Tubuh Anna membeku saat ia mendengar kata obsesi keluar begitu saja dari mulut Rian yang terlihat tenang-tenang saja.
Pikirannya mulai berkelana dan sedikit berhalusinasi kalau Rian akan melakukan sesuatu yang tidak ia inginkan. Bahwa Rian akan membuatnya celaka.
Beranikah Rian berbuat begitu padanya? Jika ia berani menculik Anna, maka yang lainnya seharusnya bukan menjadi soal yang kecil untuk Rian.
Ia meletakkan sumpitnya dekat kotak makanannya dan berhenti makan.
“Ada apa? Apa ini tidak enak?”
Anna menggeleng dengan tatapan kosong. “Rian… apa kau akan menyakitiku?”
“Menyakiti bagaimana?”
“Menyakitiku… apa kau tidak tahu apa artinya? Apa kau bolos pelajaran bahasa Indonesia?” tanya Anna dengan tatapan tajam pada Rian.
Rian terkekeh sambil mengambil suapan terakhir dari kotak makanannya. “Kau jangan suka membayangkan yang macam-macam tentangku. Di sini, kau adalah kekasihku dan aku akan memperlakukanmu seperti ra
Anna kembali berada di dalam rumah lamanya. Adegan itu kembali berulang dihadapannya dan berlangsung dengan sangat mengerikan. Kali ini ia berada di ambang pintu saat melihat seorang pria tinggi berkulit putih sedang menikam ibunya berkali-kali dengan kejam. Darah ibunya sudah bersimbah ke mana-mana, di lemari pendingin, meja makan, kompor, penanak nasi, bahkan hingga ke lemari piring. Ibunya berusaha melarikan diri dari pria asing itu, tetapi pria itu kuat dan jauh lebih cepat. “Anna… lari…” bisik ibunya sambil melambaikan tangannya agar Anna cepat menjauh. “Dia akan menyakitimu… Dia… Dia akan menyakitimu...” Dengan sisa tenaga yang ia miliki, ibunya telah mendekati ambang pintu. Anna sendiri membeku di tempat dengan wajah sangat shock. Tetapi sebelum ibunya bisa meraih Anna, ia akhirnya tersungkur pada bacokan terakhir yang ia terima di punggungnya. Dan tepat
Keesokan harinya, ketika Anna sudah bangun, ia mendapati kalau dirinya kali ini sendirian. Hari itu tidak seperti biasanya karena Rian meninggalkannya lama sekali. Tapi ia tetap menyiapkan makan pagi dan siang untuk Anna dengan meninggalkan dua makanan berbeda untuknya di atas meja itu pagi tadi. Waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam. Ia telah mandi dan mengenakan pakaian lainnya. Ia memakai sebuah kaus putih garis hitam, dan celana pendek di atas lutut. Ia menyisir rambutnya hingga rapi, tetapi ia tidak dapat melihat pantulan dirinya sendiri di cermin karena benda itu tidak ada. Ia memastikan diri bahwa dirinya sekarang sangat jelek sekali. Ia terus menerus menyisir rambutnya dengan kasar hingga beberapa helai rambut yang rontok jatuh berantakkan di lantai. Anna melempar sisir itu ke ujung ruangan sambil berteriak frustasi. Ia kembali mulai menangisi nasibnya yang bertahan di sini dalam keadaan diculik. Anna tidak bisa menghubungi Paman Rudy dan juga Darryl.
Keesokan harinya, Anna bangun tidur tanpa Rian lagi di sisinya. Ia menemukan semangkuk bubur yang terletak di atas meja dengan sebuah catatan. “Aku akan pergi beberapa jam, aku akan kembali setelah makan siang. Makan siangmu ada di plastik hitam. Maaf, aku tidak membeli dari restoran. Tapi dengan kotak ini, kau bisa makan makanan panas. Aku memiliki kejutan untukmu sore nanti.” Dengan kesal, ia duduk di atas kursi itu meletakkan kedua tangannya di atas meja lalu menangis sejadi-jadinya. Ia hampir saja menepis mangkuk itu dari meja, tapi perutnya yang kelaparan itu mencegahnya. Setelah mengambil sendok, Anna lalu makan dengan air mata yang tidak berhenti mengalir hingga bubur itu terasa lebih asin. Sepanjang pagi itu, ia menangis terus-terusan hingga kepalanya sakit dan akhirnya tertidur lelap sampai siang. Saat masih dalam alam tidurnya, tubuhnya terguncang-guncang. Tidurnya mulai terganggu dan matanya pelan-pelan terbuka. Ria
Telah lebih dari 3 hari sejak Anna hilang, polsisi belum juga menemukannya. Hal itu membuat Jonas jadi tidak sabaran dan gampang emosi. Ia sempat marah-marah di kantor polisi karena kerja mereka yang terkesan lamban. Ketika mereka melihat CCTV di pub di mana Anna terakhir kali terlihat, posisi Anna benar-benar sangat di tepi video. Sayangnya pria yang membawa Anna tidak ikut terekam dalam video. Para saksi mata juga tidak memberi informasi yang membantu. Demikian CCTV di luar pub, tidak bisa memberi informasi yang berarti. Di hari yang sama Anna menghilang, terdapat demo besar-besaran yang dilakukan buruh yang terjadi tidak di waktu yang biasanya. Sehingga polisi banyak dikerahkan untuk mengamankan demo yang berujung rusuh tersebut. “Kami juga sedang menghadapi banyak kasus lainnya pak. Mohon bersabar. Kami akan tetap kabari anda jika kami punya kabar terbaru,” kata polisi yang melayani Jonas pada saat itu. Dengan kesal, Jonas menelepon Gina, dan ia m
3 minggu kemudian Di sebuah masa di siang hari, Darryl sedang duduk di kursi. Dengan kaki yang digoyang-goyangkan, ia mulai merasa agak bosan. Lalu ia mengambil ponselnya untuk melihat-lihat media sosialnya saat pintu kayu tersebut terbuka. Sosok kakak perempuannya muncul di hadapannya yang kini begitu tidak bersemangat. Di wajahnya tidak ada kebahagiaan, dan ia sudah jarang tersenyum. Tetapi kali ini, ia tersenyum saat melihat adiknya yang tampan itu dengan sabar menunggu di sana. “Kerjakanlah sesuatu yang menyibukkanmu, itu akan menolongmu agar dapat lebih produktif dan bersemangat,” kata seorang wanita paruh baya berkacamata yang menyusul Anna di belakangnya. “Terima kasih ibu Purnama,” kata Anna sambil memeluk ibu itu. Orang tua ini telah menjadi orang yang cukup dekat dengan Anna. Dia adalah seorang psikolog yang membantu Anna agar mentalnya bisa pulih. Meski belum ada perubahan berarti, Anna adalah pasien yang cukup rajin
Beberapa hari kemudian, Anna mendapat panggilan dari kejaksaan terkait dengan sidang yang akan dijalaninya atas kasus penyekapan dan pemerkosaan yang Rian lakukan beberapa minggu yang lalu. Secara pribadi, Anna tidak pernah berpikir untuk sampai ke tahap ini. Ia selalu meyakinkan hatinya bahwa akan lebih baik kalau ia tidak pernah bertemu muka dengan muka dengan Rian lagi. Tetapi karena perkara ini diawali oleh delik aduan, maka tidak ada hal yang dapat Anna lakukan lagi selain menghadapi semuanya. Mereka sudah ada di dalam ruang sidang. Anna dikelilingi oleh Darryl, Paman Rudy, Gina dan juga Jonas yang duduk di posisi agak jauh. Sidang itu sendiri mengenai pembacaan surat dakwaan. Semua orang yang berkompeten telah duduk di tempatnya masing-masing. Ada kira-kira 3 orang hakim yang duduk di depan tepat di tengah. Di samping kiri dan kanan, terdapat beberapa orang yang duduk. Anna sendiri tidak begitu mengerti posisi mereka dalam sidang, yang j
Ketika Anna telah sampai di rumah sakit, seorang perawat dan seorang dokter cepat-cepat menangani Anna secara profesional dan menyuruh semua orang untuk menunggu di luar kecuali seorang pendamping.“Tidak bisakah aku di dalam juga,” protes Jonas.Gina menahan Jonas yang bersikeras ingin ke dalam menemui Anna. “Jonas, aku akan menunggui Anna. Kau bisa menunggu di sini. Hari ini sudah cukup berat untuk Anna. Kemunculanmu tidak akan membantu banyak.”Sambil memegangi kepalanya, Jonas lalu duduk dengan pasrah. Darryl memegang lengan kakaknya lalu ikut duduk di sampingnya.Di dalam, Gina memperhatikan semua tenaga kesehatan yang merawat Anna. Dokter wanita telihat dengan cekatan memeriksa Anna dan memberikan catatannya pada perawat sebelum ia menjelaskannya pada Gina.“Untuk sementara, Nona Anna akan diobservasi terlebih dahulu.”“Kira-kira kenapa Anna jadi begini dok?”“Mungkin karena
Sore itu, sekitar jam 6 sore, setengah jam setelah jam besuk akhirnya dibuka, Jonas dan Darryl kembali ke rumah sakit sambil membawa baju ganti milik Anna dan menyerahkannya pada Gina yang menungguinya di kamar. Tepat saat kedatangan mereka, sebuah mobil ambulance berwarna cokelat gelap milik kepolisian datang dan membuka pintu belakang mobilnya. Dari sana, beberapa petugas mengeluarkan sebuah tandu yang berisi sosok seorang pria yang telah mengenakan oksigen. Mata pria itu terpejam dan ia seperti tidak sadarkan diri. Jonas tidak dapat membendung rasa penasarannya, ia lalu maju sedikit untuk mendekat. “Itu… Rian?” kata Jonas dengan mata memicing saat para perawat memindahkan tubuh Rian ke ranjang rumah sakit dan segera dibawa masuk ke dalam hingga sosoknya menghilang saat pintu IGD tersebut di tutup. Jonas memanggil supir ambulance itu dan bertanya, “apa yang terjadi? Kenapa Rian dibawa ke sini?” “Pak Rian tiba-tiba pingsan di penjara,
Satu tahun kemudian… Matahari pagi membangunkan Anna dan Jonas yang tertidur lelap di atas kasur di sebuah ruangan yang bukan milik mereka. “Selamat pagi sayang,” kata Jonas pada Anna sambil menggosok matanya. “Selamat pagi,” jawab Anna dengan mengusap wajahnya. Keduanya terlihat kusut setelah melalui malam yang panjang. Bagaimana tidak? Mereka pulang ke rumah Paman Rudy bersama juga dengan Gina dan mereka mengobrol hingga pukul 2 dini hari. Anna menoleh pada jam dinding yang menunjukkan pukul 8 pagi. Ketika Anna hendak turun untuk membuat kopi untuk Jonas, Jonas tiba-tiba menghentikannya. “Aku ingin menyapa Joanna dulu,” kata Jonas. Anna tersenyum lalu kembali duduk di samping Jonas yang segera duduk dan mengarahkan wajahnya pada perut Anna yang kini terlihat membuncit karena telah ada sosok manusia kecil yang bermukim dalam perutnya selama 5 bulan ini. “Hai Joanna, ini Papamu. Selamat pa
Tiga bulan kemudian… Jreng… suara gitar yang tak beraturan terdengar dari sebuah ruangan yang ada di tengah rumah tersebut diikuti oleh suara anak-anak kecil tertawa cekikikan, menandakan kalau para pelaku keributan itu lebih dari satu orang. Jonas mencari anak yang bernama Dina itu ke ruangan yang dipenuhi dengan instrumen gitar dan menemukan Dina, saudara kembar Dina yang bernama Doni, dan Vika sedang memainkan gitar dengan sembarangan. “Hayo, kalian sedang apa?” tanya Jonas sambil bersedekap. Dina dan Vika terkejut dan mereka berdiri dengan tegang, sementara Doni langsung buru-buru meletakkan gitar itu pada stand yang ada di dekat mereka. Wajah mereka terlihat cemas dan takut dan sambil melirik satu sama lain. Jonas melepas tangannya dan berjongkok, “Doni, Dina, kalian sudah dijemput oleh mama kalian.” Doni dan Dina langsung sumringah dan menghampiri Jonas, menyalaminya dan pamit padanya secara bersamaan, “bye
Satu minggu setelah pernikahan Anna dan Jonas, semua orang akhirnya kembali ke Balikpapan. Jonas dan Darryl sempat cemas pada keadaan ayahnya karena beliau sempat berkata sakit pinggang dan hampir tidak bisa berjalan, sehingga harus menggunakan kursi roda untuk bisa turun dari pesawat. Tanpa menunda, Jonas dan Anna langsung membawa Paman Jonathan ke rumah sakit terdekat. Paman Jonathan menerima perawatan di sana kurang lebih selama satu minggu untuk memulihkan kondisinya yang kelelahan akibat acara. Anna sempat kuatir pada Paman Rudy juga, tetapi lelaki tangguh itu jelas tidak apa-apa dan menuruhnya fokus pada Paman Jonathan yang terlihat lebih lemah dari biasanya. Di rumah sakit, Darryl, Jonathan dan Michelle akan menjaga ayahnya secara bergantian tanpa kenal lelah. Sedangkan Anna akan membawakan makanan dan pakaian ganti untuk mereka setiap harinya. Ketika Paman Jonathan diizinkan pulang, Jonas menyuruh Michelle untuk menyiapkan kamar untuk
“Kenapa wanita itu bisa ada di sini?” tanya Anna saat melihat nyonya Vina duduk di sana seraya menampilkan wajah angkuhnya dan dengan gaun pendek yang tidak cocok dengan usianya. Seketika, perasaan bahagianya langsung sirna, digantikan dengan perasaan takut yang sama sekali tidak menyenangkan. Dengan pakaian minim itu, wanita ini lebih mirip seorang PSK dari pada orang kaya. Nyonya Vina menoleh pada mereka. Jelas, ada yang salah pada wanita ini. Anna dan Jonas sedikit tercengang dengan penampilan Nyonya Vina yang terkesan kusut dan berantakan. Rambutnya terlihat memutih, kerutan di wajahnya terlihat tambah banyak dan beliau terlihat lebih kurus. Nyonya Vina berjalan ke arah Anna dan Jonas. “Halo…” “Halo,” jawab Anna. “Jangan kuatir, oke?” kata Jonas mencoba menenangkan Anna, lalu memalingkan pandangannya pada Nyonya Vina. “Selamat malam, Nyonya. Ada yang bisa kami bantu?” Nyonya Vina menunduk untuk menelan salivanya, la
10 hari kemudian Akhirnya pernikahan itu terjadi juga. Konsep yang mereka pilih adalah konsep pernikahan di taman berumput hijau yang menghadap laut, di mana taman itu masih ada dalam area hotel yang sekelilingnya dipenuhi pepohonan rindang dan lampu-lampu temaram yang bergelantungan. Awalnya Anna ingin menikah di pantai, tetapi urung karena ada potensi gelombang tinggi. Jonas melihat kalau taman itu bukanlah tempat yang buruk, dan memutuskan memilih menikah di sana. Venue utama tersebut terbagi dua. Sebelah kanan digunakan untuk resepsi, sebelah kiri digunakan untuk acara pernikahan. Di area acara pernikahan sendiri telah tersusun kursi-kursi yang terletak di sisi kiri dan sisi kanan, dan menyisakan satu jalan di tengah yang akan dilalui oleh pengantin Acara berlangsung tepat pukul 5 sore menjelang senja yang akan dilanjutkan dengan makan malam di area resepsi yang terdapat gazebo yang digunakan sebagai panggung untuk para perf
Tiga Bulan Kemudian Singkat cerita, Anna shock mendengar berita kepergian Rian. Namun, saat itu, dia sudah jauh lebih tegar. Anna begitu menyesal karena ia tidak bisa menemui Rian untuk terakhir kalinya dan berkata kalau ia telah benar-benar memaafkan Rian. Pak Hendri dan juga Silvanna tidak bersedia memberitahu di mana Rian dimakamkan. Bahkan setelah Anna memaksa, mereka tetap bungkam. “Ini adalah amanat Rian pada kami,” kata Silvanna saat menjelaskan kenapa mereka tidak memberitahunya. “Rian tidak ingin kau temui lagi. Kau harus melanjutkan hidupmu.” Hal itu membuat hati Anna jadi penuh sesak karena rasa bersalah. Namun Silvanna benar, Anna harus melanjutkan hidupnya dengan mengingat seluruh kebaikan Rian. Kejadian ini membuka mata hati Anna, bahwa tidak ada orang yang terlahir dengan hati yang jahat. Tanpa sadar, Rian telah mengajarkan Anna banyak hal. Bahwa kata “jahat” hanyalah sebuah kata yang digunakan orang-orang
Orang yang pertama tahu tentang lamaran Jonas adalah Rona yang kebetulan mampir ke apartemen Gina untuk menjenguk Anna. Tetapi Anna menyuruhnya untuk tidak memberitahukannya pada Gina karena Anna akan memberitahukan mereka malam nanti. Jonas kemudian memberitahu Michelle dan ayahnya kalau dia dan Anna telah bertunangan dan disambut bahagia oleh mereka, meski Paman Jonathan akhirnya lupa lagi kalau Anna dan Jonas sekarang sudah dewasa dan akan menikah. “Jonas, kau kah itu? Kenapa badanmu besar sekali?” kata Paman Jonathan sambil memperhatikan Jonas dengan kaca matanya yang tebal. “Papa, aku sudah dewasa sekarang. Ini calon istriku,” kata Jonas saat Anna melambaikan tangannya pada Paman Jonathan. Di mata Paman Jonathan, mereka selalu menjadi anak SMP yang lugu. Jonas dan Anna hanya tertawa melihat Paman Jonathan yang kebingungan lalu mengingat lagi kalau mereka kini sudah dewasa. Anna merahasiakan ini semua sampai mereka dapat berkumpul bersama-
Buat kalian yang bingung guys kenapa bab ini diulang, ada plot hole yang harus aku perbaiki mulai bab 48. Jadi ini ngga diulang ya guys, tapi digeser dikit heheh. Enjoy… Tidak ada satu pun informasi yang didapat Anna dan Jonas, para perawat dan tenaga medis, semuanya berkata tidak tahu. Ketika Anna dan Jonas kembali ke apartemen, Anna memutuskan untuk menelepon Pak Hendri dan Silvanna. Di sini, Anna sudah tahu, kalau semua orang bersepakat terhadap sesuatu. Hingga kini, Anna tidak tahu Rian masih hidup atau tidak. Bukannya mendoakan dan meragukan kuasa Tuhan, tetapi tubuh Rian pasti terlalu lemah untuk bertahan tanpa sokongan tenaga medis dan oksigen. Saat ini, Anna berdiri di dekat pintu balkon, sedang melamun dengan pikiran yang kosong. Jonas muncul di belakangnya sambil membawa dua gelas cokelat panas. Dia menyerahkan salah satu gelas yang ada di tangannya dan Anna menyambut gelas
“Kalau kau mau, kita tidak usah masuk. Kita bisa lihat dia dari luar,” ucap Jonas sambil menggenggam tangan Anna dengan erat. Begitu mendengar bahwa Rian telah sadar, Anna dan Jonas memutuskan untuk datang ke rumah sakit keesokan harinya. Anna berhenti sebentar tepat di depan ruang ICU itu. Napasnya menderu dengan cepat. Jonas memperhatikannya dan mempererat genggamannya. “Apa kau baik-baik saja? Kita bisa pulang jika kau berubah pikiran.” Anna menggeleng, mencoba menepis gejala serangan panik yang mulai datang. “Aku ingin masuk.” Jonas lalu menunggu di luar tepat di dekat jendela kamar Rian. Ia memperhatikan Rian yang sudah kurus kering itu dengan mata memicing, urat-urat lehernya mencuat di balik kulitnya dengan jelas. Tangannya terkepal waspada. Dengan perlahan, Anna berjalan mendekati Rian yang terbaring lemah dan masih menggunakan oksigen. Bibirnya terlihat kering dan wajahnya masih pucat. Di sebelahnya terlihat Silvanna yang sedang membe