“Untuk apa kita membeli pedang dan peraltan tarung dari besi seperti ini?” Rosena memandangi pedang mengilap di tangannya.
“Kau tahu, lelaki itu jelas memberi tahu kita bahwa kita harus memerjuangkan negeri ini. Dia bilang kita kunci kedua bukan?” Ujar Sean yang ditanggapi dengan raut wajah kebingungan Dimitri dan Rosena.
“Ada banyak tentara yang dimiliki negeri ini, kenapa harus kita? Ada para petinggi negeri yang juga memiliki pengawal tangguh kenapa harus kita?”
“Mungkin ini saatnya kita bertindak sebagai pahlawan. Lagipula ilmu bertarung kita juga bagus kan, untuk apa selama ini kita ikut berlatih setiap mengunjungi Distrik Conse? Untuk apa selama ini kita olahraga beladiri setiap minggu di distrik kita sendiri.”
“Betul juga kata Dimi,” kata Yugo setuju. Lelaki itu sibuk memainkan anak panahnya.
Rosena hanya bisa menahan emosinya. Sudah sekitar satu jam berlalu semenjak mereka keluar dari toko periuk si pria perak, dan kini mreka memang ada di toko perkakas dan senjata. Jaraknya sekitar satu blok saja dari kediaman lelaki tua itu. Sejujurnya dia tidak takut, dia juga mau. Tapi masalahnya jika memang mereka mau menjadi pejuang, tidak ada yang tahu selain mereka berempat dan pria perak itu. Dia adalah gadis sebatang kara, tapi dia sangat tidak ingin kematiannya juga hanyut dalam kesendirian.
“Tenang, saja kita tidak akan mati secepat itu.” Yugo mengusap pundak sahabat perempuannya itu.
Rosena menitikkan air mata. “Sebaiknya kita kirimkan surat untuk Sesepuh Jeremy, bahwa kita tahu cara untuk menyelesaikan masalah ini. Dan kita akan pergi untuk memulai mencarinya.”
“Ide yang bagus!” Sean kemudian merangkul ketiga sahabatnya, membuat mereka semua terkejut. “Aku percaya kita bisa melakukannya.”
Rosena kemudian mengusap air matanya. Ia melihat sekeliling, ada banyak penduduk yang melintasi mereka dan memandangi mereka secara aneh. “Lantas bagaimana dengan peta itu?”
“Baiklah aku akan mencari kurir surat, sembari menunggu kalian pecahkan misteri itu.” Dimitri kemudian pergi dengan Dieval, kudanya. Sementara ketiga lainnya memasuki sebuah kedai dan memutuskan untuk berdiskusi di sana.
-Four Adventure-
“Silakan beernya!” ujar seorang pelayan kedai sembari mengantarkan empat gelas berisi beer, kemudian ia pergi setelah keempatnya mengucapkan terimakasih.
Bell berdenting, seseorang memasuki kedai ini, yang ternyata adalah Dimitri. Cepat sekali pria itu kembali dari ekpedisi mencari kurir suratnya. Dia pun bergabung dengan meja yang diduduki ketiga temannya.
“Kau cepat sekali kembali.”
“Aku memang keren Rosena, akui sajalah.”
“Tak mau. Ngomong-ngomong kenapa sedari tadi semua orang menatap kita?”
“Entahlah, mungkin mereka aneh melihat sekelompok anak-anak dengan mantel dan memesan beer di tengah cuaca yang saat ini jelas sangat tidak cocok dengan hal itu,” kata Sean.
“Ditambah, kita menenteng-nenteng senjata.”
Yugo kemudian mengambil selembar kertas dan pena dari ranselnya. Ia mulai menuliskan kalimat yang sempat diucapkan si pria perak sebagai petunjuk untuk menemukan peta. Masing-masing dari mereka melihat dengan penuh konsentrasi pada kata-kata itu. Otak mereka saling bekerja untuk memecahkan apakah yang dimaksud dari kode tersebut.
“Ingatlah ingat dia yang pernah meracau di masa lampau. Dia yang dianggap hilang, tapi sebenarnya hanya mendekam. Dia gila tapi dia punya rahasia. Tempat tidurnya gelap, padahal dia ada di tempat yang paling gemerlap.”
“Tebakan ini merujuk ke seseorang, bukan benda atau tempat,” ucap Yugo.
“Kau mungkin benar, jika ini merujuk pada seseorang, kode ini juga menunjukkan dimana orang tersebut berada bukan?”
“Menurutmu di mana Rosena?”
“Entahlah Sean. Teka-teki ini kelihatan mudah tapi entah kenapa aku sulit menangkapnya.”
Dimtri sedari diam saja memerhatikan ketiga temannya, dia hanya sibuk mengawasi keadaan sekitar. Kedai yang cukup ramai, menurutnya ini sebenarnya agak kurang nyaman. Hingga tiba-tiba dia mengambil gelas beernya, dan terpikir sesuatu saat matanya tidak sengaja melihat tulisan di kertas milik Yugo, karena kebetulan lelaki itu duduk di sampingnya.
“Kenapa kamu?” Sean menyenggol lengan Dimitri yang sudah melamum sedari tadi.
Dia kemudian meneguk beernya sesaat, kemudian memandang ketiga rekannya. “Kalian tahu, kata-kata di dalam teka-teki itu mau tidak mau sedikit mengingatkanku pada pria yang sempat menjadi ayahku.”
“Sebentar, apa maksudmu kita harus mengunjungi makan ayahmu dan menggalinya untuk mendapatkan peta itu?” Sean sumbang pendapat yang cukup mengejutkan.
“Tapi jika memang ayah-“
“Sekarang dia bukan ayahku,” ucap Dimitri dingin.
“Hey kawan. Aku rasa aku setuju dengan Dimitri, kata-kata seperti ingatlah ingat dia yang pernah meracau di masa lampau. Dia gila tapi dia punya rahasia. Itu seperti mendeskripsikan pria bernama Jack yang tak lain dan tak bukan adalah ayah salah seorang teman kita. Kejadiaan itu sudah lama, dengan kata lain terjadi di masa lampau. Kalian juga tahu, orang-orang pada saat itu menganggapnya gila bukan?”
“Wow, aku tidak menyangka akan secepat ini. Tidak ada kandidat lain?” tanya Sean.
“Reinas Brown, Melisya Huggletorn, Uberius Clint, tiga orang itu juga sempat meracau sebelum ini. Mengakibatkan kericuhan di distrik Ferista juga Ourtha.”
“Mungkin tiga orang itu, kalian tahu opsi mantan ayahku terlalu ambigu, dia sudah mati. Sementara ketiga orang tersebut ada di penjara bawah tanah istana petinggi negeri.”
Gletak.
Yugo meletakkan gelasnya kencang di meja. Ia mendapatkan kesimpulan yang amat bagus di otaknya. “Ya itu dia! PENJARA!”
“Hah apa maksudmu?”
“Begini Rosena, kalimat Dia yang dianggap hilang, tapi sebenarnya hanya mendekam. Kau tau, mendekam… kalimat yang sangat cocok dengan ungkapan bui atau penjara. Dan… Tempat tidurnya gelap, padahal dia ada di tempat yang paling gemerlap. Ruang bawah tanah itu gelap, tapi istana adalah tempat paling gemerlap di negeri ini.”
“Wow, Yugo kesimpulan yang hebat. Nah sekarang ayo berangkat ke distrik Ferista. Ibu kota kita yang megah.” Seankemudian berdiri dan merapikan mantelnya, juga perlengkapan senjatanya.
“Apa memang benar?”
“Coba saja dulu. Daripada kita hanya berdiam.”
“Ta-tapi Sean, bagaimana caranya kita masuk? Istana tidak bisa diakses semudah Kita memasuki Pasar Raflero.”
“Sebentar.” Yugo kembali merogoh ranselnya, setelahnya dia mengeluarkan buku tipis dari dalamnya. “Ini adalah peta negeri ini, dan lihatlah ini.” Dia menunjuk ke salah satu garis berwarna merah. “Itu adalah jalan rahasia yang bisa kita gunakan. Total ada tiga, tapi dari itu semua kita ambil yang di bagian paling Timur, untuk memangkas waktu.”
Mulut ketiga temannya menganga lebar. Bagaimana bisa lelaki itu sedari tadi mengeluarkan barang-barang berguna dari dalam ranselnya?
“Kau?”
“Kalian tahu, tepat sesaat sebelum kakek meninggal dia membekaliku ini semua, dia juga bercerita mengenai empat manusia yang akan menyelamatkan negeri. Dan sekarang aku semakin yakin, itu adalah kita.”
“Ah baiklah. Ayo berangkat.” Sean kemudian keluar dari kedai, disusul yang lainnya.
Mereka memacu kuda mereka dengan kecepatan sedang ke arah Utara, menuju distrik Ferista. Meewati pemukiman yag padat, dan juga jalan setapak yang di sisi kanan dan kirinya adalah hutan.
-Four Adventure-
Mereka tiba di sebuah gorong – gorong dekat Istana bagian Timur. Kuda-kuda mereka sebelumnya telah dititipkan pada seorang pedagang roti. Dan kini mereka berempat berjalan mengendap-ngendap melewati terowongan tersebut. Mereka berjalan secara beruntun.
“Kapan kita akan sampai?” Bisik Rosena.
Yugo yang berada paling depan, sekaligus memegang petunjuk dari buku mengucapkan bahwa mereka sebentar lagi akan sampai. Sean pun terus menggumamkan kata sabar, bagi Rosena yang ada di belakangnya.
Setelah melewati lika-liku gorong-gorong yang lembab dan gelap mereka akhirnya tiba di sebuah lubang pintu kayu yang rapuh. Mereka pun membentuk lingkaran sebelum masuk, berdiskusi sejenak, dan berusaha saling mengingatkan jika memang akan terjadi kecerobohan nantinya. Pada akhirnya satu persatu dari mereka pun masuk ke bagian penjara bawah tanah itu, kembali mengendap-ngendap sembari meraba dinding bebatuan yang cukup tajam untuk menuntun mereka.
“Di mana ya selnya?”
“Aku juga tidak tahu Dimitri, semoga kita bisa mengelabui penjaga nantinya agar mendapat sedikit petunjuk.”
Terdengar suara berat yang datang dari sisi kanan mereka, kiranya itu adalah para penjaga. Mmebuat langkah mereka sejenak berhenti.
“Sudah satu minggu wanita tua bernama Celestia dan pemimpin kita Negia mendatangi sel lelaki itu, terus memaksanya untuk memberi tahu tentang peta. Rasanya aku ingin berjaga saja di atas, aku tidak kuat dengan siksaan Tuan Negia kepadanya, apalagi setelah mendengar jeritannya.”
“Kau benar, aku juga sependapat denganmu,” balasnya pada teman si pengawal.
Rosena menutup mulutnya dengan tangan erat-erat. Sean, Dimitri, dan Yugo saling bertatapan, mereka bertiga menyadari bahwa keberuntungan memang ada di pihak mereka. Dengan cepat keempatnya berusaha mengikuti jejak dua pengawal tadi karena rupanya mereka akan mengantarkan makan siang pada pria yang tadi mereka bicarakan.
Selepas banyak angkah yang mereka lewati, mereka tiba di sel orang yang kiranya mereka cari. Sebab ketika pengawal itu berhenti di selnya dan memberinya makanan, salah satu diantaranya berkata bahwa siapapun yang di dalam sel itu sebaiknya memberikan petanya agar tidak terus disiksa. Baru kali ini keempat remaja itu melihat pengawal yang begitu berbelas kasih secara langsung. Bagitu si pengawal pergi ke sel selanjutnya, dan benar-benar menjauh, mereka berempat pun menghampiri dia.Beruntung selnya berada di paling ujung, sehingga tidak ada tahanan lain juga yang melihat mereka menyusup.
“Hey, permisi,” bisik Rosena pada seorang pria yang nampak punggungnya saja di hadapan mereka berempat.
Lelaki itu kemudian membalikan badannya, dan menatap pada keempat orang asing di hadapannya. Sementara itu, keempat remaja yang diberi pandangan itu justru lemas seketika. Rasanya sendi lutut mereka hilang seketika, detak jantung mereka yang memang sudahh berdegup kencang karena takut apabila tertangkap, kini semakin tak karuan akibat melihat siapa yang ada di balik jeruji besi itu.
“Dia yang dianggap hilang, tapi sebenarnya hanya mendekam. Dia yang dianggap telah mati sebenarnya masih ada di balik jeruji. Itu yang petunjuk mau kita jabarkan. Kita- kita salah memprediksi orang,” lirih Yugo.
Dimitri menjatuhkan dirinya, bertekuk lutut di hadapan jeruji besi hitam yang dingin itu. Sementara itu Rosena langsung memegangi bahu lelaki itu.
“Dimitri, anakku?”
“Tidak, tidak, bukan seperti ini.” Lelaki itu menunduk dalam, tak percaya akan apa yang ada di hadapannya.
Pria itu, Jack Saviero langsung bergegas berdiri. Jari-jarinya meraba dinding batuu di dalam sel sampai akhirnya berhenti di satu titik. Jari-jarinya seperti berusaha mengelupas dinding itu, dan mereka berempat hanya diam menyaksikan. Sampai pada akhirnya sisi tembok itu gompal dan Jack mengambil semacam kertas yang tertanam di dalamnya. Setelahnya ia langsung berjalan mendekati Sean.
“Ini ambilah, dan cepatlah pergi dari sini. Jangan sampai tertangkap dan carilah tanaman itu sampai dapat.”
“Kau sudah tahu?” Sean menerima peta itu.
“Aku selalu yakin akan perkataan di buku itu yang megatakan aka nada empat orang yang menyelamatkan negeri ini, dan Isaac selalu berkata anakku akan menjadi salah satunya kelak.” Ia menjatuhkan pandangannya pada lelaki yang kini tengah tersungkur di bawahnya.
Ia pun ikut berjongkok, melihat putranya yang sudah tumbuh besar dan tampan. “Dimitri, kau sudah sebesar ini. Maafkan ayahmu ini jika memang kau bisa. Selamat berjuang nak,” ucapnya sembari menahan air mata.
“Cepatlah pergi, tidak usah pedulikan aku. Kalaupun aku mati di sini itu akan lebih baik. Karena aku memang sudah mati bukan?"
“Terima kasih, Paman.” Yugo kemudian mengangkat tubuh Dimitri, begitupun Sean yang mengangkat tubuh Rosena yang bergetar karena menangis.
Mereka pun meninggalkan sel tersebut, dan berjalan berbalik arah. Meninggalkan Jack Saviero yang selepas itu disiksa kembali. Pihak istana pun tahu bahwasannya peta itu telah di bawa pergi oleh pihak lain. Tak kehilangan harapan, Celestia, si wanita tua misterius itu menggunakan bakat menerawangnya untuk memprediksi peta tersebut. Tadinya ia memutuskan tidak bisa melakukannya namun karena ia dijanjikan hadiah lebih oleh Negia, dia pun menbuat ramuan yang membantu bakatnya itu semakin tajam. Pihak istana, yang jelas dipimpin Negia itu pun kiranya akan berhasil menggambar peta itu sendiri dengan kata lain membuat duplikat peta itu.
Cahaya kini menyirami tubuh keempat remaja itu selepas keluar dari gorong-gorong. Mata Rosena dan Dimitri masih memerah akibat menangis. Yugo dan Sean pun masih tak percaya akan apa yang dilihat, segalanya terjadi begitu saja, sangat cepat.
“Sedang apa kalian? Habis menyusup dari istana ya?” Suara asing itu sontak membuat tubuh keempat remaja yang semula bergetar karena terkejut akan apa yang terjadi kini membeku serempak. Matilah riwayat mereka.
Grusak Grusuk. Suara daun-daun kering yang ikut berjatuhan bersamaan dengan seseorang yang baru saja turun ke tepi gorong-gorong, tempat sekumpulan remaja asing yang habis menyelinap keluar. Orang itu memandang penuh perhatian pada tiga laki-laki dan satu perempuan. Sementara itu Dimitri, Yugo, dan Sean berusaha tenang karena dihadapannya ada penjaga luar istana, terlihat dari pakaian perakna yang di desain seperti zirah tapi bukan dari besi.
“Ayah,” panggil Jo pada pria yang tengah berdiri menghadap jendela kaca besar di lantai lima. Dia sendirian, persis seperti yang diharapkannya. Lelaki itu sempat membalikkan badannya ketika suara putrinya masuk ke indra pendengarannya. Tetapi ia kembali memandangi langit malam dari balik kaca jendela itu.“Ayah aku ingin bertanya.”
“Selamat pagi, Prajurit!”“Pagi!!” Jawab serentak orang-orang yang berpakaian perak itu.Mereka berbaris rapi dengan kudanya masing-masing. Corny Huffle, didampingi Negia dan Celestia di sampingnya terus mengingatkan intruksi pada para prajurit. Nantinya Negia dan Celestia akan dibawa menggunakan tandu mewah kerajaan.
“Sean berhenti!!” Teriak Yugo yang terus mengejar temannya itu.Sementara itu Dimitri dan Rosena menyusul Yugo dengan langkah cepat mereka. Atmosfir yang semula tenang, kini berubah menjadi tegang. Rosena terus saja meneguk ludahnya,ia tahu apa yang dilihat Sean bukanlah fatamorgana karena mereka saat ini sedang tidak ada di gurun. Yang Sean liaht adalah mindtrost. Sungguh sangat tidak disangka perwujudan makhluk itu ternyata begitu menarik, tidak ada buruk rupa sepertinya. Di mata Sean, mindtrost itu kiranya seperti ibunya. Ibu Sean memanglah cantic, tapi kali ini lelaki itu salah sangka.
Ratusan langkah telah berlalu, mereka akhirnya terbebas dari lembah Trost, tepatnya terbebas dari lahan tempat tinggal mindtrost. Sungguh, mereka berempat sangat lega menyadari satu mimpi buruk telah mereka lewati. Entah mimpi buruk apalagi yang akan mereka hadapi. Kini keempatnya tepat berada di tepi sungai. Duduk diatas bebatuan kerikil, dan tengah memberi air sungai pada Sean. Lelaki itu masih memiliki tangan dan kaki yang terikat, karena memang baru tiba di tepi sungai ini.Dimitri terus memasukkan air sungai pada mulut Sean, ini semua atas perintah Yugo. Lelaki itu bilang pengaruh mindtrost akan hilang jika memang kita berada di luar area tanah hitam itu sekaligus meminum air y
Rosena menyalakan obor sebagai penerangan untuk mala mini. Keadaan yang tadinya begitu gelap gulita kini mendadak menjadi terang. Mereka berempat baru saja makan malam, tentunya selain dengan bekal yang dibawa Yugo, juga dari hadil tangkapan ikan Dimitri yang dengan beruntung bisa mendapat empat ekor.Rosena yang semula duduk di bagian belakang kini pindah ke bagian depan, tepatnya di dekat Sean. Lelaki itu maish betah dan mesih belum merasa capai dengan posisinya yang tengah mendayung. Rosena terus memegangi obor itu, sekaligus mempertajam penglihatannya, karena sampai saat ini mereka belummelihat persimpangan cabang sungai ini.
Hap!Rosena dan ketiga temannya baru saja menapakkan kakinya di tanah kembali setelah berjam-jam mengarungi aliran sungai. Mereka cukup senang, meskipun perjalanan kali ini memaka cukup banyak waktu tapi setidaknya tidak ada gangguan apapaun selama mereka melakukannya. Kini mereka tengah berdiri sembari melihat-lihat pemandangan sekitar. Terlihat banyak tanaman rimbun berwarna hijau menempati area ini. Di sinilah perjalanan mereka selanjutnya akan dimulai, Hutan Wraud.
“Terus ke arah Barat Daya!!” teriak Corny ketika dirinya dan sekelompok prajurit telah memasuki wilayah hutan.Mereka memang sudah tiba di tepi sungai dekat hutan beberapa waktu yang lalu. Setelah meninggalkan perahu mereka kini mereka kembali berjalan, bahkan seorang Negia dan Celestia pun terpaksa berjalan karena tandu singgasana mereka ditinggal ketika terjadi kekacauan di lembah. Yah, sejujurnya kedua orang itu sangat tidak ingin melakukan ini, tapi mau bagaiman lagi.
Beberapa saat yang lalu Sean, Dimitri, dan Rosena baru saja melewati gerbang masuk distrik mereka. Cuaca benar-benar seperti ingin membekukan mereka. Rosena sempat khawatir pada tanaman yang ia peluk, takut bahwa tanaman itu akan terpengaruh oleh cuaca ekstrim yang saat ini mereka rasakan. Namun, hal itu ternyata tidak berdampak apa-apa. Gadis itupun menghela napas lega.Indera penglihatan mereka kini menangkap bahwa pemandangan di kiri dan kanan mereka bukan lagi perkebunan atau pepohonan melainkan rumah-rumah warga. Rasanya mereka seperti sudah lama sekali meninggalkan tempat itu, sampai-sampai m
Suara aliran sungai masih menemani mereka hingga sore ini. Dimitri kini sudah terduduk, tak lagi berdiri. Matanya juga terpejam menahan lukanya yang kali ini benar-benar membuat permukaan bagian depan kain lilitanya sudah berwarna merah. Sebenarnya Rosena begitu khawatir, tetapi dia tidak tidak tahu harus melakukan apa, sebab tangannya sedang disibukkan dengan memegang Vine Jeweria. Selain itu, kini mereka tidak memiliki apa-apa lagi.Sean terus mendayung, meski kali ini rasanya tangannya seperti ingin lepas dari bahunya. Ia sempat melirik luka di kedua bahunya. Baret itu semakin menganga dengan pancaran yang tidak lagi semerah sewaktu mereka
“Hati-hati Rosena!”“Tenang saja Dimi,” balasnya sembari terus berjalan dan sesekali melongok ke bawah agar ia tidak terporosok, sementara tangannya terus memeluk Vine Jeweria.Rasanya ada beban yang terlepas begitu mereka telah mendatkan tanaman itu di tangan mereka. Rosena sendiri masih tidak percaya bahwa benda ajaib itu ada pad mereka, terutama di tangannya. Ketiganya terus menuruni bukit dengan kecepatan yang bisa dibilang lebih baik dari
Cahaya matahari kini sepenuhnya menimpa tubuh Rosena, Dimitri, dan Sean. Mereka telah sampai di tepi hutan, keluar dari arean yang sudah membuat mereka mengenal kematian, sebab dua orang terekat mereka tewas seketika di hadapan ketiganya. Rosena sudah berhenti menangisi Yugo, Sean dan Dimitri pun sudah berusaha merelakan kawan baik mereka itu. Entah apa yang akan mereka katakan pada orang-orang di distrik ketika mereka pulang dan mengetahui bahwa ada salah seorang penduduk yang telah tewas. Mereka bertiga kini memandangi bukit di hadapan mereka. Bukit yang tidak terlalu tinggi, tetapi jelas akan menguras tenaga mereka. Jujur saja, jika mereka
“Hei, apa kalian mendengar sesuatu?”Mereka bertiga berhenti sejenak setelah Rosena melontarkan pertanyaan. Keempatnya pun berhenti sejenak untuk menajamkan indra pendengaran masing-masing. Memang ada banyak bunyi serangga, juga semak belukan yang terseok karena dilewati hewan mamalia atau reptile besar. Tapi sesaat kemudian, mereka memang mendengar bunyi raungan.“Seperti raungan? Apa mungkin ada harimau di sini?”
“Arrgghh!!” Louis berteriak geram, sembari memegangi luka sayatan di dadanya.Ketika tadi ia bertekuk lutut sebab terkejut dengan lukanya, dan melihat perempuan yang telah dibebaskan Joana berteriak kencang menghdapnya, Louis juga mengikuti arah pandang gadis itu. Dan betapa terkejutnya dia mendapati Joana yang telah bersimbah darah karena perut dan dadanya telah terluka.Serena, perempuan itu hanya menampilkan wajah datarnya. Pedangnya masih berlumuran d
Hari yang terus berganti terus membawa suasana di negeri Limalora ini semakin tidak kondusif. Para penduduk terus saja mengkhwatirkan keruntuhan negeri ini, juga ingin sekali segera memeboikot petinggi mereka yang tengah pergi untuk melakukan misi yang begitu egois dan hanya untuk kepentingan diri sendiri. Di sore ini banyak para penduduk yang tengah berkemas-kemas, sebenarnya ini sudah banyak dilakukan para masyarakat semenjak selebaran yang di buat oleh Leon Dwayne itu tersebar. Entah akan pergi kemana mereka, yang jelas mereka bersiap-siap terlebih dahulu.Langit di saat ini juga tertutup gas pu
Sean, Yugo, Rosenna, dan Dimitri agaknya sedikit menjauh dari suara yang mereka duga adalah pasukan istana. Mengapa mereka bisa berpikiran begitu? Jelas karena suara itu terlalu brutal jika diserahkan pada binatan. Sean sadar suara itu adalah pedang yang menghunus kesana kemari. Mereka semua jadi berpikir, bagaimana mungkin jika memang mereka bisa menyusul? Apakah mereka menggunakan sihir? Tapi kenapa tidak sejak lama, misalnya sejak mereka masih di lembah?“Hey di sini ternyata!!!” teriak seorang lelaki berambut hitam dari atas pepohonan.
“Terus ke arah Barat Daya!!” teriak Corny ketika dirinya dan sekelompok prajurit telah memasuki wilayah hutan.Mereka memang sudah tiba di tepi sungai dekat hutan beberapa waktu yang lalu. Setelah meninggalkan perahu mereka kini mereka kembali berjalan, bahkan seorang Negia dan Celestia pun terpaksa berjalan karena tandu singgasana mereka ditinggal ketika terjadi kekacauan di lembah. Yah, sejujurnya kedua orang itu sangat tidak ingin melakukan ini, tapi mau bagaiman lagi.