Di rumah sakit...
Ardhi memalingkan wajahnya begitu melihat Dania. Dania langsung menggandeng lengan Ardhi. “ Apakah kamu juga datang menjenguk kakak ”. Dania menoleh memandang Mona. Dia mencibir “ Kakak juga, kenapa kalau ada masalah tidak mencariku saja. Apakah pantas adik ipar dekat dengan kakaknya sendiri ”.
Wajah Hani langsung merah karena Dania. Dia membentak “ Kamu ini!!!”.
Mona menepuk bahu Hani “ Sudahlah Hani “. Dia lalu memandang Dania dengan tatapan sinis “Karena sudah menjenguk, bisakah kalian pergi! Kalian mengganggu istirahatku “.
Dania langsung menggandeng Ardhi “ Baiklah, kalau begitu aku tidak akan mengganggu waktu istirahat kakak lagi. Oh ya...Ibu menyuruh kakak untuk pulang ke rumah besok”. Mona langsung mengepalkan tangannya dan menunduk “ Baiklah”.
Mendengar jawaban kakaknya, Dania langsung tersenyum licik dan berbalik meninggalkan ruangan bersama dengan Ardhi.
Ardhi menoleh ke arah Mona “ Kalau begitu lain kali aku akan menjengukmu lagi “. Dania melirik kesal kearah Mona. Tapi Mona tidak memperdulikan mereka.
Hani langsung memegang tangan Mona. “Mo..mona, maafkan aku. Kemarin malam aku yang menelpon Ardhi untuk datang membantuku “.
Mona lalu mengerutkan Alisnya “ Itu berarti kemarin Ardhi yang membawaku ke rumah sakit?”.
Hani mencibir “ Tentu saja bukan dia. Dia tidak menjawab teleponku! Malah Dania yang menjawabnya! Aku sangat kesal mendengar suaranya! Tiba-tiba ada seorang pria tidak dikenal datang. Sepertinya dia seorang CEO perusahaan besar. Dia yang membawamu ke rumah sakit. Sungguh sangat baik dan tampan. Dia menjagamu semalaman. Kemudian dia pergi. Menurutku dia punya perasaan padamu “ Kata Hani mengangguk sambil memegangi dagunya bertingkah seperti layaknya seorang detektif.
Mona teringat kejadian kemarin malam saat berada di kamar hotel. Dia berpikir “ Apakah mungkin dia?? “.
Hani memegang kedua tangan Mona sehingga memecah lamunannya. “ Maafkan aku Mona. Jika aku tidak menelpon Ardhi. Dania pasti tidak akan mencari-cari kesalahan denganmu “.
Mona tersenyum, dia mengelus rambut sahabatnya itu “ Dasar bodoh, aku tahu kau hanya mengkhawatirkanku. Bagaimana mungkin aku menyalahkanmu “. Mona langsung menampakkan wajah kebingungan “ Tetapi kita harus segera pergi! Aku takut Ardhi akan cepat kembali lagi ”.
Hani langsung bersiap melangkahkan kaki “ Baiklah, aku akan mengurus administrasinya dulu. Kau bersiap-siaplah “. Lalu keluar ruangan.
Di koridor rumah sakit. Para perawat terkesima dengan datangnya seorang pria tampan. “ Eh itu CEO Raka datang “. Perawat lainpun antusias “ Tampan sekali “. Para perawat itu bergegas menyambut kedatangan Raka “ Selamat datang CEO Raka”.
Raka menganggukkan kepala kepada mereka yang lalu membuat para perawat itu semakin klepek-klepek.
Roni tersenyum geli melihat adegan itu. “ Baru kali ini bos bertingkah seperti ini. Dia sengaja berhenti di tengah jalan untuk membelikan makanan kepada nona itu. Sungguh kejadian langka sekali...hehe. Tampaknya CEO Raka akan berubah “ batinnya.
Raka terus memandangi kotak yang dibawanya dengan tersenyum. Roni terkekeh dan kembali berkata dalam hatinya “ Apakah CEO kaku ini bisa menyukai nona Mona?”.
Raka langsung menuju kamar vvip dimana Mona dirawat. Dia membuka pintu. Seketika wajahnya menjadi gelap. Ruangan kamar tersebut telah kosong.
Roni di belakangnya panik “ Aduh “ pekiknya. Dia menoleh ke arah perawat yang lewat untuk bertanya. “ Perawat, kemana nona yang dirawat dikamar ini?”.
Perawat itu seketika gugup dan menjawab “ Di...dia sudah keluar siang ini “.
Raka lalu melemparkan kotak makanan yang dibelinya ke arah Roni. “ Ini untukmu “. Dan barbalik menuju pintu keluar.
Roni cemberut sambil memegang kotak tersebut. Dia lalu melempar kotak makanan itu kepada perawat di sampingnya “ Ini untukmu “.
Kemudian berbalik mengikuti Raka. “ terima kasih Tuan “ Teriak perawat itu.
Ternyata Ardhi juga datang ke rumah sakit lagi. Dia sedang akan memarkirkan mobilnya. Terkejut melihat Raka berjalan cepat di parkiran. Dia berkeringat dingin “ Apakah itu Raka Hartono dari perusahaan Raymond?. Kenapa orang besar seperti itu bisa ada disini?”. Ardhi bertanya dalam hatinya. Tetapi tatapannya di buyarkan oleh suara Dania yang ada disampingnya.
“ Kak Ardhi...apa kau marah padaku “ Rengek Dania dengan wajah memelas.
Ardhi memalingkan wajahnya “ Ah tidak, bagaimana mungkin aku bisa marah denganmu “.
Dania meneteskan air mata palsu “ aku tau kalau kau hanya mencintai kakakku. Andaikan saat itu aku tidak mabuk, pasti ...” Belum selesai Dania menyelesaikan kalimatnya. Ardhi membelai rambutnya. “ Jangan katakan itu lagi. Aku berjanji padamu. Aku akan memerlakukanmu dengan baik “. Dania tersenyum memandang Ardhi “ Iya kak “. Dalam hatinya “ Aku tidak akan membiarkan si jalang Mona dekat lagi dengan calon suamiku. Aku tidak pernah menyukainya. Aku akan merebut semua milikmu menjadi milikku “.
“ Ayo kita pulang saja kak “ Ajak Dania. Ardhipun mengangguk dan menyalakan mobil lalu melaju pergi.
***
Raka masuk dalam mobil audi merahnya. Di ikuti oleh Roni yang masuk ke bagian sopir. Roni menyalakan mobil dan pergi melaju keluar dari area rumah sakit.
“ Kemana selanjutnya Tuan. Apakah tuan berencana untuk makan dan minum dengan ketiga Tuan Muda lainnya?”.
Di kota Andalas, terdapat empat keluarga besar yang sangat berkuasa. Raka adalah salah satu tuan muda dari empat keluarga besar tersebut, keluarga Hartono. Selain keluarga hartono, masih ada tiga keluarga lainnya. Yaitu keluarga Abbas, keluarga Hasan, dan keluarga Wijaya. Keempat keluarga besar itu selalu menjalin hubungan baik antara satu sama lain. Tuan muda dari keempat keluarga besar bahkan bersahabat. Mereka sangat dekat bagaikan saudara kandung.
“ Kita pulang saja ke villa “ Jawab Raka sambil memandang pemandangan luar dari kaca jendela mobil.
“ Baiklah tuan” Roni menganggukkan kepala. Mobil terus melaju ke depan.
Keesokan harinya di villa keluarga Sanjaya. Suasana tampak hening di meja makan. Mona sedari tadi diam dan menyantap makanannya. Mereka anggota keluarga sanjaya tampak sedang menikmati lezatnya masakan di meja makan.Farid sanjaya, kepala keluarga sanjaya duduk di ujung meja makan besar itu. Di sampingnya ada Helen Sanjaya, Istri Farid. Dan di sebalahnya duduk putri kesayangan mereka. Dania Sanjaya.Mona duduk di ujung aga jauh dari mereka. Dia terpaksa datang dan merasa sudah muak dengan keluarga ini karena selalu memperlakukannya dengan buruk.Farid menoleh ke Helen lalu mengedipkan mata. Helen paham maksud dari Farid. Dia menolah ke arah Mona. “ Mona” Panggil Helen dengan lembut.Mona mendongak memandang ibunya “ Yaa?”.“ Kamu tahu sekarang kamu tidak muda lagi. Ayah dan ibu sudah merencanakan sebuah pernikahan untukmu. Dia juga seusiamu. Lulusan profesor dari luar negeri. Sabtu sore datanglah temui dia “.Mona tersenyum pahit mendengar perkata
Terpampang foto Dania sedang menggandeng tangan Ardhi pada saat pesta pertunangan mereka. Di bawahnya juga ada foto Mona dan Ardhi saat masih berpacaran pada waktu kuliah dulu. Mona mengerutkan alisnya. Dia teringat masa lalu saat dia dan Ardhi berjalan-jalan di taman.“ Jelas-jelas kita ini adalah pasangan yang sebenarnya. Kenapa kita harus sembunyi-sembunyi seperti ini? “ Kata Ardhi sambil menggenggam tangan Mona.“ Huuh...kamu tau ga sih, kita ini masih kuliah. Kita tidak boleh sombong. Kau kan juga tahu kalau kau sangat terkenal di kampus. Aku tidak mau para gadis di kampus kemudian memusuhiku “ Jawab Mona dengan cemberut. Ardhi tersenyum dan merangkul pinggang Mona. “ Hanya kamu yang aku cintai “. Ardhi mengecup kening Mona.****Mona tersenyum kecut melihat foto-foto itu. Dalam hatinya berkata “ Ternyata pada saat itu Dania sudah merencanakannya. Haha...benar-benar rencana sempurna.“ Keterlaluan!! Mona kamu tenang saja. Aku akan menuyuruh pengelo
“ Uhuk...uhuk! Aku tidak salah dengar kan? “ Beny nyaris tertawa terbahak-bahak. Dia melirik geli ke arah Raka. “ Benarkah pohon beringin tua ini berencana mendekati seorang gadis? Kamu masih perjaka kan? Haha “ katanya mengejek.Raka langsung mencibir dan maengalihkan pandangannya karena kesal “ Tidak! “ Jawabnya ketus. Fauzi yang sedari tadi diam kemudian tersenyum dan menepuk punggung Beny “ Seriuslah sedikit. “Beny kemudian mengangguk. Dia menoleh ke Raka dengan wajah penasaran “ Hah, tidak apa? ““ Ehmm “ Fauzi berdehem untuk memperingatkan Beny agar serius.Beny mencibir “ Iya iya, bawel amat sih! ““ Menurutku ya, apakah kau masih perlu memikirkannya? Tidak perlu menggunakan identitasmu. Hanya modal dengan tampang tampanmu saja para gadis sudah pada mengantri “ Beny memberikan penjelasan seolah-olah dia adalah seorang tutor profesional.Raka kembali mengambil gelas dan meneguk minuman. Kemudian dia termenung dan berpikir “ Dia bukan
Suasana di basement perusahaan Fly semakin ramai. Semua Karyawan sudah mulai berdatangan. Termasuk juga Mona dan Hani. Mereka juga bergegas untuk datang.Mona terpaku melihat para karyawan kemudian menyingkir ketika melihat Mona. Mereka memberikan jalan untuk Mona agar maju ke depan. Mona melihat Ibunya Ardhi sedang memegang tangan Dania.“ Kelak seringlah bermain ke rumah keluarga Wisnu. Jika ada masalah di perusahaan, beritahukanlah kepadaku. Jangan dipendam sendiri. “Dania mengangguk, “ Baiklah bibi. ““ Jika ibumu tidak mengatakannya, aku tidak tahu kalau kau mendapatkan hinaan di perusahaan “ Nyonya Wisnu kemudian membelai rambut Dania.“ Aku akan berkunjung ke keluarga Wisnu, kuharap bibi tidak merasa terganggu. “Nyonya Wisnu kemudian tersenyum, “ Tentu saja tidak, aku justru sangat senang jika kau mau menemaniku. “Nyonya Wisnu kemudian menatap tajam ke arah Mona berada. Kemudian dia berbicara tegas, “ Jika ada karyawan yang berani
Dania terkekeh. Dia berencana untuk mengambil keuntungan dengan menjebak Mona. “ Kakak, malam ini ada makan malam. Kau harus datang, dengan begitu aku anggap itu adalah tugasmu yang terakhir di perusahaan Fly. ““ Apakah dengan hadirnya aku di makan malam itu kau akan melepaskan aku? Termasuk juga Hani? “ Jawab Mona ketus.“ Yaa, lagipula dari awal aku juga sudah tidak suka dengan anak itu “ Dania tampak malas menanggapi.Mona mengangguk “ Baiklah, aku akan pergi. “Mona lalu berbalik meninggalkan ruangan Dania. Dania berteriak “ Kakak, nanti malam di Restourant Goodfood. Jangan terlambat. “ Tetapi Mona mengabaikannya.***Malam harinya,Di Restaurant Goodfood yang sangat mewah. Tampak dua gadis sedang merayu genit seorang pria paruh baya. Umurnya pria itu terlahat sudah menginjak kepala empat. Dia mengenakan kemeja putih mewah berdasi dan celana hitam. Dilihat dari penampilannya dia adalah seorang pengusaha kaya yang sukses. Tampak kedua ga
Sementara di dalam kamar mandi Mona sedang memandang kedua matanya yang merah melalui kaca. Firasat buruk ada dalam pikirannya. "Aku harus segera keluar dari sini. Kalau tidak aku tidak tahu nasibku akan seperti apa."Mona lalu berjalan ke pintu keluar dengan terhuyung-huyung karena efek obat perangsang. Sampai-sampai dia berjalan tidak melihat ke depan."Bruk" Mona menabrak sesuatu di depannya. "Sepertinya aku menabrak sesuatu. Tapi aneh, kenapa dinding ini terasa hangat?" batin Mona. Mona lalu mendongak untuk melihat.Tampak seorang pria berdiri di depan Mona membuat Mona terkejut. Tetapi pandangannya buyar dan tidak melihat dengan jelas. Mona berusaha meyakinkan dirinya meraba-raba apa yang ada di depannya. "Ini apa ya? Dinding kok hangat."Roni terkekeh di belakang Raka yang baru saja ditabrak Mona. Dia menggelengkan kepalanya. "Lagi-lagi bertemu seseorang secara tidak terduga. Tetapi sayang, gadis itu bertemu dengan seseorang yang sama sekali tidak mengenal cinta."Sedangkan Mona
Setelah malam yang penuh ketegangan itu, kehidupan Mona perlahan kembali normal, meski ada bayangan gelap yang selalu mengikutinya. Meski begitu, dia mencoba melupakan insiden dengan Raka dan Roni, serta fokus pada rutinitas harian. Namun, Mona tidak pernah menyangka bahwa Raka diam-diam memperhatikannya sejak malam itu. Baginya, ada sesuatu tentang Mona yang menarik perhatiannya, meski dia sendiri tak bisa menjelaskan apa. Beberapa bulan setelah kejadian di pesta itu, Mona mulai sering menerima pesan misterius. Pesan-pesan itu singkat, namun terasa pribadi. Awalnya, Mona mengabaikannya, menganggap itu hanya lelucon dari orang tak dikenal. Tetapi lama-kelamaan, pesannya semakin sering muncul, bahkan pada waktu-waktu yang tak terduga. "Jangan terlalu percaya pada semua orang di sekitarmu," begitu bunyi salah satu pesan itu. Rasa takut yang pernah dia rasakan muncul kembali. Mona merasa dia sedang diawasi, seolah setiap gerak-geriknya terekam oleh mata-mata yang tak tampak. Dia sempat
Mona menginjakkan kakinya kembali di rumah keluarganya, kediaman keluarga Sanjaya. Sudah berbulan-bulan sejak terakhir kali dia berada di sini. Rumah besar dengan arsitektur megah itu tampak sama seperti sebelumnya, namun entah kenapa, terasa lebih dingin dan sepi. Meski perasaan tak nyaman itu menyergapnya, dia melangkah masuk, menyusuri lorong menuju ruang tamu dengan hati-hati. Tidak lama setelah Mona tiba, ibunya, Helen, muncul di ruang tamu dengan ekspresi yang tampak tegang namun juga penuh harapan. Di sampingnya, Dania—adik tirinya yang selama ini diam-diam selalu memusuhinya—tampak berdiri dengan senyum sinis di wajahnya. Mona tahu betul bahwa senyum itu tidak berarti baik. “Mona, akhirnya kau pulang juga. Sudah terlalu lama kau menghilang,” kata Helen, mendekati Mona dengan langkah cepat. Mona menghela napas, mencoba untuk tetap tenang meskipun hatinya berdebar tak karuan. “Ibu, aku tidak datang untuk tinggal. Aku hanya ke sini untuk mengambil liontin peninggalan nenek.” N
Dania, yang masih dipenuhi rasa iri dan dendam terhadap Mona, memutuskan untuk mengambil langkah yang lebih besar dan lebih berbahaya. Di tengah rencana jahatnya, dia teringat pada seorang sekutu potensial, Ayana, seorang putri keluarga kaya yang terkenal, cerdas, namun juga ambisius. Ayana sudah lama menaruh hati pada Raka dan merasa tersingkir sejak Mona menjadi istri Raka. Keduanya segera bertemu di sebuah kafe eksklusif, di mana Dania mengajukan ide gila untuk merusak kehidupan Mona.“Ayana, kamu tahu Mona bukan? Istri Raka itu…” ujar Dania dengan tatapan sinis, memancing respons Ayana.“Siapa yang tidak tahu?” jawab Ayana dengan suara dingin sambil menyeruput kopinya. “Dia menikahi Raka, dan tiba-tiba semua orang menghormatinya, seolah-olah dia layak mendapat semua itu.”Dania tersenyum, melihat kesamaan ambisi mereka. “Bagaimana kalau kita bekerja sama untuk membuat hidup Mona lebih sulit? Kita berdua tahu dia bukan siapa-siapa tanpa Raka.”Ayana terdiam sejenak, mempertimbangka
Setelah beberapa minggu bekerja sama dalam suasana yang baik, hubungan Mona dan Liana kembali diuji ketika mereka berhadapan dengan masalah besar di perusahaan. Liana telah menyusun sebuah proyek yang cukup ambisius, yang menurutnya bisa mengangkat nama perusahaan ke degree berikutnya. Namun, saat Mona meninjau concept Liana, dia merasa proyek tersebut terlalu berisiko dan berpotensi mengganggu stabilitas perusahaan jika gagal.Mona menyampaikan pendapatnya dengan serius kepada Liana, berharap bisa berdiskusi untuk mencari solusi yang lebih aman. Namun, tanggapan Liana justru membuat suasana tegang. Alih-alih mendengarkan, Liana merasa bahwa Mona sekali lagi meremehkan kemampuannya.“Kamu selalu berpikir kamu yang paling tahu segalanya, Mona,” kata Liana dengan nada sinis. “Padahal, ide ini adalah kesempatan besar bagi kita. Tapi kamu terlalu takut untuk mengambil risiko!”Mona menggelengkan kepala, berusaha menahan emosinya. “Liana, ini bukan soal siapa yang lebih tahu. Aku hanya mem
Setelah acara double date yang seru itu, Mona dan Liana kembali menjalani aktivitas mereka masing-masing. Namun, di balik kedekatan mereka yang perlahan terjalin, masih ada sisa-sisa ketegangan yang belum sepenuhnya terselesaikan. Ketegangan itu muncul lagi ketika Mona dan Liana sedang berdiskusi tentang beberapa keputusan penting terkait perusahaan keluarga. Diskusi yang awalnya berjalan biasa mulai memanas ketika pandangan mereka mengenai proyek yang sedang digarap ternyata sangat berbeda. Mona, yang sudah lama terlibat dalam perusahaan keluarga Hartono bersama Raka, merasa bahwa keputusan Liana terlalu berisiko. Sementara Liana, dengan keyakinannya sendiri, menganggap Mona terlalu berhati-hati dan tidak berani mengambil langkah berani yang dibutuhkan untuk memajukan perusahaan. “Aku cuma ingin memastikan bahwa kita mengambil langkah yang aman, Liana. Semua ini menyangkut banyak orang, bukan cuma kita berdua!” tegas Mona, mencoba menjelaskan alasan kehati-hatiannya. Liana mendengu
Fauzi dan Lisa, yang baru saja resmi menjadi pasangan, memutuskan untuk merayakan kebahagiaan mereka dengan mengajak Ubay dan Dina untuk double date. Bagi Ubay, ini adalah pengalaman yang cukup baru, karena biasanya ia menjalani kencan hanya berdua dan sering kali hanya dalam suasana santai. Tapi kali ini, bersama Dina dan sahabat-sahabatnya, kencan ini memiliki kesan yang berbeda—lebih hangat dan penuh canda tawa.Mereka berempat memutuskan untuk menghabiskan hari dengan piknik di taman, tempat yang sejuk dan dikelilingi oleh bunga-bunga yang sedang bermekaran. Fauzi dan Lisa tiba terlebih dahulu, memilih lokasi yang strategis dengan pemandangan danau kecil. Tak lama kemudian, Ubay dan Dina datang membawa keranjang piknik berisi camilan dan minuman yang telah disiapkan oleh Dina."Wow, kalian benar-benar siap!" seru Fauzi sambil terkekeh saat melihat keranjang yang dibawa oleh Ubay.Lisa mengangguk setuju, “Ubay dan Dina sepertinya sudah ahli dalam hal piknik, nih. Terlihat seperti pa
Fauzi merasa gugup ketika duduk di sebuah kafe yang nyaman, menunggu Lisa tiba. Selama beberapa waktu terakhir, hatinya terasa tak menentu setiap kali mereka bertemu. Dia tak lagi sekadar merasa nyaman; kini ada perasaan hangat yang mengalir ketika bersama Lisa, sahabat Mona yang telah berhasil mencuri perhatiannya. Saat Lisa akhirnya datang dan menyapanya, Fauzi tersenyum hangat. "Hei, sudah lama nunggu?" tanya Lisa, sambil menarik kursi di depannya. "Enggak kok, baru saja," jawab Fauzi sambil berusaha menjaga ketenangan, meskipun jantungnya berdetak cepat. Mereka mengobrol ringan seperti biasanya, tapi kali ini ada sedikit perbedaan. Fauzi sesekali mencuri pandang ke arah Lisa, memperhatikan senyumnya yang tulus dan cara dia tertawa. Lisa juga merasakan kehangatan dari Fauzi yang membuatnya merasa nyaman dan damai. Mereka berdua menikmati obrolan tanpa sadar waktu yang berjalan. Akhirnya, setelah mengumpulkan keberanian, Fauzi memutuskan untuk berbicara tentang perasaannya. "Lisa
Di sebuah kafe dengan suasana santai dan nyaman, Ubay duduk sambil menyeruput kopinya, sesekali melirik seorang gadis yang duduk di meja sebelah. Gadis itu terlihat asyik membaca buku, tenggelam dalam dunianya sendiri. Dengan rambut panjang berombak, wajahnya yang manis, dan senyumnya yang samar, Ubay merasa ini adalah kesempatan yang tidak boleh dilewatkan. "Baiklah, Ubay. Ini saatnya beraksi," gumamnya pada diri sendiri, mencoba memberi semangat. Dengan percaya diri, ia pun melangkah mendekati meja gadis itu dan memberi salam dengan senyuman lebar. "Permisi, boleh aku gabung? Atau kamu lebih suka menikmati kopi dan bacaanmu sendirian?" tanyanya dengan nada lembut dan sopan. Gadis itu terkejut sesaat, lalu menatap Ubay. Ia tampak ragu sejenak, tetapi akhirnya tersenyum kecil dan berkata, "Oh, tentu, silakan." Ubay duduk di depan gadis itu, berusaha mencari pembicaraan yang pas untuk memulai. "Kamu suka baca, ya? Aku nggak terlalu sering lihat ada orang yang bisa menikmati buku di
Di sebuah restoran mewah yang menghadap pemandangan kota yang indah, Fauzi duduk bersama Lisa dalam suasana romantis. Malam itu, Fauzi mengenakan setelan rapi, sementara Lisa tampil anggun dengan gaun merah muda sederhana namun elegan. Ini adalah kencan mereka yang keempat, dan keduanya sudah mulai saling merasa nyaman. Mereka berbicara dengan penuh canda, tertawa, dan menikmati hidangan. Namun, di kejauhan, Ubay memandang mereka dengan senyum licik. Ubay, sahabat sekaligus saudara angkat Fauzi, telah lama ingin menjahili Fauzi. Mengetahui Fauzi sedang asyik berkencan, Ubay merasa ini adalah kesempatan emas untuk sedikit mengganggunya. Ia merencanakan beberapa kejutan kecil agar malam Fauzi tak terlupakan… dengan cara yang lucu dan kocak. Ubay berbisik kepada seorang pelayan di restoran itu, menyampaikan beberapa rencana isengnya. Pelayan itu tersenyum sambil mengangguk, siap melaksanakan permintaan Ubay. Sementara itu, di meja Fauzi dan Lisa, pembicaraan mereka semakin hangat. Fauz
Dania selalu merasa bahwa ada sesuatu yang belum terselesaikan antara dirinya dan Mona. Meski mereka telah berusaha untuk berbaikan, selalu ada ketegangan yang tak pernah benar-benar hilang. Dania merasa bahwa Mona selalu menjadi penghalang dalam hidupnya—sebagai rival dalam segala hal, baik dalam hal perhatian orang tua, perhatian pria, dan bahkan dalam hal kebahagiaan. Ia tidak bisa menerima bahwa Mona hidup bahagia dengan Raka, sedangkan dirinya masih mencari cara untuk memanipulasi orang di sekitarnya. Mona memang telah berusaha untuk menahan diri, namun setiap kali menghadapi Dania, hatinya masih terbakar dengan amarah dan rasa sakit. Dia merasa bahwa ada terlalu banyak kenangan buruk yang harus mereka hadapi bersama. Jadi, ketika Dania mengirim pesan kepadanya, mengundangnya untuk bertemu di sebuah lahan kosong di pinggiran kota, Mona tahu bahwa ini bukan ajakan biasa. Ini adalah tantangan, dan dia tidak bisa menghindarinya. Mona tidak memberi banyak perhatian pada pesan itu, t
Fauzi merasa sedikit cemas, meskipun dia telah mendapat dorongan dari Mona untuk lebih mendekati Lisa. Hari itu, dia memutuskan untuk mengambil langkah pertama. Sejak pertemuannya di kafe, perasaan terhadap Lisa semakin kuat dan ia merasa tidak ingin hanya diam dan menyaksikan kesempatan berlalu begitu saja. Sudah saatnya dia melakukan sesuatu untuk mengetahui apakah perasaan yang tumbuh itu bisa berkembang menjadi sesuatu yang lebih. Dia memutuskan untuk mengajak Lisa berkencan. Fauzi menyadari bahwa ini bukanlah hal yang mudah. Lisa adalah seseorang yang sangat dihargai oleh Mona dan Liana, jadi dia merasa harus berhati-hati dalam mendekatinya. Tetapi di sisi lain, dia merasa cukup yakin bahwa Lisa adalah wanita yang spesial, yang mampu membuat hatinya bergetar dengan cara yang berbeda. Fauzi menyusun rencana. Dia memutuskan untuk mengundang Lisa ke sebuah restoran yang tenang dan nyaman, tempat di mana mereka bisa saling mengenal lebih dekat tanpa gangguan. Dia ingin menciptakan s