“Tuan, Anda menerima Nona Debora Tansy sebagai sekretaris baru Anda?” Gene bertanya di kala Debora sudah pulang. Raut wajah Gene bingung sekaligus tak mengerti. Pancaran mata Gene menunjukan jelas keterkejutanya.
Fargo melonggarkan dasi yang melingkar di lehernya. Fargo menyandarkan punggungnya di kursi kebesarannya. “Debora membutuhkan pekerjaan. Dia bilang padaku sudah menjauh dari keluarganya. Aku tidak tahu apa yang membuatnya menjauh dari keluarganya. Aku tidak berhak ikut campur akan kehidupan pribadi Debora. Alasan aku menerima Debora, karena Debora mengatakan memiliki anak yang masih sekolah. Aku tidak tega padanya.”
“Anak?” Raut wajah Gene berubah mendengar perkataan Fargo. “Maaf, Tuan. Anda bilang kalau Nona Debora memiliki anak?” Gene bertanya memastikan. Gene takut, apa yang didengarnya ini salah.
Fargo mengangguk. “Ya, Debora sudah menikah dan memiliki anak. Aku sudah lama tidak mendengar kabarnya. Wajar kalau sekarang Debora sudah menikah dan memiliki anak. Usianya sudah sangat cukup untuk berkeluarga.”
Kening Gene mengerut dalam. “Tuan, tapi dari data yang saya lihat Nona Debora Tansy belum menikah. Di data pun tidak tertulis kalau Nona Debora Tansy memiliki seorang anak.”
“Kau yakin, Gene?” Fargo menatap dingin dan tegas sang asisten.
“Saya tidak mungkin salah, Tuan. Setiap karyawan yang baru bergabung di perusahaan Anda, saya akan selalu memeriksa data pribadi dengan baik dan teliti,” jawab Gene sopan.
Fargo terdiam mendengar apa yang dikatakan oleh Gene. Detik itu juga ingatan Fargo teringat akan perkataan Debora yang mengatakan, sudah berpisah dari pasangannya. Debora tak pernah menyinggung soal suami wanita itu. Besar kemungkinan Debora belum menikah, dan anak yang Debora miliki adalah anak dari luar pernikahan.
Fargo masih diam seribu bahasa, belum mengatakan sepatah kata pun. Semua perkataan Gene seakan telah berperang menyatu di pikirannya, bercampur dengan kata-kata Debora. Namun tiba-tiba sesuatu hal muncul dalam benak Fargo. Raut wajah Fargo berubah menjadi terkejut. Buru-buru, Fargo menepis pikiran yang muncul.
‘Shit! Tidak mungkin!’ batin Fargo seraya memejamkan matanya.
“Maaf, Tuan, ada apa?” tanya Gene bingung melihat perubahan wajah Fargo.
Fargo mengembuskan napas kasar, menatap dingin dan penuh ketegasan sang asisten. “Gene, aku akan pulang lebih awal. Kau urus pekerjaanku. Dan untuk tentang Debora, besok dia sudah masuk bekerja. Kau tidak usah lagi mengusik kehidupan pribadi Debora. Bersikaplah professional. Debora adalah karyawan di sini.”
Gene mengangguk sopan. “Baik, Tuan.”
Tanpa lagi berkata, Fargo menyambar kunci mobilnya, dan melangkah pergi dari ruang kerjanya. Tampak Gene menundukan kepalanya, di kala Fargo sudah pergi meninggalkannya.
***
“Sayang, kau sudah pulang?” Carol yang baru saja selesai mandi, dan sudah mengganti baju, sedikit terkejut melihat kedatanga sang suami. Padahal di jam seperti ini sang suami tercintanya itu masih begitu sibuk.
“Aku pulang cepat. Kepalaku sedikit pusing.” Fargo menjawab seraya mengecup bibir Carol.
“Kau sakit?” Carol menyentuh rahang Fargo, memastikan suhu tubuh suaminya itu.
“Aku hanya pusing, karena terlalu banyak pekerjaan.” Fargo meraih tangan Carol yang menyentuh rahangnya, lalu pria itu memberikan kecupan di punggung tangan sang istri. “Jangan khawatir. Aku baik-baik saja. Aku hanya sedikit pusing. Nanti juga membaik.”
Carol menghela napas dalam. Wanita itu sangat takut kalau sampai sang suami sampai jatuh sakit. “Kau pasti telat makan. Kan aku sudah bilang berkali-kali, jangan sampai terlambat makan. Aku tidak mau kau sakit, Sayang.”
“Iya, maafkan aku. Lain kali aku akan memerhatikan kesehatanku.” Fargo menangkup kedua pipi Carol, mengecupi bibir sang istri. “Di mana putri kita? Apa dia sedang tidur?” tanyanya yang tak melihat keberadaan putri kecilnya.
“Arabella baru saja tidur setelah minum susu. Sekarang dia semakin pintar. Setiap kali dia minum susu, dia selalu menanyakan keberadaanmu, dan apa yang kau lakukan. Dia selalu merindukanmu,” ucap Carol memberitahu Fargo tentang Arabella.
Fargo tersenyum hangat mendengar cerita Carol tentang Arabella. “Dia memang putri kecil kita yang sangat cantik dan pintar.”
Carol pun tersenyum, dan memeluk Fargo, menghirup aroma parfume di tubuh sang suami. “Oh, ya, Sayang. Waktu itu kau bilang, kau akan mencari sekretaris baru, apa kau sudah menemukan sekretaris baru untukmu?” tanyanya. Entah kenapa ingatan Carol, mengingat perkataan sang suami yang tengah mencari sekretaris baru. Alasan sang suami mencari sekretaris baru, karena sekretaris lama suaminya itu resign setelah melahirkan.
Fargo berdeham sebentar kala mendengar pertanyaan Carol. Pria itu berusaha tenang, seakan tak terjadi apa pun. “Ya, aku sudah mendapatkan sekretaris baru. Besok dia mulai bekerja.”
Carol mendongakan kepalanya, menatap Fargo. “Siapa nama sekretarismu, Sayang?”
“Debora, namanya Debora.”
“Apa dia cantik?”
“Carol, kenapa kau bertanya konyol seperti itu?”
“Sayang, aku hanya bertanya memastikan saja. Apa dia cantik?”
Fargo mengecup bibir Carol. “Kau adalah wanita tercantik yang pernah aku kenal.”
Carol melingkarkan tangannya di leher Fargo. Menyipitkan mata, menatap sang suami penuh kecurigaan. “Kau itu semakin tua semakin tampan. Aku hanya waspada. Jaman sekarang banyak sekali wanita yang mencoba merebut suami orang. Ingat satu hal, kalau kau berani berselingkuh dariku, aku tidak akan memaafkanmu.”
Fargo menggigit bibir bawah Carol gemas, hingga membuat Carol sedikit meringis. “Jangan berkata konyol. Aku tidak berniat selingkuh. Aku hanya menginginkanmu.” Lalu, Fargo menggendong Carol melangkah menuju kamar mandi. Carol terkejut di kala Fargo membawanya menuju kamar mandi. Akan tetapi, Carol sudah mengerti akan tindakan sang suami. Well, tentu akan selalu berakhir dengan Carol wajib menemani sang suami untuk mandi.
***
Di sisi lain, sebuah apartemen sederhana nampak seorang wanita cantik duduk di sofa, seraya menyesap wine di tangannya. Raut wajah wanita itu menunjukan kerapuhan dan keputusasaan. Kemuramannya melingkupi jelas wajah wanita cantik itu.
“Mom, kau sudah pulang?” Seorang bocah laki-laki berusia 9 tahun, menghampiri Debora—yang tengah duduk di sofa ruang tengah.
Debora tersenyum melihat putranya. Wanita itu langsung memeluk putranya itu erat. “Mommy merindukanmu, Sayang.”
“Aku juga merindukan Mommy,” jawab bocah laki-laki itu polos. “Hari ini Mommy pergi ke mana?” tanyanya.
Debora menangkup kedua pipi putranya. “Hari ini Mommy bertemu dengan CEO di perusahaan Mommy bekerja. Besok Mommy sudah bisa bekerja, Sayang. Mommy punya pekerjaan, dan Mommy bisa membelikanmu mainan baru, Andrew.”
“Yeay! Thank you, Mommy.” Bocah laki-laki bernama Andrew nampak begitu senang. “Hm, tapi artinya nanti Mommy akan sibuk dan tidak memiliki waktu untukku?” Raut wajah Andrew berubah menjadi muram.
“Andrew, Mommy akan selalu memiliki waktu untukmu.” Debora membelai pipi Andrew. “Mommy berjanji setiap kali libur kerja, akan selalu mengajakmu berjalan-jalan.”
Andrew tersenyum hangat. “Oke, Mommy. Oh, ya, Mommy bilang bulan ini Mommy akan mengajakku bertemu dengan Daddy. Kapan kita bertemu Daddy, Mommy?” ujarnya bersemangat.
Mata Debora langsung berkaca-kaca. Akan tetapi mati-matian Debora menahan air mata itu agar tak tumpah. “Kau akan segera bertemu dengan Daddy-mu, Sayang. Tunggulah, di waktu yang tepat.” Lalu, Debora memeluk erat putra tunggalnya, dengan penuh kasih sayang. Kerapuhan di wajah Debora begitu terlihat jelas di kala Andrew menagih janjinya. Janji yang sangat sulit Debora tepati.
*Carol, aku memiliki meeting pagi. Aku harus berangkat lebih awal. Maaf aku tidak membangunkanmu. Kau tidur terlalu pulas. Aku tidak tega membangunkanmu. Aku akan usahakan pulang lebih awal. Your Husband—Fargo. J.*Carol mengembuskan napas panjang membaca sebuah note yang tertuliskan tulisan tangan sang suami. Carol tak mengira kalau Fargo akan berangkat lebih awal. Tadi malam dirinya dan Fargo terlalu asik menemani Arabella bermain, sampai tak membahas apa pun selain menjaga Arabella. Andai saja Carol tahu Fargo memiliki meeting pagi, pasti Carol akan mengatur alarm lebih pagi lagi, agar bisa membantu sang suami bersiap-siap. “Lebih baik aku ke kamar Arabella saja.” Carol bergumam pelan. Wanita itu memutuskan untuk ke kamar Arabella. Carol berbalik, dan hendak melangkah pergi. Namun, tiba-tiba benak Carol memikirkan sesuatu. Sesuatu di mana memunculkan ide dalam pikirannya. “Nanti siang, aku bawakan saja makan untuk Fargo. Sudah lama aku tidak mengantarkan makanan ke kantor.” Car
Fargo menegak vodka di tangannya, seraya memejamkan mata singkat. Pria itu berdiri di balik kaca besar yang ada di ruang kerja mansionnya. Tampak tatapan mata Fargo menatap lurus ke depan, dengan pikiran yang tengah memikirkan sesuatu. Sesuatu yang telah berhasil mengusik ketenangan hati dan pikirannya.Suara dering ponsel terdengar. Refleks, Fargo mengalihkan pandangannya, pada ponselnya yang ada di atas meja. Fargo mendekat, mengambil ponsel itu—menatap ke layar tertera nomor Gene di sana. Fargo mengembuskan napas kasar. Pria itu enggan untuk menjawab, karena pusing di kepalanya. Tetapi, Fargo khawatir kalau ada hal penting yang ingin Gene katakan padanya. Akhirnya, Fargo memutuskan untuk menjawab panggilan tersebut.“Ada apa, Gene?” jawab Fargo kala panggilan terhubung.“Selamat malam, Tuan. Maaf mengganggu Anda. Saya hanya ingin memastikan minggu ini, Anda terbang ke New York bersama siapa?” tanya Gene penuh sopan dari seberang sana. Fargo terdiam mendengar pertanyaan Gene. Fargo
“Mommy.” Andrew berlari, memeluk Debora dengan begitu erat. Bocah laki-laki itu nampak senang karena ibunya sudah pulang dari kantor. Pun Debora membalas pelukan Andrew tak kalah erat. Debora menundukan tubuhnya, bersejajar pada tubuh Andrew.“Anak Mommy yang tampan, apa kau merindukan Mommy, Sayang?” Dobora mengelus pipi Andrew, dan memberikan kecupan di pipi putranya itu.Andrew menganggukan kepalanya. “Ya, Mommy. Aku sangat merindukanmu.”Debora tersenyum. “Bagaimana dengan sekolahmu, Sayang? Semua lancar, kan?”“Mommy, aku di sekolah mendapatkan nilai A. Mommy tenang saja, aku smart boy,” kata Andrew dengan senyuman riang di wajahnya.“Good, kau memang anak Mommy yang pintar.” Debora mencium pipi Andrew. “Sayang, ada hal yang Mommy ingin katakan padamu.”“Apa, Mommy?” tanya Andrew polos seraya menatap Debora.“Minggu ini, Mommy memiliki perjalanan bisnis ke New York. Tidak akan lama. Hanya dua haru saja. Kau tidak apa-apa, kan ditinggal bersama pengasuhmu?” ujar Debora lembut.“Ja
Awan putih mengumpul menutupi daratan. Keheningan sempat menyelimuti pesawat pribadi yang telah mengudara. Ketinggian puluhan ribu kaki dari daratan, membuat hanya awan putih yang menjadi object pandang.“Fargo, putrimu sangat cantik. Dia mirip sekali denganmu.” Debora memulai sebuah percakapan. Setelah berjam-jam keheningan menyelimuti, akhirnya wanita itu memiliki memberanikan diri untuk mengeluarkan suara. Debora memang sudah sejak tadi menahan diri. Dia ingin sekali menanyakan tentang kehidupan pribadi Fargo.“Thanks,” jawab Fargo singkat dengan tatapan yang masih fokus pada laporan di tangannya.“Siapa nama lengkap putrimu dan berapa usianya, Fargo?”“Arabella Fargo Jerald. Usianya hampir 2 tahun.” “Nama yang indah. Kau beruntung memiliki istri dan putri yang sangat cantik.” Fargo terdiam sebentar. Tatapan pria itu mulai teralih pada Debora. Fargo hendak mengeluarkan pertanyaan yang selama ini ada di pikiran. Akan tetapi, semua pertanyaan itu seakan sulit untuk lolos dari mul
Dua hari sudah Fargo dan Debora berada di New York. Sejak kejadian tempo hari, mereka sudah jarang berbicara kecuali membahas pekerjaan. Lebih tepatnya di kala Debora ingin berusaha membahas tentang di luar pekerjaan, maka Fargo selalu saja memilih menghindar dari Debora. Sepertinya Fargo tak mau membahas apa yang telah terjadi di masa lalu.Hal itu membuat Debora tak bisa mengatakan apa pun di luar pekerjaan. Debora hanya bisa pasrah di kala Fargo mulai bersikap dinginnya. Fargo seakan memasang dinding tinggi, pengahalang agar Debora tak bisa mendekat. Tak menampik tindakan Fargo membuat Debora menunjukan lukanya.“Debora, apa kau sudah siap? Kita harus ke bandara sekarang,” ucap Fargo seraya melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Terlihat jelas Fargo yang begitu tak sabar ingin segera kembali ke Los Angeles.Ya, hari ini adalah hari di mana Fargo dan Debora kembali ke Los Angeles. Sesuai dengan rencana Fargo, bahwa pria itu hanya menginginkan dua hari saja di New Yo
Lidah Fargo kelu tak mampu mengeluarkan sebuah kata. Tubuhnya membeku di kala ada seorang bocah laki-laki memanggilnya dengan sebutan ‘Daddy’. Fargo dilanda kebingungan. Pria itu tak mengerti ada apa dengan semua ini.“Daddy, ayo masuk! Aku sudah merindukanmu.” Andrew tersenyum pada Fargo, meminta Fargo untuk masuk ke dalam. Sedangkan Fargo masih tetap bergeming. Kaki Fargo seakan berat untuk melangkah masuk. Semua yang ada di pikirannya seakan berperang dengan isi hatinya.“Fargo, masuklah. Andrew sangat merindukanmu. Setelah ini aku akan menjelaskan padamu,” jawab Debora pelan dengan senyuman di wajahnya. Tatapan Debora begitu hangat, meminta Fargo untuk masuk ke dalam. Wanita itu berjanji akan menceritakan semuanya pada Fargo, tanpa terkecuali.Fargo mengatur napasnya, berusaha untuk tenang. Sorot mata Fargo seakan menunjukan menuntut penjelasan. Detik selanjutnya, Fargo mendekat ke arah Andrew. Bocah laki-laki itu nampak sangat senang akan kehadirannya, membuat hati Fargo bergetar
“Momny, I want Daddy. I want Daddy, Mommy. Please, I want Daddy.” Arabella menangis seraya menarik-narik dress Carol. Balita kecil cantik itu meraung meminta bertemu dengan ayahnya. Terlihat jelas bahwa Arabella begitu merindukan ayahnya.“Sayang, sabarlah. Daddy pasti akan pulang.” Carol menghela napas dalam, sudah lebih dari lima kali dirinya menghubungi Fargo tapi suaminya itu tak menjawab ponselnya. Waktu menunjukan pukul 8 malam. Harusnya Fargo sejak tadi sudah pulang. Pun Carol sudah melihat radar pesawat kalau pesawat pribadi milik suaminya telah mendarat di Los Angeles. Tapi entah kenapa malah Fargo tak kunjung pulang.Arabella berguling di lantai, mengamuk ingin bertemu dengan ayahnya. Sontak Carol dibuat terkejut. Carol hendak menggendong Arabella, namun Arabella menolak. Balita kecil itu tak henti memanggil ‘Daddy’.Carol berdecak kesal. Arabella adalah anak yang pintar. Carol sudah berjanji pada Fargo kalau Fargo akan pulang, jadi wajar saja kalau Arabella menagih janjinya
Fargo menegak vodka di tangannya. Raut wajah Fargo sangat kacau, akibat pikiran yang menghantui dirinya. Pagi ini, Fargo memang sengaja berangkat ke kantor lebih awal, demi menghindar dari sang istri. Setiap kali Fargo melihat Carol, maka yang timbul hanyalah sebuah rasa bersalah. Fargo tak pernah mengira kalau dirinya memiliki anak dari Debora. Kesalahan satu malam di masa lalunya, membuat masa depannya sekarang dipertaruhkan. Hal yang paling rumit adalah Fargo bingung bagaimana menjelaskannya, pada Carol. Fargo terlalu takut Carol tak bisa menerima semuanya. Ditambah dirinya harus berkali-kali bohong demi menutupi tentang kenyataan yang ada.“Tuan?” Gene melangkah menghampiri Fargo.“Ada apa, Gene?” tanya Fargo seraya menatap Gene dingin.“Tuan, hari ini Anda memiliki jadwal bertemu dengan—”“Gene, kosongkan jadwalku hari ini. Aku tidak mau bertemu dengan siapa pun. Tunda semua pertemuanku.” Fargo langsung memotong ucapan Gene.Gene mengangguk sopan. “Baik, Tuan.”“Gene, apa mungki
“Kita akan berlibur, Dad, Mom?” Arabella menatap penuh binar bahagia pada kedua orang tuanya di kala mendapatkan informasi bahwa kedua orang tuanya akan mengajak berlibur bersama.Fargo dan Carol tersenyum dan mengangguk. “Ya, kita akan pergi berlibur.”“Yeay!” Arabella memekik kegirangan. “Daddy, Mommy.” Axton melangkah menghampiri Fargo dan Carol yang ada di ruang keluarga. Bocah laki-laki itu baru saja selesai bermain sepeda di halaman belakang rumahnya.“Axton, kita akan pergi berlibur.” Arabella yang melihat Axton datang langsung memeluk adiknya itu.Kening Axton mengerut. “Kita akan berlibur?”Arabella mengurai pelukannya, dan menangkup kedua rahang adiknya itu. “Iya, Axton. Kita akan pergi berlibur. Kau senang, kan?”Senyuman sumiringah terlihat di wajah Axton. “Yeay, aku senang sekali, Kak. Aku senang kita akan berlibur.”Arabella dan Axton saling berpegangan tangan. Mereka melompat-lompat dan tersenyum bahagia karena akan berlibur keluarga. Tampak Fargo dan Carol tersenyum m
“Uncle Daddy.” Arabella menghamburkan tubuhnya pada Damian yang baru saja tiba. Refleks, Damian menggendong Arabella dan mengecupi pipi bulat Arabella bertubi-tubi.Fargo dan Carol tersenyum melihat Arabella yang sangat dekat dengan Damian. Ya, harusnya Arabella memanggil Damian dengan sebutan ‘Grandpa’, tapi tentu saja Damian menolak dipanggil ‘Grandpa’. Awalnya Arabella memanggil Damian dengan sebutan Paman seperti Fargo. Akan tetapi semakin bertambah usia Arabella panggilan Paman untuk Damian tergantikan ‘Uncle Daddy’. Panggilan itu membuat semua orang gemas pada Arabella termasuk juga Damian yang gemas.“Little girl, kau semakin hari semakin cantik,” puji Damian yang tak henti menghujani Arabella dengan kecupan.“Uncle Daddy juga semakin tampan,” jawab Arabella sambil melingkarkan tangannya di leher Damian.Kimberly tersenyum melihat sikap manis Arabella.“Hi, Kim.” Carol memeluk Kimberly bergantian dengan Fargo yang juga memeluk Kimberly.“Ah, Diego. Tubuhmu semakin tinggi dan
Carol dan Fargo masih belum mengatakan apa pun setelah mendengar keluhan putri sulung mereka. Baik Carol dan Fargo sama-sama melukiskan senyuman di wajah mereka. Mereka tak mengira alasan yang membuat putri mereka kesal adalah Diego—anak Kimberly dan Damian.Carol yang tadinya kesal, kali ini sudah mulai membaik tak lagi kesal. Bagaimana tidak? Alasan putri kecilnya itu sangat lucu. Memang Arabella itu sangat manja pada Diego. Arabella selalu menyukai setiap kali Diego menjemputnya. Jadi tak heran kalau sekarang Diego tak bisa datang menjemput, pasti Arabella akan merajuk seperti anak kecil. Fargo membawa tangannya membelai pipi Arabella. “Jadi kau kesal karena Diego tidak bisa datang menjemputmu, dan juga kesal karena banyak teman-temanmu mengirimkan surat cinta untuk Diego?” ulangnya memastikan.Arabella mengangguk sambil melipat tangan di depan dada. “Iya, Daddy. Aku kesal sekali.”Fargo mengecupi pipi bulat Arabella. “Oke, nanti besok Daddy akan meminta Diego datang ke sini untu
Tiga tahun berlalu … Suara dering ponsel terdengar membuat Carol yang tengah membuat kue langsung mengalihkan pandangannya ke arah ponselnya yang ada di atas meja. Carol mendecakkan lidahnya pelan di kala ada yang mengganggunya. Padahal dirinya sedang sibuk membuat kue.“Nyonya, biar saya yang menyelesaikan membuat kue ini. Anda bisa menjawab telepon Anda. Mungkin saja itu adalah telepon penting,” ucap sang pelayan sopan. Pelayan itu menawarkan diri, karena dia pun tengah membantu Carol membuat kue.Carol mendesah panjang. Padahal sedikit lagi kue yang dibuatnya akan segera selesai, tapi malah ada saja yang mengganggunya. Dengan wajah sedikit kesal, Carol mencuci tangannya hingga bersih—dan mengambil ponselnya di atas meja—tertera nomor sopir putrinya menghubunginya.Carol terdiam sebentar nampak bingung. Tak biasanya sopir Arabella menghubunginya. Tanpa pikir panjang, Carol memutuskan untuk menjawab panggilan telepon tersebut.“Hallo?” jawab Carol kala panggilan terhubung.“Nyonya,
Beberapa bulan berlalu …“Sayang, kenapa kau membelikanku ice cream cokelat? Aku sedang ingin ice cream vanilla.” Carol merajuk kesal pada Fargo yang membawakannya ice cream cokelat. Wanita itu melipat tangan di depan dada tepatnya di atas perut buncitnya. Bibirnya tertekuk seperti anak kecil yang tak dibelikan mainan.Fargo mengembuskan napas kasar. “Tadi kau hanya bilang ingin ice cream saja. Jadi aku memilih cokelat. Kau biasanya juga suka ice cream cokelat.”Fargo nyaris dibuat sakit kepala oleh keinginan Carol. Tadi istrinya itu ingin dirinya sendiri yang membelikan ice cream, setelah dirinya sudah membeli ice cream, tetap malah disalahkan. Padahal Fargo sudah memilih ice cream yang sering disukai istrinya itu.Bibir Carol kian menekuk. “Aku ingin ice cream vanilla. Aku tidak mau ice cream cokelat.”Fargo mengangguk memilih untuk mengalah. “Oke, aku akan membelikan lagi untukmu. Kau tunggu sebentar.” Lalu Fargo hendak pergi, namun Carol memeluk lengan Fargo, seakan tak membiarkan
“Fargo, ayo kita berangkat sekarang, Sayang. Daddy dan Mommy sudah menunggu kita.” Carol berucap seraya menyisir rambutnya. Pagi menyapa Carol sudah tampil cantik dengan midi dress motif bunga kecil-kecil.Fargo mendekat sambil memakai arlojinya. “Iya, Sayang. Tenanglah. Kita tidak akan terlambat. Pamanku dan Kimberly juga masih di jalan, mereka belum sampai di rumah orang tuaku.”Pagi ini, keluarga Carol dan keluarga Fargo berkumpul bersama. Itu kenapa Carol dan Fargo sibuk ingin bersiap-siap. Pun mereka juga tak sabar ingin bertemu Arabella. Sebelumnya memang Arabella cukup lama tinggal di orang tua Carol atau orang tua Fargo. Alasannya karena waktu itu Carol dan Fargo tengah mengurus proses cerai mereka. Baik Carol ataupun Fargo tak ingin sampai Arabella mengerti bahwa mereka memiliki masalah.Carol merapikan kerah baju sang suami. “Ya sudah kita berangkat sekarang. Aku merindukan putri kecil kita, Sayang.”Fargo menganggukan kepalanya, dan memberikan kecupan di bibir sang istri. D
Carol tak menyangka akan keputusannya. Tepatnya di kala sang hakim hendak ingin mengetuk palu, hati Carol mendorong keras dirinya, seakan memberikan perintah untuk menghentikan semua itu. Ya, pada akhirnya ego dan perasaan yang menang adalah perasaan. Fakta membuktikan bahwa cinta Carol lebih kuat dari apa pun.Mungkin banyak orang di luar sana mengatakan bahwa Carol bodoh, karena tetap mencintai pria yang menorehkan luka padanya amat dalam. Namun, wanita itu sama sekali tak peduli akan pendapat orang tentangnya. Karena hati tak pernah bisa untuk berbohong.Saat ini Carol berada dalam pelukan Fargo. Belum ada kata yang Carol ataupun Faro ucap. Hanya pelukan hangat yang seakan menyalurkan rasa cinta mereka yang amat dalam. Setelah persidangan, Fargo membawa Carol pulang. Seluruh keluarga memberikan ruang untuk Carol dan Fargo berdua. Dua insan itu butuh waktu berdua demi mencairkan gunung es yang telah menyelimuti hubungan mereka.“Fargo, di mana putri kita??” Carol memulai percakapan,
Carol menatap cermin yang ada di hadapannya. Raut wajah Carol menunjukan jelas kemuraman dan kesedihan yang menyelimuti. Riasan di wajahnya sangat tipis bahkan nyaris tak terlihat. Mata sedikit sembab akibat tangis sepanjang malam.Tatapan Carol teralih pada cincin pernikahan yang melingkar di jari manisnya. Cincin yang telah menemaninya bertahun-tahun lamanya. Carol menyentuh cincin pernikahannya itu. Matanya sudah berkaca-kaca hendak ingin meneteskan air mata. Namun, Carol segera menyeka air matanya agar tak berlinang.Ya, hari ini adalah hari di mana Carol akan melepas Fargo selamanya. Hati Carol selalu terluka membayangkan akan melepas Fargo. Akan tetapi, Carol menyadari bahwa tindakan yang diambilnya adalah yang paling terbaik. Bagi Carol, selamanya Fargo tak akan pernah bisa untuk berubah. Fargo tak pernah mau belajar dari kesalahan di masa lalu. Meskipun berat, tapi Carol harus tetap bisa merelakan bahwa memang takdir tak menakdirkan dirinya bersama dengan Fargo.Mata indah Ca
Berita tentang perceraian Fargo dan Carol telah terdengar oleh publik. Lagi dan lagi, Fargo menjadi topik pembahasan utama para media. Kasus perselingkuhan Fargo di masa lalu, masih kerap menjadi pembahasan, dan sekarang ditambah kasus percaian Fargo dengan Carol. Beberapa wartawan kerap mewawancarai pihak keluarga Fargo dan keluarga Carol, namun hingga detik ini keluarga Fargo dan Carol memilih untuk bungkam, tak sama sekali menjawab pertanyaan dari para wartawan. Tentu, keluarga Fargo dan Carol memilih untuk tidak bersuara, karena tak ingin memperkeruh suasana. Tidak ada yang bisa membujuk Carol. Bahkan kemarin, Cadey dan Kimberly sempat berbicara dengan Carol, membahas tentang masalah Carol dan Fargo, namun sayangnya tak berhasil. Carol meminta Cadey, Kimberly, bahkan semua pihak keluarga untuk tak ikut campur dalam keputusan yang telah dia buat.Menjelang sidang perceraian, Carol menitipkan Arabella pada orang tuanya saja. Pun orang tua Fargo juga turut menjaga Arabella bergan