Mata Jasmine mengawasi lalu lintas di luar jendela, tetapi pikirannya jauh dari perjalanan mereka. Hatinya terasa hancur karena ingatan yang masih segar tentang semalam. Wajah kakaknya dan Xavier terpampang jelas dalam ingatan, berciuman dengan begitu mesra, sesuatu yang juga dia dan Xavier pernah lakukan dulu, ketika mereka masih menjadi sepasang kekasih.Jasmine berusaha menenangkan diri, mencari cara untuk mengatasi perasaan campur aduknya, tetapi itu tidak mudah. Setiap kali dia melihat ke arah Xavier, bayangan kakaknya yang sedang berciuman dengan mantan kekasihnya itu langsung menghantamnya kembali.âKau cantik.âDua kata yang berhasil memecahkan keheningan yang terbentang di dalam mobil yang tengah melaju ini. Xavier tidak menyembunyikan senyumannya, terlihat tulus, tapi Jasmine tidak ingin mengakui karena hanya akan membuatnya terjatuh dalam jurang yang selama ini mati-matian dia hindari.âTapi ngomong-ngomong, kenapa sejak di rumah tadi kau berusaha menutup mulutmu dengan sca
Jasmine sudah banyak menangis, tetapi untunglah dia memiliki es batu di kantor untuk mengompresi matanya sehingga wajahnya terlihat jauh lebih baik dari sebelumnya. Pagi hari dimulai dengan drama bersama Xavier membuat energinya banyak terkuras, tetapi dia berusaha untuk tetap fokus pada pekerjaan.âDi mana kau membeli scarf itu, Jasmine?âJasmine menolehkan kepala, menemukan Ivy datang ke ruangannya. Dia bahkan tidak menyadari ada yang masuk, karena berusaha keras mengimbangi antara pekerjaan dan Xavier. Bisa dikatakan kalau kedatangan Ivy sudah menjadi sumber penyelamatnya.âAku membelinya saat bazar waktu itu. Apa kau ingat?ââSaat bersama anggota lainnya?ââYa, atasan kita meminta agar kita mengikuti acara itu sebagai hiburan,â ucap Jasmine sembari memperhatikan tulisan yang ada pada lembar dokumen.âNyatanya kita tidak terhibur sama sekali.â Ivy mendesah panjang. âKalau diingat-ingat lagi sangat mengesalkan, karena seharusnya kita pulang ke rumah dan beristirahat, tapi atasan kit
Berjalan dari area parkir menuju rumah, Jasmine kebingungan memperhatikan para pelayan berlalu-lalang. Dia juga melihat sejumlah orang asing di antaranya tengah mengangkat semacam dekorasi. Mereka sibuk bergerak, mengatur bunga, dan menyusun tempat duduk.Jasmine bisa membayangkan betapa indahnya ketika malam menjelang dan cahaya lembut lampu gantung berpadu dengan lilin-lilin dan bunga-bunga segar. Hangat dan romantis, tapi mampu membuat hatinya campur aduk.Dengan langkah berat, dia menghampiri suara Jelena yang mengalun di ruang keluarga sejak tadi. Di sana dia melihat Jelena tersenyum bahagia, tampaknya sangat menantikan momen spesial di dalam hidupnya.Jasmine hendak mencari topangan untuk tubuh yang tiba-tiba terasa rapuh, pada saat itu pula dia melihat foto-foto Jelena dan Xavier berbaris di atas meja. Mereka tersenyum dalam bingkai kebahagiaan.Rasa sakit yang mendalam menusuk hatinya. Waktu seakan berputar mundur, mengingatkannya pada saat-saat kebersamaan mereka yang penuh c
Suasana di dalam ruangan itu kental akan aroma bunga segar. Xavier begitu tampan dengan balutan setelan jas hitamnya yang rapi, berdiri di tengah-tengah para tamu yang ikut berbahagia atas pertunangannya. Di sebelahnya, berdiri sosok cantik berbalut gaun putih mewah, Jelena.Sesaat setelah musik pengiring berhenti, Xavier tidak sengaja menatap ke satu arah yang sukses membuat perasaannya berkecamuk, cemburu segera menyiksanya seolah-olah di dalam hati telah tercipta badai emosi yang tak terbendung. Sorot mata yang lembut langsung berubah menjadi tajam, tangannya mengepal kuat.âUgh, Xavier âŠ?âXavier mengepalkan tangan dengan erat, tetapi dia tidak sadar kalau kini tengah memegang tangan Jelena. Melihat Jelena kesakitan, dia pun segera melepaskannya.âMaaf, Jelena. Aku tidak sengaja.âJelena tersenyum, meskipun rasa sakit masih sangat terasa di pergelangan tangannya. âKau pasti gugup, ya? Apa ingin pergi sebentar dari keramaian ini?ââAku tidak apa-apa. Kau bilang teman-temanmu akan s
Sinar matahari perlahan merayapi taman yang indah tempat digelarnya garden party di kediaman keluarga Welsh. Suara riang tawa dan percakapan mengalun di antara para tamu undangan sambil menikmati hidangan lezat dan minuman segar yang disajikan di meja-meja buffet.Di sebuah sudut taman, Jasmine berdiri canggung bersama Bernard. Dia merasa telah melakukan kesalahan, apalagi saat tatapan Xavier tertuju padanya. Tidak seharusnya Jasmine merasa seperti itu di saat Xavier sudah lebih dulu mengkhianatinya dan bertunangan dengan wanita lain yang tidak lain adalah kakak kandung Jasmine sendiri.Kalau saja Jasmine tidak ada, mungkin mereka akan tetap bersama tanpa sepengetahuannya, bukan? Membayangkan ketidaktahuannya membuat hatinya ngilu. Berapa banyak tangisan yang harus dia berikan pada Xavier?Kepingan memori tentang masa-masa kelam, menimbulkan rasa sesak di dada. Sekarang Jasmine bisa berdiri tegak, berusaha tegar karena dirinya telah berusaha untuk berdamai dengan kenyataan.Akan tetap
Meja makan panjang dihiasi hidangan lezat yang menggugah selera. Johan, duduk di ujung meja dengan senyum lebar, menunggu anggota keluarga lainnya untuk duduk di sekitar meja. Pemandangan di meja makan itu penuh dengan kebahagiaan. Namun, di balik suasana yang terasa akrab itu tersimpan perasaan campur aduk bagi Jasmine dan Xavier.âBagaimana rasanya menjadi bagian dari keluarga Welsh, Xavier?â tanya Johan dengan nada penuh wibawa.âAku merasa sangat beruntung dipertemukan dengan keluarga yang hangat ini. Kalian menyambutku dengan tangan terbuka.â Xavier berkata dengan raut wajah tulusnya.âAku benar-benar senang untuk kalian berdua,â bisik Mila pada Jelena yang mana suaranya masih terdengar oleh telinga orang lain.Jelena tersenyum. âTerima kasih, Mommy.âMila mengalihkan pandangannya dari Jelena ke Xavier, teringat akan suatu hal dia pun berkata, âXavier, Mommy dengar dari Jelena bahwa orangtuamu tidak dalam kondisi yang baik.âJelena menyentuh tangan Mommy-nya yang ada di atas meja
Hari itu, suasana pagi begitu cerah memukau di kota metropolitan terbesar di Britania Rayaâmenciptakan sinar cahaya yang menerangi bumi. Sorotan matahari pagi memancar di balik langit-langit kaca gedung-gedung tinggi di sekitarnya, mencerminkan suasana hati Jasmine yang sebenarnya tengah berkecamuk.Jasmine nampak sedang tidak baik-baik saja. Akan tetapi, wanita itu berusaha untuk terlihat baik-baik saja di depan banyak orang. Dia baru saja turun dari mobil mewah, dikawal oleh Bernard yang kontras tampak bersemangat, tersenyum lebar saat membukakan pintu mobil untuknya.âTerima kasih sudah mengantarku,â ucap Jasmine datar seraya merapikan rambutnya ke belakang.âTidak perlu mengucapkan terima kasih. Aku senang bisa mengantarmu. Kau tahu kan kalau aku selalu ingin meluangkan waktu bersamamu, Sayang?â Bernard tersenyum lembut, sambil membelai pipi sang kekasih.âYa, aku tahu itu.â Jasmine balas tersenyum.âIngat, aku akan menjemputmu lagi nanti. Kau tidak membawa mobil hari ini, bukan?â
Sepanjang perjalanan, Jasmine tak henti-hentinya meloloskan umpatan kasar dalam hati. Sialnya ancaman Xavier membuat Jasmine sama sekali tidak bisa berkutik. Mulut bajingan pria itu ingin sekali dia robek.Jasmine membenci dirinya berada di ambang kerumitan, hingga membuatnya tak berdaya. Tidak ada satu orang pun yang bisa membuat Jasmine berada di ambang kerumitan. Hanya Xavier Coldwell yang sialnya membuatnya terbelenggu di dalam kerumitan ini.âWajah cantikmu tidak akan terlihat cantik jika kau memasang wajah geraman.â Xavier yang tengah mengemudikan mobil, melirik sekilas Jasmine yang nampak menahan rasa kesal.Napas Jasmine memburu, menatap tajam Xavier. Tidak ada kata yang terucap di bibirnya. Hanya sepasang iris mata tajam, membendung kemarahan. Dalam hati, dia berharap segera bebas dari Xavier. Tapi sialnya, kenapa malah pria itu semakin mendekat?Mobil yang ditumpangi Jasmine berpapasan dengan mobil yang dikendarai oleh Bernard. Jasmine mengetahuinya dengan jelas. Wajah wanit
Pagi-pagi, Xavier sudah meminta sopir menjemput kedua anaknya. Ya, pria itu tak ingin merusak rencana yang sudah dia buat. Untungnya keluarganya dan keluarga Jasmine mengerti bahwa Xavier ingin mengajak Jasmine dan juga dua anaknya berlibur.âXavier, kenapa kita harus membawa paspor?â tanya Jasmine bingung.Xavier membelai lembut pipi Jasmine. âKita akan pergi ke luar negeri, Sayang. Tentunya membutuhkan paspor.âMata Jasmine membelalak terkejut. âApa? Kau ingin mengajakku dan anak-anak ke luar negeri? Kenapa mendadak sekali, Sayang. Aku pikir kau hanya mengajakku berlibur ke luar kota saja.â Jasmine sama sekali tidak menyangka Xavier akan mengajaknya dan anak-anak berlibur ke luar negeri. Dia pikir Xavier akan mengajak berlibur ke luar kota saja. Namun, ternyata dugaannya salah besar. Suaminya itu malah mengajaknya untuk berlibur ke luar negeri.Xavier mendekat, dan memeluk pinggang istrinya itu. âAku ingin mengajakmu ke negara yang ingin kau kunjungi. Tahun lalu kita tidak jadi ke
Jasmine dan Xavier harus merelakan dua anaknya dibawa oleh keluarga mereka. Sopir keluarga Xavier menjemput Jacob, dan sopir keluarga Jasmine menjemput Xavera. Meski masih kecil, tapi Xavera tidak pernah rewel jika berada di keluarga Jasmine ataupun Xavier. Kedua anak mereka akan menginap satu hari di keluarga mereka. Mereka terpisah, demi agar kedua orang tua Jasmine dan kedua orang tua Xavier tidaklah berdebat.Jasmine hendak mengajak Xavier ke dalam rumah mereka, tapi gerak mereka sama-sama terhenti di kala ada sebuah mobil masuk ke dalam halaman parkir. Tampak kening Jasmine mengerut dalam, menatap sosok pria tak asing di matanya baru saja turun dari mobil.âDylan?â Xavier menatap pria yang menghampirinya.âHi, lama tidak jumpa, Xavier,â ucap pria bernama Dylan itu.Xavier mendesah kasar. âKenapa kau di sini?âDylan terkekeh rendah. âApa begini menyambut sepupumu, huh?âJasmine langsung teringat di kala Dylan mengatakan âSepupuâ. Kepingan memorinya mengingat sosok pria tampan yang
Tiga tahun berlalu ⊠âBibi Jelena coming!â Jacob berseru melihat sosok Jelena yang muncul. Tampak jelas raut wajah bocah laki-laki tampan berusia tiga tahunâmenunjukkan jelas kebahagiaannya.âHalo, Sayang.â Jelena langsung menggendong Jacob, dan menciumi pipi bulat Jacob. âKau semakin tampan dan menggemaskan.âJacob berbinar menatap Jelena. âApakah aku sudah seperti Dad, Bibi?âJelena mencubit pelan hidung mancung Jacob. âKau bahkan jauh lebih tampan dari Daddy-mu.âJacob tersenyum riang mendengar ucapan bibinya.âWah, Jelena, rupanya kau datang.â Jasmine tersenyum seraya mendekat menghampiri kakaknya. Belakangan ini kakaknya sangat sibuk berpergian ke luar negeri. Hal tersebut yang membuat Jasmine jarang sekali bertemu dengan kakaknya. âHi, Jasmine. Aku ke sini merindukan dua keponakanku.â Jelena tersenyum manis, seraya menatap Jasmine.Jasmine membalas senyuman Jelena.âMommy, Bibi Jelena bilang aku lebih tampan dari Daddy,â ucap Jacob bangga. Jasmine membelai pipi bulat Jacob.
Beberapa bulan berlalu âŠ. âJelena, kau yang benar saja, kenapa kau ingin ke Argentina selama enam bulan? Apa kau berniat meninggalkan keluargamu?â Mila mengomel pada Jelena yang ingin pergi ke Argentina selama enam bulan. Wajar saja jika Mila marah, karena putri sulungnya itu mendadak ingin pergi. Padahal putrinya tidak membuka cabang salon.Johan dan Jasmine yang berada di sana memilih duduk dengan tenang, menunggu penjelasan Jelena. Mereka menikmati minuman dan cemilan yang diantar sang pelayan. Sudah cukup Mila saja yang mengomel. Johan dan Jasmine tak ingin mengomeli Jelenaâyang sudah tampak kepusingan.âMom, aku ke Argentina karena ingin liburan dan melihat pontensi bisnis di sana. Mungkin saja aku bisa membuka cabang salonku di sana.â Jelena menjelaskan pada sang ibu.Mila memijat keningnya. âKau pergi sampai enam bulan. Lama sekali! Dulu waktu di New York, kau bertahun-tahun di sana. Sudahlah lebih baik kau fokus pada cabang salonmu saja yang sudah ada. Mommy lebih setuju kau
Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Hari di mana Jasmine dan Xavier akan menjadi satu. Tidak pernah mereka sangka akan tiba dititik ini. Berbagai hantaman badai telah mereka lalui. Berpisah empat tahun, dan semesta kembali mempertemukan dengan cara yang unik. Sebuah cara yang tidak pernah mereka sangka.Sebuah gaun pernikahan mewah sudah terbalut di tubuh Jasmine. Semua orang di ruang rias, memuji penampilan Jasmine yang sangatlah cantik. Jelena dan Mila yang ada di sana sampai menangis karena melihat penampilan Jasmine luar biasa cantik.âJasmine, kau sangat cantik.â Jelena dan Mila memeluk Jasmine bergantian.Jasmine tersenyum lembut. âKalian juga sangat cantik.âMila membelai pipi Jasmine. âMommy tidak menyangka kau akan menikah lebih dulu dari kakakmu.ââMom, Jasmine berhak bahagia. Siapa pun yang menikah duluan tidak masalah,â sambung Jelena lembut dan hangat.âMaafkan aku,â ucap Jasmine merasa bersalah.Jelena menggelengkan kepalanya. âKau tidak bersalah. Kau dan Xavier berhak
Rencana pernikahan Xavier dan Jasmine telah tercium di media. Sebagai pengusaha ternama tentunya nama Xavier Coldwell tentunya bahan perbincangan. Bagaimana tidak? Seharusnya yang menjadi istri Xavier adalah Jelena, tapi malah berubah menjadi Jasmineâadik kandung Jelena.Berbagai gossip miring masuk ke media. Namun, Xavier langsung menegaskan bahwa sejak awal yang dia cintai adalah Jasmine. Pun pria itu sampai memberikan keterangan bahwa dia pertama kali memiliki hubungan dengan Jasmine. Baik Xavier ataupun Jelena sama-sama memberikan keterangan, karena tak ingin Jasmine dijelek-jelekkan di hadapan publik.Sikap Jelena dan Xavier yang membela Jasmine, membuat publik yang tadinya menjelek-jelekkan Jasmine, menjadi tak lagi menjelek-jelekkan. Xavier tak menceritakan secara lengkap kisahnya dengan Jasmine di media. Hanya sekilas saja. Tentu Xavier tidak ingin orang tak dikenal mengetahui tentang masa lalunya dengan Jasmine.Saat ini persiapan pernikahan Xavier dan Jasmine bisa dikatakan
Jasmine melambaikan tangan ke arah mobil Jelena yang mulai pergi meninggalkan mansion Xavier. Senyuman lembut terlukis di wajahnya. Jelena hanya bisa menginap satu malam saja, karena harus mengurus pekerjaannya.âJasmine,â panggil Xavier yang muncul dari belakang.âYa?â Jasmine mengalihkan pandangannya, menatap Xavier.âJelena sudah pulang?ââSudah.â âGantilah pakaianmu. Aku sudah menyiapkan dress untukmu di kamar. Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat.ââKau ingin mengajakku ke mana, Xavier?ââNanti kau akan tahu.â Xavier membelai lembut pipi Jasmine.Jasmine menghela napas dalam. âBaiklah, tunggu sebentar. Aku akan mengganti pakaianku dulu.ââAku akan menunggu.â Xavier mengecup bibir Jasmine. Detik selanjutnya, Jasmine melangkah masuk ke dalam rumah menuju kamar. Wanita itu memilih menuruti keinginan Xavier tanpa banyak bertanya.*** Dress berwarna kuning dengan kombinasi hijau sangat cantik di tubuh Jasmine. Xavier pun tak tahan untuk meloloskan pujian. Hari itu Jasmine terlihat s
Jasmine menatap cermin melihat perutnya yang masih rata. Wanita itu mengusap lembut perutnya. Dalam benaknya membayangkan jika kelak nanti perutnya membuncit. Dulu dia gagal, karena keguguran. Sekarang cerita telah berbeda, karena dirinya kembali mengandung.Terakhir dokter mengatakan kandungannya sangat sehat. Hal tersebut membuat Jasmine optimis bahwa dirinya akan melahirkan bayi kedua ini. Terkadang Jasmine merasa bahwa ini semua adalah mimpi, tapi dia sangat sadar bahwa dirinya berada di dunia nyata.âMelamun di pagi hari. Apa yang kau pikirkan, hm?â Xavier mendekat, memeluk Jasmine dari belakang.Jasmine tersentak di kala ada yang memeluknya dari belakang. Namun, keterkejutannya hanya sebentar saja, karena dia melihat dari pantulan cermin Xavier yang tengah memeluknya dari belakang.âXavier, kau mengejutkanku,â ucap Jasmine pelan.Xavier mengecup tengkuk leher Jasmine. âKau melamun. Apa yang kau pikirkan?âJasmine terdiam sebentar. âAku masih tidak menyangka hubungan kita akan mu
London, UK. Hiruk pikuk London menyambut. Cuaca indah dan menyegarkan. Jasmine dan Xavier sudah berada di dalam mobil. Setibanya di bandara, sudah ada sopir yang menjemput. Tentu semua ini diatur oleh Xavier. Jasmine hanya memilih menurut dan patuh akan apa yang diminta oleh pria itu.âXavier, kau akan membawaku ke mana? Pulang ke rumah orang tuaku?â tanya Jasmine ingin tahu. Jantungnya terus berdebar kencang seolah ingin berhenti dari tempatnya. Perasaan yang dirasakan oleh Jasmine benar-benar sangatlah campur aduk.âTidak. Aku akan membawamu ke rumah orang tuaku,â jawab Xavier yang sontak membuat Jasmine terkejut.Jasmine tersentak. âA-apa? K-kau membawaku ke rumah orang tuamu?âXavier menatap keterkejutan di wajah Jasmine. Dia membelai pipi Jasmine sambil berkata, âNanti kau akan tahu. Jangan khawatir. Aku akan selalu di sisimu. Empat tahun kita sama-sama tersiksa. Sekarang sudah waktunya untuk bahagia.âJasmine memilih menyandarkan kepalanya di lengan kekar Xavier. Dia percaya pa