Jasmine terpaksa harus izin demi bisa mengantarkan Jelena. Untungnya, Direktur Utama di perusahaannya tidak pernah mempersulit dirinya. Bagi sang Direktur Utama adalah segala urusan pekerjaan selasai dengan baik. Pendapatan perusahaan selalu meningkat. Di mana keberadaan Jasmine tak peduli, asalkan perusahaan selalu mendapatkan pendapatkan yang besar. “Jasmine, hari ini kau pulang cepat?” tanya Ivy melihat Jasmine sudah bergegas ingin pulang.Jasmine mengangguk. “Ya, Ivy. Aku ingin mengatar Jelena ke mall. Kalau ada pekerjaan tertunda, tolong kau letakan saja dokumen pekerjaan di atas meja kerjaku. Besok aku akan periksa.”Ivy tersenyum samar. “Baiklah, Jasmine. Jangan mencemaskan pekerjaan.”Jasmine membalas senyuman Ivy. Detik selanjutnya, dia melangkah pergi meninggalkan temannya itu—menuju halaman parkir. Wanita itu ingin segera menemui Jelena, lalu segera pulang. Dia berharap bisa pulang cepat, agar bisa istirahat.Di halaman parkir, langkah kaki Jasmine terhenti melihat Bernard
Xavier mondar-mandir tidak jelas di depan ruang pemeriksaan. Embusan napas kasar bercampur dengan umpatan. Dia merutuki dirinya yang terlambat menyelamatkan Jasmine. Jika saja dia tahu Bernard seorang pengecut, dia akan menyeret secara paksa Jasmine agar bisa keluar dari kebakaran mall.Jasmine memang sudah tidak waras. Wanita itu berkorban menyelamatkan orang lain, tanpa pikir panjang tentang dirinya sendiri. Dia bahkan tak memedulikan nyawanya sendiri. Itu yang sejak tadi membuat emosi dalam diri Xavier terpancing.Xavier menyugarkan rambutnya seraya memejamkan mata berat. Benaknya memikirkan keadaan Jasmine yang masih diperiksa oleh dokter. Entah kenapa dokter lama sekali memeriksa keadaan Jasmine.“Xavier?” Jelena berlari di koridor rumah sakit, dan berjalan cepat menghampiri sang kekasih yang menunggu di depan ruang rawat. Dia tidak hanya sendiri saja, tapi ada Bernard yang pastinya khawatir tentang kondisi Jasmine.Xavier mengalihkan pandangannya, menatap Jelena yang datang bers
Raut wajah Jasmine berubah mendengar apa yang Jelena katakan. Xavier menggendongnya di hadapan kakaknya dan kekaksihnya? What the hell! Pria itu benar-benar sudah kehilangan akal sehatnya.“J-Jelena, aku yakin Xavier khawatir padaku, karena aku ini adik iparnya.” Jasmine segera menjelaskan. Ya Tuhan! Jasmine takut sekali kalau Jelena salah paham. Hal gila Xavier menggendongnya di hadapan kakaknya sendiri, dan juga kekasihnya.Jasmine yakin pastinya ada sesuatu hal terbesit di dalam pikiran Jelena tentang dirinya dan Xavier. Namun, Jasmine tak membiarkan itu sampai terjadi. Dia tak akan pernah membiarkan Jelena tahu tentang dirinya dan Xavier.Jelena membelai pipi Jasmine dengan lembut. “Iya, Jasmine. Aku tahu itu. Ya sudah, kau istirahat dulu. Aku harus menghubungi Mom dan Dad. Mereka harus tahu tentang kondisimu.”“Jelena, apa lebih baik kau tidak usah beri tahu Mom dan Dad?” pinta Jasmine.Jujur, Jasmine lebih memilih kedua orang tuanya tidak tahu akan kondisinya. Pasalnya, dia tak
Johan dan Mila terkejut bukan main mendengar kabar dari Jelena, bahwa Jasmine dirawat di rumah sakit. Mereka langsung mendatangi rumah sakit melihat keadaan putri bungsu mereka. Meskipun kabar Jasmine saat ini baik-baik saja, tetap mereka sangat khawatir.Seperti saat ini. Di kala Johan dan Mila tiba di rumah sakit, hal yang mereka lakukan adalah memberikan pelukan erat pada anak mereka. Pelukan erat hingga membuat napas Jasmine menjadi benar-benar sesak.“Mom, Dad, kalian bisa membunuhku jika memelukku seperti ini.” Jasmine merasa kesulitan bernapas.“Oh, Tuhan. Maaf, Sayang. Mommy dan Daddy tidak bermaksud melukaimu.” Mila bersuara, bersamaan dengan Johan melepaskan pelukan.Jasmine tersenyum lembut. “Aku baik-baik saja, Mom. Tadi dokter juga sudah memeriksaku. Dokter bilang aku sudah boleh pulang. Kalian tidak perlu khawatir. Aku baik-baik saja.”Sebelumnya, Dokter sudah memeriksa kondisi Jasmine. Dokter pun telah mengizinkan Jasmine untuk pulang. Karena memang kondisi wanita itu b
*Jasmine, maafkan aku. Aku tidak bermaksud meninggalkanmu. Aku berusaha keluar dari gedung untuk mencari bantuan. Sayang, kau tahu, kan? Aku sangat mencintaimu. Aku bahkan tidak bisa hidup tanpamu. Aku mohon jangan terus menerus mendiamiku seperti ini. Aku sangat tersiksa, Jasmine.* Pesan singkat yang tertuliskan dari Bernard, membuat Jasmine terdiam sejenak. Wanita itu cantik baru bangun tidur—dan sudah mendapatkan pesan dari Bernard. Pesan yang berisikan ucapan maaaf.Jasmine memang masih mendiamkan Bernard. Lebih tepatnya, hatinya masih enggan untuk berbicara dengan Bernard. Entah kenapa lubuk hatinya terdalam—menolak bicara dengan kekasihnya itu.Hal yang tak mungkin Jasmine lupakan adalah kejadian di mana Bernard berlari meninggalkannya seorang diri. Dia tidak marah. Kala itu dia berpikir bahwa pasti Bernard ingin masih hidup di dunia ini. Namun, segala pemikirannya berubah, akan tindakan Xavier.Jasmine tidak lupa bagaimana Xavier menerobos api besar demi menyelamatkannya. Bahk
Satu minggu Jasmine mendiamkan Bernard. Pesan ataupun panggilan telepon telah diabaikannya. Dia tidak bermaksud membandingkan. Akan tetapi, faktanya Xavier jauh lebih berani berkorban daripada Bernard. Itu yang selalu muncul di dalam benaknya.“Shit! Kenapa malah aku memikirkan pria berengsek itu!” geram Jasmine kesal pada dirinya sendiri. Suara ketukan pintu terdengar…“Masuk!” seru Jasmine meminta orang yang mengetuk pintu kamarnya, untuk masuk ke dalam. Dia masih belum kembali bekerja. Dia mengambil cuti panjang, sejak kejadian kebakaran di mall tempo hari.“Sayang, apa Mommy mengganggumu?” Mila menghampiri Jasmine, lalu duduk di samping putrinya.Jasmine tersenyum sambil menatap ibunya. “Tidak, Mom. Kau sama sekali tidak menggangguku.”“Kau masih marah pada Bernard?” tanya Mila seraya menatap hangat putrinya. Wanita paruh baya itu sudah tahu tentang masalah Bernard yang meninggalkan Jasmine. Dia tidak bisa menyalahkan Bernard sepenuhnya, karena waktu itu Bernard sudah mengajak pu
Air mata Jasmine berlinang jatuh membasahi pipinya. Wanita itu melajukan mobil dengan kecepatan penuh. Tak pernah sedikit pun dia menyangka Bernard berselingkuh darinya. Selama ini, Jasmine menaruh kepercayaan besar padanya.Pernah suatu waktu, Ivy bercerita bertermu dengan Bernard bersama dengan seorang wanita, tapi dia selalu menepis itu. Rasa percaya Jasmine yang tinggi, membuatnya yakin bahwa pasti Bernard tak pernah berselingkuh.Akan tetapi semuanya salah besar. Pria yang baik. Pria yang terlihat setia. Ternyata berselingkuh. Kepingan memori Jasmine mengingat di mana dulu, Xavier pergi meninggalkannya. Ternyata Bernard sama. Tidak lebih baik dari Xavier.Jasmine menginjak pedal gas, melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Dia tidak peduli, jika sampai dirinya mati. Amarah dan emosi di dalam dirinya, tidak bisa terkendali. Dia marah pada hidupnya. Dia benci pada takdirnya.Jasmine sudah berusaha membuka diri untuk Bernard, tapi di kala dirinya membuka diri—yang dia dapatkan ad
Bernard melompat turun dari mobil, dia sudah tiba di rumah Jasmine. Otaknya blank, yang dia pikirkan sekarang adalah bertemu dengan Jasmine. Dia harus memberikan penjelasan. Shit! Bernard mengumpati dirinya yang begitu bodoh.“Jasmine sayang. Jasmine?” Bernard menekan bell rumah, berharap Jasmine sudah pulang.Ceklek!Pintu terbuka. Alih-alih Jasmine yang muncul, malah Jelena yang muncul.“Bernard?” Kening Jelena mengerut, menatap Bernard ada di depannya.“Jelena, di mana Jasmine?” tanya Bernard cepat dan panik.“Jasmine belum pulang. Kau lihat saja mobilnya tidak ada.” Jelena menunjuk ke garasi mobil, dan benar bahwa mobil Jasmine tidak ada. “Memangnya kau tidak tahu Jasmine ke mana? Terakhir dia bilang padaku pergi sebentar. Aku pikir dia ke apartemenmu.”Bernard mati kutu mendapatkan pertanyaan dari Jelena. Jika saja Jelena tahu, pastinya dia akan habis dimaki-maki oleh Jelena. “Jelena, maaf. Aku harus mencari Jasmine. Ada hal yang harus aku jelaskan padanya.” Dengan terburu-buru,
Pagi-pagi, Xavier sudah meminta sopir menjemput kedua anaknya. Ya, pria itu tak ingin merusak rencana yang sudah dia buat. Untungnya keluarganya dan keluarga Jasmine mengerti bahwa Xavier ingin mengajak Jasmine dan juga dua anaknya berlibur.“Xavier, kenapa kita harus membawa paspor?” tanya Jasmine bingung.Xavier membelai lembut pipi Jasmine. “Kita akan pergi ke luar negeri, Sayang. Tentunya membutuhkan paspor.”Mata Jasmine membelalak terkejut. “Apa? Kau ingin mengajakku dan anak-anak ke luar negeri? Kenapa mendadak sekali, Sayang. Aku pikir kau hanya mengajakku berlibur ke luar kota saja.” Jasmine sama sekali tidak menyangka Xavier akan mengajaknya dan anak-anak berlibur ke luar negeri. Dia pikir Xavier akan mengajak berlibur ke luar kota saja. Namun, ternyata dugaannya salah besar. Suaminya itu malah mengajaknya untuk berlibur ke luar negeri.Xavier mendekat, dan memeluk pinggang istrinya itu. “Aku ingin mengajakmu ke negara yang ingin kau kunjungi. Tahun lalu kita tidak jadi ke
Jasmine dan Xavier harus merelakan dua anaknya dibawa oleh keluarga mereka. Sopir keluarga Xavier menjemput Jacob, dan sopir keluarga Jasmine menjemput Xavera. Meski masih kecil, tapi Xavera tidak pernah rewel jika berada di keluarga Jasmine ataupun Xavier. Kedua anak mereka akan menginap satu hari di keluarga mereka. Mereka terpisah, demi agar kedua orang tua Jasmine dan kedua orang tua Xavier tidaklah berdebat.Jasmine hendak mengajak Xavier ke dalam rumah mereka, tapi gerak mereka sama-sama terhenti di kala ada sebuah mobil masuk ke dalam halaman parkir. Tampak kening Jasmine mengerut dalam, menatap sosok pria tak asing di matanya baru saja turun dari mobil.“Dylan?” Xavier menatap pria yang menghampirinya.“Hi, lama tidak jumpa, Xavier,” ucap pria bernama Dylan itu.Xavier mendesah kasar. “Kenapa kau di sini?”Dylan terkekeh rendah. “Apa begini menyambut sepupumu, huh?”Jasmine langsung teringat di kala Dylan mengatakan ‘Sepupu’. Kepingan memorinya mengingat sosok pria tampan yang
Tiga tahun berlalu … “Bibi Jelena coming!” Jacob berseru melihat sosok Jelena yang muncul. Tampak jelas raut wajah bocah laki-laki tampan berusia tiga tahun—menunjukkan jelas kebahagiaannya.“Halo, Sayang.” Jelena langsung menggendong Jacob, dan menciumi pipi bulat Jacob. “Kau semakin tampan dan menggemaskan.”Jacob berbinar menatap Jelena. “Apakah aku sudah seperti Dad, Bibi?”Jelena mencubit pelan hidung mancung Jacob. “Kau bahkan jauh lebih tampan dari Daddy-mu.”Jacob tersenyum riang mendengar ucapan bibinya.“Wah, Jelena, rupanya kau datang.” Jasmine tersenyum seraya mendekat menghampiri kakaknya. Belakangan ini kakaknya sangat sibuk berpergian ke luar negeri. Hal tersebut yang membuat Jasmine jarang sekali bertemu dengan kakaknya. “Hi, Jasmine. Aku ke sini merindukan dua keponakanku.” Jelena tersenyum manis, seraya menatap Jasmine.Jasmine membalas senyuman Jelena.“Mommy, Bibi Jelena bilang aku lebih tampan dari Daddy,” ucap Jacob bangga. Jasmine membelai pipi bulat Jacob.
Beberapa bulan berlalu …. “Jelena, kau yang benar saja, kenapa kau ingin ke Argentina selama enam bulan? Apa kau berniat meninggalkan keluargamu?” Mila mengomel pada Jelena yang ingin pergi ke Argentina selama enam bulan. Wajar saja jika Mila marah, karena putri sulungnya itu mendadak ingin pergi. Padahal putrinya tidak membuka cabang salon.Johan dan Jasmine yang berada di sana memilih duduk dengan tenang, menunggu penjelasan Jelena. Mereka menikmati minuman dan cemilan yang diantar sang pelayan. Sudah cukup Mila saja yang mengomel. Johan dan Jasmine tak ingin mengomeli Jelena—yang sudah tampak kepusingan.“Mom, aku ke Argentina karena ingin liburan dan melihat pontensi bisnis di sana. Mungkin saja aku bisa membuka cabang salonku di sana.” Jelena menjelaskan pada sang ibu.Mila memijat keningnya. “Kau pergi sampai enam bulan. Lama sekali! Dulu waktu di New York, kau bertahun-tahun di sana. Sudahlah lebih baik kau fokus pada cabang salonmu saja yang sudah ada. Mommy lebih setuju kau
Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Hari di mana Jasmine dan Xavier akan menjadi satu. Tidak pernah mereka sangka akan tiba dititik ini. Berbagai hantaman badai telah mereka lalui. Berpisah empat tahun, dan semesta kembali mempertemukan dengan cara yang unik. Sebuah cara yang tidak pernah mereka sangka.Sebuah gaun pernikahan mewah sudah terbalut di tubuh Jasmine. Semua orang di ruang rias, memuji penampilan Jasmine yang sangatlah cantik. Jelena dan Mila yang ada di sana sampai menangis karena melihat penampilan Jasmine luar biasa cantik.“Jasmine, kau sangat cantik.” Jelena dan Mila memeluk Jasmine bergantian.Jasmine tersenyum lembut. “Kalian juga sangat cantik.”Mila membelai pipi Jasmine. “Mommy tidak menyangka kau akan menikah lebih dulu dari kakakmu.”“Mom, Jasmine berhak bahagia. Siapa pun yang menikah duluan tidak masalah,” sambung Jelena lembut dan hangat.“Maafkan aku,” ucap Jasmine merasa bersalah.Jelena menggelengkan kepalanya. “Kau tidak bersalah. Kau dan Xavier berhak
Rencana pernikahan Xavier dan Jasmine telah tercium di media. Sebagai pengusaha ternama tentunya nama Xavier Coldwell tentunya bahan perbincangan. Bagaimana tidak? Seharusnya yang menjadi istri Xavier adalah Jelena, tapi malah berubah menjadi Jasmine—adik kandung Jelena.Berbagai gossip miring masuk ke media. Namun, Xavier langsung menegaskan bahwa sejak awal yang dia cintai adalah Jasmine. Pun pria itu sampai memberikan keterangan bahwa dia pertama kali memiliki hubungan dengan Jasmine. Baik Xavier ataupun Jelena sama-sama memberikan keterangan, karena tak ingin Jasmine dijelek-jelekkan di hadapan publik.Sikap Jelena dan Xavier yang membela Jasmine, membuat publik yang tadinya menjelek-jelekkan Jasmine, menjadi tak lagi menjelek-jelekkan. Xavier tak menceritakan secara lengkap kisahnya dengan Jasmine di media. Hanya sekilas saja. Tentu Xavier tidak ingin orang tak dikenal mengetahui tentang masa lalunya dengan Jasmine.Saat ini persiapan pernikahan Xavier dan Jasmine bisa dikatakan
Jasmine melambaikan tangan ke arah mobil Jelena yang mulai pergi meninggalkan mansion Xavier. Senyuman lembut terlukis di wajahnya. Jelena hanya bisa menginap satu malam saja, karena harus mengurus pekerjaannya.“Jasmine,” panggil Xavier yang muncul dari belakang.“Ya?” Jasmine mengalihkan pandangannya, menatap Xavier.“Jelena sudah pulang?”“Sudah.” “Gantilah pakaianmu. Aku sudah menyiapkan dress untukmu di kamar. Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat.”“Kau ingin mengajakku ke mana, Xavier?”“Nanti kau akan tahu.” Xavier membelai lembut pipi Jasmine.Jasmine menghela napas dalam. “Baiklah, tunggu sebentar. Aku akan mengganti pakaianku dulu.”“Aku akan menunggu.” Xavier mengecup bibir Jasmine. Detik selanjutnya, Jasmine melangkah masuk ke dalam rumah menuju kamar. Wanita itu memilih menuruti keinginan Xavier tanpa banyak bertanya.*** Dress berwarna kuning dengan kombinasi hijau sangat cantik di tubuh Jasmine. Xavier pun tak tahan untuk meloloskan pujian. Hari itu Jasmine terlihat s
Jasmine menatap cermin melihat perutnya yang masih rata. Wanita itu mengusap lembut perutnya. Dalam benaknya membayangkan jika kelak nanti perutnya membuncit. Dulu dia gagal, karena keguguran. Sekarang cerita telah berbeda, karena dirinya kembali mengandung.Terakhir dokter mengatakan kandungannya sangat sehat. Hal tersebut membuat Jasmine optimis bahwa dirinya akan melahirkan bayi kedua ini. Terkadang Jasmine merasa bahwa ini semua adalah mimpi, tapi dia sangat sadar bahwa dirinya berada di dunia nyata.“Melamun di pagi hari. Apa yang kau pikirkan, hm?” Xavier mendekat, memeluk Jasmine dari belakang.Jasmine tersentak di kala ada yang memeluknya dari belakang. Namun, keterkejutannya hanya sebentar saja, karena dia melihat dari pantulan cermin Xavier yang tengah memeluknya dari belakang.“Xavier, kau mengejutkanku,” ucap Jasmine pelan.Xavier mengecup tengkuk leher Jasmine. “Kau melamun. Apa yang kau pikirkan?”Jasmine terdiam sebentar. “Aku masih tidak menyangka hubungan kita akan mu
London, UK. Hiruk pikuk London menyambut. Cuaca indah dan menyegarkan. Jasmine dan Xavier sudah berada di dalam mobil. Setibanya di bandara, sudah ada sopir yang menjemput. Tentu semua ini diatur oleh Xavier. Jasmine hanya memilih menurut dan patuh akan apa yang diminta oleh pria itu.“Xavier, kau akan membawaku ke mana? Pulang ke rumah orang tuaku?” tanya Jasmine ingin tahu. Jantungnya terus berdebar kencang seolah ingin berhenti dari tempatnya. Perasaan yang dirasakan oleh Jasmine benar-benar sangatlah campur aduk.“Tidak. Aku akan membawamu ke rumah orang tuaku,” jawab Xavier yang sontak membuat Jasmine terkejut.Jasmine tersentak. “A-apa? K-kau membawaku ke rumah orang tuamu?”Xavier menatap keterkejutan di wajah Jasmine. Dia membelai pipi Jasmine sambil berkata, “Nanti kau akan tahu. Jangan khawatir. Aku akan selalu di sisimu. Empat tahun kita sama-sama tersiksa. Sekarang sudah waktunya untuk bahagia.”Jasmine memilih menyandarkan kepalanya di lengan kekar Xavier. Dia percaya pa