Ini pagi ketiga Kelly terbangun di Auckland. Seperti kemarin, dia membuka mata dengan semangat yang melompat-lompat. Membayangkan bahwa dia punya kesempatan untuk melewati hari dengan pengalaman baru yang siap menanti, sungguh menggairahkan.
“Apa? Kamu sekarang berada di Auckland? Auckland yang nun jauh di New Zealand itu? Serius, Kel?” teriak Violet saat Kelly meneleponnya kemarin. “Kenapa kamu bisa ada di sana tanpa memberitahuku? Jangan bilang kalau kamu berbulan madu di sana atau malah kawin lari,” oceh Violet lagi.
Violet yang biasanya cukup tenang itu pun sampai membuat tudingan menggelikan yang membuat Kelly terkekeh geli.
“Kalau aku kawin lari atau bulan madu, mustahil aku tak mengabari kalian,” kata Kelly, membela diri. “Aku ke sini dalam rangka urusan pekerjaan. Aku dan Cilla mengikuti pameran gaun pengantin di sini, mewakili Kirana Mahardika.”
Reaksi tak kalah heboh pun didapat Kelly saat menelepo
Di depan semua orang, Imogen yang terbiasa blak-blakan itu mengaku bahwa dia belum benar-benar bisa menikmati cita rasa makanan yang tersaji di Indonesia Cafe. Namun dia tetap mencoba mencicipi demi menyesuaikan diri dengan lelaki yang dicintainya. Dan kalimat barusan menjadi penegasan baru. Bahwa Imogen mencintai suaminya seraya berusaha mengenali semua hal yang disukai Jerome. Membuang sisi egoisnya.“Kamu benar-benar total untuk urusan cinta, ya?” gurau Cilla sambil memandang Imogen. “Kalau aku, mungkin tak akan sanggup sampai ke titik itu. Maksudku, soal makanan. Itu adalah sesuatu yang tak bisa dipaksakan. Buatku sih begitu.”“Jerome sudah melarangku berkali-kali tapi aku saja yang tak peduli. Aku cuma ingin lebih mengenal segala hal yang disukai suamiku. Kalau nanti pada akhirnya aku tetap tak bisa ikut jatuh cinta, ya sudah. Yang penting, aku sudah berusaha,” sahut Imogen dengan nada riang. “Jerome pun melakukan hal yang
Sepanjang hari itu Duncan dan –terutama- Imogen, menjadi pemandu wisata yang luar biasa. Mereka mengunjungi beberapa museum, tujuan yang awalnya terdengar membosankan dan membuat Kelly tak terlalu bersemangat. Namun ternyata justru memberikan pengalaman yang mengasyikkan.Voyager New Zealand Maritime Museum yang berada di tepi pantai memberi pengetahuan tentang beragam jenis kapal. Auckland War Memorial Museum menyajikan informasi berlimpah tentang New Zealand. Termasuk Te Toki a Tapiri, kano perang bangsa Maori yang dibuat dari satu batang kayu totara.“Pulang dari sini, sepertinya aku berubah makin pintar,” komentar Cilla. “Banyak ilmu karena datang ke museum.”“Aku pun nggak menyangka akan menikmati kunjungan ke museum,” bisik Kelly dengan suara rendah. “Tadinya kukira aku bakalan bosan setengah mati.”Setelah meninggalkan museum, Cilla dan Imogen melakukan bungy jumping di Harbour
Esoknya, mereka melakukan wisata pulau yang tak terlupakan. Setelah sarapan di sebuah kafe yang khusus menyajikan pancake sebagai menunya, mereka berempat bertolak ke tempat bernama Kelly Tarlton’s lebih dulu. Tempat dengan nama identik dengan nama depannya itu sukses membuat Kelly terkagum-kagum. Terutama saat dia melewati terowongan akrilik bawah laut yang membuatnya bisa menyaksikan kehidupan dunia air New Zealand. Mereka juga melihat Shark Cage, tempat khusus ikan paus.Setelah puas, mereka menuju Waiheke Island. Perjalanan dengan feri ke pulau itu menghabiskan waktu sekitar empat puluh menit. Atas saran Imogen, mereka menunda makan siang hingga berada di pulau itu. Waiheke Island adalah tempat di mana Kelly berkali-kali mendecakkan lidah karena kagum dan mendesahkan pujian pada Tuhan. Di tempat ini, Tuhan menunjukkan tanda-tanda kekuasaannya dengan luar biasa.“Tempat ini memang luar biasa,” Imogen setuju. “Aku pun masih selalu ter
Kelly tidak pernah menduga jika menghabiskan waktu di Auckland menjadi hal yang sangat mengasyikkan. Membahagiakan juga. Mungkin karena sudah terlalu lama dia tidak pernah berlibur. Selain itu, perjalanan ke Auckland malah membuatnya berkenalan dengan keluarga Caldwell yang hangat.“Kita beruntung karena bertemu dengan Imogen dan Duncan. Siapa sangka, kita punya teman baru sekaligus guide hebat yang sangat membantu,” puji Cilla. “Kalau nggak ada mereka, mungkin kita cuma ikutan tur-tur di biro perjalanan setempat. Atau menjadikan Tate sebagai penunjuk jalan. Dan semua itu sama sekali nggak gratis.”“Aku setuju,” dukung Kelly sambil tertawa kecil. “Terutama kalimat yang terakhir.”Pulang ke Bogor, rasa sakit kepala segera menyambut Kelly. Selain karena jetlag, juga disebabkan oleh Sherwin. Kelly tiba di rumah ibunya sudah hampir tengah malam. Gadis itu memaksakan diri untuk terlelap karena di pesaw
“Hari ini Ibu membolos, Kel. Flu Ibu makin parah, padahal sudah minum obat. Sebentar lagi mau ke dokter,” kata Tanti.Kelly menangkap suara sengau yang meluncur dari bibir ibunya. Gadis itu mendadak disesaki oleh rasa bersalah karena tidak memberi perhatian pada kondisi Tanti. “Nanti kutemani ke dokter,” cetusnya dengan nada final. Kelly mengambil tempat di sofa tunggal yang berada di depan Sherwin. Tanti dengan penuh pengertian pamit pada sang tamu.Kelly memerhatikan ibunya melangkah pelan menuju dapur. Mendadak, percakapannya dengan Sherwin di masa lalu, bergema. Tentang Sherwin yang ingin mereka hidup mandiri hanya berdua setelah menikah. Takkan pernah tinggal serumah dengan Tanti meski itu bermakna ibunda Kelly harus hidup sendiri.Sherwin sudah menegaskan pendiriannya. Keluarganya menerapkan prinsip seperti itu. Ketika seseorang sudah menikah, maka tak lagi boleh merecoki orangtua. Paham yang bisa dimaklumi Kelly di masa lalu. Akan
“Apa maksudmu? Tadi kamu sendiri yang bilang kalau masing-masing kita punya andil untuk masalah ini. Artinya, kamu dan aku punya kesalahan yang sama, kan? Lalu kenapa sekarang kamu merasa lelah? Hal itu cuma memperkuat kesan kalau aku sudah melakukan banyak hal buruk yang menyakitimu!” tuduh Sherwin dengan mata berapi-api.“Aku tidak ingin bertengkar, Win! Aku tahu reaksimu akan begini. Tapi, aku juga sudah tak sanggup menunda keputusanku. Idealnya, kita memang mencari waktu yang nyaman untuk bicara berdua. Bukan di sini karena ada ibuku yang kapan saja bisa masuk ke ruangan ini dan mendengar pertengkaran kita.”“Kamu tidak ingin bertengkar tapi sengaja mengucapkan kata-kata yang nadanya memprovokasi. Memangnya, kamu harap aku beraksi seperti apa?” geram Sherwin. “Kamu kira aku diam saja mendengar ocehanmu yang tak masuk akal itu? Kita sudah hampir menikah tapi kamu malah meributkan hal-hal tak penting yang seharusnya disingkir
“Sherwin sudah pulang, Kel? Ibu kira dia masih di sini,” Tanti muncul dari arah dapur. “Sherwin kan jarang-jarang datang ke sini. Tadinya Ibu mau minta dia makan siang di rumah kita.”Kelly membuka mata dan menegakkan tubuh di saat bersamaan. Dia memikirkan kalimat yang tak akan terlalu memberi efek mengejutkan untuk memberi tahu Tanti tentang hubungannya dengan Sherwin. Namun Kelly gagal. Karena itu, dia akhirnya cuma berujar dengan nada datar, “Kami sudah berpisah, Bu. Tidak akan ada pernikahan.”Tanti berdiri tanpa suara selama tiga denyut nadi, memandang ke arah putri bungsunya tanpa berkedip. “Bagaimana perasaanmu?” tanyanya pelan.“Perasaanku? Entahlah. Kukira aku akan sangat sedih, Bu. Menangis berhari-hari. Tapi ... kenapa aku tidak merasakan apa-apa, ya? Seakan ini cuma masalah sepele.” Kelly mendesah. “Aku benar-benar tidak tahu apa yang terjadi.”Tanti maju dan duduk
Meski kata-kata Cilla sangat benar, Kelly tak mungkin diam saja. Dia menunjukkan sedikit pembelaan pada pria yang pernah dicintainya. “Sherwin yang sekarang punya banyak pekerjaan, Cil. Aku maklum soal itu,” ralat Kelly.“Sesibuk-sibuknya dia, kenapa nggak pernah meluangkan waktu untuk berkencan seperti pasangan lain? Kamu berhak mendapatkan itu. Kalian kan baru pacaran. Lain halnya kalau sudah menikah selama tiga puluh lima tahun. Nggak mungkin juga masih memprioritaskan kemesraan kayak remaja, kan? Belum lagi sikapnya yang tak sehangat dulu,” urai Cilla. “Kamu kira aku nggak bisa melihat kalau sekarang Sherwin itu cenderung menuntut ini-itu darimu, Kel?” Helaan napas Cilla terdengar tajam di ujung kalimatnya.Kata-kata perempuan itu menjadi pembungkam yang membuat Kelly cuma mampu menatap temannya dengan ekspresi kaget. Dia tak tahu jika Cilla memperhatikan hubungannya dengan Sherwin lumayan detail. Padahal, Kelly nyaris tak pernah
Wynona memasuki masa berkabung karena patah hati tanpa air mata atau kesedihan yang berlarut-larut. Kendati berpisah dari David setelah hubungan selama sembilan tahun, tetap saja bukan hal yang mudah untuk dihadapi. Akhir hubungan mereka begitu tak menyenangkan karena sikap David dan keluarganya. Namun Wynona makin yakin dia sudah mengambil keputusan yang tepat.Ada beberapa sebab, tak cuma melulu “dosa” David saja, melainkan juga kesalahan Wynona. Sejak malam itu, David bahkan tak berusaha menghubungi Wynona lagi. Lelaki itu seolah menghilang begitu saja. Sembilan tahun yang mereka miliki bersama-sama, tak penting. Wynona pun tampaknya dianggap bukan lagi perempuan yang pantas untuk diperjuangkan.Sementara dari sisinya, Wynona kian yakin bahwa perasaannya pada David sudah benar-benar tawar. Hatinya sudah berubah. Gadis itu tak keberatan disalahkan karena seolah memberi peluang pada Leon untuk masuk dalam hidupnya.Dia tak akan menampik hal itu. Nam
Kata-kata yang dilontarkan orangtua Leon itu membuat Wynona benar-benar merasa dihargai. Dia tak bisa mencegah rasa haru menusuk-nusuk dadanya. Namun. Tentu saja dia tak boleh menangis lagi di sini. Sudah cukup air mata yang ditumpahkannya hari ini.“Wyn, mau main ludo atau halma?” Suara erangan terdengar dari berbagai arah sebagai respon untuk kata-kata Anton. Lelaki itu menunjukkan ekspresi tak berdosa saat membela diri. “Papa kan belum pernah main ular tangga dengan Wynona.”“Tolong Pa, kreatiflah sedikit. Setiap tamu selalu diajak main halma atau ludo. Apa tidak ada yang lain?” gerutu Trisa. Lalu, perempuan itu bicara pada tamunya. “Wyn, kapan kamu bisa mengirim daftar belanjaan untuk minggu depan? Lebih cepat lebih baik, kan?”“Iya Kak, aku akan menyiapkan daftarnya secepatnya. Besok atau paling telat lusa,” janji Wynona.Trisa mengangguk senang. “Mungkin sehari sebelum acara, akan leb
“Tidak apa-apa. Walau sebenarnya aku ke sini cuma ingin bertemu Om, Tante, dan Kakak,” sahut Wynona. “Agak pesimis juga awalnya, karena menurut Leon, Kakak nggak tinggal di sini.”Trisa tersenyum lebar. “Begitulah kalau menjadi anak perempuan satu-satunya. Kalau aku nggak datang selama beberapa hari, pasti ada yang menelepon. Kalau tidak Mama, Papa, kadang asisten rumah tangga. Ada saja alasan yang diajukan. Yang terbanyak sih, Nadya. Padahal, mereka itu merindukanku,” kelakarnya.“Hahah, aku jadi sangat iri. Aku juga anak perempuan satu-satunya tapi tak ada yang merindukanku seperti itu.”Trisa menatap Wynona sungguh-sungguh. “Aku justru yang iri dengan kemampuan memasakmu, Wyn! Aku semur hidup cuma bisa memasak nasi goreng. Itu pun menggunakan bumbu instan. Kemampuan memasakku nol besar. Padahal Mama jago di dapur. Dan kami terbiasa dimanjakan dengan masakannya.”Setelah kembali ke ruang tamu,
Wynona hampir menabrak dada seseorang saat membalikkan tubuh. Sendok kayu yang dipegangnya, jatuh ke lantai. Tangan kanannya memegang dadaku, seakan dengan begitu rasa kaget gadis itu akan berkurang jauh.“Syukurlah kamu baik-baik saja,” gumamnya dengan ekspresi lega tergambar jelas. Leon pasti tidak pernah tahu kalau Wynona pun tak kalah lega melihatnya.“Kamu mengagetkanku,” bibir Wynona cemberut. Dia hendak berjongkok memungut sendok kayu, tapi Leon bergerak lebih cepat dan menaruh benda itu di wastafel.“Dapurnya indah. Aku suka,” puji Wynona. “Sebentar, aku harus memindahkan mi-nya dulu.”“Butuh mangkuk besar?” Leon membuka sebuah pintu kabinet di bagian atas dan mengeluarkan sebuah mangkuk kaca transparan. “Apakah ini cukup?”Wynona mengangguk. Dengan gerakan hati-hati, dia menyusun mi, kol, dan telur rebus yang sudah dipotong-potong. Saat hendak menua
David menatap Wynona tak percaya. Kemarahan tergambar di setiap gerak tubuhnya. “Putus? Kenapa kamu terlalu cepat mengambil keputusan?”Gadis itu menggeleng. “Ini bukan keputusan yang terburu-buru. Selama ini, aku hanya tidak berani mengakui kenyataan.”“Wynona!”Gadis itu menatap wajah David dengan perasaan campur aduk. Betapa lelaki ini pernah membuat hati Wynona berpesta karena cintanya. Betapa David pernah menjadi orang terpenting dalam hidup gadis itu. Betapa Wynona pernah sangat ingin mengubah dirinya agar menjadi sosok paling diinginkan dalam hidup lelaki ini. Itulah kuncinya, pernah. Artinya, itu sudah berlalu lama, sebelum gadis itu akhirnya diterpa kesadaran. Terlambat, tapi Wynona tidak menilainya sebagai sebuah kefatalan. Dia tidak menyesali semuanya. Gadis itu hanya menganggap semua ini sebagai proses panjang yang mendewasakan.“Wyn, jangan cuma karena masalah ini, hubungan kita m
“Wyn,” David menjajari langkah kekasihnya. Sementara Wynona berusaha berjalan lebih cepat. Dia hampir mencapai pintu gerbang ketika David berhasil meraih lenganku.“Apa kamu tidak mendengarku?” tanyanya marah. Ekspresinya berubah keras.“Aku cuma ingin pulang. Aku tidak mau dihina lagi.”David menggelengkan kepalanya. “Mama hanya ingin tahu tentang kamu.”Wynona menatap David dengan tajam. Andai bisa, dia ingin mengguncang tubuhnya David dan meniupkan kesadaran di benaknya agar lelaki ini melihat fakta yang sebenarnya.“Vid, mamamu tidak menyukaiku. Sampai kapan pun akan tetap seperti itu. Percayalah, tidak akan ada yang berubah. Dan aku tidak nyaman diperlakukan seperti tadi.”David masih memegang lengan Wynona. “Aku tidak mengizinkanmu pulang. Nanti aku akan mengantarmu, Wyn! Sekarang, ayo kita masuk ke dalam lagi,” ajaknya.Wynona menggeleng tegas seraya melepa
Wynona tersenyum kecil menanggapi gurauannya. David nyaris tidak pernah antusias menikmati masakanku. Gadis itu mengitari ruang tamu yang luas itu dengan tatapannya. Ada belasan perempuan paruh baya yang bergaya trendi. Juga ada beberapa gadis muda yang usianya tak jauh beda dengan Wynona. Aneka aroma parfum mahal menyengat hidung. Membuat campuran aneh yang memusingkan kepala Wynona. Semua orang sibuk berbincang seraya menikmati aneka makanan yang tampak lezat. Gadis itu tidak melihat kehadiran ayah dan saudara David lainnya.Irene mendekat ke arah Wynona, Sofia, dan David yang duduk di sebuah sofa panjang. Perempuan itu memilih sofa tunggal di depan mereka. Wynona baru ingat, dia sama sekali tidak diperkenalkan dengan tamu yang ada.“Ma, coba cicipi ini.” Sofia menyodorkan sepotong kecil pie yang dibawa Wynona. Irene menggigit ujungnya sedikit. Entah mengapa, Wynona menjadi tegang karenanya.“Enak,” ujarnya. Namun dia menolak m
Wynona mendesah. “Kukira kamu akan memberiku usul yang masuk akal. Kamu kan tahu apa yang terjadi padaku saat resepsi? Kenapa kamu masih bisa mengusulkan ini?”“Wyn, aku tidak ingin melihatmu sedih atau terluka. Akan tetapi, ada kalanya kita harus berhadapan dengan kepahitan untuk mengetahui apa sebenarnya kebenaran di baliknya. Kalau kamu tidak mau bertemu mamanya David, apa masalah kalian akan selesai? Bukannya malah membuat semuanya menjadi makin rumit?”Wynona mengerutkan alis. “Aku tidak mengerti maksudmu.”Gadis itu mendengar suara tawa ringan di seberang.“Menghindar pasti lebih mudah. Tapi, apa kamu tidak penasaran ingin tahu bagaimana sebenarnya sikap keluarga David? Maksudku, mamanya. Kamu butuh kesempatan untuk bisa menilai dengan objektif. Dan menurutku, ini saat yang tepat.”Wynona tercenung mendengarnya. Keheningan menyergap selama sesaat.Leon bicara lagi. “Sebenarnya
Wynona masih berada di dalam kepungan kabut membingungkan sebagai efek dari kata dan tindakan Leon. Dia masih belum bisa berpikir dengan jernih untuk tahu apa yang sebenarnya diinginkan. Semuanya serba membingungkan. Seakan Wynona berada di sebuah labirin paling rumit di dunia.Lalu, David menghubunginya setelah berhari-hari menghilang tanpa kabar. “Wyn, apa kamu baik-baik saja?” tanyanya penuh perhatian.“Ya,” dusta Wynona sembari menggigit bibir.“Aku minta maaf untuk berbagai masalah di antara kita. Tapi aku ingin menyelesaikannya satu per satu.” Jeda beberapa detik. “Mama ingin bertemu denganmu. Nanti malam bisa?”Wynona benar-benar tak siap dengan permintaan itu. “Nanti malam?”“Iya. Apa kamu tidak bisa? Ada pekerjaan?”“Aku....”Jawaban Wynona belum tuntas tapi sudah menukas dan mendesak. “Tolong luangkan waktu, ya? Aku tidak enak kalau har