pasti juga akan tetap bangga padamu." Lizie mulai menunduk dan terisak pelan.
Sky berjalan kembali ke mobilnya, berusaha mencengkram kemudinya dengan mantap untuk menguatkan langkahnya. Sky tidak boleh menyerah karena Lizie juga sudah berjuang dengan sangat keras. Sky menoleh pada buket bungan matahari di samping tempat duduknya dan kembali menghela napas dalam untuk memenuhi paru-parunya yang sesak. Sky sudah bersumpah pada Gerald untuk menjaga putrinya. Walaupun mungkin sahabatnya itu sudah lebur bersama tanah tapi sumpah Sky akan tetap berlaku untuknya. Sky tidak akan menyerah dia harus tetap hidup demi Lizie dan demi putri mereka yang sudah pergi tanpa sempat menangis. Sky berjalan melalui lorong dingin yang juga sudah dia lalui setiap hari tanpa pernah berubah. Semuanya masih sama, tidak ada perubahan berarti sejak dua bulan berlalu. Sky mengganti bunga matahari di dalam vas kaca dengan yang baru dia bawa,
Sky menoleh kembali tempat tidur di sampingnya yang kosong dan dingin, hampir tiga bulan berlalu tapi rasanya masih sulit dipercaya ia harus menjalani hidup seperti ini. Ini adalah musim dingin paling beku di sepanjang hidupnya . Sky tidak pernah tahan tiap kali mulai memikirkannya, hidup tanpa Lizie dan tanpa bayi mereka. Sky masih tertelungkup di atas tempat tidurnya setelah semalam Tobias menyeretnya pulang dari kekacauan yang dia buat di klub. Tobias sampai harus memukul Sky karena Celine menemukanya mabuk di klub dan berkelahi. Ternyata bukan hanya kesendiriannya yang sulit untuk dijalani, tapi kewarasannya juga semakin sulit untuk dijaga belakangan ini. Sky benar-benar tidak sanggup menjalani hidup seperti ini. Seolah dia hanya berjalan dan bernapas tanpa pernah benar-benar bisa hidup lagi. Sky masih ingat di mana dia menyimpan senjata apinya yang selalu siap sedia untuk mengakhiri segala penderitaan, godaan itu semakin menggoda untuk dituruti dan akan segera menjadikannya pen
Selama Mark bicara dengan Lizie, Sky sudah membuat keributan. Sky mengancam akan menuntut pihak rumah sakit jika mereka tidak segera mengambil tindakan. Tapi pihak rumah sakit juga tidak bisa melakukan pembedahan paksa tanpa persetujuan pasien. Sky tahu Lizie memanggil Mark Walder untuk meminta pertolongannya dan Sky sudah benar-benar kehilangan akal karena sikap keras kepala Lizie. Begitu melihat Mark baru keluar dari kamar Lizie Sky langsung menghampiri pria itu dan memukulnya. Sky memukul cukup keras sampai sudut bibir Mark langsung berdarah. Mark tidak membalas pukulan Sky karena dia tahu pemuda itu sedang sinting. Mungkin dia pun juga akan demikian jika berada di posisi Sky sekarang. "Jangan pernah merasa kau bisa menjadi pahlawan untuk Lizie ku!" ancam Sky sambil menunjuk Mar
Persis seperti yang dikhawatirkan Sky, kondisi Lizie menurun dengan begitu cepat, Lizie tidak akan sanggup menunggu dua minggu lagi. Lizie sudah tidak bisa mengkonsumsi makanan, tidak bisa beristirahat, tenaganya juga habis untuk menahan rasa sakit yang tidak kunjung usai. Nutrisi tubuhnya hanya didapatkan dari selang infus yang tidak akan pernah cukup untuk dirinya sendiri apalagi bayinya. Dua minggu tidak akan membawa perubahan untuk bayi mereka kecuali hanya akan membunuh Lizie pelan-pelan. Sudah tiga hari berlalu dan kondisi Lizie masih juga belum membaik sama sekali, dia masih terus mengalami kontraksi. Lizie tidak akan kuat menanggungnya hingga dua minggu lagi sementara kondisi fisik Lizie juga semakin tidak berdaya. Lizie sudah tidak diijinkan turun dari ranjang, dia harus istirahat total. Sky sudah nyaris gila menghadapi sikap keras kepala Lizie yang tetap bersikukuh untuk
Sky baru kembali dari menemui Tobias Harlot ketika melihat apartemennya yang sunyi. Rasanya agak aneh karena biasanya Lizie akan langsung menyambut di depan pintu tiap kali Sky pulang. "Lizie," panggil Sky masih belum terlalu khawatir karena mengira Lizie hanya sedang tidur lebih awal atau mendengarkan musik dari ponselnya seperti yang sering dia lakukan akhir-akhir ini untuk mengusir rasa mual. "Lizie," Sky kembali memanggil karena tidak melihat Lizie di kamarnya. Sky buru-buru memeriksa di balkon yang ternyata juga tidak ada siapa-siapa. Malam sudah gelap dan mustahil Lizie keluar sendiri tanpa meminta ijin atau memberitahunya. Sky kembali ke kamar dan saat itu dia baru sadar jika lampu kamar mandinya sedang menyala. Sky segera memeriksa dan terkejut melihat Iizie yang sedang bere
Walau masih malas bergerak tapi seperti Lizie mulai terlihat gelisah, tidurnya semakin tidak tenang akhir-akhir ini. "Sky, " gumam Lizie. "Hemm .... " Sky merapatkan lengannya untuk menarik tubuh Lize. "Aku mual." Lizie semakin mendesak dan menenggelamkan wajahnya ke dada Sky. Tubuh Lizie terasa lembut dan hangat, bergelung meringkuk seperti bayi trenggiling kecil yang kedinginan. Rasanya memang sedang tidak nyaman bagi Lizie. "Apa kau mau kubuatkan minuman hangat?" Lizie menggeleng, Lizie juga sudah tidak mau minum susu lagi tiga hari terakhir ini karena susu justru membuatnya semakin mual. Memasuki trimester pertama Lizie mulai mengalami peningkatan hormon yang membuat tubuhnya semakin sensitif dan rewel karena tidak bisa sembarangan menelan makanan. "Kau mau apa akan kubuatkan." "Aku bel