Anna pulang ke apartemennya dengan pikiran yang kalut. Ia duduk di lantai dekat ranjangnya dan bersandar di sana sambil memeluk lututnya yang tertekuk.
Belas kasihan membujuk egonya untuk segera menengok Rian, tetapi batinnya menentang hal tersebut. Ia sungguh tidak ingin bertemu dengan Rian, mendengar namanya saja, membuatnya hampir kena serangan panik. Bagaimana jika bertemu langsung?
Rian belum sempat dihukum atas kejahatannya, dan Anna merasa belum puas. Tetapi ia bukan menginginkan Rian mati, hatinya tidak sejahat itu.
Anna menutup matanya untuk mengusir semua beban pikirannya hingga ia mendengar pintu terbuka dan seseorang berteriak dari depan. “Anna, kau di mana?”
Anna mengangkat kepalanya untuk mendapati Gina berdiri di depannya dengan wajah kusut dan rambut berantakkan. “Kau di sini rupanya. Aku akan mandi dan berganti sebentar, oke? Aku sudah membelikan bahan makanan. Jika kau tidak keberatan, masaklah untukku,” kata Gina dengan manja.
Gina dan Anna telah berada di parkiran rumah sakit. Mereka masih di dalam mobil. Gina memberi waktu agar Anna siap turun untuk bertemu dengan Rian. Tetapi saat mereka mencari Rian, dia malah tidak ada. Anna lalu memanggil perawat yang tengah memberi seprai baru ke atas ranjang kosong itu. “Bu, pasien yang bernama Rian di sini, ke mana ya?” Perawat itu menaikkan alisnya karena tidak familiar dengan nama itu. “Rian?” Ia lalu berpikir sejenak. “Oh, Tuan Antonius?” “Benar.” “Beliau dipindahkan ke ruang ICU tadi pagi.” “ICU?” tanya Anna. Perawat itu memberitahukan di mana ruang ICU berada, dan mereka langsung pergi ke sana, mendapati Pak Hendri yang menunggu dengan wajah yang terlihat muram. “Anna?” kata pria paruh baya itu melihat Anna. “Bagaimana keadaan Rian?” Ia mengerutkan keningnya, “dia dalam keadaan koma.” Anna terkejut dan menutup mulutnya dengan tangan kanannya. Gina yang berdiri di sebelahnya juga
Dear Anna… Sejujurnya, aku tidak tahu apakah aku akan bertemu lagi denganmu atau tidak. Jika kau membaca surat ini, berarti kondisiku tidak memungkinkan untuk berbicara langsung denganmu. Aku sungguh-sungguh meminta maaf atas semua yang aku lakukan padamu. Saat membawamu ke rumahku, aku tidak pernah berpikir untuk menyakitimu, sama sekali. Kau adalah orang terakhir yang ingin kusakiti. Tetapi aku tidak menyangka, kebersamaan kita yang terakhir menjadi hal terberat yang kau jalani dalam hidupmu hingga sekarang. Itu adalah penyesalan terbesar bagiku. Aku tidak pernah berpikir kalau rasa cintaku ini begitu melekat dalam hatiku dan bertumbuh menjadi duri yang mendorongku untuk merusak tubuh dan jiwamu. Aku tahu, cinta dan kasih sayang tidak bekerja dengan cara seperti itu, tapi aku terlalu bodoh, sangat bodoh sampai-sampai tidak mengerti bagaimana cara membuatmu tertarik padaku
Air mata Anna menetes selepas ia membaca surat Rian untuknya. Rahasia itu akhirnya terbongkar. Selama hidup, dia memang merasakan beberapa kemudahan-kemudahan yang ia anggap keberuntungan. Tetapi ternyata, keberuntungan itu bukan sekedar kebetulan. Seketika, hatinya berkecamuk akibat rasa bersalah yang hebat. Bagaimana bisa pria ini mencintainya dengan cara seperti ini? Bahkan sebelum ia terbaring di rumah sakit, dia masih sempat-sempatnya mempekerjakan seorang psikolog untuk Anna. Pantas saja beliau tidak mau dibayar. “Rian telah melakukan semua hal yang bisa ia lakukan untukmu,” kata Pak Hendri memecah hening yang membuat Anna sempat terhanyut. Anna menatap Pak Hendri dengan mata sayu saat orang tua itu melanjutkan lagi. “Kau tinggal dan makan gratis di asrama kami itu karena Rian. Rian juga menelepon rektor universitas di mana kau kuliah, jika saat itu kau melakukan terminal karena tak mampu membayar, bisa jadi Rian akan membayarkan
Mereka segera pergi ke sekolah Darryl dan menceritakan semuanya. Tanpa diduga, respon Darryl tidaklah buruk terhadap keberadaan ayahnya yang ternyata masih hidup. Tidak seperti sangkaan Anna dan Jonas mengingat tempo hari, Darryl memberi respon yang sangat menunjukkan ketidakterimaannya ketika mengetahui kalau dia adalah anak hasil hubungan gelap. Sepertinya, kejadian tempo hari memang baik adanya diketahui oleh Darryl, sehingga jika sewaktu-waktu ayah mereka muncul, setidaknya Darryl tidak shock lagi. Bahkan kini Darryl setuju untuk pergi ke Manado untuk melihat ayahnya. Di samping itu, Jonas sangat ingin mengetahui kenapa pria tua itu tidak mencari Jonas atau pun Darryl selama lebih dari 15 tahun ini, meski kemungkinannya kecil untuk Paman Jonathan bisa mengingat lagi kejadian sebelum Darryl lahir. Mereka bertiga segera bertolak ke Manado tanpa menunda-nunda lagi menuju sebuah pedesaan di daerah Minahasa Tenggara ke sebuah rumah sederhana tanpa cat,
Jonas pergi ke dapur yang berada di sudut paling belakang di rumah itu dan membuatkan semangkuk bubur ayam kampung yang sudah dipotongkan Michelle dari kandang ayam yang ada di tanah di area belakang rumahnya. Jonas dan Anna sempat bergidik ngeri saat Michelle dengan berani mengambil ayam kampung yang paling besar dan paling sehat itu untuk dijagal sendiri olehnya. Nona kecil ini sudah terlihat hidup sangat mandiri. Setelah ayam selesai dijagal, Michelle membawa ayam tersebut ke dalam untuk direbus sebentar dan dibakar sedikit agar bisa dengan mudah diolah oleh Jonas. Jonas dan Anna bekerja sama membuat bubur, sup ayam kampung, dan ayam rica-rica yang akan mereka santap bersama-sama. Darryl memandangi mereka sambil duduk di atas meja makan tanpa ingin membantu lebih jauh setelah Darryl memasak nasi yang ia sudah letakkan dalam Magic Jar. Kakak-kakaknya tidak memaksa Darryl untuk memberi respon baik pada Paman Jonathan, tetapi mereka memohon ag
“Kalau kau mau, kita tidak usah masuk. Kita bisa lihat dia dari luar,” ucap Jonas sambil menggenggam tangan Anna dengan erat. Begitu mendengar bahwa Rian telah sadar, Anna dan Jonas memutuskan untuk datang ke rumah sakit keesokan harinya. Anna berhenti sebentar tepat di depan ruang ICU itu. Napasnya menderu dengan cepat. Jonas memperhatikannya dan mempererat genggamannya. “Apa kau baik-baik saja? Kita bisa pulang jika kau berubah pikiran.” Anna menggeleng, mencoba menepis gejala serangan panik yang mulai datang. “Aku ingin masuk.” Jonas lalu menunggu di luar tepat di dekat jendela kamar Rian. Ia memperhatikan Rian yang sudah kurus kering itu dengan mata memicing, urat-urat lehernya mencuat di balik kulitnya dengan jelas. Tangannya terkepal waspada. Dengan perlahan, Anna berjalan mendekati Rian yang terbaring lemah dan masih menggunakan oksigen. Bibirnya terlihat kering dan wajahnya masih pucat. Di sebelahnya terlihat Silvanna yang sedang membe
Buat kalian yang bingung guys kenapa bab ini diulang, ada plot hole yang harus aku perbaiki mulai bab 48. Jadi ini ngga diulang ya guys, tapi digeser dikit heheh. Enjoy… Tidak ada satu pun informasi yang didapat Anna dan Jonas, para perawat dan tenaga medis, semuanya berkata tidak tahu. Ketika Anna dan Jonas kembali ke apartemen, Anna memutuskan untuk menelepon Pak Hendri dan Silvanna. Di sini, Anna sudah tahu, kalau semua orang bersepakat terhadap sesuatu. Hingga kini, Anna tidak tahu Rian masih hidup atau tidak. Bukannya mendoakan dan meragukan kuasa Tuhan, tetapi tubuh Rian pasti terlalu lemah untuk bertahan tanpa sokongan tenaga medis dan oksigen. Saat ini, Anna berdiri di dekat pintu balkon, sedang melamun dengan pikiran yang kosong. Jonas muncul di belakangnya sambil membawa dua gelas cokelat panas. Dia menyerahkan salah satu gelas yang ada di tangannya dan Anna menyambut gelas
Orang yang pertama tahu tentang lamaran Jonas adalah Rona yang kebetulan mampir ke apartemen Gina untuk menjenguk Anna. Tetapi Anna menyuruhnya untuk tidak memberitahukannya pada Gina karena Anna akan memberitahukan mereka malam nanti. Jonas kemudian memberitahu Michelle dan ayahnya kalau dia dan Anna telah bertunangan dan disambut bahagia oleh mereka, meski Paman Jonathan akhirnya lupa lagi kalau Anna dan Jonas sekarang sudah dewasa dan akan menikah. “Jonas, kau kah itu? Kenapa badanmu besar sekali?” kata Paman Jonathan sambil memperhatikan Jonas dengan kaca matanya yang tebal. “Papa, aku sudah dewasa sekarang. Ini calon istriku,” kata Jonas saat Anna melambaikan tangannya pada Paman Jonathan. Di mata Paman Jonathan, mereka selalu menjadi anak SMP yang lugu. Jonas dan Anna hanya tertawa melihat Paman Jonathan yang kebingungan lalu mengingat lagi kalau mereka kini sudah dewasa. Anna merahasiakan ini semua sampai mereka dapat berkumpul bersama-
Satu tahun kemudian… Matahari pagi membangunkan Anna dan Jonas yang tertidur lelap di atas kasur di sebuah ruangan yang bukan milik mereka. “Selamat pagi sayang,” kata Jonas pada Anna sambil menggosok matanya. “Selamat pagi,” jawab Anna dengan mengusap wajahnya. Keduanya terlihat kusut setelah melalui malam yang panjang. Bagaimana tidak? Mereka pulang ke rumah Paman Rudy bersama juga dengan Gina dan mereka mengobrol hingga pukul 2 dini hari. Anna menoleh pada jam dinding yang menunjukkan pukul 8 pagi. Ketika Anna hendak turun untuk membuat kopi untuk Jonas, Jonas tiba-tiba menghentikannya. “Aku ingin menyapa Joanna dulu,” kata Jonas. Anna tersenyum lalu kembali duduk di samping Jonas yang segera duduk dan mengarahkan wajahnya pada perut Anna yang kini terlihat membuncit karena telah ada sosok manusia kecil yang bermukim dalam perutnya selama 5 bulan ini. “Hai Joanna, ini Papamu. Selamat pa
Tiga bulan kemudian… Jreng… suara gitar yang tak beraturan terdengar dari sebuah ruangan yang ada di tengah rumah tersebut diikuti oleh suara anak-anak kecil tertawa cekikikan, menandakan kalau para pelaku keributan itu lebih dari satu orang. Jonas mencari anak yang bernama Dina itu ke ruangan yang dipenuhi dengan instrumen gitar dan menemukan Dina, saudara kembar Dina yang bernama Doni, dan Vika sedang memainkan gitar dengan sembarangan. “Hayo, kalian sedang apa?” tanya Jonas sambil bersedekap. Dina dan Vika terkejut dan mereka berdiri dengan tegang, sementara Doni langsung buru-buru meletakkan gitar itu pada stand yang ada di dekat mereka. Wajah mereka terlihat cemas dan takut dan sambil melirik satu sama lain. Jonas melepas tangannya dan berjongkok, “Doni, Dina, kalian sudah dijemput oleh mama kalian.” Doni dan Dina langsung sumringah dan menghampiri Jonas, menyalaminya dan pamit padanya secara bersamaan, “bye
Satu minggu setelah pernikahan Anna dan Jonas, semua orang akhirnya kembali ke Balikpapan. Jonas dan Darryl sempat cemas pada keadaan ayahnya karena beliau sempat berkata sakit pinggang dan hampir tidak bisa berjalan, sehingga harus menggunakan kursi roda untuk bisa turun dari pesawat. Tanpa menunda, Jonas dan Anna langsung membawa Paman Jonathan ke rumah sakit terdekat. Paman Jonathan menerima perawatan di sana kurang lebih selama satu minggu untuk memulihkan kondisinya yang kelelahan akibat acara. Anna sempat kuatir pada Paman Rudy juga, tetapi lelaki tangguh itu jelas tidak apa-apa dan menuruhnya fokus pada Paman Jonathan yang terlihat lebih lemah dari biasanya. Di rumah sakit, Darryl, Jonathan dan Michelle akan menjaga ayahnya secara bergantian tanpa kenal lelah. Sedangkan Anna akan membawakan makanan dan pakaian ganti untuk mereka setiap harinya. Ketika Paman Jonathan diizinkan pulang, Jonas menyuruh Michelle untuk menyiapkan kamar untuk
“Kenapa wanita itu bisa ada di sini?” tanya Anna saat melihat nyonya Vina duduk di sana seraya menampilkan wajah angkuhnya dan dengan gaun pendek yang tidak cocok dengan usianya. Seketika, perasaan bahagianya langsung sirna, digantikan dengan perasaan takut yang sama sekali tidak menyenangkan. Dengan pakaian minim itu, wanita ini lebih mirip seorang PSK dari pada orang kaya. Nyonya Vina menoleh pada mereka. Jelas, ada yang salah pada wanita ini. Anna dan Jonas sedikit tercengang dengan penampilan Nyonya Vina yang terkesan kusut dan berantakan. Rambutnya terlihat memutih, kerutan di wajahnya terlihat tambah banyak dan beliau terlihat lebih kurus. Nyonya Vina berjalan ke arah Anna dan Jonas. “Halo…” “Halo,” jawab Anna. “Jangan kuatir, oke?” kata Jonas mencoba menenangkan Anna, lalu memalingkan pandangannya pada Nyonya Vina. “Selamat malam, Nyonya. Ada yang bisa kami bantu?” Nyonya Vina menunduk untuk menelan salivanya, la
10 hari kemudian Akhirnya pernikahan itu terjadi juga. Konsep yang mereka pilih adalah konsep pernikahan di taman berumput hijau yang menghadap laut, di mana taman itu masih ada dalam area hotel yang sekelilingnya dipenuhi pepohonan rindang dan lampu-lampu temaram yang bergelantungan. Awalnya Anna ingin menikah di pantai, tetapi urung karena ada potensi gelombang tinggi. Jonas melihat kalau taman itu bukanlah tempat yang buruk, dan memutuskan memilih menikah di sana. Venue utama tersebut terbagi dua. Sebelah kanan digunakan untuk resepsi, sebelah kiri digunakan untuk acara pernikahan. Di area acara pernikahan sendiri telah tersusun kursi-kursi yang terletak di sisi kiri dan sisi kanan, dan menyisakan satu jalan di tengah yang akan dilalui oleh pengantin Acara berlangsung tepat pukul 5 sore menjelang senja yang akan dilanjutkan dengan makan malam di area resepsi yang terdapat gazebo yang digunakan sebagai panggung untuk para perf
Tiga Bulan Kemudian Singkat cerita, Anna shock mendengar berita kepergian Rian. Namun, saat itu, dia sudah jauh lebih tegar. Anna begitu menyesal karena ia tidak bisa menemui Rian untuk terakhir kalinya dan berkata kalau ia telah benar-benar memaafkan Rian. Pak Hendri dan juga Silvanna tidak bersedia memberitahu di mana Rian dimakamkan. Bahkan setelah Anna memaksa, mereka tetap bungkam. “Ini adalah amanat Rian pada kami,” kata Silvanna saat menjelaskan kenapa mereka tidak memberitahunya. “Rian tidak ingin kau temui lagi. Kau harus melanjutkan hidupmu.” Hal itu membuat hati Anna jadi penuh sesak karena rasa bersalah. Namun Silvanna benar, Anna harus melanjutkan hidupnya dengan mengingat seluruh kebaikan Rian. Kejadian ini membuka mata hati Anna, bahwa tidak ada orang yang terlahir dengan hati yang jahat. Tanpa sadar, Rian telah mengajarkan Anna banyak hal. Bahwa kata “jahat” hanyalah sebuah kata yang digunakan orang-orang
Orang yang pertama tahu tentang lamaran Jonas adalah Rona yang kebetulan mampir ke apartemen Gina untuk menjenguk Anna. Tetapi Anna menyuruhnya untuk tidak memberitahukannya pada Gina karena Anna akan memberitahukan mereka malam nanti. Jonas kemudian memberitahu Michelle dan ayahnya kalau dia dan Anna telah bertunangan dan disambut bahagia oleh mereka, meski Paman Jonathan akhirnya lupa lagi kalau Anna dan Jonas sekarang sudah dewasa dan akan menikah. “Jonas, kau kah itu? Kenapa badanmu besar sekali?” kata Paman Jonathan sambil memperhatikan Jonas dengan kaca matanya yang tebal. “Papa, aku sudah dewasa sekarang. Ini calon istriku,” kata Jonas saat Anna melambaikan tangannya pada Paman Jonathan. Di mata Paman Jonathan, mereka selalu menjadi anak SMP yang lugu. Jonas dan Anna hanya tertawa melihat Paman Jonathan yang kebingungan lalu mengingat lagi kalau mereka kini sudah dewasa. Anna merahasiakan ini semua sampai mereka dapat berkumpul bersama-
Buat kalian yang bingung guys kenapa bab ini diulang, ada plot hole yang harus aku perbaiki mulai bab 48. Jadi ini ngga diulang ya guys, tapi digeser dikit heheh. Enjoy… Tidak ada satu pun informasi yang didapat Anna dan Jonas, para perawat dan tenaga medis, semuanya berkata tidak tahu. Ketika Anna dan Jonas kembali ke apartemen, Anna memutuskan untuk menelepon Pak Hendri dan Silvanna. Di sini, Anna sudah tahu, kalau semua orang bersepakat terhadap sesuatu. Hingga kini, Anna tidak tahu Rian masih hidup atau tidak. Bukannya mendoakan dan meragukan kuasa Tuhan, tetapi tubuh Rian pasti terlalu lemah untuk bertahan tanpa sokongan tenaga medis dan oksigen. Saat ini, Anna berdiri di dekat pintu balkon, sedang melamun dengan pikiran yang kosong. Jonas muncul di belakangnya sambil membawa dua gelas cokelat panas. Dia menyerahkan salah satu gelas yang ada di tangannya dan Anna menyambut gelas
“Kalau kau mau, kita tidak usah masuk. Kita bisa lihat dia dari luar,” ucap Jonas sambil menggenggam tangan Anna dengan erat. Begitu mendengar bahwa Rian telah sadar, Anna dan Jonas memutuskan untuk datang ke rumah sakit keesokan harinya. Anna berhenti sebentar tepat di depan ruang ICU itu. Napasnya menderu dengan cepat. Jonas memperhatikannya dan mempererat genggamannya. “Apa kau baik-baik saja? Kita bisa pulang jika kau berubah pikiran.” Anna menggeleng, mencoba menepis gejala serangan panik yang mulai datang. “Aku ingin masuk.” Jonas lalu menunggu di luar tepat di dekat jendela kamar Rian. Ia memperhatikan Rian yang sudah kurus kering itu dengan mata memicing, urat-urat lehernya mencuat di balik kulitnya dengan jelas. Tangannya terkepal waspada. Dengan perlahan, Anna berjalan mendekati Rian yang terbaring lemah dan masih menggunakan oksigen. Bibirnya terlihat kering dan wajahnya masih pucat. Di sebelahnya terlihat Silvanna yang sedang membe