Terpampang foto Dania sedang menggandeng tangan Ardhi pada saat pesta pertunangan mereka. Di bawahnya juga ada foto Mona dan Ardhi saat masih berpacaran pada waktu kuliah dulu. Mona mengerutkan alisnya. Dia teringat masa lalu saat dia dan Ardhi berjalan-jalan di taman.
“ Jelas-jelas kita ini adalah pasangan yang sebenarnya. Kenapa kita harus sembunyi-sembunyi seperti ini? “ Kata Ardhi sambil menggenggam tangan Mona.
“ Huuh...kamu tau ga sih, kita ini masih kuliah. Kita tidak boleh sombong. Kau kan juga tahu kalau kau sangat terkenal di kampus. Aku tidak mau para gadis di kampus kemudian memusuhiku “ Jawab Mona dengan cemberut. Ardhi tersenyum dan merangkul pinggang Mona. “ Hanya kamu yang aku cintai “. Ardhi mengecup kening Mona.
****
Mona tersenyum kecut melihat foto-foto itu. Dalam hatinya berkata “ Ternyata pada saat itu Dania sudah merencanakannya. Haha...benar-benar rencana sempurna.
“ Keterlaluan!! Mona kamu tenang saja. Aku akan menuyuruh pengelola postingan dan menghapus berita itu “. Hani tampak kesal dan berjalan menuju pengelola akun perusahaan.
“ Hani “ panggil Mona. Tetapi Hani tidak mendengarnya. Mona memegang jidatnya dan langsung menggelengkan kepalanya.
Mona kembali menatap layar komputer. Dia menyenderkan kepalanya di telapak tangan. “ Bukankah ada seseorang yang sengaja memposting berita ini. Kalau tidak mana mungkin bisa tersebar di berita perusahaan”.
Tiba-tiba muncul seorang gadis cantik dengan terikat seperti ekor kuda. “ Mona, apa kau sudah melihat berita perusahaan. Astaga kau masih ada muka untuk masih duduk disini, kamu sudah siap keluar dari perusahaan Fly “.
Mona menoleh ke arah gadis itu. Dia tersenyum sinis. “ Nara, orang seperti kamu masih bergantung pada perusahaan. Bagaimana mungkin aku meninggalkan perusahaan ini “.
Nara langsung melotot tajam ke arah Mona “ Kau masih ada muka untuk disini??, benar-benar tidak tahu malu! Kau berusaha merebut tunangan orang. Sudah mencoreng nama baik perusahaan. Nona CEO Dania tidak datang mencarimu karena dia tidak ingin membuatmu malu. Sadar dirilah segera angkat kaki dari perusahaan “.
Mona mendengus dingin “ Apakah hanya karena foto-foto ini bisa membuktikan bahwa aku merebut tunangan orang. Kalau begitu kau juga sering ke bar dan menemani om-om kaya, apa itu juga membuktikan bahwa kau menjual diri?”.
“ Kuperingatkan kau untuk segera angkat kaki dari perusahaan Fly. Kalau masalah ini semakin besar. Kau sendiri yang akan malu! “. Nara berbalik meninggalkan Mona.
Mona mendengus melihat kepergian Nara. “ Kak Mona “ panggil seorang gadis yang mengagetkan mona.
“ Oh kau Nina “ Jawab Mona. Nina mengangguk dan berbisik “ Jangan pedulikan kata-kata mereka kak. Aku percaya kok padamu “.
“ Iya “ Jawab Mona tersenyum lalu mengelus rambut Nina. “ Aku tidak peduli kok “.
“ Kak Mona, kelak kemanapun kamu pergi. Aku akan mengikutimu “ Wajah Nina penuh harap.
Mona tertawa “ Siapa bilang aku akan pergi “. Nina langsung terkejut dengan mulut menganga.
“ Bahkan jika aku pergi, ini bukan waktunya “ senyum Mona pada Nina. “ Sebelum aku pergi. Kupastikan aku akan membuat perhitungan dengan orang-orang yang ada dibalik layar itu”.
***
Malam harinya. Mona tampak sibuk di apartemen sewaannya. Dia membuka laptop. Sepertinya dia sedang barchattingan dengan seseorang.
“ Halooo” Sapa Mona dalam platform chatting tersebut.
“ Iya iya.... akhirnya kakak menghubungiku “ Jawab lawan bicara Mona. “ Ada masalah apa kak? “.
“ Kau bilang dulu bahwa kau adalah seorang hacker yang hebat. Aku sekarang ada masalah. Aku butuh bantuanmu “.
“ Oke kak, sialahkan apa masalahnya. Aku janji akan melakukannya dengan baik “.
“ Begini tolong cari tahu siapa akun yang memposting berita mengenaiku di akun resmi perusahaan Fly. Retas dia dan buat klarifikasi dengan akunnya. Apakah kau bisa melakukannya? “ Mona mengatakan dengan serius.
“ Tenang saja kak. Itu masalah gampang. Akan langsung aku kerjakan “ Jawab lawan mainnya.
“ Oke...terima kasih “ Mona tersenyum. “ Besok akan ada sebuah kejutan. Tunggu saja pembalasanku ”. Mona lalu menutup laptopnya.
Di sebuah ruang privasi rumah makan mewah. Tampak empat pemuda sedang menikmati minuman yang mereka pesan. Suasananya hening karena pembicaraannya sedikit. Lebih banyak minum.
Salah seorangnya tersenyum-senyum sambil melihat ponselnya. Itu mengundang rasa penasaran pria yang ada di sebelahnya. Dengan diam-diam dia mengintip untuk melihat layar ponsel rekan yang disebelahnya. Tetapi rekannya menyadari apa yang dilakukan pria tersebut.
“ Kak beny...apa yang kau lakukan! Jangan mengintip !” bentak nya.
Beny berbisik ke pria yang ada disebelah kanannya. “ Hei kau lihat Igo tuh. Dia senyum-senyum sendiri. Dia kenapa sih kayak orang gila begitu “.
Igo langsung mencibir “ Jangan kira aku tidak mendengar apa yang kalian bicarakan. Saat ini suasana hatiku sedang baik. Aku tidak akan perhitungan dengan kalian”. Dia lalu berdiri dan berjalan begitu saja “ Maaf, Nonaku hari ini mencariku. Kalian bermainlah pelan-pelan. Aku pergi dulu “ Igo melambaikan tangannya.
“ Huhh... pergi begitu saja “ Beny mengumpat pelan.
Keempat pemuda itu merupakan keempat tuan muda dari empat keluarga besar yang sangat berkuasa di kota Andalas. Mereka adalah Raka Hartono dari keluarga Hartono yang merupakan CEO Perusahaan besar Raymond, Igo Abbas dari keluarga Abbas yang merupakan keluarga pejabat secara turun temurun, Beny Hassan dari keluarga hassan pewaris Rumah sakit terbesar dan termewah di Andalas, dan Fauzi Wijaya dari keluarga Wijaya yang merupakan CEO perusahaan besar Grade.
“ Menurut kalian siapa gadis yang dikatakan oleh Igo. Bisa-bisanya membuat Igo menjadi sangat patuh begitu “ Beny memegang dagunya seperti detektiv.
Fauzi menanggapinya cuek “ Siapa yang tahu “. Beny mendengus karena bosan dengan sikap fauzi yang acuh tak acuh.
Dia menoleh ke arah Raka, “ Hei Raka, kamu menyuruh kami datang kemari tapi tidak mengatakan apapun sedari tadi. Hanya minum saja, Sebenarnya apa yang ingin kau lakukan “ Cibir Beny.
Raka meletakkan gelas minumannya. Dia menghadapkan wajahnya kehadapan langit-langit. “ Menurut kalian, bagaimana cara mendekati seorang gadis “.
Beny langsung terkejut hingga menyemburkan minuman yang habis ditegukkan.
“ Uhuk...uhuk! Aku tidak salah dengar kan? “ Beny nyaris tertawa terbahak-bahak. Dia melirik geli ke arah Raka. “ Benarkah pohon beringin tua ini berencana mendekati seorang gadis? Kamu masih perjaka kan? Haha “ katanya mengejek.Raka langsung mencibir dan maengalihkan pandangannya karena kesal “ Tidak! “ Jawabnya ketus. Fauzi yang sedari tadi diam kemudian tersenyum dan menepuk punggung Beny “ Seriuslah sedikit. “Beny kemudian mengangguk. Dia menoleh ke Raka dengan wajah penasaran “ Hah, tidak apa? ““ Ehmm “ Fauzi berdehem untuk memperingatkan Beny agar serius.Beny mencibir “ Iya iya, bawel amat sih! ““ Menurutku ya, apakah kau masih perlu memikirkannya? Tidak perlu menggunakan identitasmu. Hanya modal dengan tampang tampanmu saja para gadis sudah pada mengantri “ Beny memberikan penjelasan seolah-olah dia adalah seorang tutor profesional.Raka kembali mengambil gelas dan meneguk minuman. Kemudian dia termenung dan berpikir “ Dia bukan
Suasana di basement perusahaan Fly semakin ramai. Semua Karyawan sudah mulai berdatangan. Termasuk juga Mona dan Hani. Mereka juga bergegas untuk datang.Mona terpaku melihat para karyawan kemudian menyingkir ketika melihat Mona. Mereka memberikan jalan untuk Mona agar maju ke depan. Mona melihat Ibunya Ardhi sedang memegang tangan Dania.“ Kelak seringlah bermain ke rumah keluarga Wisnu. Jika ada masalah di perusahaan, beritahukanlah kepadaku. Jangan dipendam sendiri. “Dania mengangguk, “ Baiklah bibi. ““ Jika ibumu tidak mengatakannya, aku tidak tahu kalau kau mendapatkan hinaan di perusahaan “ Nyonya Wisnu kemudian membelai rambut Dania.“ Aku akan berkunjung ke keluarga Wisnu, kuharap bibi tidak merasa terganggu. “Nyonya Wisnu kemudian tersenyum, “ Tentu saja tidak, aku justru sangat senang jika kau mau menemaniku. “Nyonya Wisnu kemudian menatap tajam ke arah Mona berada. Kemudian dia berbicara tegas, “ Jika ada karyawan yang berani
Dania terkekeh. Dia berencana untuk mengambil keuntungan dengan menjebak Mona. “ Kakak, malam ini ada makan malam. Kau harus datang, dengan begitu aku anggap itu adalah tugasmu yang terakhir di perusahaan Fly. ““ Apakah dengan hadirnya aku di makan malam itu kau akan melepaskan aku? Termasuk juga Hani? “ Jawab Mona ketus.“ Yaa, lagipula dari awal aku juga sudah tidak suka dengan anak itu “ Dania tampak malas menanggapi.Mona mengangguk “ Baiklah, aku akan pergi. “Mona lalu berbalik meninggalkan ruangan Dania. Dania berteriak “ Kakak, nanti malam di Restourant Goodfood. Jangan terlambat. “ Tetapi Mona mengabaikannya.***Malam harinya,Di Restaurant Goodfood yang sangat mewah. Tampak dua gadis sedang merayu genit seorang pria paruh baya. Umurnya pria itu terlahat sudah menginjak kepala empat. Dia mengenakan kemeja putih mewah berdasi dan celana hitam. Dilihat dari penampilannya dia adalah seorang pengusaha kaya yang sukses. Tampak kedua ga
Sementara di dalam kamar mandi Mona sedang memandang kedua matanya yang merah melalui kaca. Firasat buruk ada dalam pikirannya. "Aku harus segera keluar dari sini. Kalau tidak aku tidak tahu nasibku akan seperti apa."Mona lalu berjalan ke pintu keluar dengan terhuyung-huyung karena efek obat perangsang. Sampai-sampai dia berjalan tidak melihat ke depan."Bruk" Mona menabrak sesuatu di depannya. "Sepertinya aku menabrak sesuatu. Tapi aneh, kenapa dinding ini terasa hangat?" batin Mona. Mona lalu mendongak untuk melihat.Tampak seorang pria berdiri di depan Mona membuat Mona terkejut. Tetapi pandangannya buyar dan tidak melihat dengan jelas. Mona berusaha meyakinkan dirinya meraba-raba apa yang ada di depannya. "Ini apa ya? Dinding kok hangat."Roni terkekeh di belakang Raka yang baru saja ditabrak Mona. Dia menggelengkan kepalanya. "Lagi-lagi bertemu seseorang secara tidak terduga. Tetapi sayang, gadis itu bertemu dengan seseorang yang sama sekali tidak mengenal cinta."Sedangkan Mona
Setelah malam yang penuh ketegangan itu, kehidupan Mona perlahan kembali normal, meski ada bayangan gelap yang selalu mengikutinya. Meski begitu, dia mencoba melupakan insiden dengan Raka dan Roni, serta fokus pada rutinitas harian. Namun, Mona tidak pernah menyangka bahwa Raka diam-diam memperhatikannya sejak malam itu. Baginya, ada sesuatu tentang Mona yang menarik perhatiannya, meski dia sendiri tak bisa menjelaskan apa. Beberapa bulan setelah kejadian di pesta itu, Mona mulai sering menerima pesan misterius. Pesan-pesan itu singkat, namun terasa pribadi. Awalnya, Mona mengabaikannya, menganggap itu hanya lelucon dari orang tak dikenal. Tetapi lama-kelamaan, pesannya semakin sering muncul, bahkan pada waktu-waktu yang tak terduga. "Jangan terlalu percaya pada semua orang di sekitarmu," begitu bunyi salah satu pesan itu. Rasa takut yang pernah dia rasakan muncul kembali. Mona merasa dia sedang diawasi, seolah setiap gerak-geriknya terekam oleh mata-mata yang tak tampak. Dia sempat
Mona menginjakkan kakinya kembali di rumah keluarganya, kediaman keluarga Sanjaya. Sudah berbulan-bulan sejak terakhir kali dia berada di sini. Rumah besar dengan arsitektur megah itu tampak sama seperti sebelumnya, namun entah kenapa, terasa lebih dingin dan sepi. Meski perasaan tak nyaman itu menyergapnya, dia melangkah masuk, menyusuri lorong menuju ruang tamu dengan hati-hati. Tidak lama setelah Mona tiba, ibunya, Helen, muncul di ruang tamu dengan ekspresi yang tampak tegang namun juga penuh harapan. Di sampingnya, Dania—adik tirinya yang selama ini diam-diam selalu memusuhinya—tampak berdiri dengan senyum sinis di wajahnya. Mona tahu betul bahwa senyum itu tidak berarti baik. “Mona, akhirnya kau pulang juga. Sudah terlalu lama kau menghilang,” kata Helen, mendekati Mona dengan langkah cepat. Mona menghela napas, mencoba untuk tetap tenang meskipun hatinya berdebar tak karuan. “Ibu, aku tidak datang untuk tinggal. Aku hanya ke sini untuk mengambil liontin peninggalan nenek.” N
Mona kembali ke rumah megah Raka dengan perasaan campur aduk. Rumah besar yang biasanya terasa sunyi itu menyambutnya dengan keheningan yang berbeda kali ini. Setelah percakapannya yang penuh emosi dengan keluarganya, Mona merasa sedikit kelelahan. Namun, dia juga merasakan kelegaan, seperti sebuah beban yang terangkat dari pundaknya. Meninggalkan tuntutan keluarga Sanjaya membuatnya merasa lebih bebas, namun ada bagian kecil dalam dirinya yang masih ragu tentang langkah besar yang baru saja ia ambil. Saat ia melangkah masuk, Mona menyadari bahwa rumah besar itu benar-benar sunyi. Tidak ada suara langkah kaki para pelayan atau gema percakapan yang biasa ia dengar. Bahkan, biasanya Raka selalu ada di ruang kerja atau di ruang tengah saat ia pulang, namun kali ini tidak ada tanda-tanda kehadiran Raka. Perasaan sepi itu membuatnya sedikit gelisah. Meskipun rumah tersebut sangat megah dan lengkap, kadang Mona merasa terkurung di dalamnya, terutama karena Raka sering mengontrol semua aktiv
Raka mengangkat Mona dengan lembut, menggendongnya dengan kedua tangannya sambil berjalan menuju kamar tidur. Mona memandangnya dengan tatapan bingung namun juga berdebar. Hatinya bertanya-tanya tentang apa yang direncanakan Raka. Setiap langkah yang diambil Raka, mengarahkannya ke tempat yang semakin pribadi, membuat jantung Mona berdegup lebih kencang. "Apa yang sedang kau lakukan, Raka?" tanya Mona dengan nada cemas bercampur rasa penasaran. Raka hanya tersenyum lembut, matanya memandang Mona dengan hangat, sesuatu yang jarang terlihat dari pria yang biasanya penuh dengan kontrol dan ketegasan ini. “Bukankah kita sudah menjadi keluarga, Mona?” ucapnya, suaranya rendah namun jelas, seakan meyakinkannya tentang ikatan yang mereka miliki. Kata-kata itu menggema dalam hati Mona, menghangatkan dirinya dengan perasaan baru yang tak ia duga sebelumnya. Baginya, gagasan tentang “keluarga” adalah hal yang selalu rumit. Tuntutan dari keluarga Sanjaya selalu membuatnya merasa tertekan, hing
Dania, yang masih dipenuhi rasa iri dan dendam terhadap Mona, memutuskan untuk mengambil langkah yang lebih besar dan lebih berbahaya. Di tengah rencana jahatnya, dia teringat pada seorang sekutu potensial, Ayana, seorang putri keluarga kaya yang terkenal, cerdas, namun juga ambisius. Ayana sudah lama menaruh hati pada Raka dan merasa tersingkir sejak Mona menjadi istri Raka. Keduanya segera bertemu di sebuah kafe eksklusif, di mana Dania mengajukan ide gila untuk merusak kehidupan Mona.“Ayana, kamu tahu Mona bukan? Istri Raka itu…” ujar Dania dengan tatapan sinis, memancing respons Ayana.“Siapa yang tidak tahu?” jawab Ayana dengan suara dingin sambil menyeruput kopinya. “Dia menikahi Raka, dan tiba-tiba semua orang menghormatinya, seolah-olah dia layak mendapat semua itu.”Dania tersenyum, melihat kesamaan ambisi mereka. “Bagaimana kalau kita bekerja sama untuk membuat hidup Mona lebih sulit? Kita berdua tahu dia bukan siapa-siapa tanpa Raka.”Ayana terdiam sejenak, mempertimbangka
Setelah beberapa minggu bekerja sama dalam suasana yang baik, hubungan Mona dan Liana kembali diuji ketika mereka berhadapan dengan masalah besar di perusahaan. Liana telah menyusun sebuah proyek yang cukup ambisius, yang menurutnya bisa mengangkat nama perusahaan ke degree berikutnya. Namun, saat Mona meninjau concept Liana, dia merasa proyek tersebut terlalu berisiko dan berpotensi mengganggu stabilitas perusahaan jika gagal.Mona menyampaikan pendapatnya dengan serius kepada Liana, berharap bisa berdiskusi untuk mencari solusi yang lebih aman. Namun, tanggapan Liana justru membuat suasana tegang. Alih-alih mendengarkan, Liana merasa bahwa Mona sekali lagi meremehkan kemampuannya.“Kamu selalu berpikir kamu yang paling tahu segalanya, Mona,” kata Liana dengan nada sinis. “Padahal, ide ini adalah kesempatan besar bagi kita. Tapi kamu terlalu takut untuk mengambil risiko!”Mona menggelengkan kepala, berusaha menahan emosinya. “Liana, ini bukan soal siapa yang lebih tahu. Aku hanya mem
Setelah acara double date yang seru itu, Mona dan Liana kembali menjalani aktivitas mereka masing-masing. Namun, di balik kedekatan mereka yang perlahan terjalin, masih ada sisa-sisa ketegangan yang belum sepenuhnya terselesaikan. Ketegangan itu muncul lagi ketika Mona dan Liana sedang berdiskusi tentang beberapa keputusan penting terkait perusahaan keluarga. Diskusi yang awalnya berjalan biasa mulai memanas ketika pandangan mereka mengenai proyek yang sedang digarap ternyata sangat berbeda. Mona, yang sudah lama terlibat dalam perusahaan keluarga Hartono bersama Raka, merasa bahwa keputusan Liana terlalu berisiko. Sementara Liana, dengan keyakinannya sendiri, menganggap Mona terlalu berhati-hati dan tidak berani mengambil langkah berani yang dibutuhkan untuk memajukan perusahaan. “Aku cuma ingin memastikan bahwa kita mengambil langkah yang aman, Liana. Semua ini menyangkut banyak orang, bukan cuma kita berdua!” tegas Mona, mencoba menjelaskan alasan kehati-hatiannya. Liana mendengu
Fauzi dan Lisa, yang baru saja resmi menjadi pasangan, memutuskan untuk merayakan kebahagiaan mereka dengan mengajak Ubay dan Dina untuk double date. Bagi Ubay, ini adalah pengalaman yang cukup baru, karena biasanya ia menjalani kencan hanya berdua dan sering kali hanya dalam suasana santai. Tapi kali ini, bersama Dina dan sahabat-sahabatnya, kencan ini memiliki kesan yang berbeda—lebih hangat dan penuh canda tawa.Mereka berempat memutuskan untuk menghabiskan hari dengan piknik di taman, tempat yang sejuk dan dikelilingi oleh bunga-bunga yang sedang bermekaran. Fauzi dan Lisa tiba terlebih dahulu, memilih lokasi yang strategis dengan pemandangan danau kecil. Tak lama kemudian, Ubay dan Dina datang membawa keranjang piknik berisi camilan dan minuman yang telah disiapkan oleh Dina."Wow, kalian benar-benar siap!" seru Fauzi sambil terkekeh saat melihat keranjang yang dibawa oleh Ubay.Lisa mengangguk setuju, “Ubay dan Dina sepertinya sudah ahli dalam hal piknik, nih. Terlihat seperti pa
Fauzi merasa gugup ketika duduk di sebuah kafe yang nyaman, menunggu Lisa tiba. Selama beberapa waktu terakhir, hatinya terasa tak menentu setiap kali mereka bertemu. Dia tak lagi sekadar merasa nyaman; kini ada perasaan hangat yang mengalir ketika bersama Lisa, sahabat Mona yang telah berhasil mencuri perhatiannya. Saat Lisa akhirnya datang dan menyapanya, Fauzi tersenyum hangat. "Hei, sudah lama nunggu?" tanya Lisa, sambil menarik kursi di depannya. "Enggak kok, baru saja," jawab Fauzi sambil berusaha menjaga ketenangan, meskipun jantungnya berdetak cepat. Mereka mengobrol ringan seperti biasanya, tapi kali ini ada sedikit perbedaan. Fauzi sesekali mencuri pandang ke arah Lisa, memperhatikan senyumnya yang tulus dan cara dia tertawa. Lisa juga merasakan kehangatan dari Fauzi yang membuatnya merasa nyaman dan damai. Mereka berdua menikmati obrolan tanpa sadar waktu yang berjalan. Akhirnya, setelah mengumpulkan keberanian, Fauzi memutuskan untuk berbicara tentang perasaannya. "Lisa
Di sebuah kafe dengan suasana santai dan nyaman, Ubay duduk sambil menyeruput kopinya, sesekali melirik seorang gadis yang duduk di meja sebelah. Gadis itu terlihat asyik membaca buku, tenggelam dalam dunianya sendiri. Dengan rambut panjang berombak, wajahnya yang manis, dan senyumnya yang samar, Ubay merasa ini adalah kesempatan yang tidak boleh dilewatkan. "Baiklah, Ubay. Ini saatnya beraksi," gumamnya pada diri sendiri, mencoba memberi semangat. Dengan percaya diri, ia pun melangkah mendekati meja gadis itu dan memberi salam dengan senyuman lebar. "Permisi, boleh aku gabung? Atau kamu lebih suka menikmati kopi dan bacaanmu sendirian?" tanyanya dengan nada lembut dan sopan. Gadis itu terkejut sesaat, lalu menatap Ubay. Ia tampak ragu sejenak, tetapi akhirnya tersenyum kecil dan berkata, "Oh, tentu, silakan." Ubay duduk di depan gadis itu, berusaha mencari pembicaraan yang pas untuk memulai. "Kamu suka baca, ya? Aku nggak terlalu sering lihat ada orang yang bisa menikmati buku di
Di sebuah restoran mewah yang menghadap pemandangan kota yang indah, Fauzi duduk bersama Lisa dalam suasana romantis. Malam itu, Fauzi mengenakan setelan rapi, sementara Lisa tampil anggun dengan gaun merah muda sederhana namun elegan. Ini adalah kencan mereka yang keempat, dan keduanya sudah mulai saling merasa nyaman. Mereka berbicara dengan penuh canda, tertawa, dan menikmati hidangan. Namun, di kejauhan, Ubay memandang mereka dengan senyum licik. Ubay, sahabat sekaligus saudara angkat Fauzi, telah lama ingin menjahili Fauzi. Mengetahui Fauzi sedang asyik berkencan, Ubay merasa ini adalah kesempatan emas untuk sedikit mengganggunya. Ia merencanakan beberapa kejutan kecil agar malam Fauzi tak terlupakan… dengan cara yang lucu dan kocak. Ubay berbisik kepada seorang pelayan di restoran itu, menyampaikan beberapa rencana isengnya. Pelayan itu tersenyum sambil mengangguk, siap melaksanakan permintaan Ubay. Sementara itu, di meja Fauzi dan Lisa, pembicaraan mereka semakin hangat. Fauz
Dania selalu merasa bahwa ada sesuatu yang belum terselesaikan antara dirinya dan Mona. Meski mereka telah berusaha untuk berbaikan, selalu ada ketegangan yang tak pernah benar-benar hilang. Dania merasa bahwa Mona selalu menjadi penghalang dalam hidupnya—sebagai rival dalam segala hal, baik dalam hal perhatian orang tua, perhatian pria, dan bahkan dalam hal kebahagiaan. Ia tidak bisa menerima bahwa Mona hidup bahagia dengan Raka, sedangkan dirinya masih mencari cara untuk memanipulasi orang di sekitarnya. Mona memang telah berusaha untuk menahan diri, namun setiap kali menghadapi Dania, hatinya masih terbakar dengan amarah dan rasa sakit. Dia merasa bahwa ada terlalu banyak kenangan buruk yang harus mereka hadapi bersama. Jadi, ketika Dania mengirim pesan kepadanya, mengundangnya untuk bertemu di sebuah lahan kosong di pinggiran kota, Mona tahu bahwa ini bukan ajakan biasa. Ini adalah tantangan, dan dia tidak bisa menghindarinya. Mona tidak memberi banyak perhatian pada pesan itu, t
Fauzi merasa sedikit cemas, meskipun dia telah mendapat dorongan dari Mona untuk lebih mendekati Lisa. Hari itu, dia memutuskan untuk mengambil langkah pertama. Sejak pertemuannya di kafe, perasaan terhadap Lisa semakin kuat dan ia merasa tidak ingin hanya diam dan menyaksikan kesempatan berlalu begitu saja. Sudah saatnya dia melakukan sesuatu untuk mengetahui apakah perasaan yang tumbuh itu bisa berkembang menjadi sesuatu yang lebih. Dia memutuskan untuk mengajak Lisa berkencan. Fauzi menyadari bahwa ini bukanlah hal yang mudah. Lisa adalah seseorang yang sangat dihargai oleh Mona dan Liana, jadi dia merasa harus berhati-hati dalam mendekatinya. Tetapi di sisi lain, dia merasa cukup yakin bahwa Lisa adalah wanita yang spesial, yang mampu membuat hatinya bergetar dengan cara yang berbeda. Fauzi menyusun rencana. Dia memutuskan untuk mengundang Lisa ke sebuah restoran yang tenang dan nyaman, tempat di mana mereka bisa saling mengenal lebih dekat tanpa gangguan. Dia ingin menciptakan s