Meja makan panjang dihiasi hidangan lezat yang menggugah selera. Johan, duduk di ujung meja dengan senyum lebar, menunggu anggota keluarga lainnya untuk duduk di sekitar meja. Pemandangan di meja makan itu penuh dengan kebahagiaan. Namun, di balik suasana yang terasa akrab itu tersimpan perasaan campur aduk bagi Jasmine dan Xavier.“Bagaimana rasanya menjadi bagian dari keluarga Welsh, Xavier?” tanya Johan dengan nada penuh wibawa.“Aku merasa sangat beruntung dipertemukan dengan keluarga yang hangat ini. Kalian menyambutku dengan tangan terbuka.” Xavier berkata dengan raut wajah tulusnya.“Aku benar-benar senang untuk kalian berdua,” bisik Mila pada Jelena yang mana suaranya masih terdengar oleh telinga orang lain.Jelena tersenyum. “Terima kasih, Mommy.”Mila mengalihkan pandangannya dari Jelena ke Xavier, teringat akan suatu hal dia pun berkata, “Xavier, Mommy dengar dari Jelena bahwa orangtuamu tidak dalam kondisi yang baik.”Jelena menyentuh tangan Mommy-nya yang ada di atas meja
Hari itu, suasana pagi begitu cerah memukau di kota metropolitan terbesar di Britania Raya—menciptakan sinar cahaya yang menerangi bumi. Sorotan matahari pagi memancar di balik langit-langit kaca gedung-gedung tinggi di sekitarnya, mencerminkan suasana hati Jasmine yang sebenarnya tengah berkecamuk.Jasmine nampak sedang tidak baik-baik saja. Akan tetapi, wanita itu berusaha untuk terlihat baik-baik saja di depan banyak orang. Dia baru saja turun dari mobil mewah, dikawal oleh Bernard yang kontras tampak bersemangat, tersenyum lebar saat membukakan pintu mobil untuknya.“Terima kasih sudah mengantarku,” ucap Jasmine datar seraya merapikan rambutnya ke belakang.“Tidak perlu mengucapkan terima kasih. Aku senang bisa mengantarmu. Kau tahu kan kalau aku selalu ingin meluangkan waktu bersamamu, Sayang?” Bernard tersenyum lembut, sambil membelai pipi sang kekasih.“Ya, aku tahu itu.” Jasmine balas tersenyum.“Ingat, aku akan menjemputmu lagi nanti. Kau tidak membawa mobil hari ini, bukan?”
Sepanjang perjalanan, Jasmine tak henti-hentinya meloloskan umpatan kasar dalam hati. Sialnya ancaman Xavier membuat Jasmine sama sekali tidak bisa berkutik. Mulut bajingan pria itu ingin sekali dia robek.Jasmine membenci dirinya berada di ambang kerumitan, hingga membuatnya tak berdaya. Tidak ada satu orang pun yang bisa membuat Jasmine berada di ambang kerumitan. Hanya Xavier Coldwell yang sialnya membuatnya terbelenggu di dalam kerumitan ini.“Wajah cantikmu tidak akan terlihat cantik jika kau memasang wajah geraman.” Xavier yang tengah mengemudikan mobil, melirik sekilas Jasmine yang nampak menahan rasa kesal.Napas Jasmine memburu, menatap tajam Xavier. Tidak ada kata yang terucap di bibirnya. Hanya sepasang iris mata tajam, membendung kemarahan. Dalam hati, dia berharap segera bebas dari Xavier. Tapi sialnya, kenapa malah pria itu semakin mendekat?Mobil yang ditumpangi Jasmine berpapasan dengan mobil yang dikendarai oleh Bernard. Jasmine mengetahuinya dengan jelas. Wajah wanit
Di dalam restoran mewah di London, lampu-lampu gantung berpendar dengan gemerlap, menciptakan suasana romantis untuk candle light dinner. Lampu-lampu kota menyala dengan cantik, tower bridge turut mengambil bagiannya, bangunan bersejarah dan modern berpadu harmonis menciptakan latar belakang yang indah.Suasana romantis itu hanya berlaku bagi pasangan yang datang dengan senang hati, saling setuju menikmati waktu kencan bersama. Xavier akan dipandang sebagai pria hebat karena dapat mempersiapkan keperluan kencan dalam waktu singkat untuk menyenangkan hati pasangan. Tidak perlu memikirkan soal tempat, menu, atau bahkan bertikai agar bisa mendapatkan jawaban dari dua hal itu, karena Xavier sudah mengaturnya dengan sangat baik. Seperti Jasmine yang hanya tinggal membawa diri.Sosok Xavier pastinya akan dikagumi oleh mata Jelena atau wanita lain yang mungkin sangat mengharapkan perlakuan romantis dari pasangannya. Bertolak belakang dengan Jasmine, dia menganggap bahwa rencana Xavier adalah
Jam terus bergerak-gerak, menandakan hari semakin malam. Sepulang dari makan malam yang tidak terduga itu, Jasmine dilanda rasa cemas dan khawatir yang menyelimuti dirinya. Ada rasa kecemasan berlebihan, namun dia berusaha sekeras mungkin mengatasi perasaan cemasnya.Jasmine terpaksa harus melewati pintu berbeda untuk masuk ke rumah agar kebersamaan dirinya dan Xavier tidak terlihat. Pun dia membiarkan Xavier disambut hangat oleh Jelena. Pasangan yang sudah bertunangan itu saling berpelukan dengan mesra bagaikan dunia milik berdua.Ya, inilah ironi fakta yang harus Jasmine hadapi. Makan malam bersama calon kakak iparnya, berujung membuatnya merasa cemas ketakutan. Rasa khawatir dalam diri Jasmine timbul akibat diam-diam pergi bersama dengan calon suami kakaknya.Jasmine yang melewati pintu belakang, melihat jelas bagaimana Jelena menyambut Xavier dengan sambutan hangat dan mesra. Bisa dikatakan memang Xavier selalu mendatangi rumahnya setiap hari demi Jelena. Tentu bukan karenanya.Ja
Jasmine menghadap timnya untuk membahas tentang penurunan pendapatan yang sedang dialami perusahaan. Rapat dilangsungkan selama satu jam. Mereka berpikir keras dan saling berkolaborasi untuk mengembangkan strategi demi menyelamatkan perusahaan yang sedang dalam kondisi tidak baik.Selama rapat berlangsung, aura wajah Jasmine menunjukkan jelas tengah memikirkan beban berat. Wanita cantik itu mengetuk-ngetuk meja dengan jemari lentiknya. Dia berpikir keras.Jasmine membenci kondisi di mana kondisi perusahaan tidak baik-baik saja. Selama ini dia selalu bekerja keras demi agar perusahan di mana dia bekerja, selalu dalam keadaan baik. Tapi sialnya, kali ini tidak sesuai dengan keadaan.Beban Jasmine terberat. Posisinya dia baru saja diangkat sebagai Direktur penjualan dan pemasaran. Kalau sampai Perusahaan mengalami penurunan penjualan secara drastis, maka habislah karirnya.“Pasar sedang berubah dan strategi kita yang biasa tampaknya tidak efektif lagi,” ucap Sarah, dari staff devisi pema
Industri kosmetik memiliki pasar yang luas dan semakin berkembang. Permintaan akan produk kecantikan ikut meningkat. Tidak hanya di pasar domestik, tetapi juga di pasar internasional, minat terhadap produk kecantikan terus tumbuh. Para kompetitor saling berlomba untuk memikat hati pelanggan. Tidak heran jika sewaktu-waktu akan terjadi guncangan dikarenakan persaingan yang sengit.Jasmine tidak begitu risau soal itu berkat kerja sama timnya yang cakap dan cepat tanggap. Seperti pengamatannya, ketegangan hanya terjadi sesaat. Mungkin mereka perlu memperbaiki sedikit strategi pemasaran untuk mengembangkan cara kerja di masa depan.Kini kendala paling besar yang tersisa bagi Jasmine adalah investor di perusahaannya—Xavier. Ya, Jasmine tak pernah mengira kalau ternyata Xavier memiliki kekuatan sebesar ini.Dulu, Jasmine mengenal Xavier tak terlalu dekat. Kondisinya kala itu dia hanya menjalin hubungan dengan Xavier hanya beberapa bulan saja. Dia tahu Xavier memiliki perusahaan sendiri, tap
Hari kesialan Jasmine semakin hari semakin bertambah. Dia merasa sangat dipermainkan oleh Xavier. Pria itu tidak benar-benar menarik investasi. Ketidaktahuan menjadikan dia sebagai bahan lelucon bagi pria itu. Bukan lelucon, melainkan kesempatan untuk memperdayanya lagi. Kini dia terjebak bersama Xavier di ruang kerjanya sendiri.Ternyata ini yang di maksud Xavier di mobil tadi, pria itu benar-benar memperhatikannya, lebih tepatnya memelototinya. Para wanita di luar sana tentu akan sangat senang ditatap oleh makhluk seperti Xavier, sayangnya Jasmine sama sekali tidak.Xavier sekarang berada di perusahaannya. Dia ingin sekali mengusir pria itu untuk pergi. Tapi jika dia berani mengusir Xavier, maka habislah hidupnya. Pasti Direktur Utamanya akan mengamuk. Ada satu keuntungan di mana Xavier berada di ruang kerjanya yaitu Jasmine akan dipandang baik dan hebat oleh Direktur Utamanya. Oh, God! Andai saja Direktur utamanya tahu yang sebenarnya, maka pasti dia akan dipecat, karena sama saja
Pagi-pagi, Xavier sudah meminta sopir menjemput kedua anaknya. Ya, pria itu tak ingin merusak rencana yang sudah dia buat. Untungnya keluarganya dan keluarga Jasmine mengerti bahwa Xavier ingin mengajak Jasmine dan juga dua anaknya berlibur.“Xavier, kenapa kita harus membawa paspor?” tanya Jasmine bingung.Xavier membelai lembut pipi Jasmine. “Kita akan pergi ke luar negeri, Sayang. Tentunya membutuhkan paspor.”Mata Jasmine membelalak terkejut. “Apa? Kau ingin mengajakku dan anak-anak ke luar negeri? Kenapa mendadak sekali, Sayang. Aku pikir kau hanya mengajakku berlibur ke luar kota saja.” Jasmine sama sekali tidak menyangka Xavier akan mengajaknya dan anak-anak berlibur ke luar negeri. Dia pikir Xavier akan mengajak berlibur ke luar kota saja. Namun, ternyata dugaannya salah besar. Suaminya itu malah mengajaknya untuk berlibur ke luar negeri.Xavier mendekat, dan memeluk pinggang istrinya itu. “Aku ingin mengajakmu ke negara yang ingin kau kunjungi. Tahun lalu kita tidak jadi ke
Jasmine dan Xavier harus merelakan dua anaknya dibawa oleh keluarga mereka. Sopir keluarga Xavier menjemput Jacob, dan sopir keluarga Jasmine menjemput Xavera. Meski masih kecil, tapi Xavera tidak pernah rewel jika berada di keluarga Jasmine ataupun Xavier. Kedua anak mereka akan menginap satu hari di keluarga mereka. Mereka terpisah, demi agar kedua orang tua Jasmine dan kedua orang tua Xavier tidaklah berdebat.Jasmine hendak mengajak Xavier ke dalam rumah mereka, tapi gerak mereka sama-sama terhenti di kala ada sebuah mobil masuk ke dalam halaman parkir. Tampak kening Jasmine mengerut dalam, menatap sosok pria tak asing di matanya baru saja turun dari mobil.“Dylan?” Xavier menatap pria yang menghampirinya.“Hi, lama tidak jumpa, Xavier,” ucap pria bernama Dylan itu.Xavier mendesah kasar. “Kenapa kau di sini?”Dylan terkekeh rendah. “Apa begini menyambut sepupumu, huh?”Jasmine langsung teringat di kala Dylan mengatakan ‘Sepupu’. Kepingan memorinya mengingat sosok pria tampan yang
Tiga tahun berlalu … “Bibi Jelena coming!” Jacob berseru melihat sosok Jelena yang muncul. Tampak jelas raut wajah bocah laki-laki tampan berusia tiga tahun—menunjukkan jelas kebahagiaannya.“Halo, Sayang.” Jelena langsung menggendong Jacob, dan menciumi pipi bulat Jacob. “Kau semakin tampan dan menggemaskan.”Jacob berbinar menatap Jelena. “Apakah aku sudah seperti Dad, Bibi?”Jelena mencubit pelan hidung mancung Jacob. “Kau bahkan jauh lebih tampan dari Daddy-mu.”Jacob tersenyum riang mendengar ucapan bibinya.“Wah, Jelena, rupanya kau datang.” Jasmine tersenyum seraya mendekat menghampiri kakaknya. Belakangan ini kakaknya sangat sibuk berpergian ke luar negeri. Hal tersebut yang membuat Jasmine jarang sekali bertemu dengan kakaknya. “Hi, Jasmine. Aku ke sini merindukan dua keponakanku.” Jelena tersenyum manis, seraya menatap Jasmine.Jasmine membalas senyuman Jelena.“Mommy, Bibi Jelena bilang aku lebih tampan dari Daddy,” ucap Jacob bangga. Jasmine membelai pipi bulat Jacob.
Beberapa bulan berlalu …. “Jelena, kau yang benar saja, kenapa kau ingin ke Argentina selama enam bulan? Apa kau berniat meninggalkan keluargamu?” Mila mengomel pada Jelena yang ingin pergi ke Argentina selama enam bulan. Wajar saja jika Mila marah, karena putri sulungnya itu mendadak ingin pergi. Padahal putrinya tidak membuka cabang salon.Johan dan Jasmine yang berada di sana memilih duduk dengan tenang, menunggu penjelasan Jelena. Mereka menikmati minuman dan cemilan yang diantar sang pelayan. Sudah cukup Mila saja yang mengomel. Johan dan Jasmine tak ingin mengomeli Jelena—yang sudah tampak kepusingan.“Mom, aku ke Argentina karena ingin liburan dan melihat pontensi bisnis di sana. Mungkin saja aku bisa membuka cabang salonku di sana.” Jelena menjelaskan pada sang ibu.Mila memijat keningnya. “Kau pergi sampai enam bulan. Lama sekali! Dulu waktu di New York, kau bertahun-tahun di sana. Sudahlah lebih baik kau fokus pada cabang salonmu saja yang sudah ada. Mommy lebih setuju kau
Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Hari di mana Jasmine dan Xavier akan menjadi satu. Tidak pernah mereka sangka akan tiba dititik ini. Berbagai hantaman badai telah mereka lalui. Berpisah empat tahun, dan semesta kembali mempertemukan dengan cara yang unik. Sebuah cara yang tidak pernah mereka sangka.Sebuah gaun pernikahan mewah sudah terbalut di tubuh Jasmine. Semua orang di ruang rias, memuji penampilan Jasmine yang sangatlah cantik. Jelena dan Mila yang ada di sana sampai menangis karena melihat penampilan Jasmine luar biasa cantik.“Jasmine, kau sangat cantik.” Jelena dan Mila memeluk Jasmine bergantian.Jasmine tersenyum lembut. “Kalian juga sangat cantik.”Mila membelai pipi Jasmine. “Mommy tidak menyangka kau akan menikah lebih dulu dari kakakmu.”“Mom, Jasmine berhak bahagia. Siapa pun yang menikah duluan tidak masalah,” sambung Jelena lembut dan hangat.“Maafkan aku,” ucap Jasmine merasa bersalah.Jelena menggelengkan kepalanya. “Kau tidak bersalah. Kau dan Xavier berhak
Rencana pernikahan Xavier dan Jasmine telah tercium di media. Sebagai pengusaha ternama tentunya nama Xavier Coldwell tentunya bahan perbincangan. Bagaimana tidak? Seharusnya yang menjadi istri Xavier adalah Jelena, tapi malah berubah menjadi Jasmine—adik kandung Jelena.Berbagai gossip miring masuk ke media. Namun, Xavier langsung menegaskan bahwa sejak awal yang dia cintai adalah Jasmine. Pun pria itu sampai memberikan keterangan bahwa dia pertama kali memiliki hubungan dengan Jasmine. Baik Xavier ataupun Jelena sama-sama memberikan keterangan, karena tak ingin Jasmine dijelek-jelekkan di hadapan publik.Sikap Jelena dan Xavier yang membela Jasmine, membuat publik yang tadinya menjelek-jelekkan Jasmine, menjadi tak lagi menjelek-jelekkan. Xavier tak menceritakan secara lengkap kisahnya dengan Jasmine di media. Hanya sekilas saja. Tentu Xavier tidak ingin orang tak dikenal mengetahui tentang masa lalunya dengan Jasmine.Saat ini persiapan pernikahan Xavier dan Jasmine bisa dikatakan
Jasmine melambaikan tangan ke arah mobil Jelena yang mulai pergi meninggalkan mansion Xavier. Senyuman lembut terlukis di wajahnya. Jelena hanya bisa menginap satu malam saja, karena harus mengurus pekerjaannya.“Jasmine,” panggil Xavier yang muncul dari belakang.“Ya?” Jasmine mengalihkan pandangannya, menatap Xavier.“Jelena sudah pulang?”“Sudah.” “Gantilah pakaianmu. Aku sudah menyiapkan dress untukmu di kamar. Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat.”“Kau ingin mengajakku ke mana, Xavier?”“Nanti kau akan tahu.” Xavier membelai lembut pipi Jasmine.Jasmine menghela napas dalam. “Baiklah, tunggu sebentar. Aku akan mengganti pakaianku dulu.”“Aku akan menunggu.” Xavier mengecup bibir Jasmine. Detik selanjutnya, Jasmine melangkah masuk ke dalam rumah menuju kamar. Wanita itu memilih menuruti keinginan Xavier tanpa banyak bertanya.*** Dress berwarna kuning dengan kombinasi hijau sangat cantik di tubuh Jasmine. Xavier pun tak tahan untuk meloloskan pujian. Hari itu Jasmine terlihat s
Jasmine menatap cermin melihat perutnya yang masih rata. Wanita itu mengusap lembut perutnya. Dalam benaknya membayangkan jika kelak nanti perutnya membuncit. Dulu dia gagal, karena keguguran. Sekarang cerita telah berbeda, karena dirinya kembali mengandung.Terakhir dokter mengatakan kandungannya sangat sehat. Hal tersebut membuat Jasmine optimis bahwa dirinya akan melahirkan bayi kedua ini. Terkadang Jasmine merasa bahwa ini semua adalah mimpi, tapi dia sangat sadar bahwa dirinya berada di dunia nyata.“Melamun di pagi hari. Apa yang kau pikirkan, hm?” Xavier mendekat, memeluk Jasmine dari belakang.Jasmine tersentak di kala ada yang memeluknya dari belakang. Namun, keterkejutannya hanya sebentar saja, karena dia melihat dari pantulan cermin Xavier yang tengah memeluknya dari belakang.“Xavier, kau mengejutkanku,” ucap Jasmine pelan.Xavier mengecup tengkuk leher Jasmine. “Kau melamun. Apa yang kau pikirkan?”Jasmine terdiam sebentar. “Aku masih tidak menyangka hubungan kita akan mu
London, UK. Hiruk pikuk London menyambut. Cuaca indah dan menyegarkan. Jasmine dan Xavier sudah berada di dalam mobil. Setibanya di bandara, sudah ada sopir yang menjemput. Tentu semua ini diatur oleh Xavier. Jasmine hanya memilih menurut dan patuh akan apa yang diminta oleh pria itu.“Xavier, kau akan membawaku ke mana? Pulang ke rumah orang tuaku?” tanya Jasmine ingin tahu. Jantungnya terus berdebar kencang seolah ingin berhenti dari tempatnya. Perasaan yang dirasakan oleh Jasmine benar-benar sangatlah campur aduk.“Tidak. Aku akan membawamu ke rumah orang tuaku,” jawab Xavier yang sontak membuat Jasmine terkejut.Jasmine tersentak. “A-apa? K-kau membawaku ke rumah orang tuamu?”Xavier menatap keterkejutan di wajah Jasmine. Dia membelai pipi Jasmine sambil berkata, “Nanti kau akan tahu. Jangan khawatir. Aku akan selalu di sisimu. Empat tahun kita sama-sama tersiksa. Sekarang sudah waktunya untuk bahagia.”Jasmine memilih menyandarkan kepalanya di lengan kekar Xavier. Dia percaya pa