POV Rengga
Saat ini semua sudah berkumpul diruang pemeriksaan. Mama dan Ibu bergiliran menggendong Amira. Bahkan Papa dan Ayah antusias untuk menggendongnya. Semua tersenyum dan tertawa bahagia.
Sedangkan Aldo sedang tidur disebelah Bella. Dan Ares ada dalam pangkuanku. Aldo memang lebih manja dan rewel daripada Ares. Dia sedari tadi merajuk disisi Mamanya. Ingin dipeluk hingga tertidur. Berniat aku pindahkan, namun Bella mencegah. Hem, memang Aldo sangat mirip denganku, seperti duplikat. Lalu Ares, dia lebih tenang, pendiam seperti Mamanya. Walau kebanyakan wajahku menurun padanya. Tapi dari sifat, sangat dominan ke Bella.
Ketika hari sudah larut, orang tua kami beranjak ke kamar. Aldo dan Ares juga ikut tidur bersama Kakek Nenek nya. Dan Amira sedang menyusu d
POV Bella Sekarang aku bersama Amira, sedang berkunjung ke rumah Dokter andre. Lebih tepatnya mengunjungi Kirana. Karena Dokter Andre tidak berada di rumah. Sejak Kirana menjengukku waktu itu. Dia akan main ke rumah 2 minggu, atau seminggu sekali. Hanya untuk bermain dengan Aldo dan Ares. Dia lebih suka menggendong Amira. Tetapi sejak kandungannya semakin besar. Kirana tidak lagi berkunjung, karena pergerakannya yang sudah terbatas. Dia mengandung bayi kembar, maka wajar jika pada diusia kandungan 28 minggu. Dia sudah tidak bisa banyak bergerak. Bahkan sekarang saja, aku agak kawatir. Melihat dia berjalan tertarih menghampiriku. “Amira cantik,” senyumnya menyapa Amira. “Maaf ya kalau agak
POV Rengga Sebenarnya aku sudah tergoda. Semenjak mengetahui pakaian yang digunakan Bella. Dengan dress floral off shoulder, begitu memanjakan mataku. Bayangkan payudaranya hampir tumpah. Lalu dress tersebut, juga hanya menutupi sedikit paha dan bokongnya. Memang orangku sangat paham, dengan seleraku. Dalam memilihkan baju untuk Bella. Aku sudah meminum obatnya. Dan aku lihat Bella juga sudah meminum obatnya. Tepat setelah masuk kamar. Akuu peluk dia dari belakang. Menghirup aroma tubuhnya yang selalu memabukkan untukku. “Mas kenapa?” tanyanya polos. Aku diam, menciumi leher dan tengkuknya. Tanganku sudah aktif meremas kedua payudara besarnya. “Ehm Masssh,” desah Bella. Aku tarik tubuhnya
POV Rengga Kedatanganku disambut oleh anak-anak, yang berebut dalam gendonganku. Hasilnya Amira dan Aldo disisi kanan kiriku. Sedangkan Ares bergelayut pada kakiku. Memang mereka selalu seperti ini, jika mengetahui kedatanganku. Rumah ini hanya sepi, pada jam tidur siang dan jam malam. Seperti yang aku impikan, yaitu rumah penuh dengan keceriaan dan kehebohan mereka. Ketika sudah dimeja makan, Bella menghampiri kami. Lalu menyiapkan makan siangku. “Sudah baikan hem?” tanyaku. Seraya memandangi penampilannya. Yang siang ini begitu memukau. Lihat badannya yang indah. Dan perutnya yang sudah sedikit menonjol begitu sempurna di mataku. Aku tersenyum tipis. Bukan hanya hari ini, tapi lebih tepatnya setiap hari dia selalu memukau dan seksi. &
POV Rengga. Aku sedang fokus membaca berkas. Tatkala aku dengar pintu ruangan terbuka. Aku lihat Bella berjalan pelan, dengan membawa bekal. Aku menyuruhnya kekantor hari ini. Dia memakai dress renda floral tanpa bahu. Yang begitu pas mencetak perut besarnya. Kata Andre kandungannya sudah masuk minggu ke-25. Dan anak-anak dalam kandungannya dalam keadaan sehat. Karena dia pernah hamil bayi kembar sebelumnya. Aku rasa, dia sudah terbiasa. Dengan keadaan perutnya yang semakin berat dan besar. Aku tetap menyuruh Andre untuk meresepkan penambah bobot bayi. Kata Andre, kemungkinan Bella mengandung bayi kembar 3. Makanya di minggu ke-25, perutnya sudah sebesar itu. Bela hanya mengetahui dirinya hamil anak kembar. Belum mengetahui, berapa bayi yang dia kandung. Setelah
POV Bella Aku terbangun, dengan tangan kekar melingkari perut. Aku putar tubuhku perlahan, untuk menghadapnya. Aku teringat kemarin. Mas Rengga begitu bersemangat menggagahiku, hingga lupa waktu. Padahal dipagi hari kami sudah melakukannya diranjang. Bahkan berlanjut dikamar mandi. Namun seperti tidak ada lelahnya. Saat pulang dari kantor, dia masih sempat memaksaku untuk mandi bersama. Berakhirlah kami melakukannya lagi. Tetapi dia berhenti, ketika sadar. Bahwa kami masih didalam kamar mandi. Sebenarnya aku tahu, dia masih begitu bergairah. Tetapi tak aku pedulikan itu. Tubuhku sudah lemas. Bahkan setiap kali kami melakukannya. Selalu berakhir dengan aku yang kesakitan, karena hujamannya. Aku berusaha bangun. Lalu melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan dir
POV Bella. Aku terbangun, dengan pemandangan wajah pulas Mas Rengga. Semalam aku terlalu lemas sampai tak sadarkan diri. Tidak lagi kuat menerima hasratnya yang luar biasa. Aroma percintaan, begitu kuat mengelilingi kami. Pergerakan kecilku mengusap rahangnya. Berhasil membangunkannya. “Sayang,” sapanya pelan. Dengan suara serak, khas orang bangun tidur. Aku mengulas senyum tipis. Lalu wajahnya mendekat, memagut bibirku perlahan. Bergerak lembut, menikmati tiap jengkal bibirku. Namun terasa benda keras, menusuk bawah perutku. Aku dorong dadanya, melepas pagutan kami. Aku tatap matanya, yang sudah berselimut gairah. Dia bahkan baru bangun. Dan dengan seenaknya, benda keras itu terbangun.
POV Rengga. Aku terbangun, ketika mendengar dentingan bel yang ditekan berulang-ulang. Siang-siang begini siapa yang bertamu. Gerutuku dalam hati. Dengan langkah malas, aku keluar sepelan mungkin agar tidak membangunkan Bella. Yang sedang tertidur pulas karena kelelahan. Bibi memberikan sebuah paket untukku. Dia berkata paket ini dari Dokter Andre. Setelah mengucapkan terimaksih, aku beranjak ke ruang kerja. Tak biasanya Andre mengirimkan barang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Aku buka paket itu, menemukan dua barang seperti kapsul dengan ukuran sekepalan tangan. Disertai dua benda lain yang menyerupai remot. Segera aku hubungi Andre, untuk menuntaskan rasa penasaranku. “Ya halo,” balas Andre dari sebrang sana. &nbs
POV Rengga. Membantu Bella naik ke kursi depan dengan hati-hati. Setelah memastikan dia nyaman, aku tutup pintu mobil. Selanjutnya aku berjalan memutar. Lalu duduk dibalik kemudi. “Ternyata dia yang namanya Renita,” Bella tiba-tiba berucap. Setelah mobil melaju meninggalkan restoran. “Bukankah dulu kalian dekat Mas,” ujarnya penasaran. “Iya, kita dekat karena berada dijurusan yang sama selama kuliah,” ucapku santai. Dia mengangguk, lalu kembali berucap. “Dekat sebagai teman atau lebih dari itu?” Tanyanya hati-hati. “Lebih, tapi itu dulu. Sebelum kami lulus dan sama-sama berpisah, untuk melanjutkan studi S2 ke luar negeri,” jawabku hati-hati. Tak ingin salah memilih jawaban.