Share

|6. Cursed Land?

Author: Allamanda.Cathartica
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

*****

"Jangan aku..." 

Anak laki-laki yang baru saja masuk ke dalam kamar tempat Felix tidur itu terkejut melihat anak itu mengigau tak jelas sambil bergerak-gerak gusar. 

"J-jangan..." Frank menghampiri ranjang dan menggoyang-goyangkan tubuh anak itu pelan. 

"Hei," ujarnya, namun tak membuat Felix bangun juga. 

"Temannn bangunn!" Teriakan anak laki-laki dengan sayap putih itu membuat Felix seketika terlonjak kaget dan terbangun dari tidur dengan napas memburu. 

Setelah sadar sepenuhnya, dia menoleh kearah Frank dengan raut kesal. Frank sudah menahan tawanya karena melihat reaksi berlebihan dari Felix, ya, siapa suruh dibangunkan secara halus tidak mempan, jadinya dia memilih cara yang sedikit jahat. 

"Kau mimpi buruk?" Tanya Frank kepadanya membuatnya terdiam dan mengingat apa yang baru saja terjadi padanya. 

Mimpi buruk itu lagi. 

Kenapa itu harus terjadi saat Frank melihatnya? Ah, ini menjengkelkan. Sepertinya dia bisa bertanya kepada Frank tentang siapa sosok yang terus menghantuinya saat dia tidur. Tapi tadi samar-samar dia bisa melihat sayap hitam di punggung orang itu, entahlah, dia tidak tahu pasti. 

Tapi sebenarnya...dia saja tidak bisa mengingat wajah orang itu, lalu bagaimana caranya dia bertanya kepada Frank? Yang ada dia malah diejek bodoh dengan anak lelaki satu itu. 

"Tidak ada, aku hanya sering mengigau," ucapnya tidak jadi menanyakan hal itu. Biarlah ini menjadi rahasianya dahulu. 

Frank mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti, tapi dari raut wajah anak laki-laki itu dia sudah bisa menangkap ada yang disembunyikan, tapi sudahlah, setiap orang mempunyai privasi bukan? 

"Ngomong-ngomong teman, kamu tidak merasakan ada yang berubah pada penampilanmu?" Tanyanya kepada Felix. 

"Memangnya apa?" Tanyanya kebingungan, dia meraba badannya tapi tidak ada yang aneh, lalu saat tangannya menyentuh telinganya dia terkejut. 

Telinganya runcing seperti milik Frank.

Matanya melirik ke belakang punggungnya dan teryata benar, ada sepasang sayap di sana, dia sudah berubah menjadi peri. Senyumnya merekah, karena akhirnya dia merasakan menjadi dirinya yang sebenarnya. Tapi jujur, ini agak aneh. 

"Sudahlah, lama-lama juga kamu terbiasa dengan wujudmu yang saat ini," ujar Frank lalu berdiri.

"Hei, kau itu tidak boleh membaca pikiran orang sembarangan, itu namanya tidak sopan, kau tahu?" Mata Felix sedikit memicing kearah anak itu, tapi yang di tatap hanya tertawa. 

"Maaf, aku tidak bisa menyia-nyiakan kelebihanku yang satu ini." Anak itu menarik tangan Felix—err sedikit kasar membuat anak itu sempoyongan karena belum siap berdiri. 

Dia berdecak, "sabarlah sedikit, Frank."

Sesampainya di ruang tamu, dia mendapati ibunya dengan seorang pria dewasa. Mereka seperti sedang diskusi, namun entah apa yang di diskusikan.

"Ratu, bolehkah aku membawa Felix keluar?" Tanya Frank namun mereka tidak ada yang menyahut. 

"Bagaimana dengan buah-buahan?" ucap pria itu sambil memunculkan bayangan apel dengan kekuatanya, sebenarnya Felix ragu jika itu pria dewasa karena wajahnya masih seperti remaja berusia tujuh belas tahun atau mungkin..dua puluh?

"Tidak, Ed. Itu terlalu membosankan," bantah Freya. 

"Lalu apalagi? Kau ini minta pendapat tapi pendapatku selalu kau tolak." Pria itu menatap malas wanita di depannya. 

"Karena pendapatmu itu tidak ada yang menarik, kau tahu?" Wanita itu menatap pria di depannya dengan mata memicing. 

"Ya, sudah, jika seperti itu pikirkanlah sendiri jangan meminta pendapatku!" Pria itu membalas dengan tatapan tajam, mereka saling melemparkan tatapan ingin perang hingga asap biru dan hijau menguar dari tubuh mereka berdua. 

Frank dan Felix menatap mereka tak percaya, sudah tua tapi tingkahnya masih seperti remaja. 

"Kalian ini tidak ingat umur atau bagaimana?" Ujar Frank sambil melipat tangannya di depan dada membuat kedua peri itu menoleh. 

"Ada apa? Apa ada masalah?" Tanya Freya kearah kedua anak itu. Sedangkan Edward mengerutkan alisnya bingung melihat anak yang berada di samping Frank itu. 

"Tidak ada, aku hanya ingin mengajak Felix jalan-jalan," balas Frank. 

"Dia siapa?" Tanya Edward. Frank mengikuti arah pandangan pria itu. 

"Ayah sungguh tidak mengenalnya? Wah, ayah ini sahabat macam apa tidak mengenali putra dari sahabatnya sendiri," ujar anak itu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Felix menatap mereka berdua bergantian, pantas saja wajahnya dan warna matanya mirip, ternyata memang ayah dan anak. Kalian tahu apa yang dia pikirkan saat melihat pria itu? Iya, dia kira itu ayahnya, ternyata itu hanya sahabat ibunya. 

"Diam kau anak nakal!" Sentak Edward kepada putranya itu. 

Frank malah menjulurkan lidahnya kearah pria itu lalu berlari menuju halaman rumah diikuti oleh Felix. Seketika raut wajah ceria Felix berubah saat dia melihat pemandangan diluar rumah. 

Semuanya telah...berubah.

Apa-apaan ini? Kenapa bunga bewarna-warni, rumput yang indah, dan cahaya-cahaya kuning yang selalu mengikuti para kupu-kupu itu lenyap begitu saja dalam semalam? 

Semuanya sekarang berubah menjadi abu-abu, dan ini sangat membuat Felix kebingungan dan bertanya-tanya apa yang terjadi. 

Frank yang sadar akan perubahan ekspresi dari Felix pun menghembuskan napasnya pelan lalu duduk di sebuah bangku taman yang berada didekat sana. 

"Kamu pasti terkejut karena baru mengetahui bagaimana penampilan alam kami yang sebenarnya," ujarnya membuat Felix menoleh kearah anak laki-laki itu. 

"Lalu kemarin itu apa?" Tanyanya. 

Frank terkekeh pelan, "mungkin...ilusi?"

Anak laki-laki itu menghampiri Felix yang masih menatapnya bingung, "mau kutunjukan yang lainnya?" Ucapnya, Felix menggeleng. 

"Kenapa? Kau tidak suka lagi karena sekarang negeri ini tak seindah kemarin? Jangan bilang kau juga ingin kembali ke alam manusia?" Tanya Frank secara beruntun membuat Felix menatapnya malas dan secara refleks menjitak dahi anak laki-laki itu keras-keras. 

"Pikiranmu itu buruk sekali," ujarnya. 

"Ah, kau ini kejam," kata Frank sedikit dramatis, sambil mengelus dahinya kesakitan. 

"Dasar payah." Felix melanjutkan langkahnya meninggalkan Frank, entah akan pergi kemana. 

Frank mengejar anak itu, "ngomong-ngomong, ingin belajar terbang bersamaku?" Tawarnya membuat Felix menoleh kearahnya. 

********

"AAAAA!" 

Anak laki-laki bermata biru itu entah sudah keberapa kali berteriak histeris karena dibuat melayang-layang tak tentu arah oleh Frank.

"Sepertinya kau berbohong teman, karena buktinya kau takut terbang tinggi," ucap anak laki-laki itu dengan santainya membuat Felix seketika ingin menyumpal mulutnya menggunakan kotoran kucing Scarlett. Dasar tak punya hati! Bagaimana dia tidak takut jika diombang-ambingkan ke sana kemari? Ayolah, bahkan dia sudah mual sekarang. 

Pertama-tama tadi memang Frank mengajarinya dengan baik, bahkan dia sudah bisa terbang tinggi. Namun saat dia sibuk terbang dengan perasaan senang setengah mati, Frank mengendalikan angin dan membuat pergerakannya tak sebebas tadi dan ikut dikendalikan oleh anak laki-laki itu. 

Kau tahu alasan dibalik dia dihukum seperti ini? Iya, karena dia menjitak dahi anak laki-laki itu dengan keras tadi. Sepertinya Frank memang pendendam, bahkan jitakan itu tak seberapa dibandingkan—

"AAAA!" 

Ini. 

Dia mengumpat dalam hati, bayangkan, dia dijatuhkan dari ketinggian yang menurutnya lumayan tinggi—ah tidak, sangat tinggi.

"Maaf teman, aku tidak sengaja, apelku terjatuh tadi, jadi aku tidak fokus." Anak itu menyengir sambil menggaruk-garuk tengkuknya yang tak gatal, memandangi Felix yang jatuh ke tanah dengan cara tidak elit sama sekali. Dia menatap anak laki-laki itu datar, rasanya dia ingin melempar anak itu ke danau depan rumah pohon kemarin saja. Felix memukul tanah di sampingnya menggunakan telapak tangannya. 

Tanpa ia dan Frank sadari, tanah itu perlahan retak dan menyemburkan air tepat di tempat Frank berdiri. Anak laki-laki itu refleks terbang dan menghindar dari semburan air yang berasal dari tanah itu, walaupun bajunya sedikit basah, sedangkan Felix menatap kejadian itu dengan pandangan aneh. 

Air itu perlahan berhenti menyembur, "apa itu tadi?" Tanya Felix. 

"Kau baru saja menggunakan kekuatanmu?" Frank menghampirinya. 

"Kekuatan? Apa maksudmu? Aku tidak mengerti," ujarnya. 

"Ratu Freya juga mempunyai kekuatan seperti yang tadi kau tunjukkan, itulah sebabnya aku menyebut kau menggunakan kekuatanmu, karena kau anaknya," jelas Frank. 

Felix memandangi kedua tangannya bergantian, dia? Mempunyai kekuatan? Baiklah, sepertinya dia sudah kehilangan jiwa manusianya secara keseluruhan. 

Dia menggerakkan sayapnya, "bukankah kau ingin mengajakku berkeliling?" Ujarnya kepada Frank. 

Jangan tanya kenapa sekarang dia sudah bisa terbang dengan baik, tentu saja karena ajaran dari Frank. Anak itu menggunakan kekuatan anginnya untuk mengajarinya agar tetap seimbang dan tidak jatuh. Ya, walaupun akhirnya disiksa. 

Frank mengangguk, lalu mereka mulai berputar-putar di udara bersama, menikmati pemandangan Wynstelle. Walau tak seindah kemarin, tapi tetap saja isinya tak berubah bukan? Hanya warnanya yang berubah. Jika negeri ini tidak kehilangan warnanya mungkin akan menjadi negeri favoritnya. Sungguh, dia seperti melihat dunia 'Moors' di film 'Maleficent' secara nyata, walaupun dari keseluruhannya negeri ini jauh lebih indah. 

"Ngomong-ngomong kenapa negeri ini menjadi tak punya warna?" Tanya Felix penasaran. 

"Karena negeri ini telah dikutuk," balas Frank dengan serius. 

*******

Related chapters

  • Felix And The Star Gemstone   |7. Cause and Effect

    ******"Frank, ayolah jelaskan sedikit padaku," Anak laki-laki itu mondar-mandir karena mengikuti Frank yang entah kenapa sejak tadi terus menghindar saat dia bertanya kenapa anak itu tak melanjutkan ceritanya tentang seluk-beluk Negeri Wynstelle.Salahkan saja Frank, kenapa dia menyebutkan jika tidak mau menjelaskan? Membuat orang penasaran saja!Sedangkan Frank sudah risau setengah mati karena dia keceplosan dan berakhir memberitahu Felix tadi, bagaimana tidak? Menurut rumor dari teman-teman bermainnya, orang yang membocorkan rahasia ini tanpa izin Ratu akan ditahan di penjara besi emas yang mana di dalam penjara tersebut suhunya sangat panas seperti kau masuk neraka ditambah lagi dengan wajah penjaganya yang sangat mengerikan. Ah, membayangkan saja sudah membuat Frank ngeri."Biar aku saja yang jelaskan." Kedua anak laki-laki itu menoleh kearah belakang dan mendapati Edward di sana."Ayah?"&nbs

  • Felix And The Star Gemstone   |8. They are Immortal.

    ******Prangg!Pria bertanduk hitam serta sayap hitam itu membanting kotak berukiran bunga dandelion tepat di depan wanita bersayap putih yang tengah menatapnya datar."Kenapa? Kenapa kau biarkan dia kemari?!" Teriaknya marah membuat wanita di depannya itu terkekeh pelan."Kau takut?" Tandasnya dengan sisa-sisa tawa lirih.Rahang pria itu mengeras dan giginya bergemelutuk menandakan dia kesal dengan wanita di depannya itu."Kau bilang kutukan itu hanya bualan semata, tapi lihatlah kali ini kau pun takut sendiri." Wanita itu tersenyum kiri membuat pria yang merupakan bagian dari keluarganya itu makin merasa dipermalukan.Wanita itu adalah Freya dengan Orazio yang berada di depannya."Kau ingin membuat kakakmu sendiri menemui ajalnya?" Ujar Orazio menurunkan nada bicaranya.Seketika wanita itu merubah rautnya, mata Freya menajam kearah pria itu. "Kau bukan saudaraku lagi sejak kau

  • Felix And The Star Gemstone   |9. What Happen?

    *******"Semua yang ada di sini tidak akan mati kecuali dimatikan."Itu bukan suara mereka. Melainkan suara seseorang dari belakang mereka.Kedua anak laki-laki itu menoleh kebelakang kala suara berat terdengar menyahut dari sana. Terlihat sosok laki-laki berambut orange dengan netra yang sama seperti rambutnya sedang menyembunyikan kedua tangannya di belakang tubuhnya sambil menatap kearah Felix dan Gazza. "Paman James?" Ucap Gazza."James?" Tanya Felix menatap Gazza kebingungan.Gazza mengalihkan pandangannya kearah Felix, baru ingat jika anak itu baru tiba di tempat ini. "Ah, dia teman ayahku," jawabnya membuat Felix mengangguk-angguk mengerti.Pria itu meliriknya sekilas lalu kembali menatap Gazza, "ayahmu mencarimu.""Iya paman, setelah ini aku akan pulang," balas Gazza dibalas senyuman dan usapan pelan di kepala oleh pria itu."Hati-hati saat melewati hutan cahaya," ucapnya lagi dengan seseka

  • Felix And The Star Gemstone   |10. Batu Permata Bintang

    *******Jlebb!"Felix!" Keempatnya berteriak secara bersamaan ketika anak panah itu mengenai bahu kanan Felix bagian atas.Felix meringis melihat darah yang mulai mengucur deras dari bahu bagian depannya. Dia menatap penuh emosi kearah ketiga peri penjaga perbatasan yang kini menatapnya puas. Dengan menahan mati-matian sakit yang ada di bahunya, dia memunculkan cahaya biru pada kedua tangannya yang masih baik-baik saja dan mengarahkannya pada ketiga peri tersebut.Frank, Dean, Hardwin dan Gazza sukses terkejut dengan yang dilakukan Felix kepada ketiga peri hitam itu.Mereka diselimuti bongkahan es sekarang.Bruk!Kelimanya menoleh kearah sumber suara, tampak seorang peri bersayap hitam tengah turun dari pohon. Dengan sigap tangan Frank bergerak memunculkan akar dari tanah yang mengikat kaki peri tersebut hingga tersungkur.Sudah dapat ditebak, itu pasti orang yang mencoba memanah mereka

  • Felix And The Star Gemstone   |11. Terbuka

    ******"Dari mana kau tahu?" Tanya James kepada Felix yang tengah duduk di ruang tamu rumahnya bersama anak-anak lainnya.James meletakkan teh buatannya di hadapan mereka berlima. Tampak Gazza, Frank, Hardwin dan Dean mengernyit menatap teh yang kini berada di hadapan mereka. Felix mengabaikan reaksi mereka yang ia rasa seperti sedang jijik dengan minuman itu, dia kembali melihat James yang duduk di hadapannya, terlihat sedang menunggu jawaban darinya."Dari mimpi," ucapnya serius.Frank yang sedang meminum teh sontak menyemburkannya kearah Gazza yang kini berada di depannya."Hei, kau bercanda?" Ucapnya dengan mata melotot.Sudah terpaksa minum teh yang rasanya seperti air comberan, ditambah kaget karena pengakuan Felix yang tidak masuk akal. Oh, ayolah, dia meminumnya hanya untuk menjaga kesopanan, karena tidak mau bermasalah dengan peri bermata orange. Dan jika Felix hanya bercanda seperti ini, sia-sia saja d

  • Felix And The Star Gemstone   |12. Buku Sejarah dan Peta Pelacak Jejak (1)

    *****"Akh! Kubun—"Brakk!Keenam peri itu sontak menoleh kearah pintu yang dibuka secara kasar oleh seseorang, bahkan Felix pun menggantungkan teriakannya karena terkejut.Tampak seorang anak yang berambut sama seperti James sedang menatap pria itu panik. Terlihat dari deru napasnya yang tak teratur. "Ayah, mereka menyerang warga lagi!"Mendengar berita itu James langsung berlari kearah luar meninggalkan ruangan itu disusul anak perempuan tadi. Hal itu membuat Felix dan yang ketiga temannya bertanya-tanya, kecuali Gazza tentunya."Haruskah kita mengikuti mereka?" Tanya Hardwin menatap satu persatu temannya."Jangan. Itu diluar kemampuan kita," balas Gazza."Lalu, haruskah kita melanjutkan misi kita?" Ucap Frank yang dibalas anggukan serta senyuman kiri oleh Dean, Gazza dan Hardwin.Sedangkan Felix memiringkan kepalanya sembari menatap mereka berempat, bingung apa yang dibicarakan oleh

  • Felix And The Star Gemstone   |13. Tertangkap Basah.

    ***** "Siapa di sana?" Suara berat laki-laki yang menggema di goa itu membuat ketujuh anak peri itu terkesiap dan saling memandang satu sama lain. Seolah mata mereka menjadi pengganti mulut sebagai alat berkomunikasi untuk saat ini. Cahaya dari obor yang mungkin dibawa oleh si pemilik suara itu makin terlihat jelas di depan mereka. Mereka memejamkan matanya kala bayangan orang itu tampak mendekat kearah mereka bertujuh. "Kalian? kenapa di sini?" Suara yang terasa sangat tidak asing di telinga mereka itu terdengar menginterogasi, membuat Felix, Dean, Hardwin, Gazza, Frank, Lavender, dan Vancy membuka mata mereka, terkejut melihat siapa yang kini berada di hadapan mereka. "Ayah?" Frank menatap Edward bingung sekaligus terkejut karena tak mengerti mengapa ayahnya itu berada di sini. Namun tak lama, anak laki-laki bernetra hijau emerald itu menundukkan kepalanya kala mata Edward menatapnya tajam.

  • Felix And The Star Gemstone   |14. Start The Game?

    ***** "Tidakk!" Kelopak mata dengan netra biru itu terbuka lebar, napas anak itu memburu serta keringat dingin yang sudah membanjiri wajahnya. Mimpi buruk lagi. Tapi tunggu, memangnya tadi dia mimpi apa? Aneh, kenapa dia tidak mengingatnya sama sekali kali ini. Biasanya, dia akan selalu mengingatnya. Namun, untuk wajah orangnya dia tidak bisa ingat sama sekali. Dia menoleh ke samping, sedikit terkejut kala melihat ibunya tertidur di sampingnya. Untung saja, teriakannya tidak membangunkan wanita itu. Melihat wajah ibunya, membuat potongan ingatan tentang mimpinya yang sempat ia lupakan kembali. Sekelebat ingatan tentang ibunya yang tak sadarkan diri sedang disandera di sebuah kursi dengan sebuah sihir dan kedua orang pria yang sedang bertarung hebat. Salah satunya tampak sedang melindungi ibunya. Tubuhnya menegak kala melihat itu. Entah kenapa, dia merasa bahwa itu

Latest chapter

  • Felix And The Star Gemstone   |29. PALSU

    ****"Paman Edward?"Keenam anak peri itu terlonjak kaget kala tak sengaja mendapati Edward yang tengah berdiri tepat di depan Goa Dua Pintu.Frank menelan salivanya susah payah lalu membalikkan badannya, namun ditahan oleh Gazza dengan cara ditarik ujung kerah lehernya. Lagi? Astaga, dia lelah terus yang terkena omelan Ayahnya karena ketahuan melakukan hal mencurigakan. Padahal Ratu Freya biasa-biasa saja, tapi respon Ayahnya sangat berlebihan menurutnya."Frank?" panggil Edward ke arah putranya yang kini tengah menundukkan kepala.Frank yang sangat tahu apa maksud dari Sang Ayah pun memejamkan matanya sebentar, mendongakkan kepalanya dan menghalau semua rasa gugup bercampur takut yang ada. "Kami ingin mengambil Batu Permata Bintang," ucapnya.Edward menaikkan sebelah alisnya bingung. "Batu Permata Bintang? Mengapa di sini?" tanyanya ke arah ketujuh anak itu.Frank menyerahkan peta yang sedari tadi berada di tangannya kepada Edward.Dengan ragu, Edward menerima peta itu. Dia cukup t

  • Felix And The Star Gemstone   28. Salah Paham.

    ***** "AAAAAA!" "TIDAKKK!" Kaki Edward melemas melihat kedua sahabatnya yang kini telah tak sadarkan diri akibat diserang Habis-habisan oleh Raja Peri Hitam. Dia terlambat. Netra hijau emeraldnya mengamati anak laki-laki bersurai pirang platina yang kini tengah mengarahkan tatapan membunuh ke arah pria yang menjadi biang keladi dari kerusuhan yang terjadi malam ini. "BERANI SEKALI KAU MENGHENTIKAN MANTRAKU, BOCAH!!" Pria bertanduk hitam itu menatap tajam Felix yang baru saja menghalau mantranya, sehingga mantra itu tidak mengenai Andrio sepenuhnya. Tapi, bagaimana anak itu bisa bangun lebih cepat dari dugaanya? "Kau mencariku, bukan? Lalu untuk apa kau membunuhnya? Melakukan hal yang sia-sia?" ucap Felix tak berekspresi sambil menaikkan sebelah alisnya. Rahang Orazio mengeras melihat ekspresi anak laki-laki di depannya. "Kau tidak tahu apapun!" Felix terkekeh pelan, "ken

  • Felix And The Star Gemstone   27. That's Him?

    ***** "Hahaha, apakah kau akan terus melindunginya, Andrio?" Suara tawa terdengar menggema di sebuah rumah yang hanya di terangi oleh cahaya lilin dan pantulan cahaya dari sang bulan. Anak bersurai pirang platina itu perlahan membuka matanya, merasakan tubuhnya tengah terbaring di atas lantai marmer berwarna hitam yang terasa begitu dingin menusuk tulangnya. Dia mengubah posisinya menjadi duduk. Di depannya terlihat kedua pria yang mungkin seumuran Paman Edward tengah saling bertarung mengeluarkan kekuatan mereka masing-masing. Salah satu diantara mereka bertanduk hitam serta bersayap hitam sedangkan yang satunya tidak mempunyai sayap maupun tanduk. Peri bersayap hitam itu tampak sedang membelakangi seseorang yang sedang disekap pada sebuah kursi dengan sihir merah yang mengelilingi tubuhnya. Dia mengucek-ucek matanya yang masih buram karena mungkin sudah terlelap entah berapa lama. Tapi, kenapa dia berada

  • Felix And The Star Gemstone   |26. Tidak Bernapas

    ***** "Paman, Ibu tidak bernapas. Aku harus bagaimana?" Ucapnya lirih, bahkan mungkin tak terdengar oleh yang lain selain mereka. Suara putus asa itu membuat jantung Andrio serasa berhenti berdetak detik itu juga. Kepalanya menoleh cepat kearah perempuan bersurai pirang platina tergerai bebas yang sedari tadi masih dalam keadaan memejamkan mata. Dia menggeleng pelan. Itu tidak mungkin. Dia belum menyalurkan mantra itu sepenuhnya. Seharusnya tidak secepat itu. Andrio berlari cepat ke arah wanita yang masih berstatus pasangan hidupnya tersebut. "Freya... Itu tidak benar, kan?" Ucapnya lirih di hadapan Freya. Telunjuknya bergerak untuk dia taruh di depan lubang hidung Freya agar ia bisa merasakan deru napas wanitanya. Oh, masihkah kata itu berlaku? Tepat sebelum hal itu terjadi, Felix lebih dahulu menyambarkan petir yang berasal dari Berlian Biru yang tengah ia hadapkan ke arah pria itu. A

  • Felix And The Star Gemstone   |25. Penangkapan

    ***** Felix berlari tergesa-gesa diantara beberapa pohon yang tumbuh tinggi menjulang di sekitar Hutan Cahaya. Ibunya ditangkap. Berita sampah macam apa itu? Awas saja jika dia dibohongi. Tidak mungkin ada yang menyakiti Ibunya. "Kau punya sayap, bodoh! Kenapa malah berlari?!" Ujar Frank yang kini sedang terbang di atasnya bersama dengan keenam temannya yang lain. Anak laki-laki bersurai pirang platina itu mendongak. Seketika timbul keinginan menempeleng kepala anak itu karena cara mengingatkannya yang amat menyebalkan. Tapi...benar juga kata Frank. Kenapa dia seketika melupakan fungsi sayapnya? Ah, entahlah. Pikirannya campur aduk sekarang. Entah itu tentang keberadaan Batu Permata Bintang maupun tentang ibunya yang katanya ditangkap entah oleh siapa. Dia mengepakkan sayapnya, ikut terbang bersama dengan teman-temannya. Namun diantara ketujuhnya, Felix lah yang terbang dengan sangat cepat da

  • Felix And The Star Gemstone   |24. 00.00

    ***** "Vancy dan Lavender sedang ditugaskan Paman James untuk meneliti sesuatu, jadi mungkin mereka tidak akan datang malam ini," ucap Gazza yang tengah merebahkan dirinya di kursi empuk di ruang tengah. Tunggu, kursi empuk? Anak laki-laki itu kembali duduk, menoleh ke belakang untuk mengamati kursi kayu yang biasanya selalu ia duduki sekarang sudah berubah menjadi kursi empuk berwarna biru. Dia melirik keempat temannya yang sedang sibuk bermain membentuk kunang-kunang menjadi sebuah bentuk hewan sesuai yang diperintah oleh pemain lain. "Siapa yang mengubah kursi ini?" Tepat saat giliran Hardwin yang akan membentuk kunang-kunang, Gazza bertanya kepada mereka mereka. Mendengar itu, keempatnya menoleh ke arah sofa tempat Gazza duduk. "Siapa lagi kalau bukan temanmu yang berasal dari dunia manusia ini," ujar Dean sambil melirik Felix. Anak laki-laki bersurai pirang platina

  • Felix And The Star Gemstone   |23. Donut's

    ***** Frank, Gazza, Dean, dan Hardwin memandang aneh makanan yang kini tersaji di depan mereka. "Kenapa?" Tanya Felix yang tengah menatap keempat temannya sambil melingkarkan tangannya di depan dadanya yang terlapisi oleh apron tersebut. "Ini apa?" Tanya Dean sambil menoel-noel pelan kue yang berbentuk bulat dan mempunyai lubang pada bagian tengah itu. "Itu makanan," balas Felix lalu ikut mendudukkan dirinya di depan teman-temannya. "Benarkah? Kurasa ini terlalu lucu untuk ukuran makanan," ucap Hardwin yang dibalas anggukan oleh Gazza dan Frank. Felix memutar bola matanya malas. Iya, dia tadi membuat beberapa donat yang dengan sengaja dia buat dengan bentuk beberapa hewan. Seperti koala, panda, hamster, rubah, dan beruang. Bentuk mereka sangat lucu, oleh karena itu mereka sampai terheran-heran. Karena di Wynstelle tidak ada makanan semacam itu. Jangan tanya kenapa Felix bisa membuatnya, nenek

  • Felix And The Star Gemstone   |22. Last

    ***** Frank menepuk pundak Gazza kala melihat hal aneh yang dilakukan oleh pria bertudung yang berada di tribun sebelah mereka. "Lihat itu," ucap anak laki-laki bersurai hijau apel itu membuat Gazza serta Si Kembar Tak Bersaudara mengikuti arah pandangnya. Pria bertudung hitam yang hanya terlihat mulutnya saja itu menggerakkan bibirnya seperti sedang memantrai sesuatu. Gazza beralih menatap Black Dragon yang mulai mengendus-endus, padahal semula tidak. "Naga itu," ujarnya sambil menunjuk Black Dragon. Frank, Dean, dan Hardwin menoleh ke arah anak laki-laki bernetra abu-abu itu. "Dia telah memantrainya," sambungnya. Frank, Dean, dan Hardwin menatap khawatir Felix kala Black Dragon mulai bisa mencium kehadiran anak itu. Sedangkan Gazza mencoba berkomunikasi dengan Felix, siapa tahu kali ini akan berhasil. Dia bernapas lega saat Felix menatap pria bertudung itu. "Perasaanku sungguh tak

  • Felix And The Star Gemstone   |21. Melawan Black Dragon(2)

    🐲🐲🐲🐲 Ssssshhhh! Dak! Byurrr! Felix menepuk pelan tanah di depannya, mencoba melindungi dirinya dengan mencoba mengeluarkan air asin dari tanah tempat Black Dragon berpijak menggunakan kekuatan airnya. Naga bersisik hitam itu terangkat ke atas udara karena semburan air dari tanah ulah Felix tadi yang begitu kuat dan banyak. Anak itu dengan cepat terbang menjauh dari sana untuk kembali ke stadion sebelum naga itu berhasil lolos. Ketika hampir sampai di stadion, matanya tak sengaja menangkap sebuah objek yang menurutnya sekarang sangat ia butuhkan sekarang ini. Senyumnya merekah kala menyadari apa itu. Itu apel dari pohon kembar. Kata Frank, jika ada yang memakan buah itu, orang yang memakannya akan menjadi tak kasat mata hanya pada orang yang dia ingin dirinya tak terlihat di mata orang itu, sedangkan untuk orang lain dia tetap terlihat. Atau dalam kata lain, te

DMCA.com Protection Status