Seharian ini, Clara uring-uringan tidak jelas. Sudah seminggu sejak terakhir dia bertemu kekasihnya dan hampir tiap malam juga tidak pernah absen untuk bertemu via online tapi tetap saja, rindu menggebu untuk bertemu secara fisik tak terelakkan.
Clara mengambil ponselnya dan kemudian meringis saat melihat jam sudah menunjukkan pukul sebelas siang.
"Mati gue... mati." Rutuknya.
Ya, Clara memang malas keluar kamar kalau weekend karena pasti selalu saja ada bahan untuk Ibunya tersebut mengomelinya.
Tapi kasur yang sekarang berada di bawahnya juga selimut yang melilit tubuhnya membuatnya semakin nyaman. Apalagi tidak ada cahaya matahari yang masuk ke kamarnya, suara gemuruh dari langit pun, menandakan bahwa cuaca di luar pastinya mendung menjelang hujan.
Setengah satu siang Clara baru keluar kamar. Terbangun karena lapar. Suasana di rumahnya begitu sepi membuat bulu kuduknya meremang.
Dari dulu Clara memang selalu penakut, makanya dia jadi
Hi hi! Sorry ya jadi sering absen huhu aku lagi lumayan sibuk :') Oh ya, terima kasih untuk kamu yang masih baca ceritaku :') Jangan lupa kasih bintang ya kawan :")
Clara diangkat dan sontak kakinya melingkar erat pada kekasihnya seperti ulang mengikat erat sang mangsa juga lengannya yang sudah terjerat di leher Joy. Kedunya saling sibuk memagut satu sama lain dan ketika gravitasi membuatnya terkejut saat dengan perlahan Joy menurunkan badannya di ranjang. Clara mengedarkan pandangannya ke kanan dan ke kiri saat menyadari dirinya sudah berada di dalam kamarnya. "I love you." Mata Clara kembali fokus pada wajah sang kekasih. Tangannya terulur pada bibir tebal favoritnya. "I want to kiss you." "Kiss me then." Sahutnya dengan berani. Bibir keduanya pun saling bertemu. Tangan lelaki itu dengan sangat lembut menyentuh kening yang kemudian turun ke pipi, rahang hingga tulang selangkanya dan terhenti di atas kancing bajunya. Ketika keduanya memberi jarak untuk bernapas karena keduanya tersengal sehabis ciuman dahsyat itu. Pandangan keduanya pun kembali menyatu. Satu
Senin adalah hari yang dibenci Friska, mungkin banyak orang juga karena setelah libur yang hanya dua hari, mereka harus memulai kerja di hari Senin. Selain karena alasan 'malas', entah sejak kapan Friska jadi merasakan hal yang belum pernah ia rasakan sebelumnya ketika melihat Clara. Setiap pagi dan hampir setiap hari Friska melihat kemesraan yang ditunjukkan oleh Clara dan pacarnya. Diantar dan dijemput hampir setiap hari. Kadang sang pacar akan datang ke kantor mereka untuk makan bersama dengan Clara dan sesekali akan men-traktir teman-teman Clara juga. Friska pun beberapa kali melihat Clara dipuji oleh teman satu timnya atau dari tim lain karena kinerjanya yang bagus dan cekatan. Semua kesempurnaan itu membuat Friska yang tadinya tidak punya 'masalah' pada Clara, jadi 'punya masalah'. Contohnya seperti siang ini, disaat Friska tengah memendam jengkel pada Rendy—sang Kekasih, karena seperti yang terjadi beberapa bulan belakang
"Sebentar, Dit."Clara yang sore ini dijemput oleh adiknya dan sedang berada di parkiran PIM mengernyitkan dahi.Alasannya tidak dijemput oleh Joy karena Joy sudah ada janji dengan temannya dan memang seminggu ini mereka selalu bertemu, Clara pikir inilah saatnya untuk mereka punya 'me time'.Makanya Clara sedikit terkejut ketika tadi mereka sedang mencari parkiran yang kosong dan secara tak sengaja mendapati mobil Joy sudah bertengger di parkiran yang sama dengannya dan sedang membukakan pintu penumpang dan seorang perempuan turun. Perempuan itu kemudian membelit tangannya pada lengan Joy."Mba, ayok.""Eh iya, iya."Masih sedikit bingung dan penasaran, Clara menyanyakan keberadaan kekasihnya.Voldemort: Aku lagi di kantor, Yang.Jawaban yang sama sekali tidak Clara duga akan diutarakan oleh Joy. Perasaan ini timbul lagi. Perasaan terancam, cemas, dan sakit hati saat beberapa waktu lalu Clara memergoki san
Pagi itu Clara bangun dengan kepala berat, linglung, dan hidung tersumbat juga tenggorokkan yang sakit. Mungkin efek dari baru tidur pukul setengah empat pagi dini hari yang menyebabkan hal itu. Clara bangun tiga jam kemudian. Pantas ya dia merasakan sakit disekujur tubuhnya. Clara memang mudah sakit jika begadang atau tidak cukup istirahat. Siangnya, Clara mengajak bertemu sahabatnya, Ghiffary untuk bercerita mengenai kejadian kemarin yang membuat hatinya masih ngilu setiap mengingat hal itu. "Ghif." "Yow." "Gimana rasanya dibohongi sih?" Clara termenung dengan Choco Milkshake-nya yang diaduk-aduk. "Kayak lo bohongin gue katanya mau ngajak makan berat tapi malah ngajak minum susu cokelat di kafe favorit lo?" Clara memajukan bibirnya sebal. "Ah, lo mah ngga bisa diajak bahas beginian." Dengusnya kesal dan menambahkan. "Harusnya gue ajak Ica, bukan elu." Harusnya dia mengajak Ica tapi sayangnya sang Sahab
Apa ini yang dirasakan Clara ketika mendapati dirinya berbohong? Saat Joy membuka ponselnya pukul setengah tujuh kurang lima menit, sebenarnya dia sudah berada di parkiran kantor sang Kekasih. Mau menghubungi tapi takut mengganggu karena dia tahu, Clara benci diganggu ketika jam pulang, beberapa kali dia kena amarah dari sang Kekasih karena memborbardir ponsel perempuan itu karena sudah sampai duluan di kantor. Pukul setelah tujuh lewat, ketika Joy membuka pesannya dan melihat sang kekasih sedangonline, dengan cepat dia mengetik dan memberi tahu kalau dirinya sudah akan sampai. Dia tidak ingin membuat Clara merasa dikejar-kejar jadi sengaja dia berbohong kalau dirinya baru saja berangkat dari kantor. Belum selesai dia mengetik apa yang ingin dia sampaikan, statusnya kembalioffline. Tak lama, dia melihat Clara keluar dari dalam lobi kantornya dan sedang bersama... Rio? Teman kerja Clara yang sempat
Pada perjalanan pulang kemarin, Clara bertanya dan Joy pun menjawab dengan tenang tanpa emosi yang berlebih. Clara pun bertanya hal ini sebagai permulaan. "Kenapa kalian ketemuan?" Karena bagaimana pun, aku sama dia selain pernah jadi mantan, dia teman aku juga, Ra. She need help. "Kenapa kamu bohong sama aku?" Akhirnya pertanyaan itu terucap dan jawaban lelaki itu cukup membuatnya kecewa. Karena aku ngga mau kamu salah paham. Pada akhirnya, Clara hanya menyimpan segala kegundahanya dan pertanyaan lainnya sendiri. Benar kata Ghiffary, ada hal yang tidak seharusnya dia tahu atau dengar karena semakin mendengar jawaban kekasihnya, semakin ragu pula dia pada Joy. Setelah malam itu, memang Joy semakin membuktikan padanya bahwa apa yang lelaki itu ungkapkan pada tenda Sate Padang Uda Jal benar adanya. Sudah dua minggu berlalu dan lelaki itu benar-benar setiap hari menjemput dan mengantar sang Kekasi
Clara tidak bisa berhenti tersenyum melihat keakraban antara saudaranya dan lelaki yang dia cintai.Dia pikir, jika dirinya punya lelaki pilihannya sendiri (Seperti saat dulu berhubungan dengan Rendy), saudara-saudaranya akan memberi jarak dan sedikit terlihat tidak suka.Ternyata hal itu tidak berlaku kepada Joy.Saat ini Joy sedang membantu Raka membakar jagung, sosis, dan makanan lainnya di atas bara api.Sesekali Clara dapat melihat Joy melirik ke arahnya, setelah mendengarkan sesuatu yang Raka atau Radit ucapkan, kemudian mereka akan tertawa.Clara melihat itu kesal sekaligus geli karena tawa mereka bertiga begitu heboh dan bagi orang yang melihat itu pasti ikut tertawa juga walau tidak tahu apa yang ditertawakan."Kamu bahagia, Ra?"Suara berat itu membuat Clara menoleh dan memperbaiki posisi duduknya yang tadi dengan kaki menguasai seluruh sofa."Kenapa, Pa?""Ya ngga apa-apa, Papa cuma tanya aja kok."Clar
Clara duduk termangu dengan perasaan campur aduk. Seperti perasaan deja vu saat melihat sebuah foto sebuah tangan di atas pangkuan dengan cincin bunga serupa melingkari jemari seseorang. Foto yang keduanya tadi abadikan sebelum keduanya berpisah, lelaki itu abadikan dan dia umumkan kepada publik bahwa mereka sudah memasuki jenjang serius. Clara sedikit mendengus. Tidak... tidak, bukan dengusan hinaan atau sarkas yang sering dia tujukan pada orang-orang. Dengusan itu karena dia senang dan tidak bisa percaya dengan apa yang terjadi. Semuanya bagaikan mimpi dan Clara sangat takut untuk bangun dari kenyataan. Pada realitanya, mimpi akan selalu lebih indah dari kenyataan, bukan? Harapan bisa tumbuh dihati semua orang walau orang itu sudah berjanji untuk mumupuskan semua angan, khayalan, dan harapan. Tanah tandus saja masih bisa dihidupi oleh rumput liar jika air turun pada permukaan itu. Batu yang keras saja
Beberapa hari yang lalu saat mereka baru saja tiba di depan rumah Clara pukul sembilan malam sehabis pulang dari kantor seperti biasanya, tiba-tiba saja Joy melontarkan satu pernyataan yang membuatnya syok bukan main sampai-sampai dia kehilangan kemampuan untuk berbicara dan berpikir. "A-apa kamu bilang?" Pria itu tersenyum tipis, membuat lesung pipinya sedikit terlihat. "Minggu ini aku mau ke rumah orang tua kamu dengan bawa sekalian orangtua aku, Ra. I really want to make it official by asking you formally to your parents." "Kamu gila?" Clara memegang pipinya yang memanas. "Kamu serius?!" Tanya Clara sedikit histeris. Saat Joy mengangguk antusias, perempuan itu pun menghantukkan kepalanya ke dashboard mobil sedikit keras dan menghela napas panjang, batinnya gelisah. Keningnya yang sedikit sakit akibat ulah bodohnya, diusap pelan oleh kekasihnya. "Loh, kok kamu kaget, yang? Katanya kamu nggak mau pisah sama aku. Diajak nikah beneran, malah panik." Pria itu terkekeh. Lalu pucuk
Ini yang Joy takutkan sedari awal. Well, mungkin bukan dari awal tetapi disaat hatinya mulai goyah dan merasakan hal yang berbeda ketika bersama Clara. Dari awal beberapa teman dekatnya sudah mewanti-wanti untuk tidak melakukan dare gila yang Alvin dan Devina usulkan. Namun egonya yang mereka sentil tidak terima akan hal itu. Disaat Clara menghilang beberapa hari terakhir, sebenarnya Joy sudah mengetahui di mana sang kekasih tapi dia menahan diri karena dia sudah siap dengan konsekuensi dari tindakannya yang brengsek. Dia sudah siap saat Clara memutuskan untuk menghilang dari hidupnya. Disaat harapannya sudah hampir pupus, gadis yang sudah berhasil mencuri hatinya itu muncul tepat di depannya pukul 3 pagi dan Joy benar-benar menertawakan dirinya atas apa yang sudah dia tunjukkan. Performa yang sangat baik dia lakukan agar terkesan natural. Dia sama sekali bingung mana yang realita dan mana yang palsu, saking banyak dan sering kebohongannya menumpuk seiring berjalannya waktu. Di
Begitu dia sampai, hal pertama yang dia lakukan adalah tidur. Ya, Clara memilih tertidur di hotelnya dengan lampu cukup remang karena sejujurnya dia tidak punya tenaga untuk melakukan apapun seperti yang sudah direncanakan. Badan dan… hatinya sudah hancur, remuk tak bersisa. Semuanya sakit. Siangnya, Clara terbangun karena alarm yang memang tadi dia pasang agar dirinya tidak terbablas ketiduran sampai sore. Setelah selesai mandi dan rapi, Clara memutuskan untuk makan siang di salah satu kafe kecil di Braga. Berbekal sling bag kecil, sepatu sneakers dan semangat yang perlahan mulai dia rasakan, Clara pergi menuju jalan Braga menggunakan taksi online. Tak banyak yang berubah menurutnya. Bangunan antik dengan struktur yang menurutnya unik, Clara suka itu. Setelah makan di Braga Permai dengan burger yang cukup besar dan membuatnya kesulitan menghabiskan sendiri. Clara kembali membuka list tempat yang sempat dia cari ketika sedang di dalam travel bus. Tujuan Clara selanjutnya adala
"Mbak, tolong bantuin temen saya ya." Pesannya pada pramuniaga di salah satu merk toko ponsel yang sedang banyak diminati muda-mudi saat ini. "Nah, elo." Tunjuk Clara. "Pilih deh lo mau yang mana. Aman pokoknya." "Siap, bosquee!" Clara memilih menjauh dan duduk di salah satu kursi tinggi yang ada di toko itu dan mulai menyeting ponsel baru sesuai dengan gayanya. Dia sudah membeli ponsel lebih dulu dari Yudith karena temannya itu memaksa dan saat ini Yudith tengah memilih warna pilihannya. Walau tadi Yudith setuju untuk dibelikan ponsel baru, tapi ketika menuju toko, Yudith membujuk Clara agar dia bisa membayar setidaknya setengah harga yang mereka putuskan untuk pilih nanti. Setelah perdebatan alot dan pada akhirnya Clara setuju dan sesuai yang mereka sepakati bersama kalau Yudith akan membayar setengah dari harga ponselnya nanti. "Udah selesai pilihnya?" "Hooh." Yudith mengangguk dan mengangkat ponsel barunya. Mereka memiliki tipe ponsel yang sama hanya berbeda warna. Clara
"Karena sekalinya berbohong, akan ada kebohongan lainnya untuk menutupi kebohongan yang pertama dan begitu untuk seterusnya. Kepercayaan aku nggak bisa digadai, Joy, dan aku benci seorang pembohong." Clara menyentuh cincin yang dia kenakan dan memutarnya beberapa kali. "Kamu... kamu nggak pernah bohongin aku, kan?" "Kenapa kamu tiba-tiba tanya begitu?" Tiba-tiba saja Clara tertawa dan menarik Joy berdiri. "Mungkin aku ngelantur ya. Mana mungkin kamu pernah bohongin aku. Yuk masuk." *** Topeng yang sejak tiga jam Clara pakai akhirnya lepas juga ketika pintu kamarnya tertutup. Sekarang sudah pukul sebelas malam ketika Clara sampai rumah setelah diantar Ica dan Ghiffary. Ya, dia diantar temannya karena rupanya Alvin ingin melanjutkan pesta perayaan pertunangannya dengan Monica di salah satu bar di daerah Kemang yang sudah pria itu booking khusus untuk hari ini. Joy pun termasuk di dalam list itu. Dan Clara
"Goyang-goyang lagi... mobilnya! Asyikk!" Kelakar temannya yang lain.Sontak pipi putih pualam perempuan itu memerah melebihiblush on yang dia kenakan malam itu."Huaaa aku maluuu!" Pekik perempuan itu."Aduh, aku malu, Yang." Ulangnya. Refleks Clara menarik kedua tangannya dari genggaman Joy dan menutup wajahnya yang dia sandarkan pada dashboard mobil.Joy berdecak sebal dan membuka kaca mobil."Berisik kalian! Sana pergi!" Teriak laki-laki itu cepat lalu jendela mobiln kembali dinaikkan.Keduanya terdiam, tak lama, mereka tertawa karena dengan ketukan dan kedatangan teman-temannya, sudah merusak momen spesial mereka."Rusak ya momen romantis kita." Kata Joy yang disambut dengan anggukan dan tawa dari Clara."Yasudah, mungkin kita kelamaan di sini jadinya temen-temen kamu curiga. Kok kita lama banget ya di dalam mobil."Joy terkekeh sembari menghapus sisa air mata Clara. "Iya, emang mereka nge
"Kamu tunggu di sini dulu ya, Sayang.""Kamu mau ke mana?" Clara menarik Joy yang tadinya sudah membalikkan badan.Pria itu terkekeh. "Mau cari pramuniaganya dulu. Alvin katanya udah nitip ke si Mbak itu.""Oh, yaudah.""Tunggu di sini ya.""Iya."Joy mengantarnya duduk di salah satu sofa untuk tamu kemudian pergi untuk mencari pramuniaga toko cincin yang mereka datangi saat ini.Khusus hari ini, Clara cuti setengah hari karena malamnya mereka akan datang ke acara reuni SD yang sudah diribut-ributkan sejak berminggu-minggu yang lalu oleh teman-temannya.Berhubung salah satu temannya akan mengadakan acara lamaran dadakan di tempat pertama Alvin dan Monica bertemu dan menjalin hubungan, maka Alvin berniat untuk melamar Monica di sekolahnya itu.Karena Joy salah satu sahabat dekat Alvin dan orang yang mengetahui sepak terjang hubungan keduanya, maka dari itu Alvin meminta bantuan kekasihnya untuk mengambil pesanan cin
Clara terbangun terlebih dahulu karena tubuhnya terasa panas dan terasa berat seperti ada yang menimpanya.Setelah berhasil mengumpulkan kesadarannya, Clara baru ingat dan sadar bahwa semalam dia menginap di apartemen milik sang Kekasih dan saat ini sedang berada di dalam dekapan lelaki itu.Perlahan Clara turunkan lengan Joy yang menahannya di pinggang dan turun dengan sangat hati-hati karena takut membangunkan kekasihnya itu.Matahari belum terbit sempurna ketika Clara membuka tirai. Setelah mencuci muka, Clara berjalan ke dapur untuk membuatkan sarapan untuk mereka berdua.***Joy terbangun ketika tidak merasakan sumber kehangatan disebelah kirinya. Tangannya meraba-raba tapi tak menemukan siapapun.Apa ini mimpi?,pikirnya."Sayang." Panggilnya tapi tetap tak ada siapapun yang menjawab.Joy terdiam sesaat untuk berpikir tentang semalam. Apa benar Clara menginap dengannya dan tidur di dalam dekapannya? Rasanya
"Weekend ini kamu ngga ada kegiatan kan?""Kenapa?""Aku ajak ke rumah ya.""Apart kamu?" Tanya Clara bingung.Ah, Clara rindu bau lelaki ini. Pelukan itu pun dipererat Clara."Ke rumah orang tuaku.""Dadakan?" Clara merenggangkan pelukan mereka. "Aku nggak mau kamu jadi terpaksa ngenalin aku ke keluarga kamu, Joy."Clara menatap lelaki di depannya. "Aku baru sadar, hanya karena kamu udah menjadi bagian keluargaku, bukan berarti kamu juga harus begitu. Aku tahu aku masih belum pantas—""Whoaa... bukan gitu maksudnya. Kamu jangan salah paham dulu ya, Sayangku." Putus Joy. "Kita take it slow aja. Kalau kamu belum mau aku perkenalkan secara resmi dengan kedua orangtuaku yang langsung ke rumahmu, it's okay.""Tapi..."Joy tertawa. "Tapi benar yang kamu katakan waktu itu. Aku terlalu pasif dan saking pasifnya, aku sampai lupa untuk membawa kamu ke duniaku juga. Ke lingkungan pertemananku, ke keluargaku dan yang l